Mempelajari Pengaruh Letak Daun dan Lama Pelayuan terhadap Kualitas Teh Daun Jeruju (Achantus Illicifolius L)

(1)

MEMPELAJARI PENGARUH LETAK DAUN DAN LAMA

PELAYUAN TERHADAP KUALITAS TEH DAUN JERUJU

(Achantus Illicifolius L)

SKRIPSI

Oleh :

MUHAMMAD IRFAN LUBIS

060305018/TEKNOLOGI HASIL PERTANIAN

PROGRAM STUDI TEKNOLOGI HASIL PERTANIAN

DEPARTEMEN TEKNOLOGI PERTANIAN

FAKULTAS PERTANIAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

2010


(2)

Judul Skripsi :Mempelajari Pengaruh Letak Daun dan Lama Pelayuan terhadap Kualitas Teh Daun Jeruju (Achantus Illicifolius L)

Nama : Muhammad Irfan Lubis

NIM : 060305018

Program Studi : Teknologi Hasil Pertanian

Disetujui oleh Komisi Pembimbing

Dr. Ir. Herla Rusmarilin, MS Linda Masniary Lubis, STP.M.Si Ketua Anggota

Mengetahui,

Ir. Saipul Bahri Daulay, M.Si Ketua Departemen


(3)

ABSTRAK

MUHAMMAD IRFAN LUBIS: Mempelajari Pengaruh Letak Daun dan Lama Pelayuan terhadap Kualitas Teh Daun Jeruju (Achantus illicifolius L). Dibimbing oleh Dr. Ir. Herla Rusmarilin, MS dan Linda Masniary Lubis, STP, M.Si.

Indonesia merupakan salah satu negara penghasil teh terbesar di dunia, namun keterbatasan lahan yang sesuai untuk budidaya teh mengakibatkan terhambatnya perkembangan teh, sehingga diperlukan adanya sumber lain pengganti teh. Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui apakah daun jeruju dapat dijadikan sebagai salah satu pengganti daun teh baik secara kualitas maupun kuantitas dengan memperhatikan letak daun dan lama pelayuan.

Penelitian dilakukan pada Januari-Februari 2010 di Desa Jaring Halus Kabupaten Langkat Sumatera Utara dan di Laboratorium Teknologi Pangan, Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara, Medan, menggunakan rancangan acak lengkap faktorial dengan perlakuan letak daun (daun pucuk, tengah dan bawah) dan lama pelayuan (15,16,17 dan 18 jam). Parameter yang dianalisis adalah kadar air, kadar abu, kadar tannin, uji organoleptik warna air seduhan, uji organoleptik penampakan partikel, uji organoleptik rasa, dan uji organoleptik ampas seduhan.

Hasil penelitian menunjukkan pengaruh berbeda sangat nyata terhadap kadar air, kadar abu, kadar tannin, uji organoleptik warna air seduhan, uji organoleptik penampakan partikel, uji organoleptik rasa, dan uji organoleptik ampas seduhan. Letak daun pucuk dengan lama pelayuan 15 jam menghasilkan mutu teh yang baik.

Kata kunci : Teh daun jeruju, lama pelayuan, letak daun

ABSTRACT

MUHAMMAD IRFAN LUBIS: Study Of Leaves Position And Time Withering On Effect Quality Of Tea From Jeruju Leaves (Achantus illicifolius L). Guided by Dr. Ir. Herla Rusmarilin, MS And Linda Masniary Lubis, STP, M.Si.

Indonesia is one of the largest producer of tea in the world, but limited habitat suitable for growing tea plant delayed tea development, so there’s a need to find a different source of tea. This research is conducted to know if jeruju leaves can replace the tea leaves both in quality and quantity.

A research was conducted at Januari-Februari 2010 in Jaring Halus Village Langkat, North Sumatera and The Laboratory of Food Technology, Faculty Of Agriculture, North Sumatera University, Medan, using factorial complete random design with position of leave (young leave, middle, bottom) and time withering (15, 16, 17 and 18 hours). Parameter analysed water rate, ash content, tannin rate, organoleptic value of colour, organoleptic value of appearance, organoleptic value of taste, and organoleptic value of infused leaf.

The result of research indicated had highly significant effect on water rate, ash content, tannin rate, orgsnoleptic value of colour, organoleptic value of appearance, organoleptic value of taste, and organoleptic value of infused leaf. A young leave and time withering for 15 hours give the best result.


(4)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Belawan pada tanggal 03 Januari 1989 dari Ayahanda Ismail dan Ibunda Tri Sumarni. Penulis merupakan anak pertama dari dua bersaudara.

Pada tahun 1993 penulis memasuki taman kanak-kanak Abdika di Medan, lulus tahun 1994. Tahun 1994 memasuki SD Nurul Huda di Medan, lulus tahun 2000. Tahun 2000 memasuki SLTP Negeri 10 di Medan, lulus tahun 2003. Tahun 2003 memasuki SMU Negeri 13 Medan, lulus tahun 2006. Tahun 2006 memasuki Universitas Sumatera Utara, fakultas Pertanian, Departemen Teknologi Pertanian, Program Studi Teknologi Hasil Pertanian melalui jalur SPMB.

Selama mengikuti perkuliahan, penulis aktif organisasi Ikatan Mahasiswa Teknologi Hasil Pertanian (IM-THP), Himpunan Mahasiswa Islam (HMI),

Agriculture Technology Moslem (ATM), UKM Fotografi USU, asisten Laboratorium Teknologi Pangan sebagai kordinator alat dan reagensia.

Dan juga mengikuti organisasi eksternal seperti Komunitas Melayu Bumi Putera (KMBP).

Penulis melaksanakan praktek kerja lapangan (PKL) di PT. Perkebunan Nusantara II, Pabrik Kelapa Sawit, Sawit Seberang


(5)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT, Tuhan Yang Maha Kuasa, atas segala rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Mempelajari Pengaruh Letak Daun dan Lama Pelayuan Terhadap Kualitas Teh Daun Jeruju (Achantus Illicifolius L)”, yang disusun sebagai salah satu syarat untuk dapat meraih gelar sarjana di Departemen Teknologi Pertanian Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara, Medan.

Dalam kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada Ibu Dr. Ir. Herla Rusmarilin, MS selaku ketua komisi pembimbing dan Ibu Linda Masniary Lubis, STP, M.Si selaku anggota komisi pembimbing yang telah

banyak memberikan arahan sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan baik. Kepada kedua orang tua yang tercinta Ayahanda Ismail dan Ibunda Tri Sumarni serta Adik Taufik Ismail yang telah memberikan dukungan penuh baik dari segi moril maupun materil. Terima kasih penulis ucapkan kepada seluruh Staf Pengajar di Departemen Teknologi Hasil Pertanian. Khusus untuk Bapak Tengku Zainuddin, Ahmad Muhajir, Bang Budi, kak Masiah dan keluarga yang telah memberikan dukungan dan pelajaran yang sangat berharga bagi penulis. Penulis menyampaikan terima kasih atas motivasi dan bantuannya, serta rekan-rekan asisten seperjuangan Laboratorium Teknologi Pangan (Dian, Isti, abang dan kakak asisten stambuk 05, dan kakak Rini Mindasari) yang telah banyak membantu serta teman-teman stambuk 2006 yang telah memberikan dukungannya.


(6)

Penulis menyadari bahwa penelitian ini belum sempurna, oleh karena itu penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun demi kesempurnaan penelitian ini dan semoga penelitian ini bermanfaat bagi pihak-pihak yang membutuhkan, akhir kata penulis mengucapkan terima kasih, wasalam.

Medan, Juni 2010 Penulis


(7)

DAFTAR ISI

Hal

ABSTRAK ... i

ABSTRACT ... i

RIWAYAT HIDUP ... ii

KATA PENGANTAR ... iii

DAFTAR ISI ... v

DAFTAR TABEL ... viii

DAFTAR GAMBAR ... xi

DAFTAR LAMPIRAN ... xiii

PENDAHULUAN Latar Belakang ... 1

Tujuan Penelitian ... 3

Kegunaan Penelitian ... 3

Hipotesis Penelitian ... 4

TINJAUAN PUSTAKA Tanaman Teh (Camelia Sinensis) ... 5

Daun Jeruju ... 9

Teh Daun Jeruju ... 11

Pelayuan Teh ... 11

Fermentasi Teh ... 13

Pengeringan Teh ... 16

BAHAN DAN METODE PENELIAN Waktu dan Tempat Penelitian ... 18

Bahan dan Alat Penelitian ... 18

Model Penelitian ... 19

Model Rancangan ... 19

Pelaksanaan Penelitian ... 20

Parameter Penelitian... 21

Kadar Air ... 21

Kadar Abu ... 21

Kadar Tannin ... 22

Organoleptik Warna Air Seduhan ... 23

Organoleptik Penampakan Partikel ... 23


(8)

Organoleptik Ampas Seduhan ... 24

HASIL DAN PEMBAHASAN Kadar Air (%bb) ... 27

Pengaruh Letak Daun Terhadap Kadar Air (%bb) ... 27

Pengaruh Lama Pelayuan Terhadap Kadar Air (%bb) ... 29

Pengaruh Interaksi Letak Daun dan Lama Pelayuan Terhadap Kadar Air (%bb) ... 31

Kadar Abu (%) ... 32

Pengaruh Letak Daun Terhadap Kadar Abu (%) ... 32

Pengaruh Lama Pelayuan Terhadap Kadar Abu (%) ... 34

Pengaruh Interaksi Letak Daun dan Lama Pelayuan terhadap Kadar Abu (%) ... 35

Kadar Tannin (%) ... 37

Pengaruh Letak Daun Terhadap Kadar Tannin (%) ... 37

Pengaruh Lama Pelayuan Terhadap Kadar Tannin (%) ... 38

Pengaruh Interaksi Letak Daun dan Lama Pelayuan terhadap Kadar Tannin (%) ... 40

Organoleptik Warna Air Seduhan ... 42

Pengaruh Letak Daun Terhadap Organoleptik Warna Air Seduhan ... 42

Pengaruh Lama Pelayuan Terhadap Organoleptik Warna Air Seduhan ... 44

Pengaruh Interaksi Letak Daun dan Lama Pelayuan Terhadap Organoleptik Warna Air Seduhan ... 46

Organoleptik Penampakan Partikel ... 46

Pengaruh Letak Daun Terhadap Organoleptik Penampakan Partikel ... 46

Pengaruh Lama Pelayuan Terhadap Organoleptik Penampakan Partikel ... 48

Pengaruh Interaksi Letak Daun dan Lama Pelayuan terhadap Organoleptik Penampakan Partikel ... 49

Organoleptik Rasa ... 50

Pengaruh Letak Daun terhadap Organoleptik Rasa ... 50

Pengaruh Lama Pelayuan terhadap Organoleptik Rasa ... 51

Pengaruh Interaksi Letak Daun dan Lama Pelayuan terhadap Organoleptik Rasa ... 53

Organoleptik Ampas Seduhan ... 55

Pengaruh Letak Daun terhadap Organoleptik Ampas Seduhan ... 55

Pengaruh Lama Pelayuan terhadap Organoleptik Ampas Seduhan ... 56

Pengaruh Interaksi Letak Daun dan Lama Pelayuan terhadap Organoleptik Ampas Seduhan ... 58

KESIMPULAN DAN SARAN ... 59

Kesimpulan ... 59


(9)

DAFTAR PUSTAKA ... 60 LAMPIRAN ... 63


(10)

DAFTAR TABEL

No. Keterangan Hal

1. Spesifikasi Persyaratan Mutu Teh ...9

2. Angka-Angka Kandungan Air Dengan Tipe Layu ...13

3. Uji Hedonik Air Seduhan ...23

4. Uji Organoleptik Penampakan Partikel ...23

5. Uji Organoleptik Rasa ...24

6. Uji Organoleptik Ampas Seduhan ...24

7. Pengaruh Letak Daun terhadap Parameter yang Diamati ...26

8. Pengaruh Lama Pelayuan terhadap Parameter yang Diamati ...27

9. Uji LSR Efek Utama Pengaruh Letak Daun Terhadap Kadar Air (%bb) ...28

10. Uji LSR Efek Utama Pengaruh Lama Pelayuan Terhadap Kadar Air (%bb) ...29

11. Uji LSR Pengaruh Interaksi Letak Daun dan Lama Pelayuan Terhadap Kadar Air (%bb) ...31

12. Uji LSR Efek Utama Pengaruh Letak Daun Terhadap Kadar Abu(%) ...33

13. Uji LSR Efek Utama Pengaruh Lama Pelayuan Terhadap Kadar Abu (%) ...34

14. Uji LSR Pengaruh Interaksi Letak Daun dan Lama Pelayuan Terhadap Kadar Abu (%) ...36

15. Uji LSR Efek Utama Pengaruh Letak Daun Terhadap Kadar Tannin (%) ...37

16. Uji LSR Efek Utama Pengaruh Lama Pelayuan Terhadap Kadar Tannin (%) ...39


(11)

17. Uji LSR Pengaruh Interaksi Letak Daun dan Lama Pelayuan

Terhadap Kadar Tannnin ...41 18. Uji LSR Efek Utama Pengaruh Letak Daun Terhadap Uji Organoleptik

Warna Air Seduhan ...42 19. Uji LSR Efek Utama Pengaruh Lama Pelayuan Terhadap uji

Organoleptik Warna Air Seduhan ...44 20. Uji LSR Efek Utama Pengaruh Letak Daun Terhadap

Organoleptik Penampakan Partikel ...46 21. Uji LSR Efek Utama Pengaruh Lama Pelayuan Terhadap

Organoleptik Penampakan Partikel ...48 22. Uji LSR Efek Utama Pengaruh Letak Daun Terhadap Organoleptik

Rasa ...50 23. Uji LSR Efek Utama Pengaruh Lama Pelayuan Terhadap

Organoleptik Rasa ...51 24. Uji LSR Pengaruh Interaksi Letak Daun dan Lama Pelayuan

Terhadap Organoleptik Rasa ...53 25. Uji LSR Efek Utama Pengaruh Letak Daun Terhadap

Organoleptik Ampas Seduhan ...55 26. Uji LSR Efek Utama Pengaruh Lama Pelayuan Terhadap


(12)

DAFTAR GAMBAR

No. Keterangan Hal

1. Susunan katekin, gallokatekin, epikatekin, epigallokatekin ...8

2. Hubungan antara lama fermentasi dengan mutu seduhan teh ...15

3. Skema pembuatan teh daun jeruju ...25

4. Histogram hubungan letak daun terhadap kadar air (%bb) ...28

5. Grafik lama pelayuan terhadap kadar air (%bb) ...30

6. Grafik hubungan interaksi letak daun dan lama pelayuan terhadap kadar air (%bb) ...32

7 Histogram hubungan letak daun terhadap kadar abu (%) ...33

8. Grafik hubungan lama pelayuan terhadap kadar abu (%) ...35

9. Grafik hubungan interaksi letak daun dan lama pelayuan terhadap kadar abu (%) ... 36

10. Histogram hubungan letak daun terhadap kadar tannin (%) ...38

11. Grafik hubungan lama pelayuan terhadap kadar tannin (%) ...39

12. Grafik hubungan interaksi letak daun dan lama pelayuan terhadap kadar tannin (%) ...41

13. Histogram hubungan letak daun terhadap uji organoleptik warna air seduhan ...43

14. Grafik hubungan lama pelayuan terhadap uji organoleptik warna air seduhan ...45

15. Histogram hubungan letak daun terhadap uji organoleptik penampakan partikel ...47

16. Grafik hubungan lama pelayuan terhadap uji organolepik penampakan partikel ...49


(13)

18. Grafik hubungan lama pelayuan terhadap organoleptik rasa ...52 19. Grafik hubungan interaksi letak daun dan lama pelayuan terhadap

organoleptik rasa ...54 20. Histogram hubungan letak daun terhadap organoleptik

ampas seduhan...55 21. Grafik hubungan lama pelayuan terhadap organoleptik ampas seduhan .57


(14)

DAFTAR LAMPIRAN

No. Hal

1. Data Pengamatan Analisis Kadar Air (%) ...63

1. Daftar Analisis Sidik Ragam Kadar Air (%) ...63

2. Data Pengamatan Analisis Kadar Abu (%) ...64

2. Daftar Analisis Sidik Ragam Kadar Abu (%) ...64

3. Data Pengamatan Analisis Kadar Tannin (%) ...65

3. Daftar Analisis Sidik Ragam Kadar Tannin(%) ...65

4. Data Pengamatan Analisis Uji Organoleptik Warna Air Seduhan ...66

4. Daftar Analisis Sidik Ragam Uji Organoleptik Warna Air Seduhan ...66

5. Data Pengamatan Analisis Uji Organoleptik Penampakan Partikel ...67

5. Daftar Analisis Sidik Ragam Uji Organoleptik Penampakan Partikel ...67

6. Data Pengamatan Analisis Uji Organoleptik Rasa ...68

6. Daftar Analisis Sidik Ragam Uji Organoleptik Rasa ...68

7. Data Pengamatan Analisa Organoleptik Ampas Seduhan ...69


(15)

ABSTRAK

MUHAMMAD IRFAN LUBIS: Mempelajari Pengaruh Letak Daun dan Lama Pelayuan terhadap Kualitas Teh Daun Jeruju (Achantus illicifolius L). Dibimbing oleh Dr. Ir. Herla Rusmarilin, MS dan Linda Masniary Lubis, STP, M.Si.

Indonesia merupakan salah satu negara penghasil teh terbesar di dunia, namun keterbatasan lahan yang sesuai untuk budidaya teh mengakibatkan terhambatnya perkembangan teh, sehingga diperlukan adanya sumber lain pengganti teh. Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui apakah daun jeruju dapat dijadikan sebagai salah satu pengganti daun teh baik secara kualitas maupun kuantitas dengan memperhatikan letak daun dan lama pelayuan.

Penelitian dilakukan pada Januari-Februari 2010 di Desa Jaring Halus Kabupaten Langkat Sumatera Utara dan di Laboratorium Teknologi Pangan, Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara, Medan, menggunakan rancangan acak lengkap faktorial dengan perlakuan letak daun (daun pucuk, tengah dan bawah) dan lama pelayuan (15,16,17 dan 18 jam). Parameter yang dianalisis adalah kadar air, kadar abu, kadar tannin, uji organoleptik warna air seduhan, uji organoleptik penampakan partikel, uji organoleptik rasa, dan uji organoleptik ampas seduhan.

Hasil penelitian menunjukkan pengaruh berbeda sangat nyata terhadap kadar air, kadar abu, kadar tannin, uji organoleptik warna air seduhan, uji organoleptik penampakan partikel, uji organoleptik rasa, dan uji organoleptik ampas seduhan. Letak daun pucuk dengan lama pelayuan 15 jam menghasilkan mutu teh yang baik.

Kata kunci : Teh daun jeruju, lama pelayuan, letak daun

ABSTRACT

MUHAMMAD IRFAN LUBIS: Study Of Leaves Position And Time Withering On Effect Quality Of Tea From Jeruju Leaves (Achantus illicifolius L). Guided by Dr. Ir. Herla Rusmarilin, MS And Linda Masniary Lubis, STP, M.Si.

Indonesia is one of the largest producer of tea in the world, but limited habitat suitable for growing tea plant delayed tea development, so there’s a need to find a different source of tea. This research is conducted to know if jeruju leaves can replace the tea leaves both in quality and quantity.

A research was conducted at Januari-Februari 2010 in Jaring Halus Village Langkat, North Sumatera and The Laboratory of Food Technology, Faculty Of Agriculture, North Sumatera University, Medan, using factorial complete random design with position of leave (young leave, middle, bottom) and time withering (15, 16, 17 and 18 hours). Parameter analysed water rate, ash content, tannin rate, organoleptic value of colour, organoleptic value of appearance, organoleptic value of taste, and organoleptic value of infused leaf.

The result of research indicated had highly significant effect on water rate, ash content, tannin rate, orgsnoleptic value of colour, organoleptic value of appearance, organoleptic value of taste, and organoleptic value of infused leaf. A young leave and time withering for 15 hours give the best result.


(16)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Indonesia merupakan salah satu negara pengekspor teh terbesar di Asia Tenggara. Teh yang dihasilkan Indonesia merupakan jenis yang berasal dari

tanaman teh Camelia sinensis. Teh hanya dapat tumbuh pada ketinggian 400-2000 m diatas permukaan laut. Perbedaan tinggi tempat dan temperatur dapat

mempengaruhi mutu teh yang dihasilkan.

Adanya permintaan akan teh yang semakin meningkat, dimana jumlah konsumsi teh dunia pada tahun 2007 adalah sebesar 3.031.403 ton sedangkan produksi teh Indonesia hanya sebesar 172.790 ton atau sebesar 5,7% dari konsumsi dunia. Maka tanaman penghasil teh tersebut dinilai belum mampu untuk memenuhi kebutuhan permintaan tersebut. Belum adanya pemanfaatan bahan baku lain menjadi produk teh tersebut membuat perkembangan produk teh menjadi terhambat.

Dari sekitar 89 jenis spesies mangrove yang tumbuh di dunia, sekitar 51 % spesies tersebut hidup di Indonesia. Jumlah tersebut belum termasuk spesies ikutan yang hidup bersama di daerah mangrove. Terdapat 32 jenis spesies mangrove sejati dan 20 asosiasi mangrove tumbuh subur di Indonesia. Jenis-jenis mangrove tersebut antara lain: Avecenia alba, Achantus illicifolius L, Rhizopora apiculata, Bruguiera parviflora, Brugruiera gymnorhiza, Nypa fruticans, Xylocarpus granatum, Excoecaria agallocha, Pandanus furentus, Bruguiera cylindrica, Soneratia alba, Xylocarpus moluccensis, Camptostemon schultzii, Myristica hollrungii, Heritiera littoralis, Manilkara fasciculata, Inocarpus


(17)

fagiferus, Pandanus tectorius, Aegiceras corniculatum, Lumnitzera littorea dan Pemphis acidul (Mangkurat, 2008).

Dari sekitar 89 jenis spesies mangrove yang tumbuh, ternyata terdapat salah satu jenis mangrove yang dapat dibuat menjadi teh, spesies mangrove tersebut adalah Achantus illicifolius L. Spesies ini termasuk kedalam golongan tanaman perdu, dan dapat digunakan sebagai indikator kerusakan hutan mangrove, sehingga tanaman ini hanya terdapat dikawasan yang hutan mangrovenya masih terjaga dengan baik.

Dinilai dari habitatnya, tanaman ini tidak membutuhkan ketinggian untuk dapat tumbuh dengan baik, melainkan dapat tumbuh di sepanjang pantai. Indonesia memiliki garis pantai terpanjang kedua setelah Kanada serta perairan yang relatif tenang adalah tempat ideal perkembangan tanaman ini.

Mangrove memiliki fungsi utama yakni sebagai penahan utama abrasi pantai dari gelombang laut, mangrove juga dijadikan sebagai habitat dari hewan-hewan laut seperti ikan, udang dan kepiting. Fungsi mangrove ini sangat membantu nelayan yang penghidupannya adalah dengan mencari ikan.

Budidaya tanaman Achantus illicifolius L (jeruju) mempunyai nilai lebih, yakni sebagai bahan baku penghasil teh, sebagai habitat hewan-hewan laut seperti ikan, kepiting dan udang, dan juga dapat menjalankan fungsi utamannya yakni sebagai penahan abrasi pantai dari gelombang laut.

Permintaan akan teh yang semakin tinggi, maka diperlukan adanya bahan subsitusi yang dapat menggantikan tanaman teh Camelia sinensis merupakan penghasil utama teh saat ini. Tanaman jeruju banyak dikonsumsi masyarakat di sepanjang pantai di Kabupaten Langkat Sumatera Utara yakni sebagai minuman


(18)

teh menyerupai teh camelia sinensis, sehingga perlu digali dan diteliti secara ilmiah manfaat dan kandungan zat gizinya. Oleh karena itu tanaman jeruju dapat digunakan salah satu alternatif bahan substitusi teh, keuntungan lain dari jeruju yaitu memiliki perkembangan yang cukup cepat dan relatif sangat potensial karena tumbuh di sepanjang pantai. Perawatan tanaman jeruju yang relatif mudah menjadi nilai tambah bagi tanaman ini. Tanaman jeruju memiliki kandungan kimia yang sangat baik digunakan dalam penyembuhan luka, menyembuhkan penyakit demam dan alergi pada kulit, baik di bagian akar, batang maupun daunnya.

Dimasa sekarang ini kondisi dari ekosistem hutan mangrove sangat memprihatinkan, banyaknya upaya dari pihak swasta yang ditujukan untuk mereklamasi pantai menjadi berbagai fasilitas publik dinilai merusak ekosistem hutan mangrove yang memiliki banyak manfaat untuk manusia.

Oleh karena itu penulis berkeinginan melakukan penelitian dengan judul “Mempelajari Pengaruh Letak Daun dan Lama Pelayuan Terhadap Kualitas Teh Daun Jeruju” (Acanthus Ilicifolius L).

Tujuan Penelitian

Mempelajari pengaruh letak daun dan lama pelayuan terhadap kualitas teh daun jeruju (Acanthus Ilicifolius L), dan mempelajari potensi daun jeruju untuk digunakan sebagai teh seduh.

Kegunaan Penelitian

Untuk memperoleh data dalam penulisan skripsi di Departemen Teknologi Pertanian, Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara, Medan.


(19)

Sebagai sumber informasi untuk mempelajari pengaruh letak daun dan lama pelayuan terhadap kualitas teh daun jeruju (Acanthus Ilicifolius L), serta sumber informasi kepada masyarakat di Sumatera Utara tentang manfaat daun jeruju.

Hipotesis Penelitian

Terdapat pengaruh letak daun, lama pelayuan dan interaksi letak daun dan lama pelayuan terhadap kualitas teh daun jeruju.


(20)

TINJAUAN PUSTAKA

Tanaman Teh (Camelia Sinensis)

Teh adalah suatu produk yang dibuat dari daun muda (pucuk daun) dari tanaman teh Camellia sinensis L. Daun teh mengalami beberapa proses pengolahan untuk dapat menjadi produk seperti teh hitam dan teh hijau. Untuk membuatnya, daun biasanya dilayukan dan kemudian digulung dengan alat pemutar OTR (Open Top Roller), kemudian dihamparkan ke udara agar teroksidasi atau terfermentasi. Daun kemudian dikeringkan dengan udara panas, dan dihasilkan teh hitam (Harler, 1966).

Secara botanis terdapat 2 jenis teh yaitu Thea Sinensis dan Thea Assamica. Thea Sinensis ini juga disebut teh jawa yang ditandai dengan ciri-ciri tumbuhnya lambat, jarak cabang dengan tanah sangat dekat, daunnya kecil, pendek, ujungnya agak tumpul dan berwarna hijau tua. Thea Assamica mempunyai ciri-ciri tumbuh cepat, cabang agak jauh dari permukaan tanah, daunnya lebar, panjang dan ujungnya runcing serta berwarna hijau mengkilat (Soehardjo, et al., 1996).

Lebih dari satu jenis produk teh yang dihasilkan dari berbagai cara pengolahan. Daun teh Camellia sinensis segera layu dan mengalami kalau tidak segera dikeringkan setelah dipetik. Proses pengeringan membuat daun menjadi berwarna gelap, karena terjadi pemecahan kandungan air pada daun menguap dan proses oksidasi bisa dihentikan pada tahap yang sudah ditentukan. Pengolahan daun teh sering disebut sebagai "fermentasi" walaupun sebenarnya penggunaan istilah ini tidak tepat. Pengolahan teh tidak


(21)

menggunakan seperti layaknya proses tepat dapat menyebabkan teh ditumbuhi proses fermentasi. Teh yang sudah mengalami fermentasi dengan jamur harus

dibuang, karena mengandung unsur racun dan bersifat (Wikipedia, 2006).

Daun teh memiliki senyawa bioaktif yang kompleks, salah satunya adalah polifenol. Pada teh hijau kandungan polifenolnya sebesar 36 persen. Katekin merupakan senyawa dominan dari polifenol teh hijau dan terdiri dari epikatekin (EC), epikatekin gallat (ECG), epigallokatekin (EGC), epigallokatekin gallat (EGCG), katekin dan gallokatekin (GC). Dalam daun teh terdapat sekitar 14 glikosida mirisetin, kuersetin yang dapat mencegah kanker dan kolesterol. Flavonol merupakan zat antioksidan utama pada daun teh yang terdiri atas kuersetin, kaempferol dan mirisetin. Sekitar 2- 3 persen bagian teh yang larut dalam air merupakan senyawa flavonol (Alumniits, 2009).

Senyawa utama yang dikandung teh adalah katekin , yaitu suatu turunan tannin terkondensasi yang juga dikenal sebagai senyawa polifenol karena banyaknya gugus fungsional hidroksil yang dimilikinya. Selain itu, teh juga mengandung alkaloid kafein yang bersama-sama dengan polifenol teh akan membentuk rasa yang menyegarkan. Beberapa vitamin yang dikandung teh di antaranya adalah vitamin C, vitamin B, dan vitamin A yang diduga akan menurun kadarnya akibat pengolahan, namun masih dapat dimanfaatkan oleh peminumnya. Beberapa jenis mineral juga terkandung dalam teh, terutama fluorida yang dapat memperkuat struktur gigi (Kustamiyati, 2006).


(22)

Pada daun teh segar, kadar tannin pada tahap pengolahan teh hitam secara berturut-turut semakin kecil konsentrasinya, sedangkan pada teh hijau terdapat sebaliknya. Meskipun semua komponen tannin dari hasil berbagai penelitian diketahui mempunyai kemampuan untuk penyembuhan penyakit ginjal, namun tannin dalam bentuk epigalokatekin galat, merupakan tannin predominan dari teh hijau yang paling berkhasiat. Tannin memiliki rasa yang sepat sehingga mudah untuk dideteksi

Antioksidan polifenol yang terdapat dalam teh hijau adalah komponen yang sangat bermanfaat bagi kesehatan, karena mampu mengurangi resiko penyakit jantung, menghambat proliferasi sel tumor, dan menghambat pertumbuhan sel kanker paru-paru, kanker usus, terutama sel kanker kulit. Zat ini dapat membantu kelancaran proses pencernaan makanan melalui stimulasi peristaltik dan produksi cairan pencernaan (Al’as, 2005).

Tannin merupakan senyawa yang sangat penting karena hampir semua karakteristik mutu teh berkaitan erat dengan perubahan yang terjadi pada tannin selama pengolahan teh. Tannin yang terkandung dalam teh merupakan turunan asam galat dan dikenal dengan katekin (Ramayanti, 2003).

Menurut penyelidikan Freudenberg, Roberts dan Wood dalam Yamanishi 1968 bahwa senyawa katekin yang terkandung pada teh mempunyai empat bentuk yaitu : katekin, epikatekin, galokatekin dan epigalokatekin. Susunan senyawa kimia tersebut sebagai berikut :


(23)

OH OH H OH O

OH H OH Katekin

OH OH H OH O

OH

OH H OH Gallokatekin

OH

OH H OH O

OH R2 H OR1 Epikatekin

OH OH H OH O

OH

OH R2 H OR1 Epigallokatekin

Gambar 1. Susunan dari Katekin, Gallokatekin, Epikatekin, dan Epigallokatekin (Yamanishi, 1968).


(24)

Produk teh memiliki berbagai persyaratan mutu untuk menjamin kualitas dari teh yang dihasilkan, adapun spesifikasi persyaratan mutu teh sebagai berikut : Tabel 1. Spesifikasi persyaratan mutu teh

No Jenis Uji Satuan Spesifikasi

1 Kadar air (maks) % b/b 8,00

2 Kadar ekstrak dalam air (min) % b/b 32

3 Kadar abu total (min – maks) % b/b 4 –8

4 Kadar abu larut dalam air dari abu total (min)

% b/b 45

5 Kadar serat kasar (maks) % b/b 3,0

6 Besi (Fe) ppm -

7 Timbal (Pb) ppm -

8 Tembaga (Cu) (maks) ppm 2,0

9 Seng (Zn) (maks) ppm 150

10 Timah (Sn) (maks) ppm 40

11 Raksa (Hg) (maks) ppm 40

Sumber : Badan Standarisasi Nasional (1995).

Daun Jeruju

Jeruju tumbuh liar di daerah pantai, tepi sungai, serta tempat-tempat lain yang tanahnya berlumpur dan berair payau. Tergolong semak tahunan, berbatang basah, tumbuh tegak atau berbaring pada pangkalnya, tinggi 0,5-2 m, berumpun banyak, memiliki batang bulat silindris, agak lemas, permukaan licin, berwarna kecokelatan, berduri panjang dan runcing. Bentuk daunnya tunggal, bertangkai pendek, letak daun berhadapan bersilang. Helaian daun berbentuk memanjang, pangkal dan ujungnya runcing, tepi menyirip dengan ujung-ujungnya berduri tempel, panjang 9-30 cm, lebar 4-12 cm. Bunganya majemuk, berkumpul dalam bulir yang panjangnya 6-30 cm, keluar dari ujung batang, mahkota bunga berwarna ungu kebiruan. Buahnya berupa buah kotak, bulat telur, panjang ± 3 cm, berwarna cokelat kehitaman. Biji berbentuk ginjal, jumlahnya 2-4 buah. Akarnya


(25)

berupa akar tunggang, berwarna putih kekuningan. Jeruju dapat diperbanyak dengan biji (Direktorat Jenderal Perkebunan, 2009).

Kandungan kimia yang terdapat pada tanaman jeruju adalah saponin, flavonoida dan polifenol yang banyak terdapat pada daun, akar dan biji Acanthus ilicifolius. Selain itu bijinya juga mengandung alkaloida, yang dapat bermanfaat untuk mengobati berbagai penyakit yakni sakit perut, dan juga penyakit cacingan (Wikipedia, 2003).

Daun jeruju mengandung senyawa verbaskosida dan asam fenolat. Dari isolasi ekstrak etanol daun teh jeruju dihasilkan senyawa verbaskosida yaitu suatu glikosida ester turunan asam kafeat yang diperoleh secara kromatografi lapis tipis, spektrofotometri ultraviolet dan infra merah, sedangkan senyawa asam fenolat yaitu asam vanilat, asam siringat, asam ferulat, asam p-hidroksibenzoat dan asam p-kumarat dapat diidentifikasi dari ekstrak etanol secara kromatografi lapis tipis selulosa dua dimensi (Soetarno, 2007).

Taksonomi dari tanaman jeruju adalah Klasifikasi

Divisi : Spermatophyta Sub divisi : Angiospermae Kelas : Dicotyledonae Bangsa : Solanales Suku : Acanthaceae Marga : Acanthus

Jenis : Acanthus ilicifolius L. (Wikipedia, 2003).


(26)

Teh Daun Jeruju

Pengolahan daun jeruju menjadi teh merupakan produk yang memiliki nilai fungsional dan ekonomis yang tinggi. Daun jeruju dapat diproses menjadi teh hijau dan juga teh hitam. Teh jeruju merupakan minuman tradisional dan sudah dikenal dalam kehidupan masyarakat Melayu. Teh jeruju dikonsumsi sebagai obat untuk menyembuhkan berbagai penyakit, seperti batuk, bisul, demam, dan

lain-lain. Selain itu teh jeruju biasanya dikonsumsi sebagai penghangat tubuh (Sisca, 2009).

Daun jeruju (Achantus illicifolius L) sering dimanfaatkan untuk menyembuhkan penyakit rematik atau menyembuhkan luka. Air dari ekstrak daun jeruju juga dapat digunakan untuk menyembuhkan penyakit demam, alergi pada kulit, meringankan rasa sakit dan menghentikan pendarahan (Wikipedia, 2009).

Habitat pertumbuhan dapat mempengaruhi pertumbuhan tanaman jeruju, sehingga mempengaruhi mutu, terutama berkaitan dengan nilai organoleptik teh jerujuk yang dihasilkan (Hendrawan, 2009).

Pelayuan Teh

Selama proses pelayuan, daun teh akan mengalami dua perubahan yaitu perubahan senyawa-senyawa kimia yang terdapat di dalam daun dan menurunnya kandungan air. Proses pelayuan umumnya dilakukan pada alat Weathering Trough selama 14-18 jam tergantung kondisi pabrik yang bersangkutan. Hasil pelayuan yang baik ditandai dengan pucuk layu yang berwarna hijau kekuningan, tidak mengering, tangkai muda menjadi lentur, bila digenggam terasa lembut dan bila dilemparkan tidak akan buyar serta timbul aroma yang khas seperti buah masak. Selama proses ini berlangsung, katekin akan diubah menjadi theaflavin dan


(27)

thearubigin yang merupakan komponen penting baik terhadap warna dan rasa teh (Andrianis, 2009).

Tujuan pelayuan adalah untuk mengurangi kadar air daun teh hingga 70% (persentase ini bervariasi dari satu wilayah dengan yang lain). Daun teh ditempatkan di atas loyang logam (wire mesh ) dalam ruangan (semacam oven).

Kemudian udara dialirkan untuk mengeringkannya secara keseluruhan (Foodinfo, 2009).

Sedangkan pernyataan Syarif dan Iskandar , 1986 adalah bahwa tujuan pelayuan selain untuk menurunkan kadar air daun, juga untuk meningkatkan konsentrasi zat-zat yang terkandung dalam getahnya serta memberikan struktur kenyal. Kadar air yang tinggi akan menyebabkan keluarnya getah dari mesin giling dan terbuang, menyulitkan pengayakan karena lubangnya cepat tersumbat, serta melambatkan pengeringan (Syarif dan Iskandar, 1986).

Persyaratan pelaksanaan pelayuan antara lain :

a. Kadar air harus diturunkan sedemikian rupa sehingga mempermudah proses fermentasi.

b. Suhu udara panas harus sedemikian rupa sehingga reaksi-reaksi kimia yang menjadi dasar untuk fermentasi dapat berlangsung dengan baik, umumnya temperatur yang baik 28 – 30 oC.

c. Pembalikan daun sebanyak 2-3 kali

d. Waktu untuk melayukan harus cukup lama, sehingga reaksi-reaksi kimia dapat berlangsung dengan leluasa yaitu antara 16 – 18 jam dalam keadaan normal.


(28)

e. Umumnya persentase daun layu berkisar antara 47 – 49 %, kondisi dan mutu dari daun sangat menentukan lama pelayuannya dan kadar air daun setelah pelayuan (Hamdani dkk, 2009).

Umumnya kadar air daun layu berkisar antara 52-60 %. Pada kondisi ini dapat dilakukan proses penggulungan, tetapi yang terbaik berkisar antara 55-58%. Pada Tabel 2 disajikan angka-angka kandungan air dengan tipe layunya :

Tabel 2. Angka-angka kandungan air dengan tipe layunya Perbandingan layu

Kering (%)

Persentase teh kering dari teh layu (%)

Kandungan air dalam daun layu (%)

Tipe layu

2,50 40 60 Sangat kurang layu

2,38 42 58 Sedikit kurang layu

2,22 45 55 Sedang

2,08 48 52 Terlalu layu

2,00 50 50 Sangat terlalu layu

Sumber : Radiana, (1985).

Fermentasi Teh

Fermentasi adalah suatu proses yang dilakukan oleh enzim-enzim yang menyebabkan serangkaian perubahan kimia pada daun teh. Hampir sebagian besar proses-proses perubahan kimia yang berhubungan dengan pengolahan teh adalah oksidasi polifenol oleh oksigen dari udara dengan bantuan enzim oksidase dalam jangka waktu tertentu (Nasution dan Wachyuddin, 1975).

Ketika proses penggulungan telah sempurna, daun teh ditempatkan dalam bak-bak atau diletakkan diatas meja, sehingga enzim-enzim yang ada di dalam daun teh bersentuhan dengan udara dan mulai teroksidasi. Hal inilah yang menghasilkan bau, warna, dan mutu dari teh (Wikipedia, 2008).

Polifenol oksidase dan katekol oksidase merupakan enzim yang aktif selama proses fermentasi. Selain itu adalah enzim pektinase yang bekerja


(29)

memecah pektin. Sebagai hasil polifenol oksidase terutama adalah theaflavin. Reaksi lebih lanjut menghasilkan tearubigin sebagai hasil kondensasi dengan asam-asam amino (Mayuni, 1982).

Akibat dari fermentasi dan oksidasi, sebagian zat-zat yang sangat berguna bagi kesehatan seperti katekin, vitamin berubah atau sebagian hilang selama pembuatan teh hitam, namun tidak ada satupun dari proses-proses ini yang dilakukan dalam memproduksi teh hijau (Fulder, 2004). Pada tahap ini daun teh berubah warna dari hijau menjadi coklat muda, selanjutnya berubah coklat tua. Perubahan warna daun sebaiknya terjadi pada suhu 26oC. Tahap ini merupakan tahap kritis dalam menentukan rasa teh, jika oksidasi dibiarkan terlalu lama, rasa akan berubah menjadi seperti busuk. Proses oksidasi berlangsung kurang lebih satu setengah sampai dua jam. Berdasarkan pengalaman bertahun-tahun, proses oksidasi sebaiknya dimonitor secara terus menerus (Foodinfo, 2009).

Daun teh kemudian memasuki tahap akhir pengeringan. Semakin lama teroksidasi, teh menjadi berwarna semakin gelap. Teh hijau tidak mengalami oksidasi atau hanya mengalami periode oksidasi yang singkat, sedangkan teh olong teroksidasi sebagian, dan teh hitam mengalami oksidasi secara penuh. Seringkali tahap ini disamakan dengan fermentasi. Fermentasi menggunakan mikroorganisme (bakteri, jamur, ragi) seperti pada pembuatan roti, bir, tempe atau tape, yang pada fermentasi teh tidak dilakukan. Fermentasi teh merupakan proses oksidasi kimia (Foodinfo, 2009).

Pemberhentian proses fermentasi yang terlalu awal akan menghasilkan teh yang warnanya terlalu muda, mutu rendah, dan cita rasanya belum terbentuk sempurna. Sebaliknya waktu fermentasi yang terlalu lama akan menghasilkan teh


(30)

yang berwarna gelap, cita rasa kurang, dan aromanya mulai menurun. Hubungan antara waktu fermentasi dan karakteristik yang dihasilkan pada seduhan teh terlihat pada Gambar 2.

Fermentasi optimum (warna dan mutu seduhan baik)

warna dan mutu warna gelap dan mutu

belum sempurna sudah menurun

Kurang fermentasi Lewat fermentasi

Waktu fermentasi

Gambar 2. Hubungan Antara Lama Fermentasi dan Mutu Seduhan Teh . Sumber : Kamal (1985).

Teh hitam, diperoleh melalui proses fermentasi oleh enzim yang terdapat di dalam daun teh itu sendiri (enzim polifenol oksidase). Prosesnya dimulai dengan melayukan daun teh tersebut pada palung pelayu, kemudian digulung sehingga sel-sel daunnya rusak. Selanjutnya dilakukan fermentasi pada suhu antara 22-28o C, dengan kelembaban sekitar 90%. Lamanya fermentasi sangat menentukan kualitas hasil akhir, biasanya dilakukan 2-4 jam. Baru kemudian dilakukan pengeringan sampai kadar teh kering mencapai 4-6% (Fitriyanti, 2004). Pengawasan pada stasiun fermentasi meliputi :

a. Proses fermentasi atau oksidasi enzimatis sudah dimulai sewaktu daun dipetik, akan tetapi dalam proses pengolahan dihitung mulai dari daun digulung di OTR (Open Top Roller).


(31)

b. Fermentasi ini sangat penting pada pengolahan teh hitam, karena dalam proses inilah terjadi sifat-sifat untuk penilaian mutu teh keringnya, yaitu aroma, rasa dan air seduhan.

c. Ruang fermentasi ini sangat memerlukan kondisi udara dengan sirkulasi yang baik, temperatur udara atau suhu antara 22 – 24 oC serta kelembaban lebih kurang 95 – 96 % yang tetap dilengkapi dengan alat pengabutan humidifier. d. Untuk proses fermentasi bubuk yang merata, maka lapisan bubuk cukup tipis

(± 5 cm) disamping pembagian udara yang sama dan untuk mencegah permukaan tehnya yang sampai hitam.

e. Waktu fermentasi dengan norma 60-70 menit (Hamdani dkk, 2009).

Pada fermentasi terjadi perubahan senyawa kimia secara oksidasi dengan bantuan enzim yaitu polyphenol oksidase. Selama proses fermentasi katekin diubah menjadi theaflavin dan thearubigin, proses inilah yang membentuk sifat air seduhan (Soehardjo, dkk. 1996).

Pengeringan Teh

Daun teh yang telah cukup fermentasinya harus segera dikeringkan, hal ini bertujuan untuk memberhentikan fermentasi dan mempertahankan sifat-sifat yang dikehendaki dan merubah teh yang telah difermentasi menjadi produk akhir yang tahan lama, mudah ditangani dan diangkut (Machfoedz, 1985).

Faktor-faktor yang mempengaruhi pengeringan ada 2 golongan, yaitu: faktor yang berhubungan dengan udara pengering (suhu, kecepatan volumetrik aliran udara pengering, dan kelembaban udara) dan faktor yang berhubungan dengan sifat bahan. Yang termasuk dalam golongan terakhir adalah ukuran


(32)

bahan, kadar air awal, dan tekanan parsial dalam bahan. Bahan pangan yang dihasilkan dari produk-produk pertanian pada umumnya mengandung kadar air. Kadar air tersebut apabila masih tersimpan dan tidak dihilangkan, maka akan dapat mempengaruhi kondisi fisik bahan pangan (Widyani dan Suciaty, 2008).

Faktor-faktor yang perlu diperhatikan dalam proses pengolahan teh adalah: 1. Suhu udara, dan volume udara yang dihembuskan

2. Jumlah teh basah yang dimasukkan ke pengering 3. Waktu pengeringan

(Machfoedz, 1993).

Suhu masak yang ideal bagi berlangsungnya proses pengeringan adalah sebesar 49oC – 52oC. Setelah proses pengeringan, bubuk teh dikeluarkan dari alat pengering dan dibiarkan beberapa saat di udara terbuka untuk mendapatkan keseimbangan kadar air atau untuk penyesuaian keadaan udara di sekitarnya tersebut (Loo, 1982).


(33)

METODE PENELITIAN

Waktu dan Tempat penelitian

Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Januari – Februari 2010 di Desa Jaring Halus Kabupaten Langkat dan Laboratorium Teknologi Pangan, Departemen Teknologi Pertanian Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara.

Bahan Dan Alat Penelitian Bahan

Bahan untuk pembuatan teh jeruju adalah daun jeruju yang diambil dari Pulau Jaring Halus Kabupaten Langkat, Sumatera Utara.

Reagensia

Reagensia yang dibutuhkan dalam penelitian ini adalah akuades, Na- oksalat, indigokarmin, KMnO4 dan Gelatin.

Alat

Adapun alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah timbangan analitik, blower, cawan alumunium, kotak fermentasi, lampu pijar, kompor, kotak pelayuan, Erlenmeyer, hot plate, beaker glass, oven, gelas ukur, buret, termometer, cawan porselen, deksikator, gelas, panci, sendok, saringan teh, dan baskom.


(34)

Model Penelitian Uji Statistik

Penelitian dilakukan dengan menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL) faktoral dengan dua faktor yang terdiri dari :

Faktor I

Letak daun jeruju yang digunakan, yakni : L1 = Tiga daun di pucuk

L2 = Tiga daun di tengah L3 = Tiga daun di bawah Faktor II

Waktu pelayuan, yakni : T1 = 15 jam

T2 = 16 jam T3 = 17 jam T4 = 18 jam

Kombinasi perlakuan adalah(Tc) = 3 x 4 = 12, dengan jumlah ulangan minimum perlakuan (n) adalah :

Tc (n-1) ≥ 15 12 (n-1) ≥ 15 12n ≥ 27 n ≥ 2,25 n ≥ 2

Untuk diperoleh ketelitian dilakukan sebanyak dua kali. Model Rancangan

Penelitian ini dilaksanakan dengan Rancangan Acak Lengkap (RAL) faktorial dengan model:


(35)

Dimana :

Ŷijk : Hasil pengamatan dari faktor L pada taraf ke-i dan faktor T pada taraf ke-j dengan ulangan ke-k

µ : Efek nilai tengah

αi : Efek dari faktor L pada taraf ke-i

βj : Efek dari faktor T pada taraf ke-j

(αβ)ij : Efek interaksi faktor L pada taraf ke-i dan faktor T pada taraf ke-j

Єijk : Efek galat dari faktor L pada taraf ke-i dan faktor T pada taraf ke-j dalam ulangan ke-k

(Bangun, 1991).

Pelaksanaan Penelitian

Penelitian dibagi dalam dua tahap, yakni

1. Penelitian pendahuluan dengan menentukan kadar air, abu, protein dan lemak 2. Penelitian yang kedua adalah penelitian yang utama dari penelitian ini

a. Persiapan bahan

Diambil daun jeruju dengan perlakuan tiga helai daun di pucuk, tiga helai daun di tengah dan tiga helai daun di bawah tanaman, masing-masing 200 gr untuk tiap perlakuan.

b. Pembuangan duri dan pelayuan

Kemudian dilakukan pembuangan duri pada daun dan dilakukan pelayuan menggunakan blower dan digunakan suhu 28-30o C yang berasal dari lampu pijar dengan perlakuan waktu 15 jam, 16 jam, 17 jam dan 18 jam. c. Perajangan dan fermentasi


(36)

Setelah itu daun jeruju dirajang-rajang dengan menggunakan pisau. Daun jeruju yang telah dirajang kemudian difermentasikan dalam kotak fermentasi dengan suhu 22-24oC selama 60-80 menit.

d. Pengeringan

Setelah itu daun dikeringkan hingga kadar air 4-6% dengan menggunakan oven pada suhu 49oC – 52oC.

e. Pengamatan dan analisis

Bubuk teh yang dihasilkan kemudian dianalisis kadar air dan kadar abunya. Bubuk teh diseduh kemudian dianalisis kadar tannin dan organoleptik.

Parameter Penelitian Bubuk teh dari daun jeruju 1. Kadar air (AOAC, 1999).

Sampel yang telah dihaluskan ditimbang sebanyak 5 gr dan diletakkan pada cawan alumunium yang telah diketahui bobot keringnya. Selanjutnya dikeringkan dengan oven pada suhu 100 + 1oC selama kurang lebih 5 jam sampai berat konstan. Setelah itu sampel didinginkan dalam densikator, ditimbang bobot akhirnya.

Kadar air Bb (%) = bobot awal sampel (gr) – bobot akhir sampel (gr) Bobot awal sampel

x 100%

2. Kadar Abu (Sudarmadji dkk, 1984).

Sampel ditimbang sebanyak 3-5 gr dan diletakkan dalam cawan porselen yang telah diketahui bobot keringnya. Sebelum diabukan, sampel terlebih dahulu dipanaskan diatas pemanas destruksi hingga terbentuk arang dan


(37)

tidak berasap lagi. Selanjutnya sampel diabukan di dalam tanur listrik pada suhu 550oC hingga tebentuk warna abu-abu. Setelah itu sampel didinginkan dalam densikator. Ditimbang bobot akhirnya dan diulangi hingga bobot akhir konstan.

Kadar Abu (%) = bobot abu setelah pengabuan (gr) Bobot awal sampel

x 100 % Pembuatan Teh dari bubuk teh jeruju

3. Kadar Tanin (Sudarmadji dkk, 1984).

Sebanyak 5 gr bahan yang telah ditumbuk halus ditambah 400 ml aquadest kemudian dididihkan selama 30 menit. Kemudian dimasukkan kealam labu takar 500 ml dan ditambah aquades sampai tanda tera, lalu disaring (filtrat I). Diambil 10 ml filtrat I ditambah 25 ml larutan indigokarmin dan 750 ml aquades. Selanjutnya dititrasi dengan larutan KMnO4 0,1 N sampai warna kuning emas, misal diperlukan A ml. Diambil 100 ml filtrat I ditambah berturut-turut 50 ml larutan gelatin, 100 ml larutan garam asam, 10 gram kaolin powder. Selanjutnya digojog kuat-kuat beberapa menit dan disaring (filtrat II). Diambil 25 ml filtrat II, dicampur dengan larutan indigokarmin sebanyak 25 ml dan aquadest 750 ml. kemudian dititrasi dengan larutan KMnO4 0,1 N, misal dibutuhkan B ml. Standarisasi larutan KMnO4 dengan Na-oksalat

1 ml KMnO4 0,1 N = 0,00416 gr tannin Kadar tannin = ( 50A – 50B) x N/0,1 x 0,00416

5

x 100% N = Normalitas KMnO4


(38)

Prosedur penyeduhan teh

2 gram teh daun jeruju diseduh dengan air panas sebanyak 200 ml dan dibiarkan selama 3 menit. Hal ini ditujukan agar kandungan tannin yang terdapat dalam teh dapat terekstrak. Selanjutnya dilakukan uji organoleptik.

4. Organoleptik Warna air seduhan (Liquor)

Uji Organoleptik digunakan dengan menggunakan panelis sebanyak 10 orang. Pengujian ditentukan berdasarkan skala numerik. Untuk skala warna adalah sebagai berikut:

Tabel 3. Uji Hedonik Air Seduhan (Liquor) Skala Numerik Keterangan

5 Air seduhan warna merah dan sangat pekat (Very bright and coloury)

4 Air seduhan warna merah dan pekat (Bright and coloury)

3 Air seduhan warna merah dan agak pekat (Bright)

2 Air seduhan warna merah dan terang (Light and Bright)

Sumber : PTPN IV Siantar, 1997.

5. Organoleptik Penampakan Partikel (appearance)

Uji Organoleptik digunakan dengan menggunakan panelis sebanyak 10 orang. Pengujian ditentukan berdasarkan skala numerik. Untuk skala penampakan partikel dapat dilihat pada Tabel 4:

Tabel 4. Uji Organoleptik Penampakan Partikel Skala Numerik Keterangan

8 Sangat Baik (Very Good) 7 Baik (Good)

6 Sedang (Fair)

5 Kurang Baik (Unsatisfactory) 4 Tidak Baik (Bad)


(39)

Keterangan :

Sangat baik = Tidak ada partikel Baik = Sedikit partikel Sedang = Agak banyak partikel Kurang baik = Banyak partikel Tidak baik = Sangat banyak partikel

6. Organolepik Rasa

Uji Organoleptik digunakan dengan menggunakan panelis sebanyak 10 orang. Pengujian dilakukan pengujian secara inderawi (organoleptik) yang ditentukan berdasarkan skala numerik. Untuk skala rasa adalah sebagai berikut: Tabel 5. Uji Hedonik Taste (Rasa)

Skala Keterangan

40 – 49 Rasa enak (Good sampai sangat enak Very Good) 30 – 39 Rasa sedang (Fairly Good) sampai enak (Good)

20 – 29 Rasa tidak enak (Bad) sampai kurang enak (Unsatisfactory)

Sumber : PTPN IV Siantar, 1997.

7. Organoleptik Ampas seduhan (Infused Leaf)

Uji Organoleptik digunakan dengan menggunakan panelis sebanyak 10 orang. Pengujian ditentukan berdasarkan skala numerik. Untuk skala penampakan partikel sebagai berikut:

Tabel 6. Uji Hedonik Ampas Seduhan (Infused leaf) Skala Numerik Keterangan

9 Ampas sangat cerah dan seperti tembaga (Very bright and coppery)

8 Ampas cerah dan seperti tembaga (Bright and coppery) 7 Ampas agak cerah (Fairly bright)

6 Ampas suram (Dull) Sumber : PTPN IV Siantar, 1997.


(40)

Gambar 3. Skema pembuatan bubuk teh daun jeruju

Pembuangan duri Pelayuan T1 = 15 jam T2 = 16 jam T3 = 17 jam T4 = 18 jam

Perajangan daun jeruju

Pengeringan 50oC (2 jam)

Fermentasi (60-70 menit) suhu 22-25oC

Penyeduhan Teh selama 3 menit

Daun jeruju L1 = 3 daun di pucuk L2 = 3 daun di tengah L3 = 3 daun di bawah

Bubuk Teh

Analisa Kimia - Kadar air - Kadar Abu Analisa Kimia

- Kadar Tannin - Uji Organoleptik

Penampakan Partikel - Uji Organoleptik

Ampas seduhan

- Uji Organoleptk Warna air seduhan


(41)

HASIL DAN PEMBAHASAN

Penelitian pendahuluan pada daun jeruju memiliki kadar air sebesar 62,65%, kadar abu 4,26 %, kadar protein 2,90%, dan kadar lemak 0,16%. Adapun ketinggian letak daun adalah daun pucuk 42 cm, daun tengah 35 cm, dan daun bawah 23 cm diatas permukaan laut. Dan ketebalan daun pucuk 0,03 cm, daun tengah 0,0316 dan daun bawah 0,033 cm.

Secara umum letak daun jeruju memberikan pengaruh terhadap kadar air, kadar abu, kadar tannin, uji organoleptik warna air seduhan, penampakan partikel, ampas seduhan, dan rasa dari teh daun jeruju yang dihasilkan, seperti terlihat pada Tabel 7.

Tabel 7. Pengaruh letak daun terhadap parameter yang diamati

Letak Daun

Kadar Air

Kadar Abu

Kadar

Tannin Uji Organoleptik (%bb) (%) (%)

Warna

Air Penampakan Ampas Rasa seduhan Partikel Seduhan L1 61,86 4,40 2,58 2,73 6,75 6,93 40,78

L2 62,07 9,02 3,13 3,53 6,95 7,02 31,39

L3 63,00 13,51 4,55 3,7 6,74 7,1 26,04

Keterangan : L1= daun pucuk, L2= daun tengah, L3= daun bawah

Dari Tabel 7 dapat dilihat bahwa semakin rendah letak daun dari permukaan air maka kadar air, kadar abu, dan kadar tannin semakin tinggi, sedangkan untuk uji organoleptik warna air seduhan dan organoleptik ampas seduhan mengalamai kenaikan dengan semakin rendahnya letak daun. Penampakan partikel mengalami kenaikan pada perlakuan L2 dan terjadi penurunan pada L3, sedangkan organoleptik rasa mengalami penurunan dengan semakin rendahnya letak daun.


(42)

Lama pelayuan memberikan pengaruh terhadap parameter teh daun jeruju yang dihasilkan, seperti terlihat pada Tabel 8:

Tabel 8. Pengaruh lama pelayuan terhadap parameter yang diamati

Lama Pelayuan

Kadar Air

Kadar Abu

Kadar

Tannin Uji Organoleptik (%bb) (%) (%)

Warna

Air Penampakan Ampas Rasa seduhan Partikel Seduhan T1 (15 Jam) 67,56 7,20 6,49 3,00 6,62 6,83 33,33

T2 (16 Jam) 65,41 7,95 3,59 3,23 6,73 6,94 33,38

T3 (17 Jam) 62,38 9,90 2,42 3,40 6,87 7,10 33,02

T4 (18 Jam) 53,88 10,86 1,18 3,63 7,02 7,20 31,23

Keterangan : bb = berat basah

Dari Tabel 8 dapat dilihat bahwa semakin lama pelayuan kadar air dan kadar tannin semakin menurun. Kadar abu semakin meningkat dengan semakin lamanya pelayuan. Uji organoleptik warna air seduhan, penampakan partikel dan organoleptik ampas seduhan mengalami kenaikan. Untuk uji organoleptik rasa mengalami kenaikan pada perlakuan T2 dan menurun pada T3.

Untuk analisa tingkat perbedaan masing-masing parameter letak daun dan lama pelayuan terhadap kualitas teh daun jeruju yang dihasilkan, maka dilakukan uji statistik lebih lanjut dengan hasil sebagai berikut :

1. Kadar Air (%bb)

Pengaruh letak daun terhadap kadar air

Dari hasil analisa sidik ragam pada Lampiran 1 menunjukkan bahwa letak daun memberikan pengaruh yang berbeda sangat nyata (p<0,01) terhadap kadar air teh daun jeruju yang dihasilkan. Untuk mengetahui perbedaan kadar air pada masing-masing taraf perlakuan dilakukan uji Least Significant Range (LSR) seperti pada Tabel 9.


(43)

Tabel 9. Uji LSR efek utama pengaruh letak daun terhadap kadar air (%bb)

Jarak LSR Letak Rataan Notasi

0.05 0.01 Daun 0.05 0.01 - - - L1= Daun pucuk 61,86 b B

2 0,4804 0,6738 L2 = Daun tengah 62,07 b B

3 0,5038 0,7096 L3 = Daun bawah 63,00 a A

Keterangan : Notasi huruf yang berbeda menunjukkan berbeda nyata pada taraf 5% (huruf kecil) dan berbeda sangat nyata pada taraf 1% (huruf besar) pada tabel yang sama

Pada Tabel 9 dapat dilihat bahwa letak daun L1 berbeda tidak nyata dengan perlakuan L2 dan berbeda sangat nyata dengan perlakuan L3, L2 berbeda sangat nyata dengan L3. Kadar air tertinggi diperoleh pada perlakuan L3 (daun bawah) sebesar 63,00% dan terendah pada L1 (daun pucuk) sebesar 61,86%.

Hubungan letak daun terhadap kadar air dapat dilihat pada Gambar 4.

Gambar 4. Histogram hubungan letak daun terhadap kadar air

Dari Gambar 4 dapat dilihat bahwa semakin rendah letak daun maka kadar airnya semakin tinggi.

Hal ini dapat dijelaskan bahwa semakin tinggi suatu tempat maka tekanan parsial CO2 akan menurun. Penurunan tekanan parsial ini menyebabkan konsentrasi CO2 menurun yang berdampak pada jumlah stomata per satuan luas


(44)

menjadi lebih banyak. Stomata merupakan bagian pada daun yang mengatur laju kehilangan air (Salisbury dan Ross, 1995). Dari penjelasan tersebut maka dapat dijelaskan bahwa daun pada bagian atas tumbuhan memiliki jumlah stomata yang lebih banyak daripada daun di bagian bawah, dan hal ini yang menyebabkan kadar air pada daun bagian bawah lebih besar dari daun bagian atas.

Pengaruh lama Pelayuan Terhadap Kadar Air

Hasil analisa sidik ragam pada Lampiran 1 menunjukkan bahwa lama pelayuan memberikan pengaruh berbeda sangat nyata (p<0,01) terhadap kadar air teh daun jeruju yang dihasilkan. Untuk mengetahui perbedaan kadar air dari masing-masing taraf perlakuan dilanjutkan uji Least Significant Range (LSR) sebagai berikut :

Tabel 10. Uji LSR efek utama pengaruh lama pelayuan terhadap kadar air (%bb) Jarak LSR Lama Pelayuan Rataan Notasi

0.05 0.01 (Jam) 0.05 0.01

- - - T1 = 15 67,56 a A

2 0,5547 0,7780 T2 = 16 65,41 b B

3 0,5817 0,8194 T3 = 17 62,38 c C

4 0,5997 0,8428 T4 = 18 53,88 d D

Keterangan : Notasi huruf yang berbeda menunjukkan berbeda nyata pada taraf 5% (huruf kecil) dan berbeda sangat nyata pada taraf 1% (huruf besar) pada tabel yang sama

Dari Tabel 10 dapat dilihat bahwa perlakuan T1 berbeda sangat nyata dengan perlakuan T2, T3, dan T4. Perlakuan T2 berbeda sangat nyata dengan perlakuan T3 dan T4. T3 berbeda sangat nyata dengan T4. Kadar air tertinggi diperoleh pada perlakuan T1 sebesar 67,56 % sedangkan kadar air terendah pada perlakuan T4 yakni 53,88 %.


(45)

Hubungan lama pelayuan terhadap kadar air dapat dilihat pada Gambar 5.

Gambar 5. Grafik lama pelayuan terhadap kadar air (%bb)

Dari Gambar 5 dapat dilihat bahwa semakin lama pelayuan maka kadar air dari teh daun jeruju semakin rendah. Selama proses pelayuan daun terjadi penurunan kadar air yang disebabkan oleh mengalirnya udara panas dari blower ke daun sehingga air dalam daun akan mengalami penguapan yang menyebabkan daun menjadi layu atau lemas. Hal ini sesuai dengan Foodinfo (2009) yang menyatakan bahwa tujuan pelayuan adalah untuk mengurangi kadar air daun teh hingga 70% (bergantung kepada kelembaban relatif dan suhu suatu daerah serta aw bahan). Daun teh ditempatkan di atas loyang logam (wire mesh ) dalam ruangan (semacam oven). Kemudian udara dialirkan untuk mengeringkannya secara keseluruhan.


(46)

Pengaruh Interaksi Letak Daun dan Lama Pelayuan Terhadap Kadar Air Dari hasil analisa sidik ragam pada Lampiran 1 diketahui bahwa interaksi letak daun dan lama pelayuan memberikan pengaruh berbeda sangat nyata (p<0,01) terhadap kadar air teh daun jeruju yang dihasilkan.

Hasil pengujian dengan LSR menunjukkan pengaruh interaksi letak daun dengan lama pelayuan tiap-tiap perlakuan dapat dilihat pada Tabel 11.

Tabel 11. Uji LSR pengaruh interaksi letak daun dan lama pelayuan terhadap kadar air (%bb).

Jarak LSR Perlakuan Rataan Notasi

0.05 0.01 0.05 0.01

- - - L1T1 66,74 bc B

2 09608 1,3476 L1T2 65,05 d CD

3 1,0076 1,4193 L1T3 60,37 f E

4 1,0388 1,4599 L1T4 55,28 h F

5 1,0481 1,4848 L2T1 67,47 ab AB

6 1,0606 1,5004 L2T2 63,69 e D

7 1,0668 1,5348 L2T3 60,59 f E

8 1,0731 1,5472 L2T4 56,53 g F

9 1,0731 1,5660 L3T1 68,47 a A

10 1,0793 1,5816 L3T2 67,50 ab AB

11 1,0793 1,5909 L3T3 66,19 c BC

12 1,0793 1,6003 L3T4 49,83 i G

Keterangan : Notasi huruf yang berbeda menunjukkan berbeda nyata pada taraf 5% (huruf kecil) dan berbeda sangat nyata pada taraf 1% (huruf besar) pada tabel yang sama

Dari Tabel 11 dapat dilihat bahwa kadar air terbesar diperoleh pada interaksi perlakuan L3T1 sebesar 68,47 % dan terendah diperoleh pada perlakuan L3T4 sebesar 49,83%.

Hubungan interaksi antara letak daun dengan lama pelayuan terhadap kadar air dapat dilihat pada Gambar 6.


(47)

Gambar 6. Grafik hubungan interaksi antara letak daun dan lama pelayuan terhadap kadar air (%bb)

Dari Gambar 6 dapat dilihat bahwa semakin lama pelayuan maka kadar air pada daun pucuk, daun tengah, dan daun bawah semakin menurun. Hal ini sesuai dengan Syarif dan Iskandar (1986) yang menyatakan bahwa tujuan pelayuan adalah menurunkan kadar air daun, untuk meningkatkan konsentrasi zat-zat dalam getahnya serta teksturnya menjadi lebih kenyal. Letak daun semakin bawah, laju transpirasi semakin lambat, sehingga dengan aliran udara panas yang semakin lama, laju transpirasi akan semakin cepat, maka kadar air semakin rendah dengan semakin bawah letak daun.

2. Kadar Abu (%)

Pengaruh Letak Daun Terhadap Kadar Abu

Letak daun memberikan pengaruh yang berbeda sangat nyata (p<0,01) terhadap kadar abu teh daun jeruju yang dihasilkan, seperti pada daftar sidik ragam Lampiran 2. Tingkat perbedaan kadar abu pada setiap perlakuan telah diuji dengan uji LSR pada Tabel 12.


(48)

Tabel 12. Uji LSR efek utama letak daun terhadap kadar abu (%)

Jarak LSR Letak Rataan Notasi

0.05 0.01 Daun 0.05 0.01 - - - L1= Daun pucuk 4,40 c C

2 0,1790 0,2510 L2 =Daun tengah 9,02 b B

3 0,1877 0,2644 L3 = Daun bawah 13,51 a A

Keterangan : Notasi huruf yang berbeda menunjukkan berbeda nyata pada taraf 5% (huruf kecil) dan berbeda sangat nyata pada taraf 1% (huruf besar) pada tabel yang sama

Dari Tabel 12 dapat dilihat bahwa perlakuan L1 berbeda sangat nyata dengan L2 dan L3. Perlakuan L2 berbeda sangat nyata dengan L3. Kadar abu tertinggi diperoleh pada perlakuan L3 (daun bawah) sebesar 13,51 % dan terendah pada L1 (daun pucuk) sebesar 4,40 %.

Hubungan letak daun terhadap kadar abu dapat dilihat pada Gambar 7.

Gambar 7. Histogram hubungan letak daun terhadap kadar abu

Dari Gambar 7 dapat dilihat bahwa semakin rendah letak daun maka kadar abu teh daun jeruju semakin tinggi. Tanaman jeruju merupakan tanaman bakau yang memiliki habitat di daerah pinggiran pantai dengan air yang mengandung mineral cukup tinggi, sehingga ketika terjadi transpirasi, mineral yang terdapat di dalam air laut tersebut juga ikut masuk ke dalam tumbuhan, hal ini sesuai dengan


(49)

pernyataan Salisbury dan Ross (1995), mineral yang diserap ke dalam akar bergerak ke atas tumbuhan akibat dari adanya transpirasi, transpirasi daun bertujuan untuk menurunkan suhu daun, sehingga ketika transpirasi daun menurun, uap panas meningkat dan jumlah air dalam daun menjadi semakin turun, akibatnya kadar abu semakin meningkat.

Pengaruh Lama Pelayuan Terhadap Kadar Abu (%)

Dari data analisis sidik ragam pada Lampiran 2 menunjukkan bahwa lama pelayuan memberikan pengaruh yang berbeda sangat nyata (p<0,01) terhadap kadar abu teh daun jeruju yang dihasilkan. Tingkat perbedaan kadar abu pada tiap perlakuan telah diuji dengan uji Least Significant Range (LSR) seperti yang terlihat pada Tabel 13.

Tabel 13. Uji LSR efek utama pengaruh lama pelayuan terhadap kadar abu

Jarak LSR Lama Pelayuan Rataan Notasi

0.05 0.01 (Jam) 0.05 0.01

- - - T1 = 15 7,20 d D

2 0,2066 0,2899 T2 = 16 7,95 c C

3 0,2167 0,3053 T3 = 17 9,90 b B

4 0,2234 0,3140 T4 = 18 10,86 a A

Keterangan : Notasi huruf yang berbeda menunjukkan berbeda nyata pada taraf 5% (huruf kecil) dan berbeda sangat nyata pada taraf 1% (huruf besar) pada tabel yang sama

Dari Tabel 13 dapat dilihat bahwa perlakuan T1 berbeda sangat nyata dengan perlakuan T2, T3, dan T4. T2 berbeda sangat nyata dengan T3 dan T4. T3 berbeda sangat nyata dengan perlakuan T4. Kadar abu tertinggi diperoleh pada perlakuan T4 (18 jam) yaitu sebesar 10,86 % dan terendah pada T1 (15 jam) sebesar 7,20 %, dimana semakin lama pelayuan maka kadar abu akan semakin meningkat.


(50)

Hubungan lama pelayuan terhadap kadar abu dapat dilihat pada Gambar 8.

Gambar 8. Grafik hubungan lama pelayuan terhadap kadar abu (%)

Dari Gambar 8 dapat dilihat bahwa semakin lama pelayuan maka kadar abu teh daun jeruju yang dihasilkan semakin tinggi. Dari data tersebut dapat diketahui bahwa peningkatan kadar abu seiring dengan lamanya pelayuan dapat disebabkan oleh semakin lama pelayuan maka kadar air dalam daun akan semakin menurun sehingga kadar abu yang ada pada daun mengalami peningkatan dibandingkan dengan sebelum pelayuan.

Pengaruh Interaksi Letak Daun dan Lama Pelayuan Terhadap Kadar Abu Dari hasil analisa sidik ragam pada Lampiran 2 menunjukkan bahwa interaksi letak daun dan lama pelayuan terhadap kadar abu memberikan pengaruh yang berbeda sangat nyata (p<0,01). Untuk mengetahui perbedaan tiap-tiap perlakuan pada interaksi antara letak daun dan lama pelayuan terhadap kadar abu, dapat dilihat pada Tabel 14.


(51)

Tabel 14. Uji LSR pengaruh interaksi letak daun dan lama pelayuan terhadap kadar abu (%)

Jarak LSR Perlakuan Rataan Notasi

0.05 0.01 0.05 0.01

- L1T1 3,72 j I

2 0,3580 0,5021 L1T2 4,06 j I

3 0,3754 0,5288 L1T3 4,70 i H

4 0,3870 0,5439 L1T4 5,11 h H

5 0,3905 0,5532 L2T1 6,30 g G

6 0,3951 0,5590 L2T2 7,34 f F

7 0,3975 0,5718 L2T3 10,37 e E

8 0,3998 0,5765 L2T4 12,08 c CD

9 0,3998 0,5834 L3T1 11,58 d D

10 0,4021 0,5893 L3T2 12,46 c C

11 0,4021 0,5927 L3T3 14,62 b B

12 0,4021 0,5962 L3T4 15,39 a A

Keterangan : Notasi huruf yang berbeda menunjukkan berbeda nyata pada taraf 5% (huruf kecil) dan berbeda sangat nyata pada taraf 1% (huruf besar) pada tabel yang sama

Dari Tabel 14 dapat dilihat bahwa nilai kadar abu tertinggi terdapat pada perlakuan L3T4 sebesar 15,39% dan nilai kadar abu terendah diperoleh pada perlakuan L1T1 sebesar 3,72%.

Hubungan interaksi antara letak daun dengan lama pelayuan terhadap kadar abu dapat dilihat pada Gambar 9.

Gambar 9. Grafik hubungan interaksi letak daun dan lama pelayuan terhadap kadar abu (%)


(52)

Dari Gambar 9 dapat dilihat bahwa semakin lama pelayuan maka kadar abu semakin meningkat pula. Hal ini dikarenakan semakin lama pelayuan maka kadar air dalam daun akan semakin menurun sehingga persentase mineral dalam daun mengalami peningkatan dibandingkan dengan sebelum pelayuan.

Hal tersebut dapat dijelaskan bahwa tanaman jeruju merupakan salah satu tanaman mangrove yang habitatnya di pinggir laut, sehingga mineral garam yang berada dalam air laut ikut terserap ke daun, sehingga menyebabkan mineral dalam daun meningkat. Lama pelayuan berpengaruh terhadap kadar abu dikarenakan semakin lama pelayuan maka kadar air dalam bahan semakin berkurang, sehingga kadar mineral dalam daun tersebut semakin meningkat.

3. Kadar Tannin (%)

Pengaruh Letak Daun Terhadap Kadar Tannin (%)

Dari hasil sidik ragam pada Lampiran 3 diketahui bahwa letak daun memberikan pengaruh yang sangat nyata (p<0,01) terhadap kadar tannin teh daun jeruju yang dihasilkan. Untuk mengetahui perbedaan masing-masing taraf perlakuan dilakukan uji Least Significant Range (LSR) seperti pada Tabel 15. Tabel 15. Uji LSR efek utama pengaruh letak daun terhadap kadar tannin

Jarak LSR Letak Rataan Notasi

0.05 0.01 Daun 0.05 0.01 - - - L1= Daun pucuk 2,58 c C

2 0,3700 0,5190 L2 = Daun tengah 3,13 b B

3 0,3880 0,5466 L3 = Daun bawah 4,55 a A

Keterangan : Notasi huruf yang berbeda menunjukkan berbeda nyata pada taraf 5% (huruf kecil) dan berbeda sangat nyata pada taraf 1% (huruf besar) pada tabel yang sama

Dari Tabel 15 dapat dilihat bahwa perlakuan L1 berbeda sangat nyata dengan perlakuan L2 dan L3. L2 berbeda sangat nyata dengan perlakuan L3. Kadar


(53)

tannin tertinggi diperoleh pada perlakuan L3 (daun bawah) yakni 4,55 %, sedangkan yang terendah pada perlakuan L1 (daun pucuk) dengan 2,58 %.

Hubungan letak daun terhadap kadar tannin dapat dilihat pada Gambar 10.

Gambar 10. Histogram hubungan letak daun terhadap kadar tannin (%)

Dari Gambar 10 di atas dapat dilihat bahwa semakin rendah letak daun maka kadar tannin teh daun jeruju akan semakin meningkat. Tannin merupakan hasil dari metabolit sekunder yang terjadi pada bagian daun tanaman. Hasil metabolit tersebut sejalan dengan umur daun tanaman, semakin lama umur daun tersebut, maka hasil metabolit yang tersimpan di daun juga semakin meningkat (Sutrian, 2004) hal inilah yang terjadi pada daun bagian bawah yang memiliki kandungan tannin yang lebih besar dari daun bagian pucuk.

Pengaruh Lama Pelayuan Terhadap Kadar Tannin

Dari hasil analisis sidik ragam pada Lampiran 3, diketahui bahwa lama pelayuan memberikan pengaruh yang berbeda sangat nyata (p<0,01) terhadap kadar tannin dari teh daun jeruju yang dihasilkan. Tingkat perbedaan kadar tannin pada setiap perlakuan dapat terlihat pada Tabel 16.


(54)

Tabel 16. Uji LSR efek utama lama pelayuan terhadap kadar tannin

Jarak LSR Lama Pelayuan Rataan Notasi

0.05 0.01 (Jam) 0.05 0.01

- - - T1 = 15 6,49 a A

2 0,4272 0,5993 T2 = 16 3,59 b B

3 0,4481 0,6312 T3 = 17 2,42 c C

4 0,4619 0,6492 T4 = 18 1,18 d D

Keterangan : Notasi huruf yang berbeda menunjukkan berbeda nyata pada taraf 5% (huruf kecil) dan berbeda sangat nyata pada taraf 1% (huruf besar) pada tabel yang sama

Dari Tabel 16 diketahui bahwa perlakuan T1 berbeda sangat nyata dengan perlakuan T2, T3, dan T4. T2 berbeda sangat nyata dengan T3 dan T4. Perlakuan T3 berbeda sangat nyata dengan T4. Hasil kadar tannin terbesar diperoleh pada perlakuan T1 (15 jam) sebesar 6,49 %, dan yang terendah pada perlakuan T4 (18 jam) yakni sebesar 1,18 %.

Hubungan lama pelayuan terhadap kadar tannin dapat dilihat pada Gambar 11.

Gambar 11. Grafik hubungan lama pelayuan terhadap kadar tannin (%)

Dari Gambar 11 menunjukkan bahwa semakin lama pelayuan maka kadar tannin dalam teh daun jeruju akan semakin rendah.


(55)

Tannin merupakan turunan asam galat, terdapat pada teh yang dikenal dengan katekin. Perubahan tannin erat kaitannya dengan karakteristik mutu teh yang dihasilkan selama pengolahan teh.

Pelayuan bertujuan untuk melepaskan komponen tannin dari sel-sel dalam daun sehingga pada saat dicincang tannin yang sudah terlepas dari sel-sel daun tersebut menjadi keluar dan bereaksi dengan oksigen sehingga terjadi proses fermentasi oksidasi. Semakin lama pelayuan dilakukan maka semakin banyak tannin yang mengalami perubahan oksidasi, dan menyebabkan kadar tannin dalam daun menjadi menurun. Hal ini sesuai dengan Fulder, (2004) yang menyatakan bahwa akibat dari fermentasi dan oksidasi, banyak zat-zat yang berguna seperti katekin, vitamin berubah atau hilang pada saat proses produksi teh hitam.

Pengaruh Interaksi Letak Daun dan Lama Pelayuan Terhadap Kadar Tannin

Dari hasil sidik ragam pada Lampiran 3 diketahui bahwa interaksi letak daun dan lama pelayuan memberikan pengaruh yang berbeda nyata (p<0,05) terhadap kadar tannin dari teh daun jeruju yang dihasilkan. Untuk mengetahui perbedaan tiap-tiap perlakuan dapat dilihat pada Tabel 17.

Dari Tabel 17 dapat dilihat bahwa nilai kadar tannin tertinggi terdapat pada perlakuan L3T1 sebesar 7,72%, sedangkan nilai kadar tannin yang terendah terdapat pada perlakuan L1T4 yakni sebesar 0.80%.


(56)

Tabel 17. Uji LSR pengaruh interaksi letak daun dan lama pelayuan terhadap kadar tannin (%)

Jarak LSR Perlakuan Rataan Notasi

0.05 0.01 0.05 0.01

- - - L1T1 5,34 c B

2 0,7400 1,0380 L1T2 2,21 e DE

3 0,7761 1,0933 L1T3 1,97 e EF

4 0,8001 1,1245 L1T4 0,80 g G

5 0,8073 1,1437 L2T1 6,41 b B

6 0,8169 1,1557 L2T2 3,23 d CD

7 0,8217 1,1822 L2T3 1,88 e EFG

8 0,8266 1,1918 L2T4 1,00 fg FG

9 0,8266 1,2062 L3T1 7,72 a A

10 0,8314 1,2182 L3T2 5,33 c B

11 0,8314 1,2254 L3T3 3,41 d C

12 0,8314 1,2326 L3T4 1,76 ef EFG

Keterangan : Notasi huruf yang berbeda menunjukkan berbeda nyata pada taraf 5% (huruf kecil) dan berbeda sangat nyata pada taraf 1% (huruf besar) pada tabel yang sama

Hubungan interaksi antara letak daun dan lama pelayuan terhadap kadar tannin dapat dilihat pada Gambar 12.

Gambar 12. Grafik hubungan interaksi letak daun dan lama pelayuan terhadap kadar tannin (%)

DariGambar 12 dapat dilihat bahwa semakin lama pelayuan maka kadar tannin yang terdapat dalam daun akan semakin menurun. Hal ini dikarenakan pada proses pelayuan, tannin yang terdapat dalam daun (dalam bentuk katekin) terlepas


(57)

dari jaringan sel-sel daun, sehingga pada proses fermentasi, katekin yang terbebas mengalami perubahan menjadi senyawa epikatekin, gallokatekin, epigallokatekin, oleh karena itu kadar tannin dalam daun menjadi semakin berkurang.

Senyawa tannin dapat mengikat komponen protein, sehingga teh dapat menyembuhkan atau mengurangi peradangan yang disebabkan oleh bakteri atau mikroba, hal ini sesuai dengan Sisca (2009) yang menyatakan bahwa teh jeruju dikonsumsi sebagai obat untuk menyembuhkan berbagai penyakit, seperti batuk, bisul, demam, dan lain-lain. Selain itu teh jeruju biasanya dikonsumsi sebagai penghangat tubuh.

4. Uji Organoleptik Warna Air Seduhan

Pengaruh Letak Daun Terhadap Uji Organoleptik Warna Air Seduhan Dari hasil analisis sidik ragam Lampiran 4 menunjukkan bahwa letak daun memberikan pengaruh yang berbeda sangat nyata (p<0,01) terhadap uji organoleptik warna air seduhan yang dihasilkan. Untuk mengetahui perbedaan masing-masing taraf perlakuan dilakukan uji Least Significant Range (LSR) seperti pada Tabel 18.

Tabel 18. Uji LSR Efek Utama Letak Daun Terhadap Uji Organoleptik Warna Air Seduhan

Jarak LSR Letak Rataan Notasi

0.05 0.01 Daun 0.05 0.01 - - - L1= Daun pucuk 2,73 c B

2 0,1988 0,2788 L2 = Daun tengah 3,53 b A

3 0,2084 0,2937 L3 = Daun bawah 3,70 a A

Keterangan : Notasi huruf yang berbeda menunjukkan berbeda nyata pada taraf 5% (huruf kecil) dan berbeda sangat nyata pada taraf 1% (huruf besar) pada tabel yang sama

Tabel 18 menunjukkan bahwa perlakuan L1 berbeda sangat nyata dengan perlakuan L2, dan L3. L2 berbeda nyata terhadap L3. Skor tertinggi untuk uji


(58)

organoleptik warna air seduhan terdapat pada perlakuan L3 sebesar 3,70, sedangkan skor terendah pada perlakuan L1 yakni sebesar 2,73.

Hubungan antara letak daun terhadap uji organoleptik warna air seduhan dapat dilihat dari Gambar 13.

Gambar 13. Histogram hubungan letak daun terhadap uji organoleptik warna air seduhan

Dari Gambar 13 diketahui bahwa semakin rendah letak daun maka nilai uji organoleptik warna air seduhan akan semakin tinggi. Pada proses pelayuan tannin mengalami perubahan dengan bantuan enzim polifenol oksidase menjadi senyawa theaflavin, thearubigin dan theanafthoquinon. Senyawa theanaftoquinon memiliki warna merah kecoklatan. Sutrian (2004) menyatakan bahwa tannin merupakan hasil dari metabolit sekunder yang terjadi pada bagian daun tanaman. Hasil metabolit tersebut sejalan dengan umur daun tanaman, semakin lama umur daun tersebut, maka hasil metabolit yang tersimpan di daun juga semakin meningkat. Sehingga pada daun bagian bawah memiliki senyawa theanaftoquinon yang lebih banyak dari daun pucuk yang berdampak warna air seduhan pada daun bagian bawah lebih coklat (pekat) daripada daun bagian pucuk.


(59)

Pengaruh Lama Pelayuan Terhadap Uji Organoleptik Warna Air Seduhan Dari hasil analisis sidik ragam Lampiran 4 dapat dilihat bahwa lama pelayuan berpengaruh berbeda sangat nyata (p<0,01) terhadap uji organoleptik warna air seduhan yang dihasilkan. Untuk mengetahui perbedaan uji organoleptik warna air seduhan dari masing-masing taraf perlakuan maka dilanjutkan dengan uji LSR seperti Tabel 19.

Tabel 19. Uji LSR Efek utama pengaruh lama pelayuan terhadap uji organoleptik warna air seduhan

Jarak LSR Lama Pelayuan Rataan Notasi

0.05 0.01 (Jam) 0.05 0.01

- - - T1 = 15 3,00 c C

2 0,2295 0,3219 T2 = 16 3,23 b BC

3 0,2407 0,3391 T3 = 17 3,40 ab AB

4 0,2482 0,3488 T4 = 18 3,63 a A

Keterangan : Notasi huruf yang berbeda menunjukkan berbeda nyata pada taraf 5% (huruf kecil) dan berbeda sangat nyata pada taraf 1% (huruf besar) pada tabel yang sama

Dari Tabel 19 dapat dilihat bahwa pada perlakuan T1 berbeda nyata dengan perlakuan T2, dan berbeda sangat nyata dengan T3 dan T4. T2 berbeda tidak nyata dengan T3 dan berbeda nyata dengan T4. T3 berbeda tidak nyata dengan perlakuan T4. Skor uji organoleptik warna air seduhan yang terbesar pada perlakuan T4 sebesar 3,63 dan skor terendah pada perlakuan T1 sebesar 3,00.

Hubungan antara lama pelayuan dengan uji organoleptik warna air seduhan dapat dilihat pada Gambar 14.


(60)

Gambar 14. Grafik hubungan lama pelayuan terhadap uji organoleptik warna air seduhan

Dari Gambar 14 dapat dilihat bahwa semakin lama pelayuan maka nilai organoleptik warna air seduhan akan semakin meningkat.

Selama proses pelayuan terjadi perubahan kimia yang mempengaruhi mutu dari teh. Salah satu perubahan kimia yang mempengaruhinya adalah terjadinya penguraian katekin menjadi theaflavin, thearubigin dan theanaftoquinon yang menyebabkan warna merah kecoklatan. Selain itu juga selama pelayuan terjadi penguapan air yang dapat menyebabkan meningkatnya konsentrasi zat-zat yang terdapat di dalam daun teh sebagai penyumbang mutu teh.

Pada perlakuan T4 terjadi kenaikan warna, hal ini disebabkan karena daun sudah terlalu layu dan sudah banyak air yang menguap sehingga terjadi peningkatan aktivitas enzim polifenol oksidase yang mengoksidasi polifenol menjadi theaflavin dan thearubigin. Sehingga pada saat daun tersebut sudah


(1)

Lampiran 2. Data Pengamatan Kadar Abu (%)

Perlakuan Ulangan Total Rataan

I II

L1T1 3,78 3,65 7,43 3,72

L1T2 4,14 3,98 8,12 4,06

L1T3 4,67 4,73 9,40 4,70

L1T4 5,07 5,15 10,22 5,11

L2T1 6,31 6,29 12,60 6,30

L2T2 7,46 7,22 14,68 7,34

L2T3 10,20 10,54 20,74 10,37

L2T4 12,18 11,97 24,15 12,08

L3T1 11,76 11,39 23,15 11,58

L3T2 12,65 12,27 24,92 12,46

L3T3 14,72 14,51 29,23 14,62

L3T4 15,27 15,50 30,77 15,39

Total 215,41

Rataan 8,98

Daftar Analisa Sidik Ragam Kadar Abu (%)

SK DB JK KT F Hit F 0.05 F 0.01

Perlakuan 11 396,4529 36,0412 1333,8292 ** 2,72 4,22

L 2 332,1758 166,0879 6146,6615 ** 3,88 6,93

T 3 51,5600 17,1867 636,0530 ** 3,49 5,95

T Lin 1 33,3939 33,3939 1235,8573 ** 4,75 9,33 T Kuad 1 0,0420 0,0420 1,5553 tn 4,75 9,33 T Kub 1 0,9374 0,9374 34,6934 ** 4,75 9,33

LxT 6 12,7171 2,1195 78,4399 ** 3,00 4,82

Error 12 0,3242 0,0270

Total 23 396,7772

FK 1933,3945

KK 1,8134%

** sangat nyata tn tidak nyata


(2)

Lampiran 3. Data Pengamatan Kadar Tannin (%)

Perlakuan Ulangan Total Rataan

I II

L1T1 5,44 5,23 10,67 5,34

L1T2 2,17 2,25 4,42 2,21

L1T3 1,91 2,02 3,93 1,97

L1T4 0,82 0,77 1,59 0,80

L2T1 6,53 6,29 12,82 6,41

L2T2 3,26 3,19 6,45 3,23

L2T3 2,41 1,34 3,75 1,88

L2T4 1,02 0,98 2,00 1,00

L3T1 7,86 7,58 15,44 7,72

L3T2 5,86 4,79 10,65 5,33

L3T3 3,18 3,64 6,82 3,41

L3T4 1,63 1,88 3,51 1,76

Total 82,05

Rataan 3,42

Daftar Analisa Sidik Ragam Kadar Tannin (%)

SK DB JK KT F Hit F 0.05 F 0.01

Perlakuan 11 112,5037 10,2276 88,5667 ** 2,72 4,22

L 2 16,6402 8,3201 72,0484 ** 3,88 6,93

T 3 92,7108 30,9036 267,6118 ** 3,49 5,95

T Lin 1 58,3794 58,3794 505,5409 ** 4,75 9,33 T Kuad 1 2,7833 2,7833 24,1025 ** 4,75 9,33 T Kub 1 0,6444 0,6444 5,5803 * 4,75 9,33

LxT 6 3,1528 0,5255 4,5503 * 3,00 4,82

Error 12 1,3857 0,1155

Total 23 113,8895

FK 280,5084 KK 9,9399 % ** sangat nyata * nyata


(3)

Lampiran 4. Data Pengamatan Organoleptik Warna Air Seduhan (Skor)

Perlakuan Ulangan Total Rataan

I II

L1T1 2,40 2,20 4,60 2,30

L1T2 2,60 2,60 5,20 2,60

L1T3 3,00 2,80 5,80 2,90

L1T4 3,20 3,00 6,20 3,10

L2T1 3,40 3,20 6,60 3,30

L2T2 3,60 3,20 6,80 3,40

L2T3 3,60 3,40 7,00 3,50

L2T4 4,00 3,80 7,80 3,90

L3T1 3,60 3,20 6,80 3,40

L3T2 3,80 3,60 7,40 3,70

L3T3 4,00 3,60 7,60 3,80

L3T4 4,00 3,80 7,80 3,90

Total 79,60

Rataan 3,32

Daftar Analisa Sidik Ragam Organoleptik Warna Air Seduhan

SK DB JK KT F Hit F 0.05 F 0.01

Perlakuan 11 5,7533 0,5230 15,6909 ** 2,72 4,22

L 2 4,3233 2,1617 64,8500 ** 3,88 6,93

T 3 1,2867 0,4289 12,8667 ** 3,49 5,95

T Lin 1 0,8542 0,8542 25,6267 ** 4,75 9,33

T Kuad 1 0,0000 0,0000 0,0000 tn 4,75 9,33

T Kub 1 0,0036 0,0036 0,1067 tn 4,75 9,33

LxT 6 0,1433 0,0239 0,7167 tn 3,00 4,82

Error 12 0,4000 0,0333

Total 23 6,1533

FK 264,0066

KK 5,5074%

** sangat nyata tn tidak nyata


(4)

Lampiran 5. Data Pengamatan Organoleptik Penampakan Partikel

Perlakuan Ulangan Total Rataan

I II

L1T1 6,56 6,45 13,01 6,51

L1T2 6,67 6,61 13,28 6,64

L1T3 6,78 6,78 13,56 6,78

L1T4 7,22 6,89 14,11 7,06

L2T1 6,78 6,67 13,45 6,73

L2T2 6,89 6,78 13,67 6,84

L2T3 7,00 7,11 14,11 7,06

L2T4 7,11 7,22 14,33 7,17

L3T1 6,67 6,61 13,28 6,64

L3T2 6,67 6,73 13,40 6,70

L3T3 6,78 6,78 13,56 6,78

L3T4 6,89 6,78 13,67 6,84

Total 163,43

Rataan 6,81

Daftar Analisa Sidik Ragam Organoleptik Penampakan Partikel

SK DB JK KT F Hit F 0.05 F 0.01

Perlakuan 11 0,8385 0,0762 9,5141 ** 2,72 4,22

L 2 0,2202 0,1101 13,7415 ** 3,88 6,93

T 3 0,5356 0,1785 22,2838 ** 3,49 5,95

T Lin 1 0,3547 0,3547 44,2642 ** 4,75 9,33

T Kuad 1 0,0020 0,0020 0,2527 tn 4,75 9,33

T Kub 1 0,0004 0,0004 0,0505 tn 4,75 9,33

LxT 6 0,0827 0,0138 1,7201 tn 3,00 4,82

Error 12 0,0961 0,0080

Total 23 0,9347

FK 1112,89 KK 1,3145% ** sangat nyata tn tidak nyata


(5)

Lampiran 6. Data Penamatan Organoleptik Rasa

Perlakuan Ulangan Total Rataan

I II

L1T1 39,20 39,35 78,55 39,28

L1T2 40,47 41,22 81,69 40,85

L1T3 42,80 42,32 85,12 42,56

L1T4 40,64 40,28 80,92 40,46

L2T1 33,40 33,11 66,51 33,26

L2T2 32,89 32,36 65,25 32,63

L2T3 31,20 30,52 61,72 30,86

L2T4 28,38 29,29 57,67 28,84

L3T1 27,76 27,17 54,93 27,47

L3T2 27,00 26,31 53,31 26,66

L3T3 25,41 25,85 51,26 25,63

L3T4 24,66 24,12 48,78 24,39

Total 785,71

Rataan 32,74

Daftar Analisa Sidik Ragam Organoleptik Rasa

SK DB JK KT F Hit F 0.05 F 0.01

Perlakuan 11 937,2346 85,2031 522,9995 ** 2,72 4,22

L 2 891,9314 445,9657 2737,4554 ** 3,88 6,93

T 3 18,6897 6,2299 38,2409 ** 3,49 5,95

T Lin 1 8,8933 8,8933 54,5896 ** 4,75 9,33

T Kuad 1 3,3550 3,3550 20,5939 ** 4,75 9,33

T Kub 1 0,2115 0,2115 1,2982 tn 4,75 9,33

LxT 6 26,6135 4,4356 27,2268 ** 3,00 4,82

Error 12 1,9549 0,1629

Total 23 939,1896

FK 25722,5085 KK 1,2328 % ** sangat nyata tn tidak nyata


(6)

Lampiran 7. Data Pengamatan Organoleptik Ampas Seduhan

Perlakuan Ulangan Total Rataan

I II

L1T1 6,78 6,67 13,45 6,73

L1T2 6,89 6,94 13,83 6,92

L1T3 7,00 6,94 13,94 6,97

L1T4 7,22 7,00 14,22 7,11

L2T1 6,94 6,78 13,72 6,86

L2T2 7,00 6,89 13,89 6,95

L2T3 7,11 7,11 14,22 7,11

L2T4 7,22 7,11 14,33 7,17

L3T1 6,89 6,89 13,78 6,89

L3T2 7,00 6,94 13,94 6,97

L3T3 7,33 7,11 14,44 7,22

L3T4 7,44 7,22 14,66 7,33

Total 168,42

Rataan 7,02

Daftar Analisa Sidik Ragam Organoleptik Ampas Seduhan

SK DB JK KT F Hit F 0.05 F 0.01

Perlakuan 11 0,6489 0,0590 6,5299 ** 2,72 4,22

L 2 0,1191 0,0596 6,5923 * 3,88 6,93

T 3 0,4997 0,1666 18,4385 ** 3,49 5,95

T Lin 1 0,3311 0,3311 36,6534 ** 4,75 9,33 T Kuad 1 0,0003 0,0003 0,0308 tn 4,75 9,33 T Kub 1 0,0017 0,0017 0,1929 tn 4,75 9,33

LxT 6 0,0301 0,0050 0,5547 tn 3,00 4,82

Error 12 0,1084 0,0090

Total 23 0,7573

FK 1181,8873

KK 1,3543%

** sangat nyata * nyata