Analisis Deskriptif 3. 2 Faktor Perekonomian Daerah

3.8 Metode Analisis Data

Metode analisis data yang digunakan dalam menganalisis daya saing ekonomi Kabupaten Labuhanbatu pada tahun 2015 meliputi analisis deskriptif dan Analytical Hierarchy Proses AHP. Untuk lebih jelasnya lagi, metode yang digunakan antara lain sebagai berikut:

1. Analisis Deskriptif

Analisis ini memberikan gambaran tentang karakteristik tertentu dari data yang telah dikumpulkan. Data tersebut akan dianalisis sehingga menghasilkan gambaran mengenai persepsi masyarakat terhadap faktor-faktor penentu daya saing ekonomi Kabupaten Labuhanbatu pada tahun 2015. Analisis data disajikan dalam bentuk tabulasi, gambar chart dan diagram.

2. Analytical Hierarchy Process AHP

Analisis ini digunakan untuk memberikan nilai bobot setiap faktor dan variabel dalam menghitung faktor-faktor penentu daya saing ekonomi Kabupaten Labuhanbatu pada tahun 2015. Proses pemberian bobot indikator dan sub-indikator variabel dilakukan dengan menggunakan Analitical Hierarchy Process AHP melalui kuisioner untuk kelompok masyarakat yang sudah ditentukan sebelumnya dari berbagai latar belakang disiplin ilmu. Dalam pembobotan suatu faktor atau variabel dapat dilakukan sesuai dengan persepsi manusia sehingga diharapkan mampu menggambarkan kondisi yang sebenarnya. Selain itu, AHP juga mampu memberikan prioritas alternatif dan melacak ketidakkonsistenan dalam pertimbangan dan preferensi seorang responden Saaty, 2002, dalam Hidayat, 2012 Metode Analytical Hierarcy Process AHP awalnya dikembangkan oleh Prof. Thomas Lorie Saaty dari Wharton Business School sekitar tahun 1970.Metode ini digunakan untuk mencari rangking atau urutan prioritas dari berbagai alternatif dalam pemecahan suatu permasalahan.Dalam kehidupan sehari-hari, seseorang senantiasa dihadapkan untuk melakukan pilihan dari berbagai alternatif.Disini diperlukan penentuan prioritas dan uji konsistensi terhadap pilihan-pilihan yang telah dilakukan. Dalam situasi yang kompleks, pengambilan keputusan tidak dipengaruhi oleh satu factor saja melainkan multifactor dan mencakup berbagai jenjang maupun kepentingan. Pada dasarnya AHP adalah suatu teori umum tentang pengukuran yang digunakan untuk menemukan skala rasio, baik dari perbandingan berpasangan yang diskrit maupun kontinu.Perbandingan-perbandingan ini dapat diambil dari ukuran aktual atau skala dasar yang mencerminkan kekuatan perasaan dan preferensi relatif. Metode ini adalah sebuah kerangka untuk mengambil keputusan secara efektif atas persoalan dengan menyederhanakan dan mempercepat proses pengambilan keputusan dengan memecahkan persoalan tersebut kedalam bagian- bagiannya, menata bagian atau variabel ini dalam suatu susunan hirarki, memberi nilai numerik pada pertimbangan subjektif tentang pentingnya tiap variabel dan mensintesis berbagai pertimbangan ini untuk menetapkan variabel yang mana yang memiliki prioritas paling tinggi dan bertindak untuk mempengaruhi hasil pada situasi tersebut. Analytical Hierarchy ProcessAHP dapat menyederhanakan masalah yang kompleks dan tidak terstruktur, strategik dan dinamik menjadi bagiannya, serta menjadikan variabel dalam suatu hirarki tingkatan.Masalah yang kompleks dapat diartikan bahwa kriteria dari suatu masalah yang begitu banyak multikriteria, struktur masalah yang belum jelas, ketidakpastian pendapat dari pengambil keputusan, pengambil keputusan lebih dari satu orang, serta ketidakakuratan data yang tersedia. Metode AHP ini membantu memecahkan persoalan yang kompleks dengan menstruktur suatu hirarki kriteria, pihak yang berkepentingan, hasil dan dengan menarik berbagai pertimbangan guna mengembangkan bobot atau prioritas.Metode ini juga menggabungkan kekuatan dari perasaan dan logika yang bersangkutan pada berbagai persoalan, lalu mensintesis berbagai pertimbangan yang beragam menjadi hasil yang cocok dengan perkiraan kita secara intuitif sebagaimana yang dipresentasikan pada pertimbangan yang telah dibuat.Selain itu AHP juga memiliki perhatian khusus tentang penyimpangan dari konsistensi, pengukuran dan ketergantungan di dalam dan di luar kelompok elemen strukturnya. Analytical Hierarchy Process AHP mempunyai landasan aksiomatik yang terdiri dari : 1. Resiprocal Comparison, yang mengandung arti bahwa matriks perbandingan berpasangan yang terbentuk harus bersifat berkebalikan. Misalnya, jika A adalah k kali lebih penting dari pada B maka B adalah 1k kali lebih penting dari A. 2. Homogenity, yaitu mengandung arti kesamaan dalam melakukan perbandingan. Misalnya, tidak dimungkinkan membandingkan jeruk dengan bola tenis dalam hal rasa, akan tetapi lebih relevan jika membandingkan dalam hal berat. 3. Dependence, yang berarti setiap level mempunyai kaitan complete hierarchy walaupun mungkin saja terjadi hubungan yang tidak sempurna incomplete hierarchy. 4. Expectation, yang berarti menonjolkon penilaian yang bersifat ekspektasi dan preferensi dari pengambilan keputusan. Penilaian dapat merupakan data kuantitatif maupun yang bersifat kualitatif. Secara umum pengambilan keputusan dengan metode AHP didasarkan pada langkah-langkah berikut : 1. Mendefinisikan masalah dan menentukan solusi yang diinginkan. 2. Membuat struktur hirarki yang diawali dengan tujuan umum, dilanjutkan dengan kriteria–kriteria dan alternaif–alternatif pilihan yang ingin di rangking. 3. Membentuk matriks perbandingan berpasangan yang menggambarkan kontribusi relatif atau pengaruh setiap elemen terhadap masing–masing tujuan atau kriteria yang setingkat diatasnya. Perbandingan dilakukan berdasarkan pilihan atau judgement dari pembuat keputusan dengan menilai tingkat tingkat kepentingan suatu elemen dibandingkan elemen lainnya. 4. Menormalkan data yaitu dengan membagi nilai dari setiap elemen di dalam matriks yang berpasangan dengan nilai total dari setiap kolom. 5. Menghitung nilai eigen vector dan menguji konsistensinya, jika tidak konsisten maka pengambilan data preferensi perlu diulangi. Nilai eigen vector yang dimaksud adalah nilai eigen vector maksimum yang diperoleh dengan menggunakan matlab maupun dengan manual. 6. Mengulangi langkah 3, 4, dan 5 untuk seluruh tingkat hirarki. 7. Menghitung eigen vectordari setiap matriks perbandingan berpasangan. Nilai eigen vectormerupakan bobot setiap elemen. Langkah ini untuk mensintesis pilihan dalam penentuan prioritas elemen–elemen pada tingkat hirarki terendah sampai pencapaian tujuan. 8. Menguji konsistensi hirarki. Jika tidak memenuhi dengan CR 0,15 maka penilaian harus diulang kembali. Rasio Konsistensi CR merupakan batas ketidakkonsistenan inconsistency yang ditetapkan Saaty.Rasio Konsistensi CR dirumuskan sebagai perbandingan indeks konsistensi RI. Angka pembanding pada perbandingan berpasangan adalah skala 1 sampai 9, dimana :  Skala 1 = setara antara kepentingan yang satu dengan kepentingan yang lainnya  Skala 3 = kategori sedang dibandingkan dengan kepentingan lainnya  Skala 7 = kategori amat kuat dibandingkan dengan kepentingan lainnya  Skala 9 = kepentingan satu secara ekstrim lebih kuat dari kepentingan Prioritas alternatif terbaik dari total rangking yang diperoleh merupakan rangking yang dicari dalam Analytical Hierarchy Process AHP ini. Dalam menyelesaikan persoalan dengan metode Analytic Hierarchy Process AHP ada beberapa prinsip dasar yang harus dipahami antara lain sebagai berikut Saaty, 1990 :

a. Decomposition

Sistem yang kompleks dapat dengan mudah dipahami kalau sistem tersebut dipecah menjadi berbagai elemen pokok, kemudian elemen-elemen tersebut disusun secara hirarkis. Hirarki masalah disusun untuk membantu proses pengambilan keputusan dengan memperhatikan seluruh elemen keputusan yang terlibat dalam sistem. Sebagian besar masalah menjadi sulit untuk diselesaikan karena proses pemecahannya dilakukan tanpa memandang masalah sebagai suatu sistem dengan suatu struktur tertentu. Pada tingkat tertinggi dari hirarki, dinyatakan tujuan, sasaran dari sistem yang dicari solusi masalahnya.Tingkat berikutnya merupakan penjabaran dari tujuan tersebut.Suatu hirarki dalam metode AHP merupakan penjabaran elemen yang tersusun dalam beberapa tingkat, dengan setiap tingkat mencakup beberapa elemen homogen.Sebuah elemen menjadi kriteria dan patokan bagi elemen- elemen yang berada di bawahnya.Dalam menyusun suatu hirarki tidak terdapat suatu pedoman tertentu yang harus diikuti.Hirarki tersebut tergantung pada kemampuan penyusun dalam memahami permasalahan. Namun tetap harus bersumber pada jenis keputusan yang akan diambil. Untuk memastikan bahwa kriteria-kriteria yang dibentuk sesuai dengan tujuan permasalahan, maka kriteria-kriteria tersebut harus memiliki sifat-sifat berikut : 1 Minimum Jumlah kriteria diusahakan optimal untuk memudahkan analisis. 2 Independen Setiap kriteria tidak saling tumpang tindih dan harus dihindarkan pengulangan kriteria untuk suatu maksud yang sama. 3 Lengkap Kriteria harus mencakup seluruh aspek penting dalam permasalahan. 4 Operasional Kriteria harus dapat diukur dan dianalisis, baik secara kuantitatif maupun kualitatif dan dapat dikomunikasikan.

b. Comparative Judgment

Prinsip ini berarti membuat penilaian tentang kepentingan relatif dua elemen pada suatu tingkat tertentu dalam kaitannya dengan criteria di atasnya. Penilaian ini merupakan inti dari AHP, karena ia akan berpengaruh dalam menentukan prioritas dari elemen-elemen yang ada sebagai dasar pengambilan keputusan. Hasil dari penilaian ini disajikan dalam bentuk matriks yang dinamakan matriks pairwise comparison. Yang pertama dilakukan dalam menentapkan prioritas elemen-elemen dalam suatu pengambilan keputusan adalah dengan membuat perbandingan berpasangan, yaitu membandingkan berpasangan, yaitu membandingkan dalam bentuk berpasangan seluruh kriteria untuk setiap sub sistem hirarki.Dalam perbandingan berpasangan ini, bentuk yang lebih disukai adalah matriks, karena matriks merupakan alat yang sederhana yang biasa dipakai, serta memberi kerangka untuk menguji konsistensi.Rancangan matrik ini mencerminkan dua segi prioritas yaitu, mendominasi dan didominasi. Misalkan terdapat suatu sub sistem hirarki dengan kriteria C dan sejumlah n alternatif dibawahnya, A i sampai A n . Perbandingan antar alternatif untuk sub sistem hirarki itu dapat dibuat dalam bentuk matriks n × n, seperti pada tabel 4 di bawah ini : Tabel 3.2. Matriks perbandingan berpasangan C A 1 A 2 A 3 ….. A n A 1 A 2 A 3 ….. A n a 11 a 21 a 31 ….. a n1 a 12 a 22 a 32 ….. a n2 a 13 a 23 a 33 ….. a n3 … … … … … a 1n a 2n a 3n ….. a nn Nilai a 11 adalah nilai perbandingan elemen A 1 baris terhadap A 1 kolom yang menyatakan hubungan : a. Seberapa jauh tingkat kepentingan A 1 baris terhadap kriteria C dibandingkan dengan A 1 kolom atau b. Seberapa jauh dominasi A 1 baris terhadap A 1 kolom atau c. Seberapa banyak sifat kriteria C terhadap A 1 baris dibandingkan dengan A 1 kolom. Nilai numerik yang dikenakan untuk seluruh perbandingan diperoleh dari skala perbandingan yang disebut Saaty pada tabel 5. Apabila bobot kriteria A i adalah Wi dan bobot elemen Wj maka skala dasar 1-9 yang disusun Saaty mewakili perbandingan WiWj1. Angka-angka absolute pada skala tersebut merupakan pendekatan yang amat baik terhadap perbandingan bobot elemen A i terhadap elemen A j . Tabel 3.3. Skala penilaian perbandingan Skala tingkat kepentingan Definisi Keterangan 1 Sama pentingnya Kedua elemen mempunyai pengaruh yang sama 3 Sedikit lebih penting Pengalaman dan penilaian sedikit memihat satu elemen dibandingkan dengan pasangannya 5 Lebih penting Pengalaman dan penilaian sangat memihak satu elemen dibandingkan dengan pasangannya 7 Sangat penting Satu elemen sangat disukai dan secara praktis dominasinya sangat nyata dibandingkan dengan elemen pasangannya 9 Mutlak lebih penting Satu elemen terbukti mutlak lebih disukai dibandingkan dengan pasangannya, pada tingkat keyakinan yang tertinggi 2,4,6,8 Nilai tengah Diberikan bila terdapat keraguan penilaian antara dua penilaian yang berdekatan Kebalikan A ij = 1A ji Bila aktivitas i memperoleh suatu angka bila dibandingkan dengan aktivitas j, maka j memiliki nilai kebalikannya bila dibandingkan i Sumber: Thomas L. Saaty 1991 Saaty menyusun angka-angka absolute sebagai skala penilaian berdasarkan kemampuan manusia untuk menilai secara kualitatif, yaitu melalui ungkapan sama, lemah, amat kuat, dan absolute atau ekstrim. Penilaian yang dilakukan oleh banyak partisipan akan menghasilkan pendapat yang berbeda satu sama lain. AHP hanya memerlukan satu jawaban untuk matriks perbandingan. Jadi semua jawaban dari partisipan harus dirata-ratakan.Dalam hal ini Saaty memberikan metode perataan dengan rata-rata geometric atau geometric mean. Rata-rata geometric dipakai karena bilangan yang dirata-ratakan adalah deret bilangan yang sifatnya rasio dan dapat mengurangi gangguan yang ditimbulkan salah satu bilangan yang terlalu besar atau terlalu kecil. Teori rata-rata geometric menyatakan bahwa jika terdapat n partisipan yang melakukan perbandingan berpasangan, maka terdapat n jawaban atau nilai numerik untuk setiap pasangan. Untuk mendapatkan nilai tertentu dari semua nilai tersebut, masing-masing nilai harus dikalikan satu sama lain kemudian hasil perkalian itu dipangkatkan dengan 1n. Secara sistematis dituliskan sebagai berikut: a ij = z 1 . z 2 . z 3 . …. z n 1n dengan : a ij = Nilai rata-rata perbandingan berpasangan kriteria A i dengan A j untuk n partisipan Z i = Nilai perbandingan antara A 1 dengan A i untuk partisipan i, dengan nilai i = 1, 2, 3, …, n n = Jumlah partisipan

c. Synthesis of Priority

Dari setiap matriks Pairwise Comparison kemudian dicari Eigenvector dari setiap matriks Pairwise Comparison untuk mendapatkan local priority.Karena matriks Pairwise Comparison terdapat pada setiap tingkat, maka untuk mendapatkan global priority harus dilakukan sintesis di antara local priority.Prosedur melakukan sintesis berbeda menurut bentuk hirarki.Pengurutan elemen-elemen menurut kepentingan relatif melalui prosedur sintesis dinamakan priority setting.

d. Logical Consistency

Salah satu asumsi utama model AHP yang membedakannya dengan model- model pengambilan keputusan lain adalah tidak adanya syarat konsistensi mutlak. Dengan model AHP yang memakai persepsi manusia sebagai inputnya maka ketidakkonsistenan mungkin terjadi karena manusia memiliki keterbatasan dalam menyatakan persepsinya secara konsisten terutama kalau harus membandingkan banyak kriteria. Berdasarkan kondisi ini maka manusia dapat menyatakan persepsinya tersebut akan konsisten nantinya atau tidak. Pengukuran konsistensi dari suatu matriks itu sendiri didasarkan atas eigenvalue maksimum.Dengan eigenvalue maksimum, inkonsistensi yang biasa dihasilkan matriks perbandingan dapat diminumkan. Rumus dari indeks konsistensi adalah: CI = λ maks – n n – 1 Dengan : CI = Indeks konsistensi λ maks = Eigenvalue maksimum n = Orde maktrik Dengan λ merupakan eigenvalue dan n ukuran matriks.Eigenvalue maksimum suatu matriks tidak akan lebih kecil dari nilai n sehingga tidak mungkin ada nilai CI negatif. Makin dekat eigenvalue maksimum dengan besarnya matriks, makin konsisten matriks tersebut dan apabila sama besarnya maka matriks tersebut konsisten 100 atau inkonsistensi 0. Dalam pemakaian sehari-hari CI tersebut biasa disebut indeks inkonsistensi karena rumus 2.2 di atas memang lebih cocok untuk mengukur inkonsistensi suatu matriks. Indeks inkonsistensi di atas kemudian diubah dalam bentuk rasio inkonsistensi dengan cara membaginya dengan suatu indeks random. Indeks random menyatakan rata-rata konsistensi dari matriks perbandingan berukuran 1 sampai 10 yang didapatkan dari suatu eksperimen oleh Oak Ridge National Laboratory dan kemudian dilanjutkan oleh Wharton School. Tabel 3.4. Pembangkit Random RI N 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 RI 0.58 0.9 1.12 1.24 1.32 1.41 1.45 1.49 CR = CIRI CR = Rasio konsistensi RI = Indeks random Selanjutnya konsistensi responden dalam mengisi kuesioner diukur.Pengukuran konsistensi ini dimaksudkan untuk melihat ketidak konsistensinan respon yang diberikan responden. Sato dalam Chow and Luk 2005 telah menyusun nilai CR Consistency Ration yang diizinkan adalah CR 0,15.

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Gambaran Umum Kabupaten Labuhanbatu 4.1.1 Kondisi Geografis Kabupaten Labuhanbatu Kabupaten Labuhanbatu merupakan salah satu kabupaten yang berada di Sumatera Utara dengan beribukotakan Rantauprapat. Pada mulanya luas kabupaten Labuhanbatu adalah 9.223,18 km ² . Dengan dibentuknya Kabupaten Labuhanbatu Utara dan Labuhanbatu Selatan maka luas Kabupaten Labuhanbatu menjadi 2.562,01 km ² yang terdiri dari 9 kecamatan yaitu, Bilah Barat, Bilah Hilir, Bilah Hulu, Panai Hilir, Panai Hulu, Panai Tengah, Pangkatan, Rantau Selatan dan Rantau Utara. Kabupaten Labuhanbatu di sebelah Utara berbatasan dengan Kabupaten Labuhanbatu Utara dan Selat Malaka, di sebelah Selatan berbatasan dengan Kabupaten Labuhanbatu Selatan, di sebelah Barat berbatasan dengan Kabupaten Padang Lawas Utara dan disebelah Timur berbatasan dengan Provinsi Riau.

4.1.2 Kondisi Demografis Kabupaten Labuhanbatu

Jumlah penduduk Kabupaten Labuhanbatu berdasarkan data dari BPS pada tahun 2013 berjumlah 430.178 jiwa, yang terdiri dari 213.137 jiwa penduduk perempuandan 217.581 jiwa penduduk laki-laki dengan kepadatan penduduk sebesar 168,16 jiwakm². Berikut data jumlah dan kepadatan penduduk Kabupaten Labuhanbatu padatahun 2013. Tabel 4.1 Jumlah Penduduk Dan Kepadatan penduduk Kab. Labuhanbatu Tahun 2013 No Kecamatan Jumlah Penduduk Laki-laki Jumlah Penduduk Perempuan Jumlah Penduduk Kepadapatan Penduduk jiwakm 1 Bilah Barat 17.884 17.308 35.192 173,38 2 Bilah Hilir 26.047 24.939 50.986 118,34 3 Bilah Hulu 29.277 29.031 58.308 198,85 4 Panai Hilir 18.650 17.911 36.561 106,89 5 Panai Hulu 17.541 17.002 34.543 125,02 6 Panai Tengah 17.894 17.130 35.024 72,40 7 Pangkatan 16.422 16.065 32.487 91,39 8 Rantau Selatan 31.008 30.484 61.492 956,03 9 Rantau Utara 42.858 43.267 86.125 767,76 Sumber: BPS Kabupaten Labuhanbatu Jumlah penduduk tertinggi adalah Kecamatan Rantau Utara sebesar 86.125 jiwa dan Kecamatan Rantau Selatan dengan 61.492 jiwa. Kedua kecamatan ini mempunyai jumlah penduduk lebih besar dari kecamatan lainnya, disebabkan karena kecamatan ini berada di pusat kota wilayah perkotaan, dan jumlah penduduk terendah adalah kecamatan Pangkatan sebesar 32.487 jiwa. Kepadatan penduduk tertinggi adalah Kecamatan Rantau Selatan sebesar 956,03 jiwakm²dan kepadatan penduduk yang paling rendah adalah Kecamatan Panai Tengahsebesar 72,40 jiwakm².

4.1.3 Kondisi Perekonomian Kabupaten Labuhanbatu

Kondisi ekonomi daerah Kabupaten Labuhanbatu dapat dilihat dari potensi unggulan daerah serta kondisi pertumbuhan ekonomi daerah atau PDRB.Dimana pada tahun 2003 Labuhanbatu menjadi salah satu daerah kabupatenkota dengan ekonomi terbaik se-Indonesia. Suatu perekonomian suatu kotakabupaten dapat diukur dari PDRB kotakabupaten tersebut. Berdasarkan data BPS, pertumbuhan ekonomi Kabupaten Labuhanbatu pada tahun 2013 sebesar 6,13 persen. PDRB Kabupaten Labuhanbatu Tahun 2012 atas dasar harga berlaku sebesar Rp 9.602,61 Miliar dan atas dasar harga konstan sebesar Rp 3.659,46 Miliar. Jika dilihat menurut lapangan usahanya maka sektor industri pengolahan memberikan kontribusi terbesar terhadap PDRB yaitu Rp 4.771,12 Miliar rupiah, dan diikuti sektor pertanian, dan sektor perdagangan, hotel dan restoran sebagai kontributor terbesar ketiga, sedangkan sisanya disumbangkan oleh enam sektor lainnya, dimana sektor penyumbang terkecil adalah sektor listrik, gas dan air bersih. Tabel 4.2 Nilai PDRB Harga Berlaku, Nilai PDRB Harga Konstan, dan Sumber Pertumbuhan Ekonomi di Kabupaten Labuhanbatu Tahun 2013 Sektor Usaha Nilai PDRB Harga Berlaku Nilai PDRB Harga Konstan Sumber Pertumbuhan Pertanian 2.154,.581,66 711.872,36 1,05 Pertambangan Penggalian 178.343,33 63.327,55 0,10 Industri Pengolahan 4.771.117,51 1.688.092,01 2,52 Listrik, Gas Air Bersih 39.595,13 16.180,36 0,02 Konstruksi 262.040,90 123.230,96 0,22 Perdagangan, Hotel Restoran 1.802.915,13 678.768,48 1,02 Pengangkutan Komunikasi 458.528,10 166.999,84 0,27 Keuangan, Persewaan Jasa Perusahaan 153.809,96 64.112,42 0,12 Jasa-jasa 1.073.929,41 366.421,59 0,68 Pertumbuhan PDRB Labuhanbatu 6,00 Sumber : BPS Kabupaten Labuhanbatu 4 .2 Profil Responden Berdasarkan hasil tabulasi terhadap 30 responden yang dijadikan sebagai objek penelitian bahwa responden yang berjenis laki-laki lebih banyak yaitu sebesar 63 dan perempuan sebesar 37. Kemudian dari segi usia yang telah di wawancarai yang berumur 21-30 sebesar 23, yang berumur 31-40 sebesar 27. Kemudian yang berumur 41-50 juga sebanyak 27.Dan responden yang 50 sebanyak 23.Sementara itu untuk tingkat pendidikan, responden yang tamatan D3S1S2 sebesar 80.Kemudian tingkat pendidikan SMA Sederajat sebesar 20. Tabel 4.3 Karakteristik Responden No Jenis Kelamin Jumlah Persentase 1 Laki-laki 19 63 2 Perempuan 11 37 Usia Tahun Jumlah Persentase 1 21-30 7 23 2 31-40 8 27 3 41-50 8 27 4 50 7 23 Tingkat Pendidikan Jumlah Persentase 1 SMASederajat 6 20 2 D3S1S2 24 80 Sumber : Data Primer Diolah

4.3 Pembobotan dan Pemeringkatan Faktor Daya Saing Ekonomi

Daya saing ekonomi daerah merupakan representasi dari kinerja indikator- indikator pembentuknya. Semakin baik kinerja indikator-indikator pembentuknya, maka akan semakin tinggi daya saing ekonomi suatu daerah. Sebaliknya, apabila kinerja indikator-indikator pembentuk daya saing ekonomi tersebut rendah, maka daya saing ekonomi daerah tersebut juga rendah.Untuk melihat daya saing ekonomi Kabupaten Labuhanbatu, maka terlebih dahulu ditentukan faktor-faktor penentu daya saing ekonomi dengan menentukan nilai bobot dari masing-masing faktor tersebut. Pembobotan ini diperoleh dengan menggunakan metode Analytic Hierarchy Proccess AHP dengan bantuan Software yaitu Expert Choice.Pembobotan ini digunakan sebagai dasar untuk menentukan faktor-faktor yang menentukan daya saing ekonomi Kabupaten Labuhanbatu tahun 2015.Bobot yang lebih besar dari suatu faktor menunjukkan bahwa faktor tersebut lebih penting dibandingkan dengan faktor lainnya dalam menentukan daya saing ekonomi Kabupaten Labuhanbatu.Berikut ini hasil pembobotan dari faktor-faktor penentu daya saing ekonomi Kabupaten Labuhanbatu seperti yang dapat dilihat pada gambar di bawah ini. Gambar 4.1 Nilai Bobot dari Faktor Penentu Daya Saing Ekonomi Kabupaten Labuhanbatu Berdasarkan hasil nilai bobot dari beberapa faktor-faktor penentu daya saing Kabupaten Labuhanbatu 2015, diketahui bahwa bobot tertinggi adalah faktor infrastruktur fisik sebesar 0,289 kemudian diikuti oleh faktor perekonomian daerah sebesar 0,231.Lalu, disusul faktor tenaga kerja dan produktivitas sebesar 0,216.Kemudian faktor kelembagaan sebesar 0,143 dan faktor sosial politik sebesar 0,122. Secara persentase, bobot faktor penentu daya saing ekonomi Kabupaten Labuhanbatu dapat dilihat pada gambar di bawah ini . Gambar 4.2 Persentase Faktor Penentu Daya Saing Ekonomi Kabupaten Labuhanbatu Pada hasil pembobotan gambar diatas, faktor Penentu daya saing ekonomi Kabupaten Labuhanbatu menurut responden dipengaruhi tiga faktor dengan nilai bobot terbesar yaitu faktor infrastruktur fisik, perekonomian daerah, dan faktor tenaga kerja dan produktivitas. Selanjutnya akan dijelaskan faktor penetu daya saing ekonomi Kabupaten Labuhanbatu berdasarkan pemeringkatan dan variabelnya

4.3.1 Faktor Infrastruktur Fisik

Infrastruktur fisik merupakan faktor utama yang penting bagi perkembangan perekonomian baik secara regional maupun nasional dalam pembobotan ini dengan pembobotan sebesar 0,289.Ketersediaan dan kualitas infrastruktur fisik yang baik dan memadai sangat mempengaruhi kelancaran perekonomian di suatu daerah. Semakin berkembang perekonomian, maka kebutuhan masyarakat akan ketersediaan infrastruktur fisik di daerah tersebut juga akan semakin besar. 29 23 21 12 15 Infrastruktur Fisik Perekonomian Daerah Tenaga Kerja dan Produktivitas Sosial Politik Kelembagaan Dimana untuk mencapai tingkat pertumbuhan ekonomi yang dinamis dan stabil tentu harus diiringi dengan pembangunan infrastruktur yang efektif dan efisien. Salah satuinfrastruktur yang strategis yang perlu ditingkatkan kualitasnya untuk menunjang perekonomian yang berdaya saing tinggi adalah kualitas kondisi jalan.Kualitas jalan yang baik sangat mendukung mobilitas perekonomian yang menghubungkan antar kecamatan di Kabupaten Labuhanbatu maupun dengan kabupatenkota lainnya di Provinsi Sumatera Utara.Berikut penulis lampirkan data kondisi jalan dalam tabel 4.4. Tabel 4.4 Kondisi Jalan Kabupaten Labuhanbatu tahun 2014 No Kondisi Jalan Panjang Jalan 1 Baik 423,28 km 2 Sedang 266,64 km 3 Rusak 283,89 km 4 Rusak Berat 134,35 km Total 1.108,17 km Sumber : Labuhanbatu dalam angka 2015 Faktor infrastruktur fisik didukung oleh dua variabel yaitu variabel ketersediaan infrastruktur fisik dan variabel kualitas infrastruktur.Variabel ketersediaan infrastruktur fisikmemiliki nilai bobot sebesar 0,507atau 51.Dan variabel kualitas infrastruktur fisik memiliki nilai bobot sebesar 0,493 atau 49. Persentase bobot dari masing-masing variabel faktor infrastruktur fisik dapat dilihat pada gambar di bawah ini. Gambar 4.3 Persentase Bobot Variabel Faktor Infrastruktur Fisik Menurut tanggapan responden menunjukkan bahwa ketersediaan dan kualitas infrastruktur fisik sama-sama menjadi prioritas dalam faktor infrastruktur fisik. Berdasarkan hasil wawancara persepsi masyarakat Kabupaten Labuhanbatu dalam variabel ketersediaan infrastruktur fisik, sebesar 3 responden menyatakan sangat setuju dan 43 responden menyatakan setuju terhadap ketersediaan jalan di Kabupaten Labuhanbatu yang sudah memadai. Sekitar 43 responden yang menyatakan kurang setuju, dan 10 responden menyatakan tidak setuju jika ketersediaan jalan di Kabupaten Labuhanbatu sudah memadai. Sementara itu, dalam ketersedian pelabuhan laut, sebesar 30 responden yang menyatakan setuju jika ketersediaan pelabuhan laut di Kabupaten Labuhanbatu sudah memadai. Sekitar 23 responden menyatakan kurang setuju, 23 responden menyatakan tidak setuju dan 23 responden menyatakan sangat tidak setuju dengan pernyataan ini . Sedangkan untuk ketersediaan pelabuhan udara, sekitar 37 responden menyatakan setuju, 17 responden menyatakan kurang setuju, 30 responden menyatakan tidak setuju dan 17 responden 51 49 Ketersediaan Infrastruktur Fisik Kualitas Infrastruktur Fisik menyatakan sangat tidak setuju jika ketersediaan pelabuhan udara di Kabupaten Labuhanbatu sudah memadai. Untuk ketersediaan pelabuhan udara sendiri, Kabupaten Labuhanbatu tidak memiliki pelabuhan udara.Oleh karena itu, semua responden yang telah diwawancarai menyatakan kurang setuju dan ketidaksetujuannya terhadap penyataan tersebut. Dan dalam ketersediaan saluran telepon, sebesar 3 responden menyatakan sangat setuju dan 80 menyatakan setuju jika ketersedian saluran telepon di Kabupaten Labuhanbatu sudah memadai. Hanya sekitar 17 responden yang menyatakan kurang setuju terhadap ketersediaan saluran telepon di Labuhanbatu. Dalam variabel kualitas infrastruktur fisik, sebesar 3 menyatakan sangat setuju jika kualitas jalan di Kabupaten Labuhanbatu sudah baik dengan data di Bps Labuhanbatu tahun 2014 bahwa 423,28 km panjang jalan di Labuhanbatu memiliki kondisi baik. Sekitar 47 responden menyatakan setuju jika kualitas jalan di Labuhanbatu sudah baik dengan data BPS Labuhanbatu tahun 2014 bahwa 266,64 km panjang jalan di Labuhanbatu memiliki kondisi sedang, 37 menyatakan tidak setujujika kualitas jalan di Kabupaten Labuhanbatu sudah baik dengan data di Bps Labuhanbatu tahun 2014 bahwa 283,89 km panjang jalan di Labuhanbatu memiliki kondisi rusak dan 13 menyatakan sangat tidak setuju jika kualitas jalan di Kabupaten Labuhanbatu sudah baik dengan data BPS Labuhanbatu tahun 2014 bahwa 134,5 km panjang jalan di Labuhanbatu memiliki kondisi rusak berat. Kemudian untuk akses dan kualitas pelabuhan laut di Kabupaten Labuhanbatu, sebesar 30 responden yang menyatakan setuju jika kualitas pelabuhan laut di daerah ini sudah baik.Sekitar 27 responden menyatakan kurang setuju, 23 responden menyatakan tidak setuju jika akses dan kualitas pelabuhan laut di Kabupaten Labuhanbatu sudah baik. Sedangkan untuk akses dan kualitas pelabuhan udara, sekitar 40 responden yang menyatakan setuju, 17 responden menyatakan kurang setuju, 27 responden menyatakan tidak setuju dan 17 responden menyatakan sangat tidak setuju jika akses dan kualitas pelabuhan laut di Kabupaten Labuhanbatu sudah baik. Dan untuk kualitas saluran dan sambungan telepon di Kabupaten Labuhanbatu, 7 responden menyatakan sangat setuju dan 63 responden menyatakan setuju jika kualitas saluran dan sambungan telepon di daerah ini sudah baik dan sebesar 30 responden yang menyatakan kurang setuju dengan pernyataan ini.

4. 3. 2 Faktor Perekonomian Daerah

Perekonomian daerah sebagai faktor ekonomi yang utama dalam meningkatkan daya saing ekonomi Kabupaten Labuhanbatu.Walaupun dalam pembobotan ini merupakan prioritas kedua setelah infrastruktur fisik dengan nilai bobot sebesar 0,289. Hal ini memang tidak terlepas dari peran perekonomian daerah yang mutlak harus didukung adanya infrastruktur yang mendukung. Namun demikian, kondisi perekonomian daerah berpengaruh secara langsung terhadap pertumbuhan dan pembangunan ekonomi daerah. Dimana, kondisi perekonomian daerah yang baik akan mewujudkan pembangunan dan pertumbuhan ekonomi yang semakin meningkat. Begitupun sebaliknya, jika perekonomian daerah cenderung berjalan stagnan maka pembangunan dan pertumbuhan ekonomi di daerah tersebut juga akan terhambat yang berimbas pada perekonomian secara regional maupun nasional. Struktur ekonomi suatu daerah sangat ditentukan oleh besarnya peranan sektor-sektor ekonomi dalam memproduksi barang dan jasa, struktur yang terbentuk dari nilai tambah yang diciptakan oleh masing-masing sektor menggambarkan ketergantungan suatu daerah terhadap kemampuan berproduksi di masing-masing sektor. Secara umum ada tiga sektor yang cukup dominan dalam pembentukan total PDRB atas dasar harga berlaku Kabupaten Labuhanbatu tahun 2013 yaitu sektor industri pengolahan 43,79, pertanian 19,78, sektor perdagangan 16,55, dan sektor jasa-jasa sebesar 9,86, sedangkan sektor-sektor yang lain memberikan kontribusi dibawah 5 adalah sektor pengangkutan dan komunikasi 4,21, sektor bangunan2,41, sektor pertambangan 1,64, sektor keuangan 1,41, dan sektor listrik, gas dan air bersih sebesar 0,36. Secara keseluruhan struktur perekonomian daerah Kabupaten Labuhanbatu pada tahun 2009-2013 ditunjukkan pada table 4.5 dan table 4.6. Tabel 4.5 Nilai PDRB Kabupaten Labuhanbatu tahun 2009-2013 Atas Dasar Harga Berlaku Sektor Usaha Tahun 2009 Tahun 2010 Tahun 2011 Tahun 2012 Tahun 2013 Pertanian 1.293,81 1.469,44 1.633,17 1.873,23 2.154,58 Pertambangan Penggalian 114,03 131,32 146,92 159,98 178,34 Industri 2.963,10 3.362,13 3.789,89 4.208,61 4.771,11 Listrik, Gas Air Bersih 29,99 32,76 35,171 36,72 39,59 Bangunan 172,70 191,17 211,66 232,40 262,04 Perdagangan, Hotel Restoran 1.142,09 1.313,49 1.464,00 1.620,56 1.802,91 Pengangkutan Komunikasi 295,97 337,20 373,46 413,03 458,52 Keuangan, Persewaan Jasa Perusahaan 92,29 104,42 116,98 134,18 153,80 Jasa-jasa 554,76 668,62 779,04 923,86 1.073,92 Sumber : Badan Pusat Statistik Kabupaten Labuhanbatu Tabel 4.6 Struktur PDRB Kabupaten Labuhanbatu Menurut Lapangan Usaha Sektor Tahun 2011– 2013 No Lapangan Usaha Atas Dasar Harga Berlaku 2011 2012 2013 1 Pertanian 19,10 19,51 19,78 2 Pertambangan Penggalian 1,72 1,67 1,64 3 Industri 44,32 43,83 43,79 4 Listrik, Gas Air Bersih 0,41 0,38 0,36 5 Bangunan 2,48 2,42 2,41 6 Perdagangan, Hotel Restoran 17,12 16,88 16,55 7 Pengangkutan Komunikasi 4,37 4,30 4,21 8 Keuangan, Persewaan Jasa Perusahaan 1,37 1,40 1,41 9 Jasa-jasa 9,11 9,62 9,86 PDRB 100,00 100,00 100,00 Sumber : Badan Pusat Statistik Kabupaten Labuhanbatu Faktor perekonomian daerah didukung oleh 2 variabel yaitu variabel potensi ekonomi dan variabel struktur ekonomi yang memberikan kontribusi penting dalam mendukung daya saing ekonomi suatu daerah. Variabel potensi ekonomi memiliki bobot tertinggi sebesar 0,594 atau 59 dari keseluruhan bobot faktor pendukung perekonomian daerah. Sedangkan variabel stuktur ekonomi memiliki bobot sebesar 0,406 atau 41. Persentase dari masing-masing variabel indikator perekonomian daerah dapat dilihat pada gambar di bawah ini. Gambar 4.4 Persentase Bobot Variabel Faktor Perekonomian Daerah Berdasarkan persepsi masyarakat Labuhanbatu dapat dilihat bahwa variabel potensi ekonomi dianggap lebih penting dan menjadi prioritas dalam faktor perekonomian daerah dalam menentukan tingkat daya saing ekonomi di Kabupaten Labuhanbatu. Berdasarkan hasil wawancara persepsi masyarakat Kabupaten Labuhanbatu bahwa sebanyak 60 responden menyatakan setuju terhadap peningkatan daya beli masyarakat yang cenderung semakin meningkat, bahkan 3 menyatakan sangat setuju. Hanya sekitar 33 masyarakat yang menyatakan kurang setuju dan 3 menyatakan tidak setuju.Kemudian untuk perkembangan kondisi ekonomi yang semakin membaik, 57 responden menyatakan setuju, 33 responden menyatakan kurang setuju, 7 responden menyatakan tidak setuju dan 3 responden menyatakan sangat tidak setuju bahwa perkembangan kondisi ekonomi semakin membaik. Pada kondisi harga-harga Potensi Ekonomi 59 Struktur Ekonomi 41 barang dan jasa relative stabil dan terjangkau, 50 responden menyatakan kurang setuju, 3 tidak setuju, 10 sangat tidak setuju dan 37 responden menyatakan setuju. Selanjutnya untuk tingkat kesejahteraan masyarakat yang cenderung semakin membaik, 27 responden kurang setuju, 63 responden setuju bahwa tingkat kesejahteraan masyarakat cenderung semakin membaik, 7 tidak setuju dan 3 responden tidak setuju. Kemudian pada variabel struktur ekonomi, 67 responden menyatakan setuju bahwa nilai tambah atau kontribusi sektor primer semakin meningkat.3 menyatakan sangat setuju.27 responden menyatakan kurang setuju nilai tambah atau kontribusi sektor primer semakin meningkat.Dan 7 tidak setuju bahwa nilai tambah kontribusi sektor primer semakin meningkat.Selanjutnya, 53 responden menyatakan setuju nilai tambah atau kontribusi sektor sekunder semakin meningkat.43 menyatakan kurang setuju, dan 3 menyatakan tidak setuju bahwa nilai tambah atau kontribusi sektor sekunder semakin meningkat.Kemudian 47 menyatakan setuju nilai tambah atau kontribusi sektor tersier semakin meningkat.47 menyatakan kurang setuju, dan 7 menyatakan tidak setuju nilai tambah atau kontribusi sektor tersier semakin meningkat. Berdasarkan hasil analisis dan wawancara persepsi para responden, variabel struktur ekonomi dapat dikatakan semakin membaik, dan nilai tambah atau kontribusi sektor primer, sekunder, dan tersier cenderung semakin meningkat.Namun potensi ekonomi diharapkan dapat menjadi lebih baik lagi sehingga dapat meningkatkan daya saing ekonomi Kabupaten Labuhanbatu.

4. 3. 3 Faktor Tenaga kerja dan Produktivitas