Analisis Daya Saing Ekonomi Di Kabupaten Labuhanbatu Selatan

(1)

1 SKRIPSI

ANALISIS DAYA SAING EKONOMI DI KABUPATEN LABUHANBATU SELATAN

OLEH

PAICAKRA PRIANTI 110501043

PROGRAM STUDI EKONOMI PEMBANGUNAN DEPARTEMEN EKONOMI PEMBANGUNAN

FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN 2015


(2)

i ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi dan menjadi penentu daya saing ekonomi di Kabupaten Labuhanbatu Selatan dengan menggunakan metode Analisis Hierarki Proses (AHP). Dengan menggunakan metode purposive sampling, penelitian ini menggunakan data primer dengan kuisioner dan wawancara terhadap 30 responden yang terdiri dari mahasiswa, pengajar, tokoh masyarakat, birokrasi, perbankan, non perbankan, dan pengusaha.

Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa faktor infrastruktur menjadi faktor yang paling penting dalam meningkatkan daya saing ekonomi Kabupaten Labuhanbatu Selatan dengan bobot sebesar (0,278), diikuti dengan faktor perekonomian daerah dengan bobot sebesar (0,275), kemudian faktor tenaga kerja dan produktivitas (0,184), faktor kelembagaan (0,151), dan yang terakhir faktor sosial politik sebesar (0,110)


(3)

ii ABSTRACT

This study aimed to analyze the factors that affect and be decisive economic competitiveness in South Labuhanbatu District by using the method of Analytical Hierarchy Process (AHP). By using purposive sampling method, this study uses primary data with questionnaires and interviews with 30 respondents consisting of students, teachers, community leaders, bureaucracy, banking, non-banking, and entrepreneurs.

The results from this research that the infrastructure factor becomes the most important factor in improving economic competitiveness in South Labuhanbatu District with a weight of (0,278), followed by a regional economy factor (0,275), then the labor and productivity factors (0,184), institutional factors (0,151), and the final is socio political factor (0,110).


(4)

iii KATA PENGANTAR

Assalamualaikum Wr. Wb

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, yang atas kasih dan rahmat-Nya penulis dapat menyelesaikan penelitian dan penulisan skripsi berjudul “ Analisis Daya Saing Ekonomi Di Kabupaten Labuhanbatu Selatan”. Dan tidak lupa pula penulis sampaikan selawat beriringkan salam atas junjungan dan suritauladan Nabi Muhammad SAW. Semoga kita mendapatkan syafa’atnya.

Penelitian ini disusun sebagai salah satu syarat menyelesaikan studi di Departemen Ekonomi Pembangunan Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Sumatera Utara dan untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi. Tentunya dalam penulisan skripsi ini masih terdapat banyak kekurangan, maka penulis dengan terbuka mengharapkan masukan dari berbagai pihak.

Dalam kesempatan ini, penulis juga tidak lupa mengucapkan terima kasih kepada berbagai pihak yang telah membantu penulis dalam penyusunan skripsi ini dan juga penyelesaian studi penulis, terutama kepada :

1. Kedua orang tua tercinta Paino dan Lili Suriani atas cinta, kasih, sayang, doa dan seluruh dukungan baik moril maupun materil yang telah diberikan kepada penulis.

2. Bapak Prof. Dr Azhar Maksum, SE., M.Ec., Ak. selaku Dekan Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Sumatera Utara.

3. Bapak Wahyu Ario Pratomo, SE., M.Ec.selaku Ketua Departemen Ekonomi Pembangunan Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Sumatera Utara, dan


(5)

iv Bapak Ekonomi Pembangunan Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Sumatera Utara.

4. Bapak Irsyad Lubis, S.E., M.Soc.Sc., Ph.D, selaku Ketua Program Studi S1 Ekonomi Pembangunan, Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Sumatera Utara, dan Bapak Paidi Hidayat, S.E., M.Si. selaku Sekertaris Program Studi S1 Ekonomi Pembangunan Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Sumatera Utara.

5. Ibu Inggrita Gusti Sari Nasution,S.E., M.Si.selaku dosen pembimbing yang telah banyak meluangkan waktunya dan memberi masukan dari awal sehingga terselesaikannya skripsi ini.

6. Bapak Paidi Hidayat, S.E., M.Si. dan Ibu Dra. Raina Linda Sari, M.Si. selaku dosen penguji 1 dan 2 yang telah meluangkan waktunya dan memberikan saran dan kritik dalam skripsi ini.

7. Seluruh staf pengajar dan staf pegawai Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Sumatera Utara, terutama Departemen Ekonomi Pembangunan. 8. Kepada seluruh teman-teman Ekonomi pembangunan 2011 serta kepada

seluruh pihak yang telah banyak membantu dalam penyusunan skripsi ini. Akhir kata, penulis berharap semoga hasil penelitian skripsi ini dapat bermanfaat bagi banyak pihak, termasuk bagi penulis sendiri.

Medan, April 2015


(6)

v DAFTAR ISI

Halaman

ABSTRAK ... i

ABSTRACT ... ii

KATA PENGANTAR ... iii

DAFTAR ISI ... v

DAFTAR TABEL ... viii

DAFTAR GAMBAR ... ix

DAFTAR LAMPIRAN ... x

BAB I PENDAHULUAN ... 1

1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Perumusan Masalah ... 6

1.3 Tujuan dan Manfaat Penelitian ... 6

1.3.1 Tujuan Penelitian ... 6

1.3.2 Manfaat Penelitian ... 6

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 7

2.1 Konsep dan Definisi Daya Saing Global ... 7

2.2 Konsep Daya Saing Daerah ... 8

2.3 Indikator Utama Daya Saing Daerah ... 10

2.4 Penelitian Terdahulu ... 17

2.5 Kerangka Konseptual ... 19

BAB III METODE PENELITIAN ... 20

3.1 Ruang Lingkup Penelitian ... 20

3.2 Lokasi dan Waktu Penelitian ... 20

3.3 Batasan Operasional ... 20

3.4 Definisi Operasional... 20

3.5 Penentuan Populasi Dan Sampel ... 21

3.6 Metode Pengambilan Sampel ... 22

3.7 Jenis dan Teknik Pengumpulan Data ... 22

3.8 Metode Analisis Data ... 24

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Gambaran Umum Kabupaten Labuhanbatu Selatan... ... 37

4.1.1 Kondisi Geografis ... 37

4.1.2 Kondisi Demografis ... 38

4.1.3 Kondisi Perekonomian ... 39

4.2 Profil Responden... 40 4.3 Pembobotan dan Pemeringkatan Faktor Daya saing Ekonomi


(7)

vi

Kabupaten Labuhanbatu Selatan... ... 41

4.3.1 Faktor Infrastruktur Fisik ... 44

4.3.2 Faktor Perekonomian Daerah ... 47

4.3.3 Faktor Tenaga Kerja dan Produktivitas ... 50

4.3.4 Faktor Kelembagaan ... 52

4.3.5 Faktor Sosial Politik ... 55

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan ... 59

5.2 Saran ... 60

DAFTAR PUSTAKA ... 62


(8)

vii DAFTAR TABEL

No. Tabel Judul Halaman

3.1 Jumlah Sampel Berdasarkan Kelompok

Masyarakat ... 22

3.2 Matriks Perbandingan Berpasangan ... 31

3.3 Skala Penilaian Perbandingan ... 32

3.4 Pembangkit Random (RI) ... 35


(9)

viii DAFTAR GAMBAR

No. Gambar Judul Halaman

2.1 Kerangka Konseptual ... 19 4.1 Nilai Bobot Dari Faktor Penentu Daya Saing

Ekonomi Di Kabupaten Labuhanbatu Selatan ... 42 4.2 Persentase Bobot Faktor Penentu Daya Saing

Ekonomi Di Kabupaten Labuhanbatu Selatan ... 43 4.3 Persentase Bobot Variabel Faktor Infrastruktur Di

Kabupaten Labuhanbatu Selatan ... 45 4.4 Persentase Bobot Variabel Faktor Perekonomian

Daerah Di Kabupaten Labuhanbatu Selatan ... 48 4.5 Persentase Bobot Variabel Faktor Tenaga Kerja Dan

Produktivitas Di Kabupaten Labuhanbatu Selatan ... 50 4.6 Persentase Bobot Variabel Faktor Kelembagaan Di

Kabupaten Labuhanbatu Selatan ... 53 4.7 Persentase Bobot Variabel Faktor Sosial Politik Di


(10)

ix DAFTAR LAMPIRAN

No. Lampiran Judul Halaman

1 Kuisioner Penelitian ... 64 2 Identitas Responden ... 70


(11)

i ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi dan menjadi penentu daya saing ekonomi di Kabupaten Labuhanbatu Selatan dengan menggunakan metode Analisis Hierarki Proses (AHP). Dengan menggunakan metode purposive sampling, penelitian ini menggunakan data primer dengan kuisioner dan wawancara terhadap 30 responden yang terdiri dari mahasiswa, pengajar, tokoh masyarakat, birokrasi, perbankan, non perbankan, dan pengusaha.

Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa faktor infrastruktur menjadi faktor yang paling penting dalam meningkatkan daya saing ekonomi Kabupaten Labuhanbatu Selatan dengan bobot sebesar (0,278), diikuti dengan faktor perekonomian daerah dengan bobot sebesar (0,275), kemudian faktor tenaga kerja dan produktivitas (0,184), faktor kelembagaan (0,151), dan yang terakhir faktor sosial politik sebesar (0,110)


(12)

ii ABSTRACT

This study aimed to analyze the factors that affect and be decisive economic competitiveness in South Labuhanbatu District by using the method of Analytical Hierarchy Process (AHP). By using purposive sampling method, this study uses primary data with questionnaires and interviews with 30 respondents consisting of students, teachers, community leaders, bureaucracy, banking, non-banking, and entrepreneurs.

The results from this research that the infrastructure factor becomes the most important factor in improving economic competitiveness in South Labuhanbatu District with a weight of (0,278), followed by a regional economy factor (0,275), then the labor and productivity factors (0,184), institutional factors (0,151), and the final is socio political factor (0,110).


(13)

1 BAB 1

PENDAHULUAN 1.1Latar Belakang

Seiring memasuki perkembangan secara globalisasi maka setiap daerah masing- masing pun mengikuti perkembangan itu dan berbeda pula potensi yang dimiliki di setiap daerah satu dengan daerah lainnya.Oleh sebab itu kita perlu mengenal potensi dan karakter ekonomi daerah tersebut.

Dinamika perkembangan ekonomi global akhir-akhir ini memberikan sinyal akan pentingnya peningkatan daya saing, di tingkat regional, Indonesia akan dihadapkan dengan implementasi Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA), yang pelaksanaannya akan dimulai pada 31 Desember 2015. Pemahaman mengenai pentingnya daya saing berkembang seiring dengan semakin berkembangnya globalisasi dan perdagangan bebas. Daya saing secara garis besar diukur berdasarkan kondisi institusi, kebijakan, dan faktor-faktor yang menentukan tingkat produktivitas ekonomi suatu negara. Produktivitas yang tinggi mencerminkan daya saing tinggi dan daya saing tinggi berpotensi menghasilkan pertumbuhan ekonomi yang tinggi. Daya saing tinggi menuntut pemenuhan “prasyarat dasar” yang diantaranya meliputi infrastruktur, kualitas kelembagaan birokrasi, stabilitas ekonomi makro, serta pendidikan.(Eddy Chayono)

Daya saing ekonomi merupakan salah satu dalam menentukan keberhasilan suatu daerah dan tata kelola daya saing yang baik pula yang mampu menciptakan daya saing yang tinggi dan mampu bersaing dengan daerah lain.


(14)

2 Pada era otonomi daerah ini pemerintah kabupaten/kota di Indonesia menghadapi persoalan dalam membangun ekonomi daerahnya. Dalam menghadapi persoalan pembangunan ekonomi, maka suatu daerah harus membangun perekonomian yang memiliki daya saing dan efisien. Pada era otonomi daerah ini maka program pembangunan ekonomi daerah harus desentralistis dan memiliki daya saing, sehingga cakupannya lebih luas dan tidak hanya sekedar pembangunan ekonomi daerah (Subandi, 2011 : 140).

Menurut laporan World Economic Forum (WEF) dalam Global Competitiveness Report tahun 2014-2015 (World Economic Forum, 2014) menunjukkan bahwa posisi negara Indonesia berada di peringkat 34 dari 144 negara yang disurvei. Meskipun posisi ini mengalami kenaikan dari Global Competitiveness Report tahun 2013-2014 yang Indonesia berada di peringkat 38, namun Indonesia masih tertinggal dari beberapa negara-negara Asia Tenggara lainnya yaitu, Singapore yang berada di peringkat ke-2, Malaysia peringkat ke-20, dan Thailand peringkat ke-31. Untuk negara Asia ada Jepang peringkat ke-6, Hongkong peringkat 7, Taiwan peringkat 14, Korea Selatan peringkat ke-26, dan China peringkat ke-28.

Dari laporan World Economic Forum diatas, dapat disimpulkan bahwa posisi daya saing Indonesia masih tergolong lemah dibanding negara-negara lainnya bahkan di wilayah Asia Tenggara Indonesia belum mampu mengimbangi Singapore, Malaysia, dan Thailand, dan beberapa negara lain di kawasan Asia. Lemahnya tingkat posisi daya saing Indonesia di karenakan dengan infrastruktur,


(15)

3 birokrasi yang tidak efektif dan tidak efisien,dan penentuan kebijakan yang tidak stabil.

Dari hasil penelitian PPSK Bank Indonesia dan LP3E FE- UNPAD berdasarkan output input perekonomian daerah (2008) bahwa labuhan batu berada di peringkat ke-65 peringkat ini masih dibawah kota medan ,dimana kota medan di peringkat ke-23 adapun peringkat kabupaten yang masih diatas peringkat kabupaten labuhan batu yaitu Kabupaten Asahan yang berada di peringkat ke-73,Kabupaten Deli Serdang di peringkat ke-95.

PDRB Provinsi sumatra utara atas dasar harga berlaku menurut kabupaten/kota (miliar rupiah) “(GDRB theprovince of sumatra utara at current market prices by regencies/municipalities (billion rupiahs)” bahwa kabupaten labuhan batu selatan tahun 2009 sekitar 5.472 miliar dan tahun 2010 mencapai sekitar 6.289 miliar.Selanjutnya berdasarkan harga konstan labuhan batu selatan ditahun 2009 sekitar 2.685 dan ditahun 2010 sekitar 2.836.Kemudian berdasarkan laju pertumbuhan PDRB atas dasar harga kosnstan 2000 dalam persen labuhan batu selatan di tahun 2010 sekitar 5,61 %.PDRB perkapita atas dasar harga berlaku labuhan batu selatan ditahun 2009 mencapai 20.103 ribu dan ditahun 2010 sekitar 22.649 ribu.(BPS Sumut).

Daya saing (competitiveness) merupakan salah satu kata kunci yang lekat dengan pembangunan ekonomi local/daerah. Camagnni (2002) mengungkapkan bahwa daya saing daerah kini merupakan salah satu isu sentral, terutama dalam rangka mengamankan stabilitas ketenagakerjaan, dan memnafaatkan integrasi


(16)

4 eksternal (kecenderungan global), serta keberlanjutan pertumbuhan kesejahteraan dan kemakmuran local.

Daya saing tempat (loyalitas dan daerah) merupakan kemampuan ekonomi dan masyarakat local untuk memberikan peningkatan standar hidup bagi warga (Malecki, 1999). Daya saing merupakan kemampuan menghasilkan produk barang dan jasa yang memenuhi pengujian internasional, dan dalam saat kemampuan daerah menghasilkan tingkat pendapatan yang tinggi dan kebelanjutan, atau kemampuan daerah menghasilkan tingkat pendapatan dan kesempatan kerja yang tinggi dengan tetap terbuka terhadap persaingan ekstern(European Commission, 1999).

Kebijakan otonomi daerah masing- masing haruslah sesuai dan pandai- pandai dalam mencari titik potensi dan peluang yang terdapat di daerahnya,dan daya saing itu sendiri berupa tentang ekonomi. Setiap daerah mempunyai corak pertumbuhan ekonomi yang berbeda dengan daerah lain. Oleh sebab itu perecanaan pembangunan ekonomi suatu daerah pertama-tama perlu mengenal karakter ekonomi, social dan fisik daerah itu sendiri, termasuk interaksinya dengan daerah lain.

Dengan demikian terdapat strategi pembangunan ekonomi daerah, baik jangkah pendek maupun jangkah panjang. Pemahaman mengenai teori pertumbuhan ekonomi wilayah yang dirangkum dari kajian terhadap pola-pola pertumbuhan ekonomi dari berbagai wilayah, merupakan satu faktor yang cukup menentukan kualitas rencana pembanguna ekonomi daerah.


(17)

5 Pemberian kewewenangan kepada pemerintah kabupaten/kota yang lebih luas menjadikan pengembangan partisipasi masyarakat dalam membangun sistem yang semakin demokratis. Mengingat peluang yang sudah terbuka untuk menggerakan potensi ekonomi,inisiatif,dan motivasi yang sudah ada dalam masyarakat,birokrasi yang mampu menggerakan potensi ekonomi,maka diperlukan sosok birokrasi pemerintahan kabupaten/kota yang ekonomi minded atau business midel (Subandi, 2011 : 141).

Menurut Paidi hidayat (2012) dalam penelitiaannya yang berjudul “Analisis Daya Saing Ekonomi Kota Medan yang menjadi faktor-faktor penentu daya saing ekonomi adalah faktor infrastruktur yang harus diperhatikan adalah ketersediaan dan kualitas infrastruktur, seperti kualitas jalan, kualitas pelabuhan laut dan udara.Sedangkan prioritas faktor ekonomi daerah adalah potensi ekonomi melalui daya beli masyarakat dan laju pertumbuhan ekonomi.Sementara itu faktor sistem keuangan yang menjadi skala prioritas adalah kinerja lembaga keuangan.

Suatu daerah akan berbeda dalam menyikapi fenomena globalisasi,dimana semakin meningkatnya daya saing maka akan meningkat pula kesejahteraan masyarakatnya.Adapun gambaran mengenai daerah yang akan saya teliti yaitu daerah Kabupaten Labuhanbatu Selatan yang Beribukota di Kota Pinang, Kabupaten ini merupakan pemekaran dari Kabupaten Labuhanbatu sesuai Undang-Undang nomor 22 tahun 2008 pada tanggal 24 juni 2008 tentang pembentukan kabupaten Labuhanbatu Selatan yang mana kabupaten labuhanbatu Selatan ini merupakan pintu gerbang Provinsi Sumatra Utara ditinjau dari Provinsi Riau.


(18)

6 Hasil yang diharapkan nantinya dapat memberikan petunjuk dalam pengembangan yang lebih lanjut di daerah/kota dari analisis skor daya saing nantinya.

1.2 Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan di atas maka penulis merumuskan masalah sebagai berikut: “Faktor- Faktor apa saja yang menjadi penentu daya saing ekonomi di Kabupaten Labuhan Batu Selatan?”

1.3Tujuan dan Manfaat Penelitian 1.3.1. Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui faktor –faktor apa saja yang menjadi penentu daya saing ekonomi di kabupaten Labuhan Batu Selatan.

1.3.2. Manfaat Penelitian

a. Bagi Pemerintahan Daerah

Penelitian ini dapat memberikan masukan bagi pemerintahan daerah khususnya di daerah Kabupaten Labuhanbatu Selatan untuk meningkatkan daya saing ekonominya menjadi lebih baik dan lebih maju.

b. Bagi Pihak Lain

Penelitian ini dapat digunakan sebagai referensi bagi penelitian lain dan sumbangan pemikiran bagi mahasiswa yang sedang melakukan penelian di masa mendatang khususnya mengenai judul ini

c. Bagi Penulis

Penelitian ini dapat menjadi bekal pengetahuan dan pengalaman dalam melakukan penelitian.


(19)

7 BAB II

TINJAUAN PUSTAKA 2.1Konsep Dan Definisi Daya Saing Global

Konsep daya saing global menurut Michael Porter (1990) menyatakan bahwa konsep daya saing yang dapat diterapkan pada level nasional tak lain adalah “Produktibilitas” yang didefinisikannya sebagai nilai output yang dihasilkan oleh seorang tenaga kerja.Bank Dunia menyatakan hal yang relatif sama dimana” daya saing mengacu kepada besaran serta laju perubahan nilai tambah per unit input yang dicapai oleh perusahaan”.Akan tetapi,baik Bank Dunia,Poter,serta literatur- literatur terkini mengenai daya saing nasional memandang bahwa daya saing tidak secara sempit mencakup hanya sebatas tingkat efisien suatu perusahaan.Daya saing mencakup aspek yang lebih luas,tidak berkutat hanya pada level mikro perusahaan,tetapi juga mencakup aspek diluar perusahaan seperti iklim berusaha (business environment) yang jelas-jelas diluar kendali suatu perusahaan (PPSK-BI, 2002 : 11).

WEF (World Economic From) mendefinisikan daya saing nasional sebagai “kemampuan perekonomian nasional untuk mencapai pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan”.Fokusnya kemudian adalah pada kebijakan-kebijakan yang tepat,institusi-institusi yang sesuai,serta karakteristik-karakteristik ekonomi yang mendukung terwujudnya pertumbuhan ekonomi yang tinggi dan berkelanjutan tersebut.

IMD (Institute of Management Development) mendefinisikan daya saing nasional yaitu “Kemampuan suatu negara dalam menciptakan nilai tambah dalam


(20)

8

rangka menambah kekayaan nasional dengan cara mengelola aset dan proses,daya tarik dan agresivitas,globality dan proximity serta dengan mengentegrasikan hubungan-hubungan tersebut dalam suatu model ekonomi dan sosial”.Dengan perkataan yang lebih sederhana, daya saing nasional adalah suatu konsep yang mengukur dan membandingkan seberapa baik suatu negara dalam menyediakan suatu iklim tertentu yang kondusifnuntuk mempertahankan daya saing domestik maupun global kepada perusahan-perusahaan yang berada diwilayahnya.

2.2Konsep Daya Saing Daerah

Daya saing suatu wilayah di dalam suatu negara (regions atau sub-nations),lebih sulit ditemukan dibandingkan dengan publikasi mengenai daya saing negara.Dua di antaranya dilakukan oleh Departemen perdagangan dan Industri Inggris (UK-DTI) yang menerbitkan “Regional Competitiveness

Indicators”,serta Center for Urban and Regional Studies

(CURDS),Inggris,dengan publikasinya “The Competitiveness Project:1998

Regional Bench-marking Report”.

Definisi Daya saing daerah menurut UK-DTI adalah Kemampuan suatu daerah dalam menghasilkan pendapatan dan kesempatan kerja yang tinggi dengan tetap terbuka terhadap persaingan domestik maupun international.Sementara menurut CURDS “Center for Urban and Regional Studies” Daya saing daerah sebagai kemampuan sektor bisnis atau perusahaan pada suatu daerah dalam menghasilkan pendapatan yang tinggi serta tingkat kenyataan yang lebih merata untuk penduduknya.


(21)

9 Secara umum,ketika membandingkan kedua definisi daya saing daerah diatas dengan definisi daya saing nasional yang dibahas sebelumnya,terdapat kesamaan yang essensial.Dapat dikatakan bahwa perbedaan konsep daya saing hanya terpusat pada cakupan wilayah, di mana yang pertama adalah daerah (bagian suatu negara), sementara yang kedua adalah negara. Dalam berbagai pembahasan tentang daya saing nasional pun,baik secara eksplisit maupun implisit, terangkum relevansi pengadopsian konsep daya saing nasional kedalam konsep daya saing daerah.

Dari pembahasan tentang berbagai konsep dan definisi tentang daya saing suatu negara atau daerah sebagaimana diuraikan diatas, dapat diambil satu kesimpulan bahwa dalam mendefinisikan daya saing perlu diperhatikan beberapa hal sebagai berikut:

• Daya saing mencakup aspek yang lebih luas dari sekedar produktivitas atau efisiensi pada level mikro. Hal ini memungkinkan kita lebih memilih mendefinisikan daya saing sebagai “kemampuan suatu perekonomian” daripada “kemampuan sektor swasta atau perusahaan”.

• Pelaku ekonomi bukan hanya perusahaan, akan tetapi juga rumah tangga, pemerintah, dan lain-lain. Semuanya berpadu dalam suatu sistem ekonomi yang sinergis. Tanpa memungkiri peran besar sektor swasta perusahaan dalam perekonomian, fokus perhatian tidak hanya pada itu saja. Hal ini diupayakan dalam rangka menjaga luasnya cakupan konsep daya saing.


(22)

10

• Tujuan dan hasil akhir dari meningkatnya daya saing suatu perekonomian tak lain adalah meningkatnya tingkat kesejahteraan penduduk di dalam perekonomian tersebut. Kesejahteraan adalah konsep yang maha luas yang pasti tidak hanya tergambarkan dalam sebuah besaran variabel seperti pertumbuhan ekonomi. Pertumbuhan ekonomi hanya satu aspek dari pembangunan ekonomi dalam rangka peningkatan standar kehidupan masyarakat.

• Kata kunci dari konsep daya saing adalah “kompetisi”. Disinilah peran keterbukaan terhadap kompetisi dengan para kompetitor menjadi relevan. Kata “daya saing” menjadi kehilangan maknanya pada suatu perekonomian yang tertutup. (Abdullah,dkk, 2002 : 15)

Mempertimbangkan hal-hal di atas, akhirnya daya saing daerah yang menjadi acuan dalam penelitian ini didefinisikan sebagai: “kemampuan perekonomian daerah dalam mencapai pertumbuhan tingkat kesejahteraan yang tinggi dan berkelanjutan dengan tetap terbuka pada persaingan domestik dan internasional”.

2.3 Indikator Utama Daya Saing Daerah

Menurut Abdullah,dkk (2002:15) dari berbagai literatur, teori ekonomi, serta berbagai diskusi, indikator-indikator utama yang dianggap menentukan daya saing daerah terdiri dari 9 indikator adalah: (1) Prekonomian daerah, (2) Keterbukaan, (3) Sistem Keuangan, (4) Infrastruktur dan sumber daya alam, (5) Ilmu pengetahuan dan teknologi, (6) Sumber daya manusia, (7) Kelembagaan, (8)


(23)

11 Governance dan kebijakan pemerintah,dan (9) Manajemen dan ekonomi mikro.Dan dapat dijelaskan dibawah ini:

1. Perekonomian Daerah

Perekonomian daerah merupakan ukuran kinerja secara umum dari perekonomian makro (daerah) yang meliputi penciptaan nilai tambah,akumulasi kapital,tingkat konsumsi,kinerja sektoral perekonomian,serta tingkat biaya hidup.Indikator kinerja ekonomi makro mempengaruhi daya saing daerah melalui prinsip-prinsip sebagai berikut:

1. Nilai tambah merefleksikan produktivitas perekonomian setidaknya dalam jangka pendek.

2. Akumulasi modal mutlak diperlukan untuk meningkatkan daya saing dalam jangka panjang.

3. Kemakmuran suatu daerah mencerminkan kinerja ekonomi di masa lalu 4. Kompetisi yang didorong mekanisme pasar akan meningkatkan kinerja

ekonomi suatu daerah.Semakin ketat kompetisi pada suatu daerah,maka akan semakin kompetitif perusahaan-perusahaan yang akan bersaing secara internasional maupun domestik.

2. Keterbukaan

Keterbukaan merupakan ukuran seberapa jauh perekonomian suatu daerah berhubungan dengan daerah lain yang tercermin dari pandangan daerah tersebut dengan daerah lain dalam cangkupan nasional dan internasional.Indikator ini menentukan daya saing melalui prinsip-prinsip sebagai berikut:


(24)

12 1. Keberhasilan suatu daerah dalam perdagangan internasional

merefleksikan daya saing perekonomian daerah tersebut.

2. Keterbukaan suatu daerah baik dalam perdagangan domestik maupun internasional meningkatkan kinerja perekonomiannya.

3. Investasi internasional mengalokasikan sumber daya secara lebih efisien ke seluruh penjuru dunia.

4. Daya saing yang didorong oleh ekspor terkait dengan orientasi pertumbuhan perekonomian daerah.

5. Mempertahankan standar hidup yang lebih tinggi mengharuskan integrasi dengan ekonomi internasional.

3. Sistem Keuangan

Sistem Keuangan merefleksikan kemampuan sistem finansial perbankan dan non-perbankan di daerah untuk memfasilitasi aktivitas perekonomian yang memberikan nilai tambah.Dan Sistem Keuangan suatu daerah akan mempengaruhi alokasi faktor produksi yang terjadidi perekonomian daerah tersebut.Indikator sistem keuangan ini mempengaruhi daya saing daerah melalui prinsip- prinsip sebagai berikut:

1. Sistem keuangan yang baik mutlak diperlukan dalam memfasilitas aktivitas perekonomian daerah.

2. Sektor keuangan yang efisien dan terintegrasi secara internasional mendukung daya saing daerah.


(25)

13 4. Infrastruktur Dan Sumber Daya Alam

Infrastruktur dalam hal ini merupakan indikator seberapa besar sumber daya seperti modal fisik,geografis,dan sumber daya alam dapat mendukung aktivitas perekonomian daerah yang bernilai tambah.Indikator ini mendukung daya saing daerah melalui prinsip-prinsip sebagai berikut:

1. Modal fisik berubah infrastruktur baik ketersediaan maupun kualitasnya mendukung aktivitas ekonomi daerah.

2. Modal alamiah baik berupa kondisi geografis maupun kekayaan alam yang terkandung di dalamnya juga mendorong aktivitas perekonomian daerah.

3. Teknologi informasi yang maju merupakan infrastruktur yang mendukung berjalannya aktivitas bisnis di daerah yang berdaya saing. 5. Ilmu Pengetahuan Dan Teknologi

Ilmu pengetahuan dan teknologi mengukur kemampuan daerah dalam ilmu pengetahuan dan teknologi serta penerapannya dalam aktivitas ekonomi yang meningkatkan nilai tambah.Indikator ini mempengaruhi daya saing daerah melalui beberapa prinsip di bawah ini:

1. Keunggulan kompetitif dapat dibangun melalui aplikasi teknologi yang sudah ada secara efisien dan inovatif.

2. Investasi pada penelitian dasar dan aktivitas yang inovatif yang menciptakan pengetahuan baru sangat krusial bagi daerah ketika melalui tahapan pembangunan ekonomi yang lebih maju


(26)

14 3. Investasi jangka panjang berupa R&D akan meningkat daya saing sektor

bisnis.

6. Sumber Daya Manusia

Sumber daya manusia dalam hai ini ditunjukan untuk mengukur ketersediaan dan kualitas sumber daya manusia.Faktor SDM ini mempengaruhi daya saing daerah berdasarkan prinsip- prinsip berikut:

1. Angkatan kerja dalam jumlah besar dan berkualitas akan meningkatkan daya saing suatu daerah.

2. Pelatihan dan pendidikan adalah cara yang paling baik dalam meningkatkan tenaga kerja yang berkualitas.

3. Sikap dan nilai yang dianut oleh tenaga kerja juga menentukan daya saing suatu daerah.

4. Kualitas hidup masyarakat suatu daerah menentukan daya saing daerah tersebut begitu juga sebaliknya.

7. Kelembagaan

Kelembagaan merupakan indikator yang mengukur seberapa jauh iklim sosial,politik,hukum,dan aspek keamanan mampu mempengaruhi secara positif aktivitas perekonomian di daerah.Pengaruh faktor kelembagaan terhadap daya saing daerah didasarkan pada beberapa prinsip-prinsip sebagai berikut:

1. Stabilitas sosial dan politik melalui sistem demokrasi yang berfungsi dengan baik merupakan iklim yang kondusif dalam mendorong aktivitas ekonomi daerah yang berdaya saing.


(27)

15 2. Peningkatan daya saing ekonomi suatu daerah tidak akan dapat tercapai tanpa adanya sistem hukum yang baik serta penegakan hukum yang independen.

3. Aktivitas perekonomian suatu daerah tidak akan dapat berjalan secara optimal tanpa didukung oleh situasi keamanan yang kondusif.

8. Governance Dan Kebijakan Pemerintah

Governance dan kebijakan pemerintah dimaksudkan sebagai ukuran dari kualitas administrasi pemerintah daerah, khususnya dalam rangka menyesiakan infrastruktur fisik dan peraturan- peraturan daerah.Secara umum pengaruh faktor governance dan kebijakan pemerintah bagi daya saing daerah dapat didasarkan pada prinsip- prinsip sebagai berikut:

1. Dengan tujuan menciptakan iklim persaingan yang sehat intervensi pemerintah dalam perekonomian sebaiknya diminimalkan.

2. Pemerintah daerah berperan dalam menciptakan kondisi sosial yang terprediksi serta berperan pula dalam meminimalkan resiko bisnis.

3. Efektivitas administrasi pemerintah daerah salam menyediakan infrastruktur dan aturan-aturan berpengaruh terhadap daya saing ekonomi suatu daerah.

4. Efektivitas pemerintah daerah dalam melakukan koordinasi dan menyediakan informasi tertentu pada sektor swasta mendukung daya sing ekonomi suatu daerah.


(28)

16 5. Fleksibilitas pemerintah daerah dalam menyesuaikan kebijakan ekonomi merupakan faktor yang kondusif dalam mendukung peningkatan daya saing daerah.

9. Manajemen Dan Ekonomi Mikro

Dalam indikator manajemen dan ekonomi mikro pengukuran yang dilakukan dengan dikaitkan dengan pertanyaan seberapa jauh perusahaan di daerah di kelola dengan cara yang inivatif,menguntungkan dan bertanggung jawab.Prinsip-prinsip yang relevan terhadap daya saing daerah diantaranya adalah:

1. Rasio harga/kualitas yang kompetitif dari suatu produk mencerminkan kemampuan managerial perusahaan-perusahaan yang berada di suatu daerah.

2. Orientasi jangka panjang menajemen perusahaan akan meningkatkan daya saing daerah di mana perusahaan tersebut berada.

3. Efisien dalam aktivitas perekonomian ditambah dengan kemampuan menyesuaikan diri terhadap perubahan adalah keharusan bagi perusahaan yang kompetitif.

4. Kewirausahaan sangat krusial bagi aktivitas ekonomi pada masa-masa awal.

5. Dalam usaha yang sudah mapan,manajemen perusahaan memerlukan keahlian dalam mengintegrasikan serta membedakan kegiatan-kegiatan usaha.


(29)

17 Sementara itu Paidi Hidayat (2012) dalam penelitiannya yang mengukur daya saing ekonomi Kota Medan, menyebutkan beberapa indikator utama penentu daya saing ekonomi Kota Medan yaitu: ekonomi daerah, infrastruktur, sistem keuangan, kelembagaan, dan sosial politik.

Dan sedangakan Irawati, dkk (2012) dalam penelitiannya yang mengukur tingkat daya saing daerah menggunakan variabel perekonomian daerah, variabel infrastruktur dan sumber daya alam, serta variabel sumber daya manusia di Provinsi Sulawesi Tenggara.

2.4 Penelitian Terdahulu

Penelitian terdahulu ini dijadikan sebagai bahan referensi dalam penelitian ini yaitu sebagai berikut:

Miftakhul Huda dan Eko Budi Santoso (2014) meneliti tentang “Pengembangan daya saing daerah kabupaten/kota di provinsi jawa timur berdasarkan potensi daerahnya”.Variabel yang digunakan yaitu pengembangan wilayah,daya saing daerah dan pemetaan potensi daerah.Metode yang digunakan yaitu Analytical Hierarchy Process (AHP) dan nilai variabel.Penelitian ini menggunakan data sekunder tahun 2012.Hasil dari penelitian ini,terdapat perbedaan kemanpuan daya saing antara wilayah perkotaan dan kabupaten.Terdapat 17 kabupaten yang masuk dalam kategori kemampuan daya saing rendah.Dari hasil pemetaan,menunjukan bahwa daerah yang memiliki daya saing tinggi secara umum didominasi oleh daerah yang unggul di indikator perekonomian dan keuangan daerah serta usaha produktif.


(30)

18 Paidi Hidayat (2012) Meneliti tentang “Analisis daya saing ekonomi kota Medan”Medote penelitian ini menggunakan metode pengambilan sample dengan bantuan metode analisis Analytical Hierarchy Process (AHP).Hasil dari penelitian ini adalah Hasil pembobotan dan pemeringkatan diperoleh tiga faktor utama penentu daya saing ekonomi kota medan, yaitu faktor infrastruktur dengan nilai bobot tertinggi (0.252),diikuti faktor ekonomi daerah (0,243) dan faktor sistem keuangan (0,219),sedangkan faktor berikutnya adalah faktor kelembagaan (0,148) dab faktor sosial politik (0,139).Skala prioritas untuk faktor infrastruktur yang harus diperhatikan adalah ketersediaan dan kualitas infrastruktur,seperti kualitas jalan,kualitas pelabuhan laut dan udara.Sedangkan prioritas faktor ekonomi daerah adalah potensi ekonomi melalui daya beli masyarakat dan laju pertumbuhan ekonomi.Sementara itu faktor sistem keuangan yang menjadi skala prioritas adalah kinerja lembaga keuangan.

Ira Irawati,dkk (2012) meneliti tentang “Pengukuran Tingkat Daya Saing Daerah Berdasarkan Variabel Perekonomian Daerah,Variabel Infrastruktur Dan Sumber Daya Alam Serta Variabel Sumber Daya Manusia Di Wilayah Provinsi Sulawesi Tenggara”.Menggunakan 3 variabel tersebut dengan metode analisis AHP (Analytical Hierarchy Process).Hasil dari penelitian ini menyatakan bahwa peringkat daya saing terbaik berdasarkan variabel perekonomian daerah,infrastruktur dan sumber daya alam serta sumber daya manusia pada Kabupaten/Kota di Provinsi Sulawesi Tenggara turut mendukung Kabupaten/kota tersebut untuk menjadi peringkat terbaik secara umum.


(31)

19 KPPOD, (2005) meneliti tentang Daya Saing Investasi Kabupaten/Kota di Indonesia.”Dalam penelitian ini menyatakan bahwa rata-rata indeks daya saing investasi daerah kota lebih tinggi dibandingkan daerah kabupaten.

2.6 Kerangka Konseptual

Adapun Penentu variabel- variabel Daya Saing Ekonomi Seperti yang digambarkan dibawah Yaitu: Faktor Kelembagaan, Faktor Sosial Politik, Faktor Perekonomian Daerah, FaktorTenaga Kerja dan Produktivitas dan Faktor Infrastruktur Fisik. Faktor tersebut merupakan faktor-faktor penentu daya saing ekonomi di kabupaten Labuhanbatu Selatan yang saya ambil dari penelitian terdahulu Paidi hidayat (2012), KPPOD (2005).Maka dapat diperoleh kerangka konseptual sebagai berikut:

Gambar.2.1 Kerangka Konseptual

Faktor- Faktor Penentu Daya Saing Ekonomi

Kelembagaan Sosial Politik Ekonomi Daerah Tenaga Kerja & Produktivitas Infrastruktur Fisik Kepastian Hukum Pembiayaan Pembangunan Aparatur Peraturan Daerah Stabilitas Politik Keamanan Budaya Potensi Ekonomi Struktur Ekonomi Biaya Tenaga Kerja Ketersediaan Tenaga Kerja Produktivitas Tenaga Kerja Ketersediaan Infrastruktur fisik Kualitas Infrastruktur Fisik


(32)

20 BAB III

METODE PENELITIAN

3.1. Ruang Lingkup Penelitian

Ruang lingkup penelitian ini mengkaji tentang faktor-faktor penentu daya saing ekonomi kabupaten Labuhanbatu Selatan Provinsi Sumatra Utara dengan pendekatan Analytical Hierarchy Process (AHP).

3.2. Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilakukan di kabupaten Labuhanbatu Selatan Provinsi Sumatera Utara mulai bulan Oktober 2014 sampai dengan selasai.

3.3. Batasan Operasional

Adapun Batasan Operasional dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: a. Kelembagaan

b. Sosial Politik

c. Perekonomian Daerah

d. Tenaga Kerja dan Produktifitas e. Infrastruktur Fisik

3.4. Definisi Operasional

a. Kelembagaan adalah Suatu hubungan dan tatanan antara anggota masyarakat atau organisasi yang melekat, di wadahi dalam suatu jaringan atau organisasi yang dapat menentukan suatu hubungan antara manusia atau organisasi dengan ditentukan oleh faktor-faktor pembatas dan peningkat berupa norma, kode etik atau aturan formal dan non-formal untuk bekerja sama demi mencapai tujuan yang di inginkan.


(33)

21 b. Sosial Politik adalah Yang pada dasarnya berhubungan dengan penggunaan

kekuasaan dan wewenang dalam pelaksaaan kegiatan sistem politik,yang banyak dipengaruhi oleh berbagai faktor sosial budaya.

c. Perekonomian Daerah adalah Ukuran kinerja secara umum dari perekonomian makro (daerah) yang meliputi penciptaan nilai tambah, akumulasi kapital, tingkat konsumsi, kinerna sektoral perekonomian serta tingkat biaya hidup. d. Tenaga Kerja, menurut UU No.13 tahun 2003 Bab I pasal 1 ayat 2 disebutkan

bahwa tenaga kerja adalah setiap orang yang mampu melakukan pekerjaan guna menghasilkan barang atau jasa baik untuk memenuhi kebutuhan sendiri maupun masyarakat.Sedangkan Produktivitas adalah Kemampuan menghasilkan sesuatu.

e. Infrastruktur Fisik adalah Sumber daya seperti modal fisik,geografis,dan sumber daya alam yang dapat mendukung aktivitas perekonomian daerah yang bernilai tambah.

3.5. Penentuan Populasi dan Sampel

Populasi dalam penelitian ini adalah penduduk yang berusia 15-64 tahun (Penduduk usia produktif) dan bermukim di Kabupaten Labuhanbatu Selatan. Berdasarkan data Sakernas BPS (2012), jumlah angkatan kerja di Labuhanbatu Selatan sebanyak 119.260 jiwa.

Menurut Roscoe (1982:253) dalam buku Taniredja dan Mustafidah (2011:38) memberikan saran-saran untuk penelitian bahwa: Ukuran sampel yang layak dalam penelitian adalah antara 30 sampai dengan 500.


(34)

22 3.6. Metode Pengambilan Sampel

Prosedur pengambilan sampel atau responden dilakukan secara purposive sampling, yakni menentukan sampel atau responden yang dianggap dapat mewakili segmen kelompok masyarakat yang dinilai mempunyai pengaruh atau merasakan dampak besar terkait daya saing ekonomi daerah dan sampel bertujuan dilakukan dengan cara subjek bukan di dasarkan atas strata,random atau daerah tetapi atas adanya tujuan tertentu. Maka, dalam penelitian ini ditetapkan jumlah sampel yang sudah cukup representatif yaitu 30 responden yang mewakili seluruh komponen masyarakat yang terdapat di 5 kabupaten di Labuhanbatu Selatan dan pengambilan sampel ini di dukung oleh penelitian sosial menurut Roscoe (1982:253) seperti uraian di atas. Adapun jumlah sampel berdasarkan kelompok masyarakat adalah sebagai berikut:

Tabel 3.1.

Jumlah Sampel Berdasarkan Kelompok Masyarakat No Kelompok Masyarakat Responden

1 Mahasiswa/Pelajar 3

2 Staf Pengajar/Dosen/Guru 3

3 Masyarakat Umum 4

4 Birokrasi 4

5 Perbankan 3

6 Non Perbankan 3

7 Pengusaha 10

Jumlah 30

3.7. Jenis dan Teknik Pengumpulan Data

Untuk mendapatkan data yang diperlukan dalam penelitian ini maka jenis data yang digunakan adalah :


(35)

23 1. Data Primer

Data primer yaitu data yang diperoleh secara langsung dari pihak pertama yang menjadi objek penelitian. Data primer dalam penelitian ini diperoleh dari wawancara dan juga pengisian kuisioner terhadap kelompok masyarakat yang dijadikan sampel.

2. Data Sekunder

Data sekunder adalah data yang diperoleh dari instansi-instansi yang terkait dengan melakukan studi kepustakaan terhadap bahan-bahan publikasi secara resmi, buku-buku, majalah-majalah serta laporan lain yang berhubungan dengan penelitian.

Sedangkan teknik pengumpulan data yang dilakukan dalam penelitian ini adalah :

1. Kuisioner

Para penduduk yang menjadi responden atau sampel dalam penelitian ini diberikan lembaran kuisioner. Hal ini dilakukan untuk memperoleh informasi dari kelompok masyarakat yang menjadi sampel dalam penelitian daya saing ekonomi kabupaten Labuhanbatu Selatan.

2. Wawancara

Teknik wawancara dilakukan kepada kelompok masyarakat yang menjadi sampel adalah untuk menggali informasi yang lebih mendalam mengenai saran atau keluhan masyarakat secara langsung terhadap faktor-faktor penentu daya saing ekonomi kabupaten Labuhanbatu Selatan.


(36)

24 3.8. Metode Analisis Data

Metode analisis data yang digunakan dalam menganalisis persepsi masyarakat terhadap daya saing ekonomi di kabupaten Labuhanbatu Selatan meliputi analisis deskriptif dan Analytical Hierarchy Process (AHP). Secara jelasnya, metode yang digunakan antara lain sebagai berikut:

1. Analisis Deskriptif

Analisis ini memberikan gambaran tentang karakteristik tertentu dari data yang telah dikumpulkan. Data tersebut akan dianalisis sehingga menghasilkan gambaran mengenai persepsi masyarakat terhadap faktor-faktor penentu daya saing ekonomi di kabupaten Labuhanbatu Selatan. Analisis data disajikan dalam bentuk tabulasi, gambar (chart) dan diagram.

2. Analytical Hierarchy Process (AHP)

Analisis ini digunakan untuk memberikan nilai bobot setiap faktor dan variabel dalam menghitung faktor-faktor penentu daya saing ekonomi kabupaten Labuhanbatu Selatan. Proses pemberian bobot indikator dan sub-indikator (variabel) dilakukan dengan menggunakan Analitical Hierarchy Process (AHP) melalui kuisioner untuk kelompok masyarakat yang sudah ditentukan sebelumnya dari berbagai latar belakang disiplin ilmu.

Metoda Analytical Hierrchy Process (AHP) awalnya dikembangkan oleh Prof. Thomas Lorie Saaty dari Wharton Business School sekitar tahun 1970. Metode ini digunakan untuk mencari rangking atau urutan prioritas dari berbagai alternatif dalam pemecahan suatu permasalahan. Dalam kehidupan sehari-hari, seseorang senantiasa dihadapkan untuk melakukan pilihan dari berbagai alternatif.


(37)

25 Disini diperlukan penentuan prioritas dan uji konsistensi terhadap pilihan-pilihan yang telah dilakukan. Dalam situasi yang kompleks, pengambilan keputusan tidak dipengaruhi oleh satu faktor saja melainkan multifaktor dan mencakup berbagai jenjang maupun kepentingan.

Pada dasarnya AHP adalah suatu teori umum tentang pengukuran yang digunakan untuk menemukan skala rasio, baik dari perbandingan berpasangan yang diskrit maupun kontinu. Perbandingan-perbandingan ini dapat diambil dari ukuran aktual atau skala dasar yang mencerminkan kekuatan perasaan dan preferensi relatif.

Metode ini adalah sebuah kerangka untuk mengambil keputusan secara efektif atas persoalan dengan menyederhanakan dan mempercepat proses pengambilan keputusan dengan memecahkan persoalan tersebut kedalam bagian-bagiannya, menata bagian atau variabel ini dalam suatu susunan hirarki, memberi nilai numerik pada pertimbangan subjektif tentang pentingnya tiap variabel dan mensintesis berbagai pertimbangan ini untuk menetapkan variabel yang mana yang memiliki prioritas paling tinggi dan bertindak untuk mempengaruhi hasil pada situasi tersebut.

Analytical Hierarchy Process (AHP) dapat menyederhanakan masalah yang kompleks dan tidak terstruktur, strategik dan dinamik menjadi bagiannya, serta menjadikan variabel dalam suatu hirarki (tingkatan). Masalah yang kompleks dapat diartikan bahwa kriteria dari suatu masalah yang begitu banyak (multikriteria), struktur masalah yang belum jelas, ketidakpastian pendapat dari


(38)

26 pengambil keputusan, pengambil keputusan lebih dari satu orang, serta ketidakakuratan data yang tersedia.

Metode AHP ini membantu memecahkan persoalan yang kompleks dengan menstruktur suatu hirarki kriteria, pihak yang berkepentingan, hasil dan dengan menarik berbagai pertimbangan guna mengembangkan bobot atau prioritas. Metode ini juga menggabungkan kekuatan dari perasaan dan logika yang bersangkutan pada berbagai persoalan, lalu mensintesis berbagai pertimbangan yang beragam menjadi hasil yang cocok dengan perkiraan kita secara intuitif sebagaimana yang dipresentasikan pada pertimbangan yang telah dibuat. Selain itu AHP juga memiliki perhatian khusus tentang penyimpangan dari konsistensi, pengukuran dan ketergantungan di dalam dan di luar kelompok elemen strukturnya.

Analytical Hierarchy Process (AHP) mempunyai landasan aksiomatik yang terdiri dari :

1. Resiprocal Comparison, yang mengandung arti bahwa matriks perbandingan berpasangan yang terbentuk harus bersifat berkebalikan. Misalnya, jika A adalah k kali lebih penting dari pada B maka B adalah 1/k kali lebih penting dari A.

2. Homogenity, yaitu mengandung arti kesamaan dalam melakukan perbandingan. Misalnya, tidak dimungkinkan membandingkan jeruk dengan bola tenis dalam hal rasa, akan tetapi lebih relevan jika membandingkan dalam hal berat.


(39)

27 3. Dependence, yang berarti setiap level mempunyai kaitan (complete hierarchy) walaupun mungkin saja terjadi hubungan yang tidak sempurna (incomplete hierarchy).

4. Expectation, yang berarti menonjolkon penilaian yang bersifat ekspektasi dan preferensi dari pengambilan keputusan. Penilaian dapat merupakan data kuantitatif maupun yang bersifat kualitatif.

Secara umum pengambilan keputusan dengan metode AHP didasarkan pada langkah-langkah berikut :

1. Mendefinisikan masalah dan menentukan solusi yang diinginkan.

2. Membuat struktur hirarki yang diawali dengan tujuan umum, dilanjutkan dengan kriteria–kriteria dan alternaif–alternatif pilihan yang ingin di rangking. 3. Membentuk matriks perbandingan berpasangan yang menggambarkan

kontribusi relatif atau pengaruh setiap elemen terhadap masing–masing tujuan atau kriteria yang setingkat diatasnya. Perbandingan dilakukan berdasarkan pilihan atau judgement dari pembuat keputusan dengan menilai tingkat tingkat kepentingan suatu elemen dibandingkan elemen lainnya.

4. Menormalkan data yaitu dengan membagi nilai dari setiap elemen di dalam matriks yang berpasangan dengan nilai total dari setiap kolom.

5. Menghitung nilai eigen vector dan menguji konsistensinya, jika tidak konsisten maka pengambilan data (preferensi) perlu diulangi. Nilai eigen vector yang dimaksud adalah nilai eigen vector maksimum yang diperoleh dengan menggunakan matlab maupun dengan manual.


(40)

28 7. Menghitung eigen vector dari setiap matriks perbandingan berpasangan. Nilai

eigen vector merupakan bobot setiap elemen. Langkah ini untuk mensintesis pilihan dalam penentuan prioritas elemen–elemen pada tingkat hirarki terendah sampai pencapaian tujuan.

8. Menguji konsistensi hirarki. Jika tidak memenuhi dengan CR < 0,15 maka penilaian harus diulang kembali.

Rasio Konsistensi (CR) merupakan batas ketidakkonsistenan (inconsistency) yang ditetapkan Saaty. Rasio Konsistensi (CR) dirumuskan sebagai perbandingan indeks konsistensi (RI). Angka pembanding pada perbandingan berpasangan adalah skala 1 sampai 9, dimana :

 Skala 1 = setara antara kepentingan yang satu dengan kepentingan yang lainnya

 Skala 3 = kategori sedang dibandingkan dengan kepentingan lainnya

 Skala 7 = kategori amat kuat dibandingkan dengan kepentingan lainnya

 Skala 9 = kepentingan satu secara ekstrim lebih kuat dari kepentingan lainnya.

Prioritas alternatif terbaik dari total rangking yang diperoleh merupakan rangking yang dicari dalam Analytical Hierarchy Process (AHP) ini. Dalam menyelesaikan persoalan dengan metode Analytic Hierarchy Process (AHP) ada beberapa prinsip dasar yang harus dipahami antara lain :

a. Decomposition

Sistem yang kompleks dapat dengan mudah dipahami kalau sistem tersebut dipecah menjadi berbagai elemen pokok, kemudian elemen-elemen tersebut


(41)

29 disusun secara hirarkis. Hirarki masalah disusun untuk membantu proses pengambilan keputusan dengan memperhatikan seluruh elemen keputusan yang terlibat dalam sistem. Sebagian besar masalah menjadi sulit untuk diselesaikan karena proses pemecahannya dilakukan tanpa memandang masalah sebagai suatu sistem dengan suatu struktur tertentu.

Pada tingkat tertinggi dari hirarki, dinyatakan tujuan, sasaran dari sistem yang dicari solusi masalahnya. Tingkat berikutnya merupakan penjabaran dari tujuan tersebut. Suatu hirarki dalam metode AHP merupakan penjabaran elemen yang tersusun dalam beberapa tingkat, dengan setiap tingkat mencakup beberapa elemen homogen. Sebuah elemen menjadi kriteria dan patokan bagi elemen-elemen yang berada di bawahnya. Dalam menyusun suatu hirarki tidak terdapat suatu pedoman tertentu yang harus diikuti. Hirarki tersebut tergantung pada kemampuan penyusun dalam memahami permasalahan. Namun tetap harus bersumber pada jenis keputusan yang akan diambil.

Untuk memastikan bahwa kriteria-kriteria yang dibentuk sesuai dengan tujuan permasalahan, maka kriteria-kriteria tersebut harus memiliki sifat-sifat berikut :

1) Minimum

Jumlah kriteria diusahakan optimal untuk memudahkan analisis. 2) Independen

Setiap kriteria tidak saling tumpang tindih dan harus dihindarkan pengulangan kriteria untuk suatu maksud yang sama.


(42)

30 3) Lengkap

Kriteria harus mencakup seluruh aspek penting dalam permasalahan. 4) Operasional

Kriteria harus dapat diukur dan dianalisis, baik secara kuantitatif maupun kualitatif dan dapat dikomunikasikan.

b. Comparative Judgment

Prinsip ini berarti membuat penilaian tentang kepentingan relatif dua elemen pada suatu tingkat tertentu dalam kaitannya dengan criteria di atasnya. Penilaian ini merupakan inti dari AHP, karena ia akan berpengaruh dalam menentukan prioritas dari elemen-elemen yang ada sebagai dasar pengambilan keputusan. Hasil dari penilaian ini disajikan dalam bentuk matriks yang dinamakan matriks pairwise comparison.

Yang pertama dilakukan dalam menentapkan prioritas elemen-elemen dalam suatu pengambilan keputusan adalah dengan membuat perbandingan berpasangan, yaitu membandingkan berpasangan, yaitu membandingkan dalam bentuk berpasangan seluruh kriteria untuk setiap sub sistem hirarki. Dalam perbandingan berpasangan ini, bentuk yang lebih disukai adalah matriks, karena matriks merupakan alat yang sederhana yang biasa dipakai, serta memberi kerangka untuk menguji konsistensi. Rancangan matrik ini mencerminkan dua segi prioritas yaitu, mendominasi dan didominasi.

Misalkan terdapat suatu sub sistem hirarki dengan kriteria C dan sejumlah n alternatif dibawahnya, Ai sampai An. Perbandingan antar alternatif untuk sub


(43)

31 sistem hirarki itu dapat dibuat dalam bentuk matriks n × n, seperti pada tabel 4 di bawah ini :

Tabel 3.2.

Matriks perbandingan berpasangan

C A1 A2 A3 ….. An

A1 A2 A3 ….. An a11 a21 a31 ….. an1 a12 a22 a32 ….. an2 a13 a23 a33 ….. an3 … … … … … a1n a2n a3n ….. ann

Nilai a11 adalah nilai perbandingan elemen A1 (baris) terhadap A1 (kolom) yang menyatakan hubungan :

a. Seberapa jauh tingkat kepentingan A1 (baris) terhadap kriteria C dibandingkan dengan A1 (kolom) atau

b. Seberapa jauh dominasi A1 (baris) terhadap A1 (kolom) atau

c. Seberapa banyak sifat kriteria C terhadap A1 (baris) dibandingkan dengan A1 (kolom).

Nilai numerik yang dikenakan untuk seluruh perbandingan diperoleh dari skala perbandingan yang disebut Saaty pada tabel 5. Apabila bobot kriteria Ai adalah Wi dan bobot elemen Wj maka skala dasar 1-9 yang disusun Saaty mewakili perbandingan (Wi/Wj)/1. Angka-angka absolute pada skala tersebut


(44)

32 merupakan pendekatan yang amat baik terhadap perbandingan bobot elemen Ai terhadap elemen Aj.

Tabel 3.3.

Skala penilaian perbandingan Skala tingkat

kepentingan

Definisi Keterangan

1 Sama pentingnya Kedua elemen mempunyai pengaruh yang sama

3 Sedikit lebih penting

Pengalaman dan penilaian sedikit memihat satu elemen dibandingkan dengan pasangannya

5 Lebih penting

Pengalaman dan penilaian sangat memihak satu elemen dibandingkan dengan pasangannya

7 Sangat penting

Satu elemen sangat disukai dan secara praktis dominasinya sangat nyata dibandingkan dengan elemen pasangannya

9 Mutlak lebih penting

Satu elemen terbukti mutlak lebih disukai dibandingkan dengan pasangannya, pada tingkat keyakinan yang tertinggi

2,4,6,8 Nilai tengah

Diberikan bila terdapat keraguan penilaian antara dua penilaian yang berdekatan

Kebalikan

Aij = 1/Aji

Bila aktivitas i memperoleh suatu angka bila dibandingkan dengan aktivitas j, maka j memiliki nilai kebalikannya bila dibandingkan i Sumber: Thomas L. Saaty (1991)

Saaty menyusun angka-angka absolute sebagai skala penilaian berdasarkan kemampuan manusia untuk menilai secara kualitatif, yaitu melalui ungkapan sama, lemah, amat kuat, dan absolute atau ekstrim.


(45)

33 Penilaian yang dilakukan oleh banyak partisipan akan menghasilkan pendapat yang berbeda satu sama lain. AHP hanya memerlukan satu jawaban untuk matriks perbandingan.

Jadi semua jawaban dari partisipan harus dirata-ratakan. Dalam hal ini Saaty memberikan metode perataan dengan rata-rata geometric atau geometric mean. Rata-rata geometric dipakai karena bilangan yang dirata-ratakan adalah deret bilangan yang sifatnya rasio dan dapat mengurangi gangguan yang ditimbulkan salah satu bilangan yang terlalu besar atau terlalu kecil.

Teori rata-rata geometric menyatakan bahwa jika terdapat n partisipan yang melakukan perbandingan berpasangan, maka terdapat n jawaban atau nilai numerik untuk setiap pasangan. Untuk mendapatkan nilai tertentu dari semua nilai tersebut, masing-masing nilai harus dikalikan satu sama lain kemudian hasil perkalian itu dipangkatkan dengan 1/n. Secara sistematis dituliskan sebagai berikut:

aij = (z1. z2. z3. …. zn)1/n dengan :

aij = Nilai rata-rata perbandingan berpasangan kriteria Ai dengan Aj untuk n partisipan

Zi = Nilai perbandingan antara A1 dengan Ai untuk partisipan i, dengan nilai i = 1, 2, 3, …, n


(46)

34 c. Synthesis of Priority

Dari setiap matriks Pairwise Comparison kemudian dicari eigenvector dari setiap matriks Pairwise Comparison untuk mendapatkan local priority. Karena matriks Pairwise Comparison terdapat pada setiap tingkat, maka untuk mendapatkan global priority harus dilakukan sintesis di antara local priority. Prosedur melakukan sintesis berbeda menurut bentuk hirarki. Pengurutan elemen-elemen menurut kepentingan relatif melalui prosedur sintesis dinamakan priority setting.

d. Logical Consistency

Salah satu asumsi utama model AHP yang membedakannya dengan model-model pengambilan keputusan lain adalah tidak adanya syarat konsistensi mutlak. Dengan model AHP yang memakai persepsi manusia sebagai inputnya maka ketidakkonsistenan mungkin terjadi karena manusia memiliki keterbatasan dalam menyatakan persepsinya secara konsisten terutama kalau harus membandingkan banyak kriteria. Berdasarkan kondisi ini maka manusia dapat menyatakan persepsinya tersebut akan konsisten nantinya atau tidak.

Pengukuran konsistensi dari suatu matriks itu sendiri didasarkan atas eigenvalue maksimum. Dengan eigenvalue maksimum, inkonsistensi yang biasa dihasilkan matriks perbandingan dapat diminumkan.

Rumus dari indeks konsistensi adalah: CI = (λmaks – n) ( n – 1) Dengan :


(47)

35 (λmaks = eigenvalue maksimum

n = orde maktrik

dengan λ merupakan eigenvalue dan n ukuran matriks. Eigenvalue

maksimum suatu matriks tidak akan lebih kecil dari nilai n sehingga tidak mungkin ada nilai CI negatif. Makin dekat eigenvalue maksimum dengan besarnya matriks, makin konsisten matriks tersebut dan apabila sama besarnya maka matriks tersebut konsisten 100% atau inkonsistensi 0%. Dalam pemakaian sehari-hari CI tersebut biasa disebut indeks inkonsistensi karena rumus (2.2) di atas memang lebih cocok untuk mengukur inkonsistensi suatu matriks.

Indeks inkonsistensi di atas kemudian diubah dalam bentuk rasio inkonsistensi dengan cara membaginya dengan suatu indeks random. Indeks random menyatakan rata-rata konsistensi dari matriks perbandingan berukuran 1 sampai 10 yang didapatkan dari suatu eksperimen oleh Oak Ridge National Laboratory dan kemudian dilanjutkan oleh Wharton School.

Tabel 3.4.

Pembangkit Random (RI)

N 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10

RI 0 0 0.58 0.9 1.12 1.24 1.32 1.41 1.45 1.49

CR = CI/RI

CR = Rasio konsistensi RI = Indeks random


(48)

36 Selanjutnya konsistensi responden dalam mengisi kuesioner diukur. Pengukuran konsistensi ini dimaksudkan untuk melihat ketidak konsistensinan respon yang diberikan responden. Sato dalam Chow and Luk (2005) telah menyusun nilai CR (Consistency Ration) yang diizinkan adalah CR < 0,15.

Adapun Software yang digunakan sebagai alat bantu memecahkan masalah berdasarkan AHP adalah EXPERT CHOICE. Yang mana Expert Choice

adalah sebuah perangkat lunak yang mendukung callaborative decision dan sistem perangkat keras yang memfasilitasi group pembuatan keputusan yang lebih efisien,analitis,dan yang dapat dibenarkan.


(49)

37 BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. Gambaran Umum Daerah Kabupaten Labuhanbatu Selatan 4.1.1 Kondisi Geografis Kabupaten Labuhanbatu Selatan

Kabupaten Labuhanbatu Selatan (Labusel) yang beribukota di Kota Pinang, Kota Pinang adalah kabupaten yang baru dimekerkan dari Kabupaten Labuhanbatu sesuai dengan Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2008 pada 24 Juni 2008 tentang pembentukan Kabupaten Labuhanbatu Selatan, semasa pemerintahan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono. Kabupaten Labuhanbatu Selatan merupakan pintu gerbang Provinsi Sumatera Utara ditinjau dari Provinsi Riau.

Kabupaten Labuhanbatu Selatan secara geografis terletak pada garis 1o 26’00’’- 2o12’55’’ Lintang Utara dan 98o40”00”- 100o26’00” Bujur Timur.Kabupaten ini memiliki luas 311.600 Ha atau sekitar 4,35 % dari luas wilayah Sumatera Utara.adapun kecamatan kabupaten Labuhanbatu Selatan ini terdiri dari 5 Kecamatan dan 54 desa/kelurahan. Kecamatan – Kecamatan tersebut yaitu sebagai berikut:

1. Kota pinang 2. Kampung Rakyat 3. Torgamba

4. Sei Kanan 5. Silangkitang

Area Kabupaten labuhanbatu selatan di sebelah Utara berbatasan dengan kabupaten labuhanbatu, disebelah selatan berbatasan dengan kabupaten padang


(50)

38 lawas, di sebelah barat berbatasan dengan Padang Lawas Utara, dan di sebela Timur berbatasan dengan Provinsi Riau.

4.1.2 Kondisi Demografis Kabupaten Labuhanbatu Selatan

Berdasarkan dalam angka 2009 jumlah penduduk Kabupaten Labuhanbatu Selatanberjumlah 327.685 jiwa (laki-laki 170.780 jiwa dan perempuan 156.905 jiwa dengan kepadatan 76 jiwa per Km2.Etnis yang terdapat diwilayah ini adalah sebagian besar suku Jawa 51,19%, Batak 44,77% dan selainnya suku melayu,Minang,Aceh dan lain-lain.Sebagian besar penduduk Kabupaten Labuhanbatu Selatan memeluk agama Islam (87,79%) disusul oleh Protestan,Katolik,Budhha,Hindu dan lain-lain.(labuhanbatuselatan.go.id) Secara administratif Kabupaten Labuhanbatu Selatan terdiri 5 kecamatan yaitu: jumlah penduduk (2010) di kecamatan Sei Kanan jumlah penduduknya 45.407 jiwa, Torgamba sekitar 99.010 jiwa,Kota Pinang sekitar 53.954 jiwa,Silangkitang sekitar 28.282 jiwa dan Kampung Rakyat sekitar 51.020 jiwa dengan kepadatan penduduk 77 jiwa/Km2.

Berdasarkan statistik tahun 2011,jumlah penduduk Kabupaten Labuhanbatu Selatan sebanyak 280.269 jiwa,dengan jenis kelamin laki- laki lebih banyak dibandingkan penduduk perempuan. Pada tahun 2011 jumlah penduduk laki- laki sebesar 143.096 jiwa, sedangkan perempuan sebanyak penduduk sebanyak 137.173 jiwa dengan kepadatan penduduk 90 jiwa/Km2.

Berdasarkan dalam angka 2013 Badan Pusat Statistik Provinsi Sumatra Utara jumlah penduduk berdasarkan jenis kelamin di kabupaten Labuhanbatu Selatan pada tahun 2012 Jumlah pria mencapai sekitar 145.214 jiwa dan jumlah


(51)

39 wanita sekitar 139.595 jiwa lebih besar jumlah pria dibandingkan jumlah wanita di kabupaten tersebut.Dan sebahagian besar penduduk di Kabupaten Labuhanbatu Selatan adalah suku melayu mencapai 70%.Kemudian suku batak sekitar 10% selanjutnya suku jawa sekitar 7% dan selebihnya suku-suku lain.

4.1.3 Kondisi Perekonomian Kabupaten Labuhanbatu Selatan

Potensi ekonomi yang ada di wilayah kabupaten labuhabatu selatan menurut lapangan Usaha ( Labuhanbatu Selatan dalam angka 2012) didominasi oleh Industri Pengelolahan; termasuk Industri Pengolahan Sawit, kemudian Perkebunan dan Pertanian, Perdagangan,Hotel dan Restoran.

Kabupaten Labuhanbatu Selatan ini juga merupakan salah satu sentra perkebunan di Sumatera Utara.Komoditi penting yang dihasilkan perkebunan kelapa sawit (perkebunan rakyat) tahun 2011 sebesar 593.092 ton dengan total luas tanaman 41.554 ha. Kecamatan penghasil kelapa sawit terbesar adalah Kecamatan Torgamba,Kampung Rakyat dan Kotapinang dimana kontribusi ketiga kecamatan tersebut masing- masing untuk produksi kelapa sawit sebesar 33.01%; 25,89%; dan 24,27%.

Banyak potensi yang ada dilabuhanbatu Selatan yang perlu dikembangkan seperti objek wisata dimana lokasi pariwisata yang ada di kabupaten Labuhanbatu Selatan salah satunya Objek wisata ( BUMPER) Bumi Perkemahan PT Asam Jawa di Kecamatan Torgamba.Kolam Gaul di Nagodang Kecamatan Kota Pinang,Pemandian Alam Sampuran di Desa Normark Kecamatan Kota Pinang dan lain- lain.


(52)

40 Berdasarkan ringkasan APBD pemerintah kabupaten labuahanbatu Selatan untuk tahun anggaran 2012; diketahui bahwa penerimaan sebesar Rp 468.835.195.729,00. Penerimaan tersebut berasal dari pendapatan Asli Daerah, Dana Perimbangan dan Pendapatan Daerah lainnya yang sah.(Kementerian Keuangan Republik Indonesia direktorat Jendral Pajak,Rabu tanggal 11 feb 2012 pukul 18:39).

Kota Pinang- andalas Pertumbuhan ekonomi makro Labuhanbatu Selatan (Labusel) mencapai 5,61% tahun 2013 lalu. Kondisi pertumbuhan ekonomi ini lebih rendah dari pertumbuhan ekonomi Sumatera Utara yang mencapai 6,58% untuk tahun 2013 lalu.Berdasarkan PDRB atas harga berlaku sebesar Rp 6,28 Triliun,dengan jumlah penduduk pada tahun 2013 sebanyak 285.437 jiwa.PDRB perkapita mencapai Rp 28.034.349,86 yang berpengaruh kepada menurunnya tingkat pengangguran terbuka dari tahun sebelumnya sebesar 3,92%

4.2. Profil Responden

Adapun Jumlah responden yang menjadi sampel yaitu 30 responden dimana jumlah responden wanita sikitar 40 % dan jumlah pria sekitar 60%, lebih besar jumlah responden pria dibandingkan jumlah responden wanita,Sedangkan responden yang paling banyak diwawancarai berusia 15-30 tahun berkisar 73%. Kemudian diikuti oleh usia 31-40 berkisar sebesar 17%. Kemudian usia 41-50 berkisar 7%. Dan yang kecil berusia diatas 50 tahun hanya sebesar 3%. Sementara itu untuk tingkat pendidikan, pada umumnya responden tamatan D3/S1/S2 sebesar 50% dan selebihnya tamatan SMA/Sederajat sebesar 40%. Dan 10% responden yang tamatan SMP/Sederajat. Untuk lebih jelasnya, karakteristik responden dapat dilihat pada tabel di bawah ini.


(53)

41 Tabel 4.1

Karakteristik Responden

No Jenis Kelamin Jumlah Persentase

1 Pria 18 60%

2 Wanita 12 40%

Usia (Tahun) Jumlah Persentase

1 15 – 30 22 73%

2 31 – 40 5 17%

3 41 – 50 2 7%

4 >50 1 3%

Tingkat Pendidikan Jumlah Persentase

1 SMP/Sederajat 3 10%

2 SMA/Sederajat 12 40%

3 D3/S1/S2 15 50%

Sumber : Data Primer Diolah

4.3 Pembobotan dan Pemeringkatan Faktor Daya Saing Ekonomi

Daya saing ekonomi daerah merupakan representasi dari dari kinerja indikator-indikator pembentuknya. Kinerja indikator-indikator pembentuk daya saing ekonomi daerah yang Semakin baik, maka akan semakin tinggi pula daya saing ekonomi suatu daerah. Sebaliknya, apabila kinerja indikator-indikator pembentuk daya saing ekonomi tersebut rendah, maka daya saing ekonomi daerah tersebut juga rendah. Untuk melihat daya saing ekonomi Kabupaten Labuhanbatu Selatan, maka terlebih dahulu ditentukan faktor-faktor penentu daya saing ekonomi dengan menentukan nilai bobot dari masing-masing faktor tersebut. Pembobotan ini diperoleh dengan menggunakan metode Analytic Hierarchy Proccess (AHP) dengan bantuan Software yaitu Expert Choice.

Pembobotan ini digunakan untuk menentukan faktor-faktor yang menentukan daya saing ekonomi Kabupaten Labuhanbatu Selatan. Dan Pembobotan yang lebih Tinggi dari suatu faktor menunjukkan bahwa faktor


(54)

42 tersebut lebih penting dibandingkat dengan faktor lainnya dalam menentukan daya saing ekonomi Kabupaten Labuhanbatu Selatan. Berikut ini hasil pembobotan dari faktor-faktor penentu daya saing ekonomi Kabupaten Labuhanbatu Selatan dan dapat di lihat dibawah ini.

Gambar 4.1

Nilai Bobot dari Faktor Penentu Daya Saing Ekonomi Kabupaten Labuhanbatu Selatan

Dari Hasil diatas bahwa nilai bobot yang menjadi faktor penentu daya saing ekonomi di kabupaten Labuhanbatu Selatan yaitu faktor infrastruktur fisik yang memiliki nilai bobot yang paling tinggi yaitu sebesar 0,278 dan kemudian di ikuti oleh faktor Perekonomian Daerah yang tidak jauh nilai bobotnya dengan infrastruktur fisik yaitu 0,275. Kemudian faktor Tenaga kerja dan Produktivitas


(55)

43 yang memiliki nilai bobot 0,184. Berikutnya faktor Kelembagaan yang memiliki nilai bobot 0,151 dan yang nilai bobot yang terkecil yaitu faktor sosial politik yang memiliki nilai bobot 0,110.

Secara persentase bobot penentu daya saing ekonomi di Kabupaten Labuhanbatu Selatan dapat di lihat sebagai berikut:

Gambar 4.2

Persentase Bobot Faktor Penentu Daya Saing Ekonomi di Kabupaten Labuhanbatu Selatan

Dapat kita lihat gambar di atas bahwa persentase penentu daya saing ekonomi di kabupaten Labuhanbatu Selatan menurut tanggapan masyarakat bobot Infrastruktur Fisik dengan Perekonomian Daerah seimbang yaitu mencapai sekitar 28% ini menunjukkan di kabupaten labuhan batu selatan tersebut Faktor Infrastruktur Fisik dengan Perekonomian Daerah adalah faktor yang lebih penting dalam pengembangan daya saing ekonomi di daerah tersebut.Kemudian di ikuti dengan faktor Tenaga Kerja dan Produktivitas mencapai sekitar 18% dan

Kelembagaan 15%

Sosial Politik 11%

Perekonomian Daerah

28% Tenaga Kerja

dan Produktivitas

18%

Infrastruktur Fisik 28%


(56)

44 berikutnya faktor Kelembagaan mencapai 15% dan yang terakhir adalah faktor Sosial Politik mencapai 11%.

4.3.1 Faktor Infrastruktur Fisik

Faktor Infrastruktur Fisik merupakan salah satu penentu dalam daya saing ekonomi di kabupaten Labuhanbatu Selatan yang mana Infrastruktur fisik yang baik dapat membantu kelancaran kegiatan usaha. Faktor infrastruktur fisik yang terdiri dari dua variabel yaitu ketersediaan infrastruktur fisik dan kualitas infrastruktur fisik. Adapun ketersedian dan kualitas infrastruktur fisik sangat mempengaruhi kelancaran dunia usaha di suatu daerah.Variabel ketersediaan infrastruktur fisik memiliki bobot sebesar 0,275 atau 28% dari keseluruhan bobot faktor infrastruktur fisik. Variabel kualitas infrastruktur fisik memiliki bobot sebesar 0,725 atau 72% dari keseluruhan bobot faktor infrastruktur fisik. Adapun persentase bobot dari masing-masing variabel faktor infrastruktur fisik di Kabupaten Labuhanbatu Selatan dapat dilihat sebagai berikut:

Gambar 4.3

Persentase Bobot Variabel Infrastruktur Fisik di Kabupaten Labuhanbatu Selatan

Ketersediaan Infrastruktur

Fisik 28%

Kualitas Infrastruktur

Fisik 72%


(57)

45 Menurut tanggapan masyarakat kabupaten Labuhanbatu Selatan yang di wawancarai bahwa kualitas Infrastruktur fisik itu lebih perioritas dalam infrastruktur fisik.Adapun variabel dalam ketersediaan infrastruktur fisik yaitu Ketersedian infrasstruktur,63% masyarakat menyatakan setuju ketersediaan jalan sudah memadai dan 20% menyatakan kurang setuju ini dikarenakan menurut pandangan masyarakat sudah mulai membaiknya dan masyarakat mengharapkan akan menjadi lebih baik ketersediaan jalan di daerah tersebut.Kemudian ketersediaan pelabuhan laut sudah memadai,43% masyarakat menyatakan sangat tidak setuju dan 37% menyatakan tidak setuju dan hanya 20% menyatakan kurang setuju ini dikarenakan belum tersedianya pelabuhan laut di daerah tersebut.Kemudian ketersediaan pelabuhan udara sudah memadai, 53% masyarakat menyatakan sangat tidak sejutu dan 43% menyatakan tidak setuju selanjutnya hanya 3% menyatakan kurang setuju ini dikarenakan ketersediaan pelabuhan udara di daerah tersebut tidak ada.Selanjutnya Ketersediaan saluran telepon sudah memadai,63% masyarakat menyatakan setuju dan 17% menyatakan sangat tidak setuju dan hanya 3% menyatakan tidak setuju ini dikarenakan menurut masyarakat ketersediaan saluran sudah membaik dari sebelumnya.

Dalam variabel kualitas Infrastruktur fisik, 10% menyatakan sangat tidak setuju terhadap kualitas jalan sudah baik dan 10% juga menyatakan tidak setuju selanjutnya 33% menyatakan kurang setuju dan 47% menyatakan setuju bahwa jalan di kabupaten labuhanbatu selatan itu sudah baik ini dikarenakan kabupaten labuhanbatu selatan daerah pemekaran sehingga dan perbaikanjalan mulai membaik dari sebulumnya. Kemudian akses dan kualitas pelabuhan laut sudah


(58)

46 baik, tanggapan masyarakat 53% menyatakan sangat tidak setuju,43% menyatakan tidak setuju dan hanya 3% masyarakat menyatakan kurang setuju,ini dikarenakan daerah Kabupaten Labuhanbatu Selatan tidak memiliki pelabuhan laut.Kemudian akses dan kualitas pelabuhan udara sudah baik, 57% masyarakat menyatakan sangat tidak setuju,dan hanya 7% menyatakan kurang setuju ini dikarenakan daerah tersebut tidak memiliki pelabuhan udara.Selanjutnya kualitas saluran dan sambungan telepon sudah baik,27% masyarakat menyatakan kurang setuju dan 53% menyatakan setuju ini dikarenakan mulainya membaik saluran dan sambungan telepon dan sudah terdapatnya jaringan salurer di daerah.

Dari analisis di atas diambil kesimpulan bahwa daerah kabupaten Labuhanbatu Selatan infrastruktur fisiknya mulai membaik namun dilihat secara langsung bahwa transportasi masih kurang seperti pelabuhan laut,pelabuahan udara,kereta api belum tersedia di daerah tersebut sehingga kelancaran kegiatan usaha masih terhambat.

4. 3. 2 Faktor Perekonomian Daerah

Faktor perekonomian daerah adalah faktor penentu daya saing ekonomi yang memiliki bobot 0,275 atau 27,5% dan faktor perekonomian daerah berisi variabel potensi ekonomi dan variabel struktur ekonomi yang merupakan hal yang penting dalam mendukung daya saing ekonomi suatu daerah. Semakin baik tingkat perekonomian suatu daerah, maka daya saing daerah tersebut akan semakin tinggi.

Variabel potensi ekonomi memiliki bobot sebesar 0,543 atau 54% dari keseluruhan bobot faktor perekonomian daerah. Variabel stuktur ekonomi


(59)

47 memiliki bobot sebesar 0,457 atau 46% dari keseluruhan bobot faktor perekonomian daerah. Persentase dari masing-masing variabel indikator perekonomian daerah di Kabupaten Labuhanbatu Selatan dapat dilihat sebagai berikut:

Gambar 4.4

Persentase Bobot Variabel Perekonomian Daerah di Kabupaten Labuhanbatu Selatan

Menurut tanggapan masyarakat Kabupaten Labuhanbatu Selatan yang telah di wawancarai bahwa potensi ekonomi dianggap lebih penting dan menjadi perioritas. Adapun variabel Perekonomian daerah yaitu potensi ekonomi,7% masyarakat menyatakan sangat tidak setuju tingkat daya beli masyarakat cenderung meningkat dan 10% masyarakat menyatakan kurang setuju,kemudian 70% masyarakat menyatakan setuju bahkan 13% masyarakat menyatakan sangat setuju bahwa tingkat daya beli masyarakat cenderung semakin meningkat.Kemudian 3% masyarakat menyatakan sangat tidak setuju bahwa perkembangan kondisi ekonomi semakin membaik,20% masyarakat menyatakan

Potensi Ekonomi

54% Struktur

Ekonomi 46%


(60)

48 tidak setuju,7% masyarakat menyatakan kurang setuju,67% masyarakat menyatakan setuju dan hanya 3% masyarakat menyatakan sangat setuju.Selanjutnya,10% masyarakat menyatakan tidak setuju bahwa kondisi harga-harga barang dan jasa relatif stabil dan terjangkau,40% masyarakat menyatakan kurang setuju dan 30% masyarakat menyatakan setuju.Kemudian 10% masyarakat menyatakan sangat tidak setuju bahwa tingkat kesejahteraan ,asyarakat cenderung semakin membaik,13% menyatakan tidak setuju,27% menyatakan kurang setutu dan 50% menyatakan setuju.

Selanjutnya variabel struktur ekonomi,10% masyarakat menyatakan sangat tidak setuju bahwa nilai tambah atau kontribusi sektor primer semakin meningkat,7% menyatakan tidak setuju dan 23% menyatakan kurang setuju selanjutnya 53% menyatakan setuju dan hanya 7% menyatakan sangat setuju.Kemudian 7% masyarakat menyatakan sangat tidak setuju bahwa nilai tambah atau kontribusi sektor sekunder semakin meningkat,7% menyatakan tidak setuju,30% menyatakan kurang setuju,53% menyatakan setuju dan hanya 3% menyatak sangat setuju.Kemudian10% masyarakat menyatakan sangat tidak setuju bahwa nilai tambah atau konribusi sektor tersier semakin meningkat dan 10% menyatakan tidak setuju,27% menyatakan kurang setuju,47% menyatakn setuju dan hanya 7% menyatakan sangat setuju.

Berdasarkan hasil analisis diatas persepsi para responden, variabel Potensi ekonomi mulai membaik hanya kestabilan harga-harga barang dan jasa relatif stabil dan terjangkau yang perlu diperbaikin untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat di daerah tersebut dan variabel struktur ekonomi dapat dikatakan


(61)

49 semakin meningkat atas nilai tambah atau kontribusi sektor primer, sekunder,dan tersier.

4. 3. 3 Faktor Tenaga kerja dan Produktivitas

Tenaga kerja merupakan indikator yang penting dalam meningkatkan daya saing ekonomi suatu daerah.Faktor tenaga kerja dan produktivitas terdiri dari 3 variabel, yaitu biaya tenaga kerja, ketersediaan tenaga kerja, dan produktivitas tenaga kerja.

Variabel biaya tenaga kerja memiliki bobot sebesar 0,204 atau 21% dari keseluruhan bobot faktor tenaga kerja dan produktivitas. Variabel ketersediaan tenaga kerja memiliki bobot sebesar 0,271 atau 27%. Dan variabel produktivitas tenaga kerja memiliki bobot sebesar 0,525 atau 52% dari keseluruhan bobot faktor tenaga kerja dan produktivitas. Persentase bobot dari masing-masing variabel Tenaga Kerja dan Produktivitas dapat dilihat sebagai berikut:

Gambar 4.5

Persentase Bobot Variabel Tenaga Kerja Dan Produktivitas di Kabupaten Labuhanbatu Selatan

Biaya Tenaga Kerja

21%

Ketersediaan Tenaga Kerja

27% Produktivitas

Tenaga Kerja 52%


(62)

50 Menurut tanggapan responden, variabel produktivitas tenaga kerja menjadi perioritas dalam faktor tenaga kerja dan produktivitas yang memiliki bobot 0,525 atau 52% dan di ikuti oleh ketersediaan tenaga kerja yang memiliki bobot 0,271 atau 27%, selanjutnya biaya tenaga kerja yang memiliki bobot 0.204 atau 21%.

Dari hasil wawancara persepsi masyarakat dalam variabel biaya tenaga kerja, 13% responden menyatakan sangat tidak setuju terhadap besarnya upah tenaga kerja sesuai dengan ketentuan UMK. Sekitar 37% responden kurang setuju, dan 3% responden tidak setuju kalau besarnya upah tenaga kerja sudah sesuai dengan ketentuan UMK selanjutnya 47% menyatakan setuju. Begitu juga dengan besarnya upah tenaga kerja sesuai dengan kebutuhan hidup masyarakat, 60% responden menyatakan kurang setuju bahwa besarnya upah tenaga kerja sesuai dengan kebutuhan hidup masyarakat. Sekitar 17% responden setuju. Dan 17% responden juga menyatakan tidak setuju kalau besarnya upah tenaga kerja sesuai dengan kebutuhan hidup masyarakat.

Dalam variabel ketersediaan tenaga kerja, untuk pernyataan jumlah angkatan kerja sesuai dengan kebutuhan pasar tenaga kerja, 53% responden kurang setuju terhadap pernyataan tersebut. 17% responden menyatakan tidak setuju, dan 20% responden juga menyatakan setuju bahwa jumlah angkatan kerja sesuai dengan kebutuhan pasar tenaga kerja. Kemudian untuk tingkat pendidikan angkatan kerja sesuai dengan kebutuhan pasar tenaga kerja, 33% responden menyatakan kurang setuju, 20% masyarakat menyatakan tidak sejutu dan 43% responden menyatakan setuju.


(63)

51 Dalam variabel produktivitas tenaga kerja, 17% responden menyatakan tidak setuju bahwa tingkat produktivitas tenaga kerja yang ada relatif tinggi. Namun, 43% responden menyatakan kurang setuju bahwa tingkat produktivitas tenaga kerja yang ada relatif tinggi dan 33% menyatakan setuju. Kemudian untuk tingkat produktivitas tenaga kerja sesuai dengan besarnya upah yang ada, 27% responden menyatakan kurang setuju, hanya 53% responden yang menyatakan setuju bahwa tingkat produktivitas tenaga kerja sesuai dengan besarnya upah yang ada.

Berdasarkan analisis dan persepsi dari responden, produktivitas tenaga kerja diharapkan untuk lebih baik lagi sehingga dapat meningkatkan daya saing ekonomi Kabupaten Labuhanbatu Selatan.Mengenai biaya tenaga kerja di kabupaten Labuhanbatu Selatan diharapkan di tingkatkan agar kebutuhan hidup masyarakat lebih sejahtera,selanjutnya mengenai ketersediaan tenaga kerja, jumlah angkatan kerja di Kabupaten Labuhanbatu Selatan telah melebihi dari kebutuhan pasar tenaga kerja sehingga menimbulkan tingkat pengangguran terbuka di Kabupaten Labuhanbatu Selatan,Selanjutnya produktivitas tenaga kerja dengan upah yang ada diKabupaten Labuhanbatu Selatan sudah mulai membaik. 4. 3. 4 Faktor Kelembagaan

Faktor kelembagaan terdiri dari empat variabel, yaitu variabel kepastian hukum, variabel pembiayaan pembangunan (keuangan daerah), variabel aparatur, dan variabel peraturan daerah. seluruh variabel-variabel dalam faktor kelembagaan berada dibawah kendali pemerintah derah.


(64)

52 Variabel kepastian hukum memiliki bobot sebesar 0,256 atau 26% dari keseluruhan bobot faktor kelembagaan. Variabel pembiayaan pembangunan atau keuangan daerah memiliki bobot sebesar 0,205 atau 20% dari keseluruhan bobot faktor kelembagaan. Variabel aparatur memiliki bobot sebesar 0,196 atau 20% dari keseluruhan bobot faktor kelembagaan. Dan variabel peraturan daerah memiliki bobot sebesar 0,342 atau 34% dari keseluruhan bobot faktor kelembagaan. Persentase dari masing-masing variabel faktor kelembagaan dapat dilihat pada gambar dibawah ini.

Gambar 4.6

Persentase Bobot Variabel Kelembagaan di Kabupaten Labuhanbatu Selatan

Dari gambar persentase faktor kelembagaan diatas menyatakan bahwa peraturan daerah lah yang menjadi perioritas yang memiliki nilai 34% dan di ikuti oleh kepastian hukum yang memiliki nilai 26% selanjutnya pembiayaan pembangunan dan aparatur yang memiliki nilai sama yaitu 20%.

Kepastian Hukum

26%

Pembiayaan Pembangunan

20% Aparatur

20% Peraturan

Daerah 34%


(65)

53 Dari hasil wawancara responden bahwa variabel kepastian hukum, 27% menyatakan kurang setuju bahwa konsistensi peraturan yang mengatur kegiatan usaha sudah berjalan baik dan 53% mengatakan setuju.Salanjutnya 40% mengatakan kurang setuju bahwa penegakan hukum dalam kaitanya dengan dunia usaha sudah baik,dan 43% mengatakan setuju terhadap pernyataan tersebut.Kemudian 27% menyatakan tidak setuju bahwa pungli diluar birokrasi terhadap kegiatan usaha semakin berkurang dan 33% menyatakan kurang setuju dan 23% menyatakan setuju terhadap pernyataan tersebut.

Dalam variabel Keuangan daerah,17% manyatakan tidak setuju terhadap jumlah APBD yang ada sekarang ini telah sesuai dengan kebutuhan,33% menyatakan kurang setuju dan 33% pula menyatatak setuju terhadap penyataan tersebut, selanjutnya 17% menyatakan tidak setuju bahwa realisasi APBD sesuai dengan rencana program dan anggaran dan 37% menyatakan kurang setuju dan 27% menyatakan setuju terhadap pernyataan tersebut.Begitu pula 17% menyatakan tidak setuju terhadap tingkat penyimpangan dalam penggunaan APBD relatif rendah,47% menyatakan kurang setuju dan 27% menyatakan setuju terhadap pernyataan tersebut.

Dalam variabel Aparatur,20% menyatakan tidak setuju bahwa birokrasi pelayanan terhadap dunia usaha semakin baik, 27% menyatakan kurang setuju dan 43% menyatakan setuju terhadap pernyataan tersebut,selanjutnya 20% menyatakan tidak setuju bahwa penyalagunaan wewenang oleh aparatur semakin berkurang, 27% menyatakan kurang setuju dan 43% menyatakan setuju terhadap pernyataan tersebut,kemudian 20% menyatakan tidak setuju terhadap struktur


(1)

57 etos kerja masyarakat daerah semakin meningkat dan hanya 7% menyatakan kurang setuju dan73% menyatakan setuju terhadap pernyataan tersebut.

Dari hasil analisis diatas dapat diambil kesimpulan bahwa stabilitas politik mulai membaik konflik dan unjuk rasa semakin menurun,dan keamanan semakin baik dan budaya masyarakat juga semakin baik partisipasi,keterbukaan dan adat istiadat masyarakat semakin mendukung kegiatan usaha untuk meningkatkan daya saing ekonomi di Kabupaten Labuhanbatu Selatan.


(2)

58 BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

Berdasarkan analisis dan pembahasan yang dilakukan, dapat disimpulkan beberapa hal, antara lain:

1. Dari hasil pembobotan dan pemeringkatan, faktor utama penentu daya saing ekonomi Kabupaten Labuhanbatu Selatan adalah faktor infrastruktur fisik Diikuti oleh faktor perekonomian daerah. Kemudian faktor tenaga kerja dan produktivitas, kemudian faktor kelembagaan dan yang terakhir faktor sosial politik.

2. Daerah kabupaten Labuhanbatu Selatan infrastruktur fisiknya mulai membaik namun dilihat secara langsung bahwa transportasi masih kurang seperti pelabuhan laut,pelabuahan udara,kereta api belum tersedia di daerah tersebut sehingga kelancaran kegiatan usaha masih terhambat. 3. Faktor perekonomian daerah yang paling penting adalah variabel potensi

ekonomi dari keseluruhan bobot faktor perekonomian daerah dan dalam variabel potensi ekonomi yang perlu di perhatikan kestabilan Harga.

4. Faktor tenaga kerja dan produktivitas yang paling penting adalah variabel produktivitas tenaga kerja dari keseluruhan bobot faktor tenaga kerja dan produktivitas, dalam variabel biaya tenaga kerja diharapkan dapat ditingkatkan agar kebutuhan hidup masyarakat lebih sejahtera,dan jumlah angkatan kerja belum sesuai dengan kebutuhan pasar tenaga kerja.


(3)

59 5. Variabel yang menjadi prioritas untuk faktor kelembagaan yang perlu

diperhatikan adalah peraturan daerah kemudian disusul dengan kepastian hukum dan selanjutnya keuangan daerah atau pembiayaan pembangunan selaras dengan aparatur

6. Untuk faktor sosial politik, variabel yang menjadi prioritas adalah variabel keamanan yang menyatakan bahwa keamanan dalam aktivitas dunia usaha semakin baik.Diikuti oleh variabel budaya masyarakat dimana partisipasi,keterbukaan dan adat istiadat masyarakat terhadap dunia usaha semakin meningkat di kabupaten Labuhanbatu Selatan.

5.2 Saran

Dari kesimpulan diatas dapat memberikan saran antara lain:

1. Diperlukan perbaikan dalam kualitas dan ketersediaan infrastruktur sebagai upaya mendorong tumbuhnya kegiatan usaha baru,dan mempelancar arus kegiatan usaha sehingga dapat meningkatkan daya saing ekonomi di Kabupaten Labuhanbatu Selatan.

2. Diperlukan perbaikan potensi ekonomi agar harga-harga barang dan jasa relatif stabil dan terjangkau

3. Diperlukan perbaikan biaya tenaga kerja,ketersediaan tenaga kerja dan produktivitas tenaga kerja agar dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat dan mampu meningkatkan daya saing ekonomi di Kabupaten Labuhanbatu Selatan.


(4)

60 4. Diperlukan keterlibatan pemerintah daerah dalam kegiatan ekonomi untuk meningkatkan daya saing ekonomi diKabupaten Labuhanbatu Selatan seperti peran kelembagaan.


(5)

61 DAFTAR PUSTAKA

Abdullah, P., Alisjahbana, Armida, S., Effendi, N., Boediono, 2002. Daya Saing Daerah, Konsep dan Pengukurannya di Indonesia, Edisi 1, BPFE, Yogyakarta.

Arikunto, Suharsimi, 1998. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek,Edisi IV, Rineka Cipta,Yogyakarta.

Badan Pusat Statistik,2011.” Produk Domestik Rigional Bruto Kabupaten/Kota Di Indonesia 2006-2010”, Bps,Jakarta.

Badan Pusat Statistik. Sakernas (Agustus) 2008-2012.

Bungin, Burhan , 2001. Metodologi Penelitian Format-Format Kuantitatif dan Kualitatif,. Airlangga university Press,Surabaya.

Camagni, R., 2002. On the concept of territorial competitiveness : sound or misleading? ERSA conference papers ersa02p518, European Regional Science Association

Chayono,Eddy,2014.EkonomiPembangunan.http://ekonomi.metrotvnews.com/rea d/2014/10/01/299017/peningkatan-daya-saing-ekonomi(25 okt.2014) Commission, European 1999. 'Economics of Development Emperical’

Hidayat, Paidi, 2012. “Analisis Daya Saing Ekonomi Kota Medan”, Jurnal Keuangan dan Bisnis, Volume 4 Nomor 3, hal 228-238.

Huda,Miftakhul .dan Eko Budi Santoso,2014. .”Pengembangan Daya Saing Daerah Kabupaten/Kota di Provinsi Jawa Timur Berdasarkan Potensi

Daerahnya”Jurnal Teknik POMITS,Volume 3 Nomor 2,hal 43-50.

id.m.wikipedia.org/wiki/TenagaKerja(12 Januari 2015)


(6)

62 Nugroho, Bernardus dan Ferdinand D. Saragih.,Utomo Eko, 2012. Metode Kuantitatif Pendekatan Pengambilan Keputusan Untuk Ilmu Sosial dan Bisnis, Edisi 2, Salemba Humanika, Jakarta Selatan.

PPSK-BI dan LP3E FE UNPAD, 2008. Profil dan Pemetaan Daya Saing Ekonomi Daeah Kabupaten/Kota di Indonesi,. Rajawali Pers, Jakarta.

Gede, Putu Mandala Jayadhita.2011.ibelog-pintar.blogspot.in/2011/01/apa-itu-expert choice.html?m=(27 Jan 2015).

Saaty, Thomas L, 1990. Decision Making For Leader :The Analytic Hierarchy Process For Decision in A Complex World, University of Pittsburgh, Pittsburgh.

Skripsi-manajemen.blogspot.in/2011/02/pengertian-definisi-produktivitas-kerja.html/?m=1(12 Januari 2015)

Taniredja, Tukiran dan Hidayati Mustafisah. (2011).Penelitian Kuantitatif, alfabeta. Bandung.

UK-DTI dan Regional Competitiveness Indicator and Centre For Urban and Regional Studies. (1998). Competitiveness Project 1998 and Regional Banchmarking Report.

Wardhani.Dewi.2010.Definisi Sosial Politik Secara Teoritis.html?m=1(11 Januari 2015)

World Economic Forum. (2014). The Global Competitiveness Report. Oxford University Press, New York.