Motto
“ Bila kau ingin dicintai , belajarlah mencintai dan bersikap dapat dicintai” . Benjamin Franklin
“ Tawa menyembuhkan berbagai kepedihan”. Madeleine L’Engle
“ Tidak mempunyai kontrol atas perasaan adalah seperti berlayar dengan kapal tanpa kemudi, yang akan pecah berkeping-keping ketika terbentur
batu karang yang pertama”. Mahatma Gandhi
I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Kejahatan adalah bentuk tingkah laku yang bertentangan dengan moral
kemanusiaan immoril, merugikan masyarakat, asosial sifatnya dan melanggar hukum serta Undang-Undang Pidana. Sebagai suatu kenyataan sosial, masalah
kejahatan tidak dapat dihindari dan memang selalu ada, sehingga wajar bila menimbulkan keresahan. Diperkirakan bahwa di daerah perkotaan, kejahatan
berkembang dengan bertambahnya penduduk, pembangunan modernisasi dan urbanisasi. Sehingga dapat dikatakan bahwa perkembangan kota selalu disertai
kualitas dan
kuantitas kejahatan.
Tingginya kejahatan
menimbulkan ketidakamanan dan ketidaktertiban di dalam masyarakat, serta menghambat
usaha-usaha pembangunan untuk mencapai kesejahteraan masyarakat. Salah satu bentuk kejahatan adalah tindak pidana pemerasan. Tindak pidana
pemerasan dapat terjadi dimana saja dan kapan saja yang berakibat buruk bagi korban dan juga masyarakat. Sedemikian buruk akibat yang ditimbulkan pelaku
pemerasan sehingga membuat pelaku pemerasan diberikan hukuman yang berat. Sehingga mereka berpikir untuk tidak mengulangi perbuatannya melalui upaya
pencegahan yang dilakukan oleh Pemerintah melalui aparat penegak hukum.
Tindak pidana pemerasan merupakan perbuatan yang sangat merugikan. Oleh karena itu harus dicegah, ditangkal dan ditanggulangi. Caranya jajaran kepolisian
harus selalu siap melaksanaan tugasnya sekaligus mengantisipasi peningkatan tindak pidana pemerasan. Tugas dan wewenang Kepolisian diatur dalam Undang-
Undang Nomor 20 Tahun 1998 tentang Ketentuan-ketentuan Pokok Pertahanan Keamanan Negara Republik Indonesia. Bagi mereka yang tertangkap dalam
kejahatan ini, hendaknya diberikan sanksi yang berat. Dengan pemberian sanksi berupa pidana terhadap pelaku pemerasan, belum memuaskan rasa keadilan di
masyarakat. Pidana maksimum dari tindak pidana pemerasan adalah sembilan tahun.
Pasal 368 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana KUHP yang menyatakan : “Barangsiapa dengan maksud untuk menguntungkan diri sendiri atau
orang lain secara melawan hukum, memaksa seseorang dengan kekerasan atau ancaman kekerasan, untuk memberikan barang sesuatu, yang
seluruhnya atau sebagian adalah kepunyaan orang itu atau orang lain, atau supaya memberi hutang maupun menghapuskan piutang, diancam karena
pemerasan,
dengan pidana penjara paling lama sembilan tahun”. Buku II Bab XXIII KUHP itu sebenarnya terdiri dari dua macam kejahatan,
masing- masing yaitu apa yang di dalam Bahasa Belanda disebut “afpersing” atau
“pemerasan” dan “afdreiging” atau “pengancaman”. Tetapi karena kedua macam perbuatan itu mempunyai sifat-sifat yang sama, tentu mempunyai tujuan memeras
orang lain, maka kedua kejahatan tersebut biasanya disebut dengan nama yang sama yaitu “pemerasan”.