Mempelajari Pengaruh Perbandingan Daun Dan Kelopak Bunga Dan Lama Pelayuan Terhadap Mutu Teh Rosela

(1)

MEMPELAJARI PENGARUH PERBANDINGAN

DAUN DAN KELOPAK BUNGA ROSELLA DAN LAMA

PELAYUAN TERHADAP MUTU TEH ROSELLA

(Hibiscus sabdariffa L.)

SKRIPSI

SYUKUR TENDOMAN HAREFA 060305044

DEPARTEMEN TEKNOLOGI PERTANIAN

FAKULTAS PERTANIAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

2010


(2)

MEMPELAJARI PENGARUH PERBANDINGAN

DAUN DAN KELOPAK BUNGA ROSELLA DAN LAMA

PELAYUAN TERHADAP MUTU TEH ROSELLA

(Hibiscus sabdariffa L.)

SKRIPSI

Oleh :

SYUKUR TENDOMAN HAREFA 060305044/TEKNOLOGI PERTANIAN

DEPARTEMEN TEKNOLOGI PERTANIAN

FAKULTAS PERTANIAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

2010


(3)

MEMPELAJARI PENGARUH PERBANDINGAN

DAUN DAN KELOPAK BUNGA ROSELLA DAN LAMA

PELAYUAN TERHADAP MUTU TEH ROSELLA

(Hibiscus sabdariffa L.)

SKRIPSI

Oleh :

SYUKUR TENDOMAN HAREFA

060305044/TEKNOLOGI HASIL PERTANIAN

Skipsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana di Fakultas Pertanian

Universitas Sumatera Utara

DEPARTEMEN TEKNOLOGI PERTANIAN

FAKULTAS PERTANIAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

2010


(4)

Judul Skripsi : Mempelajari pengaruh perbandingan daun dan kelopak bunga dan lama pelayuan terhadap mutu teh rosela.

Nama : Syukur Tendoman Harefa

Nim : 060305044

Departemen : Teknologi Pertanian Program Studi : Teknologi Hasil Pertanian

Disetujui Oleh,

Ir. Ismed Suhaidi, M.Si

Ketua Anggota

Ir. Rona J Nainggolan, SU

Mengetahui

Ketuan Departemen Ir. Saipul Bahri Daulay, M.Si


(5)

ABSTRAK

SYUKUR T HAREFA : Mempelajari Pengaruh Perbandingan Daun dan Kelopak Bunga dan Lama Pelayuan terhadap Mutu Teh Rosela (Hibiscus sabdariffa L.). Dibimbing oleh ISMED SUHAIDI dan RONA J NAINGGOLAN.

Bagian tanaman rosela yang paling banyak dimanfaatkan untuk menjadi teh adalah kelopak bunga, walaupun teh rosela dapat dibuat dari pencampuran daun dengan kelopak bunganya. Oleh karena itu perlu dilakukan penelitian tentang perbandingan daun dan kelopak bunga dengan lama pelayuan. Penelitian ini merupakan salah satu langkah awal untuk mendapatkan teh rosela yang terbaik. Perbandingan daun dengan kelopak bunga adalah 20:80, 40:60, 60:40 dan 80%:20% dan dilayukan dengan waktu 16, 18, 20, 22 jam. Penelitian dilaksanakan pada bulan April – Mei 2010 di Laboratorium Analisa Kimia Bahan Pangan Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara, Medan, menggunakan rancangan acak lengkap faktorial. Parameter yang dianalisis adalah kadar air, kadar abu, kadar vitamin C, nilai organoleptik warna air seduhan, penampakan partikel, rasa dan warna ampas seduhan.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa perbandingan daun dan kelopak bunga berpengaruh berbeda sangat nyata terhadap semua parameter yang diamati. Lama pelayuan berpengaruh berbeda had sangat nyata terhadap kadar air, kadar abu, kadar vitamin C, nilai organoleptik warna air seduhan dan rasa, berbeda nyata terhadap nilai organoleptik penampakan partikel serta berpengaruh tidak nyata terhadap warna ampas seduhan. Perbandingan 20% daun dan 80% kelopak bunga yang dilayukan selama 22 jam menghasilkan teh rosela yang terbaik mutunya.

Kata kunci: teh rosela, perbandingan daun dan kelopak bunga, lama pelayuan.

ABSTRACT

SYUKUR T HAREFA : A Study on the Effect of Leaves and Flower Petals ratio and Withering Time on the Quality of Roselle Tea. Supervised by ISMED SUHAIDI and RONA J NAINGGOLAN.

The most widely used of Roselle plant parts in making tea are flower petals, although the tea can be made by mixing rosela leaves with flower petals. Therefore, research needs to be done about the ratio of leaves and flower petals in combination with withering time. This research is a initial step to find the best quality of roselle tea. The equivalent of leaves and flower petals were 20:80, 40:60, 60:40, and 80%:20% and withering times were 16, 18, 20 and 22 hours. This research was perfomed in April - May 2010 at the Laboratory of Food Chemical Analysis, Faculty of Agriculture, North Sumatera University, Medan, using factorial completely randomized design. Parameters analysed were water content. mineral content, vitamin C content, organoleptic values of liquor, particle appearance, taste and coluor of the infused leaf.

The results showed that the ratio of leaves and flower petals had highly significant effect on all parameters observed. Withering time had highly significant effect on all parameters except the organoleptic values, particle appearance, and the taste and colour of infused leaf which were not significantly different. The interaction of the ratio of leaves and flower petals and withering time had highly significant effect on water content, vitamin C content and organoleptic values of the flavour but had no significant effect on mineral content, organoleptic values of liquor, particle appearance, and infused leaf. The ratio of 20% leaf to 80% flower petals and withering time of 22 hours gave the best quality ot the roselle tea.


(6)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Gunungsitoli pada tanggal 14 April 1988 dari ayah Daliati Harefa dan ibu Yulina Harefa. Penulis merupakan putra pertama dari dua bersaudara.

Tahun 2006 penulis lulus dari SMA Negeri 1 Gunungsitoli dan pada tahun yang sama masuk ke Universitas Sumatera Utara melalui jalur ujian tertulis Seleksi Penerimaan Mahasiswa Baru. Penulis memilih program studi Teknologi Hasil Pertanian, Departemen Teknologi Pertanian.

Selama mengikuti perkuliahan, penulis aktif sebagai anggota Himpunan Mahasiswa Teknologi Hasil Pertanian, sebagai asisten praktikum di Laboratorium Analisa Kimia Bahan Pangan. Selain itu penulis juga aktif dalam organisasi ekstrauniversitas yaitu menjadi anggota di Organisasi Forman (Forum Mahasiswa Nias) Universitas Sumtera Utara dan GMPN (Gerakan Mahasiswa Peduli Nias).

Penulis melaksanakan praktek kerja lapangan (PKL) di Pabrik Pengolahan Minyak Kelapa Sawit (CPO) PTP. Nusantara IV (Persero) Unit Kebun Dolok Ilir dari tanggal 15 Juni sampai 4 Juli 2009.


(7)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis ucapkan kehadirat Tuhan Yang Maha Kuasa atas segala rahmat dan karuniaNya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Mempelajari Pengaruh Perbandingan Daun dan Kelopak Bunga dan Lama Pelayuan terhadap Mutu Teh Rosela (Hibiscus sabdariffa L.)”.

Pada kesempatan ini penulis menghaturkan terima kasih sebesar-besarnya kepada kedua orang tua penulis yang telah membesarkan, memelihara dan mendidik penulis selama ini. Penulis menyampaikan ucapan terima kasih kepada Ir. Ismed Suhaidi, M. Si dan Ir. Rona J Nainggolan, SU selaku ketua dan anggota komisi pembimbing yang telah membimbing dan memberikan berbagai masukan berharga kepada penulis dari mulai menetapkan judul, melakukan penelitian, sampai pada ujian akhir.

Di samping itu, penulis juga mengucapkan terima kasih kepada staf pengajar dan pegawai di Program Studi Teknologi Hasil Pertanian Departemen Teknologi Pertanian, kepada asisten-asisten seperjuangan di Laboratorium Analisa Kimia Bahan Pangan , kepada seluruh teman-teman stambuk 2006, kepada Ika Florina Trisnawati Telaumbanua serta semua rekan mahasiswa yang tidak dapat disebutkan satu per satu di sini yang telah membantu penulis dalam menyelesaikan skripsi ini. Semoga skripsi ini bermanfaat.


(8)

DAFTAR ISI

Hal

ABSTRACT ... i

ABSTRAK ... i

RIWAYAT HIDUP ... ii

KATA PENGANTAR ... iii

DAFTAR TABEL ... iv

DAFTAR GAMBAR ... vi

DAFTAR LAMPIRAN ... viii

PENDAHULUAN Latar Belakang ... 1

Tujuan Penelitian ... 4

Kegunaan Penelitian ... 4

Hipotesa Penelitian ... 4

TINJAUAN PUSTAKA Sekilas Tentang Teh (Camelia sinensis L.)... ... 5

Penentuan dan Jenis Mutu Teh Hijau... ... 9

Tanaman Rosela (Hibiscus sabdariffa L.)... 10

Deskripsi Rosela (Hibiscus sabdariffa L.) ... 12

Kelopak Rosela ... 14

Daun Rosela ... 15

Nilai Gizi Rosela... 16

Manfaat Rosela sebagai Minuman Herbal... ... 18

Teh Rosela ... 19

Pelayuan Kelopak dan Daun Rosela ... 21

Pengeringan Kelopak dan Daun Rosela ... 22

BAHAN DAN METODE PENELITIAN Waktu dan Tempat Penelitian ... 24

Bahan Penelitian ... 24

Bahan Kimia... 24

Alat ... 24

Metoda Penelitian ... 25

Model Rancangan ... 26

Pelaksanaan Penelitian ... 26

Pengamatan dan Pengukuran Data... 27

Parameter Penelitian Penentuan Kadar Air ... 28

Penentuan Kadar Abu ... 28

Penentuan Kadar Vitamin C ... 28

Uji Organoleptik Warna Air Seduhan ... 29


(9)

Uji Organoleptik warna Ampas Seduhan ... 31 HASIL DAN PEMBAHASAN

Pengaruh Perbandingan Daun dan Kelopak Bunga terhadap

Parameter yang diamati ... 33 Pengaruh Lama Pelayuan terhadap Parameter yang diamati ... 34 Pengaruh Interaksi antara Perbandingan Daun dan Kelopak Bunga

dan Lama Pelayuan terhadap Parameter yang diamati ... 35 Kadar Air (%bk)

Pengaruh Perbandingan Daun dan Kelopak Bunga terhadap

Kadar Air (%bk) ... 37 Pengaruh Lama Pelayuan terhadap Kadar Air (%bk) ... 38 Pengaruh Interaksi antara Perbandingan Daun dan Kelopak

Bunga dan Lama Pelayuan terhadap Kadar Air (%bk) ... 40 Kadar Abu (%)

Pengaruh Perbandingan Daun dan Kelopak Bunga terhadap

Kadar Abu (%bk) ... 42 Pengaruh Lama Pelayuan terhadap Kadar Abu (%) ... 44 Pengaruh Interaksi antara Perbandingan Daun dan Kelopak

Bunga dan Lama Pelayuan terhadap Kadar Abu (%) ... 45 Kadar Vitamin C (mg/ 100 gr bahan)

Pengaruh Perbandingan Daun dan Kelopak Bunga terhadap

Kadar Vitamin C (mg/ 100 gr bahan) ... 45 Pengaruh Lama Pelayuan terhadap Kadar Vitamin C

(mg/ 100 gr bahan) ... 46 Pengaruh Interaksi antara Perbandingan Daun dan Kelopak

Bunga dan Lama Pelayuan terhadap Kadar Vitamin C

(mg/ 100 gr bahan) ... 48 Nilai Organoleptik Warna Air Seduhan

Pengaruh Perbandingan Daun dan Kelopak Bunga terhadap

Nilai Organoleptik Warna Air Seduhan ... 50 Pengaruh Lama Pelayuan terhadap Nilai Organoleptik

Warna Air Seduhan ... 51 Pengaruh Interaksi antara Perbandingan Daun dan Kelopak

Bunga dan Lama Pelayuan terhadap Warna Air seduhan .... 53 Nilai Organoleptik Penampakan Partikel

Pengaruh Perbandingan Daun dan Kelopak Bunga terhadap

Nilai Organoleptik Penampakan Partikel ... 53 Pengaruh Lama Pelayuan terhadap Nilai Organoleptik

Penampakan Partikel ... 54 Pengaruh Interaksi antara Perbandingan Daun dan Kelopak

Bunga dan Lama Pelayuan terhadap Penampakan Partikel.. 56 Nilai Organoleptik Rasa

Pengaruh Perbandingan Daun dan Kelopak Bunga terhadap

Nilai Organoleptik Rasa ... 56 Pengaruh Lama Pelayuan terhadap Nilai Organoleptik


(10)

Pengaruh Interaksi antara Perbandingan Daun dan Kelopak

Bunga dan Lama Pelayuan terhadap Rasa ... 59

Nilai Organoleptik Warna Ampas Seduhan Pengaruh Perbandingan Daun dan Kelopak Bunga terhadap Nilai Organoleptik Warna Ampas Seduhan... 61

Pengaruh Lama Pelayuan terhadap Nilai Organoleptik Warna Ampas Seduhan ... 62

Pengaruh Interaksi antara Perbandingan Daun dan Kelopak Bunga dan Lama Pelayuan terhadap Warna Ampas Seduhan... 62

KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan ... 63

Saran ... 63

DAFTAR PUSTAKA ... 64


(11)

DAFTAR TABEL

No Hal

1 Komposisi kimia kelopak rosela segar per 100 g bahan………..15

2 Komposisi kimia daun rosela segar per 100 g bahan….……….16

3 Uji hedonik warna air seduhan………29

4 Uji organoleptik penampakan partikel..………...30

5 Uji hedonik rasa...………30

6 Uji hedonik warna ampas seduhan………..31

7 Pengaruh perbandingan daun dan kelopak bunga terhadap parameter yang diamati………...…....……….33

8 Pengaruh lama pelayuan terhadap parameter yang diamati………….34

9 Pengaruh interaksi antara perbandingan daun dan kelopak bunga dan lama pelayuan terhadap parameter yang diamati...………...36

10 Uji LSR efek utama pengaruh perbandingan daun dan kelopak bunga terhadap kadar air (%bk)………...37

11 Uji LSR efek utama pengaruh lama pelayuan terhadap kadar air (%bk)………39

12 Uji LSR efek utama pengaruh interaksi antara perbandingan daun dan kelopak bunga dan lama pelayuan terhadap kadar air (%bk)…...41

13 Uji LSR efek utama pengaruh perbandingan daun dan kelopak bunga terhadap kadar abu (%)...42

14 Uji LSR efek utama pengaruh lama pelayuan terhadap kadar abu (%)………..…….44

15 Uji LSR efek utama pengaruh perbandingan daun dan kelopak bunga terhadap kadar vitamin C (mg/ 100 g bahan)…..………..45

16 Uji LSR efek utama pengaruh lama pelayuan terhadap kadar vitamin C (mg/ 100 g bahan)..……….47


(12)

17 Uji LSR efek utama pengaruh interaksi antara perbandingan daun dan kelopak bunga dan lama pelayuan terhadap kadar vitamin C (mg/ 100 g bahan)……….………...48 18 Uji LSR efek utama pengaruh perbandingan daun dan kelopak

bunga terhadap nilai organoleptik warna air seduhan (numerik)...…50

19 Uji LSR efek utama pengaruh lama pelayuan terhadap nilai

organoleptik warna air seduhan (numerik)……….52 20 Uji LSR Efek utama pengaruh perbandingan daun dan kelopak

bunga terhadap nilai organoleptik penampakan partikel (numerik)....53 21 Uji LSR efek utama pengaruh lama pelayuan terhadap nilai

organoleptik penampakan partikel (numerik).……….55 22 Uji LSR efek utama pengaruh perbandingan daun dan kelopak

bunga terhadap nilai organoleptik rasa (numerik).………..…………56 23 Uji LSR efek utama pengaruh lama pelayuan terhadap nilai

organoleptik rasa (numerik).………58 24 Uji LSR efek utama pengaruh interaksi antara perbandingan daun

dan kelopak bunga dan lama pelayuan terhadap nilai organoleptik rasa (numerik)…...59 25 Uji LSR efek utama pengaruh perbandingan daun dan kelopak

Bunga terhadap nilai organoleptik warna ampas seduhan


(13)

(14)

DAFTAR GAMBAR

No Hal

1 Skema pembuatan bubuk teh campuran daun dan kelopak bunga

rosela………...32 2 Hubungan perbandingan daun dan kelopak bunga terhadap

kadar air (%bk)....………...38

3 Hubungan lama pelayuan terhadap kadar air (%)..……….39

4 Hubungan interaksi antara perbandingan daun dan kelopak bunga dan lama pelayuan terhadap kadar air (%bk)………..41 5 Hubungan perbandingan daun dan kelopak bunga terhadap

kadar abu (%)...………...43 6 Hubungan lama pelayuan terhadap kadar abu

(%)………...44

7 Hubungan perbandingan daun dan kelopak terhadap kadar

vitamin C (mg/ 100 g bahan).……….46 8 Hubungan lama pelayuan terhadap kadar vitamin C

(mg/ 100 g bahan)………..48 9 Hubungan interaksi antara perbandingan daun dan kelopak bunga

dan lama pelayuan terhadap kadar vitamin C (mg/ 100 g bahan)...49 10 Hubungan perbandingan daun dan kelopak bunga terhadap nilai

organoleptik warna air seduhan (numerik)……..………...51 11 Hubungan lama pelayuan terhadap nilai organoleptik warna air

seduhan (numerik)………...52 12 Hubungan perbandingan daun dan kelopak bunga terhadap nilai

organoleptik penampakan partikel (numerik)..………...54 13 Hubungan lama pelayuan terhadap nilai organoleptik penampakan

partikel (numerik)...………...55 14 Hubungan perbandingan daun dan kelopak bunga terhadap nilai


(15)

15 Hubungan lama pelayuan terhadap nilai organoleptik rasa

(numerik)………..…..58 16 Hubungan interaksi antara perbandingan daun dan kelopak bunga

dan lama pelayuan terhadap nilai organoleptik rasa (numerik)………..60 17 Hubungan perbandingan daun dan kelopak bunga terhadap nilai

organoleptik warna ampas seduhan (numerik)…...………62


(16)

DAFTAR LAMPIRAN

No Hal

1 Data pengamatan kadar air (%bk)………...66

2 Data pengamatan kadar abu (%)………..67

3 Data pengamatan kadar vitamin C (mg/ 100 g bahan)………68

4 Data pengamatan nilai organoleptik warna air seduhan………..69

5 Data pengamatan nilai organoleptik penampakan partikel…………..70

6 Data pengamatan nilai organoleptik rasa……….71


(17)

ABSTRAK

SYUKUR T HAREFA : Mempelajari Pengaruh Perbandingan Daun dan Kelopak Bunga dan Lama Pelayuan terhadap Mutu Teh Rosela (Hibiscus sabdariffa L.). Dibimbing oleh ISMED SUHAIDI dan RONA J NAINGGOLAN.

Bagian tanaman rosela yang paling banyak dimanfaatkan untuk menjadi teh adalah kelopak bunga, walaupun teh rosela dapat dibuat dari pencampuran daun dengan kelopak bunganya. Oleh karena itu perlu dilakukan penelitian tentang perbandingan daun dan kelopak bunga dengan lama pelayuan. Penelitian ini merupakan salah satu langkah awal untuk mendapatkan teh rosela yang terbaik. Perbandingan daun dengan kelopak bunga adalah 20:80, 40:60, 60:40 dan 80%:20% dan dilayukan dengan waktu 16, 18, 20, 22 jam. Penelitian dilaksanakan pada bulan April – Mei 2010 di Laboratorium Analisa Kimia Bahan Pangan Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara, Medan, menggunakan rancangan acak lengkap faktorial. Parameter yang dianalisis adalah kadar air, kadar abu, kadar vitamin C, nilai organoleptik warna air seduhan, penampakan partikel, rasa dan warna ampas seduhan.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa perbandingan daun dan kelopak bunga berpengaruh berbeda sangat nyata terhadap semua parameter yang diamati. Lama pelayuan berpengaruh berbeda had sangat nyata terhadap kadar air, kadar abu, kadar vitamin C, nilai organoleptik warna air seduhan dan rasa, berbeda nyata terhadap nilai organoleptik penampakan partikel serta berpengaruh tidak nyata terhadap warna ampas seduhan. Perbandingan 20% daun dan 80% kelopak bunga yang dilayukan selama 22 jam menghasilkan teh rosela yang terbaik mutunya.

Kata kunci: teh rosela, perbandingan daun dan kelopak bunga, lama pelayuan.

ABSTRACT

SYUKUR T HAREFA : A Study on the Effect of Leaves and Flower Petals ratio and Withering Time on the Quality of Roselle Tea. Supervised by ISMED SUHAIDI and RONA J NAINGGOLAN.

The most widely used of Roselle plant parts in making tea are flower petals, although the tea can be made by mixing rosela leaves with flower petals. Therefore, research needs to be done about the ratio of leaves and flower petals in combination with withering time. This research is a initial step to find the best quality of roselle tea. The equivalent of leaves and flower petals were 20:80, 40:60, 60:40, and 80%:20% and withering times were 16, 18, 20 and 22 hours. This research was perfomed in April - May 2010 at the Laboratory of Food Chemical Analysis, Faculty of Agriculture, North Sumatera University, Medan, using factorial completely randomized design. Parameters analysed were water content. mineral content, vitamin C content, organoleptic values of liquor, particle appearance, taste and coluor of the infused leaf.

The results showed that the ratio of leaves and flower petals had highly significant effect on all parameters observed. Withering time had highly significant effect on all parameters except the organoleptic values, particle appearance, and the taste and colour of infused leaf which were not significantly different. The interaction of the ratio of leaves and flower petals and withering time had highly significant effect on water content, vitamin C content and organoleptic values of the flavour but had no significant effect on mineral content, organoleptic values of liquor, particle appearance, and infused leaf. The ratio of 20% leaf to 80% flower petals and withering time of 22 hours gave the best quality ot the roselle tea.


(18)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Indonesia merupakan salah satu negara pengekspor teh terbesar di Asia Tenggara. Teh yang dihasilkan Indonesia merupakan jenis yang berasal dari tanaman teh Camelia sinensis. Teh hanya dapat tumbuh pada ketinggian 400-2000 meter diatas permukaan laut. Perbedaan tinggi tempat dan temperatur dapat mempengaruhi mutu teh yang dihasilkan.

Adanya permintaan teh yang semakin meningkat, dimana jumlah konsumsi teh dunia pada tahun 2007 adalah sebesar 3.031.403 ton sedangkan produksi teh Indonesia hanya sebesar 172.790 ton atau sebesar 5,7% dari konsumsi dunia, maka tanaman penghasil teh tersebut dinilai belum mampu untuk memenuhi kebutuhan permintaan tersebut. Belum adanya pemanfaatan bahan baku lain menjadi produk teh tersebut membuat perkembangan produk teh menjadi terhambat.

Teh rosela merupakan salah satu jenis teh merah yang paling populer, disukai konsumen dan sedang berkembang saat ini. Teh rosela dikenal dengan nama beragam, seperti hibiscus tea, teh mekkah, teh yaman, karkade (Arab), dan

kezeru (Jepang). Teh rosela dapat dibuat dari kelopak bunga dan daunnya, tetapi

umumnya dibuat dari kelopak bunga untuk mendapatkan khasiatnya yang optimal. Teh dari kelopak bunga rosela lebih memberikan sensasi aroma dan warna merah yang lebih menarik dibandingkan teh yang terbuat dari daunnya.

Tanaman rosela berupa semak yang berdiri tegak dengan tinggi 0,5-5,0 m. Ketika masih muda, batang dan daunnya berwarna hijau. Ketika beranjak dewasa


(19)

dan sudah berbunga, batangnya berwarna cokelat kemerahan. Batang berbentuk silindris dan berkayu, serta memiliki banyak percabangan. Pada batang melekat daun-daun yang tersusun berseling, berwarna hijau, berbentuk bulat telur dengan pertulangan menjari dan tepi beringgit. Tulang daunnya berwarna merah dengan panjang daun dapat mencapai 6-15 cm dan lebar 5-8 cm.

Bagian tanaman rosela yang paling banyak dimanfaatkan untuk produk pangan maupun nonpangan adalah kelopak bunga rosela. Diluar negeri, rosela telah diolah menjadi produk pangan seperti teh, salad, jeli, selai, saus, sup, minuman, pikel, sirup, anggur serta gelatin. Daun muda rosela yang kaya protein yang mudah dicerna tubuh bisa dijadikan salad, atau dalam bentuk campuran dengan kelopak bunga dijadikan sebagai teh.

Lama pelayuan sangat berpengaruh terhadap mutu teh yang dihasilkan terutama terhadap kandungan air pada pengolahan teh rosella. Tujuan utama dari proses pelayuan adalah menurunkan kandungan air yang terdapat dalam daun dan kelopak rosella. Semakin lama pelayuan maka kadar air yang diuapkan akan semakin banyak sehingga kadar air daun dan kelopak rosella akan semakin rendah. Kadar air yang rendah sangat diharapkan dalam memperpanjang masa simpan teh yang dihasilkan serta memberi pengaruh terhadap warna air seduhan dan rasa teh rosella.

Perbandingan jumlah daun rosella dan daun rosella juga sangat berpengaruh terhadap mutu teh rosella. Semakin banyak daun yang dicampurkan dibandingkan dengan kelopak bunga rosella maka akan berpengaruh terhadap warna air seduhan, rasa, kadar air serta kadar vitamin C teh rosella. Demikian juga


(20)

sebaliknya jika kelopak bunga yang dicampurkan maka akan mempengaruhi warna air seduhan, rasa, kadar air serta kadar vitamin C teh rosella.

Teh rosela merupakan salah satu jenis teh merah yang paling populer dan disukai oleh konsumen. Jenis teh ini memiliki warna cokelat kemerahan dengan rasa asam segar dan dapat dinikmati pada kondisi panas atau dingin. Proses pelayuan atau penguapan secara alamiah pada pengolahan teh ditandai dengan adanya perubahan elastisitas daun. Daun dan kelopak bunga menjadi lebih lemas akibat dari menurunnya atau hilangnya sebagian kandungan air yang terkandung didalamnya. Selama proses pelayuan ini butiran-butiran hijau pada daun atau klorofil bahan terurai menjadi pheophylline dan proses pemecahan ini akan terus berlanjut selama proses berikutnya yaitu pengeringan.

Rosela banyak mengandung vitamin A, vitamin C yang sangat tinggi, asam organik, kalsium serta mineral-mineral yang beragam dan substansi gizi lainnya yang diperlukan tubuh. Kandungan vitamin C sebagai antioksidan bermanfaat dalam menghambat terakumulasinya radikal bebas penyebab penyakit kronis, seperti kerusakan ginjal, diabetes, kanker darah dan mencegah penuaan dini. Dengan khasiat yang terkandung didalam setiap unsur gizinya, teh rosella dikenal sebagai teh sehat. Khasiat ini terdapat pada kelopak bunga, daun serta bijinya. Untuk mendapatkan rasa dan aroma teh yang enak serta khasiat teh yang tinggi, daun dan kelopak bunga bisa dicampur menjadi satu (blending).

Berdasarkan latar belakang tersebut di atas maka penulis mencoba melakukan penelitian dengan judul “Mempelajari Pengaruh Perbandingan Daun dan Kelopak Bunga Rosela dan Lama Pelayuan terhadap Mutu Teh Rosela”.


(21)

Tujuan Penelitian

Mengetahui pengaruh perbandingan daun dan kelopak bunga rosella dan lama pelayuan terhadap mutu teh rosela (Hibiscus sabdarifa L.)

Kegunaan Penelitian

Untuk memperoleh data dalam penulisan skripsi di Departemen Teknologi Pertanian, Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara, Medan. Sebagai sumber informasi untuk mengetahui pengaruh perbandingan daun dan kelopak bunga rosella dan lama pelayuan terhadap mutu teh rosella.

Hipotesa Penelitian

Ada pengaruh perbandingan daun dan kelopak bunga rosella dan lama pelayuan terhadap mutu teh rosella serta interaksi antara pengaruh perbandingan daun dan kelopak bunga rosella dan lama pelayuan terhadap mutu teh rosella.


(22)

TINJAUAN PUSTAKA

Sekilas tentang Teh (Camelia sinensis L.)

Tanaman teh pertama kali masuk ke Indonesia tahun 1684, berupa biji teh dari Jepang yang ditanam sebagai tanaman hias. Kemudian dilaporkan pada tahun 1694 terdapat perdu teh muda berasal dari China tumbuh di Jakarta. Teh jenis Assam mulai masuk ke Indonesia dari Sri Langka (Ceylon) pada tahun 1877 dan ditanam di kebun Gambung, Jawa Barat oleh R.E. Kerk Hoven. Sejak itu teh China secara berangsur diganti dengan teh Assam, sejalan dengan perkembangan perkebunan teh di Indonesia, yang dimulai sejak tahun 1910 dengan dibangunnya perkebunan Simalungun, Sumatera Utara. Dalam perkembangannya industri teh di Indonesia mengalami pasang surut sesuai perkembangan situasi pasar dunia maupun di Indonesia (PTPN IV, 1996).

Teh adalah suatu produk yang dibuat dari daun muda (pucuk daun) dari tanaman teh Camelia sinensis L. Daun teh mengalami beberapa proses pengolahan untuk dapat menjadi produk seperti teh hitam dan teh hijau. Untuk membuatnya, daun biasanya dilayukan dan kemudian digulung dengan alat pemutar OTR (Open Top Roller), kemudian dihamparkan ke udara agar teroksidasi atau terfermentasi. Daun kemudian dikeringkan dengan udara panas, dan dihasilkan teh hitam (Harler, 1966).

Secara botanis terdapat 2 jenis teh yaitu Thea Sinensis dan Thea Assamica.

Thea Sinensis ini juga disebut teh jawa yang ditandai dengan ciri-ciri tumbuhnya

lambat, jarak cabang dengan tanah sangat dekat, daunnya kecil, pendek, ujungnya agak tumpul dan berwarna hijau tua. Thea Assamica mempunyai cirri-ciri tumbuh


(23)

cepat, cabang agak jauh dari permukaan tanah, daunnya lebar, panjang dan ujungnya runcing serta berwarna hijau mengkilat (Soehargjo, et all., 1996).

Teh diperoleh dari pengolahan daun (pucuk daun dan daun-daun muda) dari tanaman teh (Camelia sinensis L.) Tanaman ini berasal dari daerah pegunungan di Himalaya. Karenanya di daerah tropik tanaman teh dapat tumbuh

subur di daerah pegunungan, di dataran-dataran tinggi dengan suhu sekitar 14-25o C. Di Indonesia tanaman teh tumbuh baik di daerah-daerah dengan

ketinggian 250 m- 1.200 m. Tanaman teh tidak akan terhadap musim kering tanpa ada hujan. (Spillane, 1992).

Panen teh terjadi ketika daun-daun dan tunas-tunas muda yang di daerah tropika dipetik secara rutin seminggu sekali atau dua minggu sekali tergantung pada musim . Daun hijau yang dipetik diangkut ke suatu pabrik untuk diolah menjadi bentuk teh jadi yang berbentuk teh hitam yang diminum di negara-negara Barat atau teh hijau. Teh hijau juga dapat diproses lagi menjadi teh berbau wangi (Spillane, 1992).

Teh dikelompokkan berdasarkan cara pengolahan. Daun teh Camellia

sinensis segera layu dan mengalami oksidasi kalau tidak segera dikeringkan

setelah dipetik. Proses pengeringan membuat daun menjadi berwarna gelap, karena terjadi pemecahan klorofil dan terlepasnya unsur tannin. Proses selanjutnya berupa pemanasan basah dengan uap panas agar kandungan air pada daun menguap dan proses oksidasi bisa dihentikan pada tahap yang sudah ditentukan. Pengolahan daun teh sering disebut sebagai fermentasi walaupun sebenarnya penggunaan istilah ini tidak tepat. Pemprosesan teh tidak menggunakan ragi dan tidak ada etanol yang dihasilkan seperti layaknya proses


(24)

fermentasi yang sebenarnya. Pengolahan teh yang tidak benar dapat menyebabkan teh ditumbuhi jamur yang mengakibatkan terjadinya proses fermentasi. Teh yang sudah mengalami fermentasi dengan jamur harus dibuang, karena mengandung unsur racun dan unsur yang bersifat karsiogenik (Wikipedia, 2009).

Dalam perdagangan teh internasional dikenal tiga golongan teh, yang pengolahannya berbeda-beda dan dengan demikian juga bentuk serta cita rasanya , yaitu Black Tea (Teh Hitam), Green Tea (Teh Hijau) dan Oolong Tea (Teh Oolong) (Radiana, 1985).

Perbedaan pokok antara teh hitam dan teh hijau adalah bahwa teh hitam mengalami proses fermentasi (proses pemeraman) yang merupakan ciri khasnya sedangkan teh hijau tidak mengenal fermentasi dalam proses pengolahannya. Disamping itu teh hitam tidak mengandung unsure-unsur lain di luar pucuk teh, sedangkan teh hijau karena bau daunnya tidak hilang (karena tidak mengalami proses fermentasi itu) harus dikompensasi dengan wangi-wangian dari bahan-bahan non teh. Di Indonesia biasanya bunga melati digunakan dalam proses ini. Teh Oolong, khas Teh Cina/ Taiwan, merupakan semacam perkawinan antara teh hitam dan teh hijau, yakni mengalami setengah fermentasi (Radiana, 1985).

Unsur-unsur pokok teh adalah kafein, tannin, dan minyak esensial (essential oils). Unsur pertama memberikan rasa segar mendorong kerja jantung manusia, tidak berbahaya karena kemurniannya. Unsur kedua adalah sumber energi dari sari-sarinnya. Unsur ketiga memberi rasa dan bau harum yang merupakan faktor-faktor pokok dalam menentukan nilai tiap cangkir teh untuk dijual atau diperdagangkan (Spillane, 1992).


(25)

Senyawa utama yang dikandung teh adalah katekin, yaitu suatu turunan tanin terkondensasi yang juga dikenal sebagai senyawa polifenol karena banyaknya gugus fungsi hidroksil yang dimiliknya. Selain itu, teh juga mengandung alkaloid kafein yang bersama-sama dengan polifenol teh akan membentuk rasa yang menyegarkan. Beberapa vitamin yang dikandung teh diantaranya adalah vitamin C, vitamin B, dan vitamin A yang walaupun diduga keras akan menurun aktifitasnya akibat pengolahan, namun masih dapat dimanfaatkan oleh peminumnya. Beberapa jenis mineral juga terkandung dalam teh, terutama fluoride yang dapat memperkuat struktur gigi (Kustamiyati, 2006).

Antioksidan polyphenols yang terdapat dalam teh hijau adalah bahan yang

sangat bermanfaat bagi kesehatan, yaitu mampu mengurangi resiko penyakit jantung, menghambat proliferasi sel tumor, dan menghambat pertumbuhan sel kanker paru-paru, kanker usus, terutama sel kanker kulit. Zat ini dapat membantu kelancaran proses pencernaan makanan melalui stimulasi peristaltic dan produksi cairan pencernaan (Al’as, 2005).

Pengolahan daun teh dimaksudkan untuk mengubah komposisi kimia daun teh segar secara terkendali, sehingga menjadi hasil olahan yang dapat memunculkan sifat-sifat yang dikehendaki pada air seduhannya, seperti warna, rasa, dan aroma yang baik dan disukai. Bahan kimia yang terkandung dalam daun teh terdiri dari empat kelompok yaitu substansi fenol (catechin dan flavanol), substansi bukan fenol (pektin, resin, vitamin, dan mineral), substansi aromatik dan enzim-enzim (Setyamidjaja, 2000).


(26)

Penentuan dan Jenis Mutu Teh Hijau

Sebelum pihak konsumen teh membeli teh hasil perkebunan tertentu, mutu teh itu dinilai terlebih dahulu dari contoh-contoh representatife yang diambil dari suatu chop produksi. Penilaian teh atau tea teasting itu dilakukan dalam dua tingkat, yakni :

a. Penilaian kualitas luarnya (Appearance of the tea)

b. Penilaian kualitas dalamnya (Inner quality) (Spillane, 1992).

Dasar yang digunakan untuk menentukan mutu teh hijau adalah sifat luar dan sifat dalam dari teh hijau.

A. Sifat Luar

• Warna teh kering : hijau muda dan hijau kehitam-hitaman

• Ukuran : homogen dan tidak tercampur remukan

• Bentuk : tergulung, terpilin

• Aroma : wangi sampai kurang wangi, tidak apek

B. Sifat Dalam

• Seduhan : jernih, sedikit berwarna hijau atau kekuning-kuningan. Warna tetap meskipun seduhan menjadi dingin..

• Ampas : berwarna hijau

• Rasa : rasa khas teh hijau, sedikit pahit, dan lebih sepet dibanding teh hitam (Tunggul, 2009).

Standardisasi mutu teh hijau untuk ekspor belum ada karena sebagian besar teh yang diekspor adalah teh hitam. Mutu yang ada adalah mutu berdasarkan SP-60-1977. Mutu tersebut adalah sebagai berikut :


(27)

a. mutu I (Peko): yaitu bentuk daun tergulung kecil dengan warna hijau sampai kehitaman, aromanya wangi dan tidak apek, tidak ada benda asing (kotoran), tangkai daun maksimum 5%, dengan kadar air maksimum adalah 10%.

b. mutu II (Jikeng): yaitu bentuk daun tidak tergulung melebar, warnanya hijau kekuning-kuningan sampai kehitamhitaman, aromanya kurang wangi dan tidak apek. Tidak ada benda asing, tangkai daun maksimum 7%, kadar air maksimum adalah 10%.

c. mutu III (Bubuk): yaitu bentuk daun seperti bubuk dengan potongan-potongan datar, warnanya hijau kehitam-hitaman, aromanya kurang wangi dan tidak apek, tidak ada benda asing, tangkai daun maksimum 0% dengan kadar air maksimum adalah 10%.

d. mutu IV (Tulang): yaitu sebagian besar berupa tulang daun warnanya hijau kehitam-hitaman, aromanya kurang wangi dan tidak apek, tidak ada benda asing dengan kadar air maksimum adalah 10%

(Tunggul, 2009).

Standar nasional Indonesia untuk mutu teh hijau untuk kadar air yaitu maksimal 10% b/b, kadar abu 4-8% b/b, ekstrak larut dalam air adalah minimal 32% b/b, dan kadar serat kasar 16,5% b/b (Wicaksono, 2010).

Tanaman Rosela

Tanaman rosella dapat tumbuh didaerah tropis dan sub tropis yang hangat (25-30 0 C) namun cukup lembab (70 %). Rosella cocok ditanam pada ketinggian 0-1.000 m di atas permukaan laut, dengan curah hujan 140-270 mm per bulan.


(28)

Pada curah hijan rendah, rosella masih dapat tumbuh, tetapi tidak sebaik di daerah bercurah hujan tinggi. Panjang periode vegetatif dapat diatur sejak masa penaburan benih. Agar tanaman ini dapat tumbuh maksimal di butuhkan air dan sinar matahari penuh selama 12 jam untuk pembungaan dan berbuah. Umumnya, rosella dapat tumbuh pada semua jenis tanah selama tanah tersebut kaya akan humus, gembur, dan memiliki drainase yang baik dengan pH 6,5-7,5 (Widyanto dan Nelistya, 2009).

Awalnya, bagi sebagian masyarakat awam, mendengar rosella masih sangat jarang. Wajar memang karena tanaman ini belum begitu popular. Namun, dikalangan para pecinta tanaman obat, rosela adalah salah satu jenis tanaman yang memiliki banyak khasiat, khususnya sebagai obat beberapa penyakit. Seiring waktu, kini rosela sudah mulai pupuler di masyarakat (Widyanto dan Nelistya, 2009).

Ukuran rosella agak berbeda untuk setiap daerah. Sebagai contoh rosella dari Cirebon atau Surabaya umumnya berukuran agak lebih kecil dibandingkan rosella dari Bogor, Sukabumi, atau Cipanas yang umumnya berukuran besar. Dalam hal warna pun demikian. Ada yang merah muda, merah tua, merah kecoklatan dan merah kehitaman. Di Surabaya (Jawa Timur) ada rosella yang kelopaknya berwarna kuning dan berukuran kecil (Mardiah, et al, 2009).

Kepopuleran rosela memang tidak lepas dari peran para pecintanya yang terus memperkenalkan ke masyarakat. Melalui produk olahannya, khususnya teh rosella, tanaman yang diduga kuat berasal dari India tersebut semakin popular. Kini, sebagian besar masyarakat telah cukup mengenalnya, bahkan diantara


(29)

mereka ada yang menjadikan sebagai salah satu tanaman koleksi di halaman rumah (Widyanto dan Nelistya, 2009).

Pada awalnya pembudidayaan rosella ditujukan untuk memperoleh serat batangnya sebagai bahan baku pembuatan tali dan pengganti rami. Namun, dengan adanya produk tas yang terbuat dari plastik , serat rosella jarang digunakan. Saat ini, tujuan budi daya rosella mulai bergeser sebagai penghasil bahan makanan dan minuman (Maryani dan Kristiana, 2008).

Banyak industri yang mulai mencoba untuk membudidayakan dan mengolah rosella menjadi berbagai olahan makanan. Daun, bunga dan biji rosella memiliki kandungan gizi yang cukup baik sehingga rosella tidak hanya berpotensi untuk bahan baku industri makanan, tetapi juga berpotensi digunakan sebagai bahan baku industri farmasi, minuman fungsional, pewarna alami, dan kosmetik (Mardiah, et al, 2009).

Deskripsi Rosela

Tanaman rosela berupa semak yang berdiri tegak dengan tinggi 0,5-5,0 m. Ketika masih muda, batang dan daunnya berwarna hijau. Ketika beranjak dewasa dan sudah berbunga , batangnya berwarna cokelat kemerahan. Batang berbentuk silindris dan berkayu, serta memiliki banyak percabangan. Pada batang melekat daun-daun yang tersusun berseling, berwarna hijau, berbentuk bulat telur dengan pertulangan menjari dan tepi beringgit. Ujung daun ada yang runcing. Tulang daunnya berwarna merah. Panjang daun dapat mencapai 6-15 cm dan lebar 5-8 cm. Akar yang menopang batangnya berupa akar tunggang. Bunga muncul pada ketiak daun. Kelopak bunga sangat menarik dengan bentuk yang menguncup indah dan dibentuk dari 5 helai daun kelopak (Widyanto dan Nelistya, 2009)


(30)

Rosela yang mempunyai nama ilmiah Hibiscus sabdarifa Linn ini merupakan anggota famili Malvaceae. Rosela dapat tumbuh baik di daerah beriklim tropis dan subtropis. Tanaman ini mempunyai habitat asli di daerah yang terbentang dari India hingga Malaysia. Namun, sekarang tanaman ini tersebar luas di daerah tropis dan subtropis di seluruh dunia. Karena itu, tak heran jika tanaman ini mempunyai nama umum yang berbeda-beda di berbagai negara(Maryani dan Kristiana, 2008).

Pada prinsipnya rosela dapat hidup dikondisi lahan, cuaca, serta suhu yang bagaimanapun, akan tetapi disetiap daerah yang berbeda akan menghasilkan warna yang berbeda pula. Batang rosela akan tumbuh dari satu titik tumbuh. Rosela yang ditanam dilereng pegunungan memilikiwarna kelopak yang merah agak kehitam-hitaman, yang ditanam di tanah pekarangan memiliki warna yang merah kurang cerah yang ditanam di sawah dan dataran rendah memiliki warna merah cerah dan dapat dijadikan standart eksport. Batangnya tumbuh sangat tinggi. Satu pohon bisa keluar kelopak bunga sebanyak 10 kg (Warientek, 2008).

Taksonomi dari tanaman rosela adalah :

Difisi : Spermatophyta

Sub-difisi : Angiospermae

Kelas : Dicotyledonae

Bangsa : Malvales

Suku : Malvaceae

Marga : Hibiscus

Jenis : Hibiscus sabdariffa Linn


(31)

(32)

Kelopak Rosela

Bagian tanaman yang bisa diproses menjadi produk pangan adalah kelopak bunganya. Kelopak bunga tanaman ini berwarna merah tua, tebal, dan berair serta banyak mengandung vitamin A, vitamin C dan asam amino. Kelopak bunga rosela yang rasanya sangat masam ini biasanya dibuat menjadi jeli, saus, teh, sirup dan manisan. Bahan terpenting yang terkandung dalam kelopak bunga rosela adalah grossy peptin, antosianin, dan gluside hibiscin. Selain itu kelopak bunga rosela juga mengandung asam organik, polisakarida, dan flavonoid yang bermanfaat mencegah penyakit kanker, mengendalikan tekanan darah, melancarkan peredaran darah dan melancarkan buang air besar (Daryanto, 2008).

Kelopak bunga rosela mempunyai kandungan vitamin C yang sangat tinggi. Sehingga mampu meningkatkan daya tahan tubuh terhadap serangan berbagai penyakit, dapat menghambat terakumulasinya radikal bebas penyebab penyakit kronis dan dapat mencegah penuaan dini. Dalam hal ini yang berperan adalah antosianin. Selain kandungan vitamin C yang sangat tinggi, rosela juga kaya akan mineral, seperti kalsium, phosphor, potassium, dan zat besi yang sangat penting untuk tubuh. Selain vitamin C, rosela juga mengandung vitamin B1, vitamin B2, niasin dan vitamin D. Tubuh manusia membutuhkan 22 asam amino. Dari 22 ini, 18 diantaranya terpenuhi dari bunga rosela. Dua diantaranya (Arginin dan Lisin) bila bersinergi dengan asam glutamate dan merangsang otak untuk menggerakkan hormon tubuh manusia (Mangkurat, 2008)

Produk olahan kelopak maupun produk olahan minyak rosela berwarna merah yang sangat menarik. Warna merah ini disebabkan kandungan antosianin rosela yang cukup tinggi. Antosianin merupakan pigmen tumbuhan yang


(33)

memberikan warna merah dan berperan mencegah kerusakan sel akibat paparan sinar UV berlebih. Karena itu, rosela sering dijadikan sumber pewarna pada makanan. Bunga rosela juga mengandung 3,19% pektin sehingga dapat digunakan sebagai sumber pektin komersil (Wikipedia, 2010).

Adapun komposisi kimia kelopak bunga rosela dapat dilihat pada tabel di bawah ini :

Tabel 1. Komposisi kimia kelopak rosela segar per 100 g bahan

Komposisi Kimia Jumlah

Kalori (kal) 44

Air (%) 86,2

Protein (g) 1,6

Lemak (g) 0,1

Karbohidrat (g) 11,1

Serat (g) 2,5

Abu (g) 1,0

Kalsium (mg) 160 Fosfor (mg) 60

Besi (mg) 3,8

Betakaroten (ig) 285

Vitamin C (mg) 14

Tiamin (mg) 0,04

Riboflavin (mg) 0,6

Niasin (mg) 0,5

Sumber : Maryani dan Kristiana (2008)

Daun Rosela

Daun rosela berbentuk bulat telur serta tunggal dengan pertulangan menjari dan letaknya berseling, terbagi ke dalam 3-7 cuping bergantung kultivar dan aksesi, dan pinggiran daun bergerigi. Rosela memiliki daun yang panjangnya mencapai 6-15 cm dan lebarnya 5-8 cm. Sementara tangkai daun berbentuk bulat, berwarna hijau, dengan panjang 4-7 cm (Mardiah et al, 2009).

Daun rosella muda kaya akan protein yang mudah dicerna, sehingga dapat dimakan dalam bentuk segar. Karena itu, daun yang masih muda bisa dimakan


(34)

sebagai salad, dalam bentuk campuran dengan kelopak bunga dijadikan sebagai teh, ataupun sayuran. Selain itu, bisa dikeringkan dan digunakan sebgai pengganti rumput untuk pakan ternak. Bagi hewan memamah biak, tanaman ini merupakan sumber protein dan karoten (Maryani dan Kristiana, 2008).

Daun rosella juga bisa mengobati kaki pecah-pecah dan luka bakar ringan. Caranya, daun direndam dalam air panas, dilumatkan, kemudian dioleskan pada kaki yang pecah-pecah atau pada kulit yang terbakar. Daun ini juga dapat mempercepat pematangan bisul sekaligus bersifat melembutkan kulit (emollient). Sementar itu, lotion yang dibuat dari daun rosella digunakan untuk mengobati luka (Daryanto, 2008).

Adapun komposisi kimia daun rosela dapat dilihat pada tabel berikut : Tabel 2. Komposisi kimia daun rosela segar per 100 g bahan

Komposisi Kimia Jumlah

Kalori (kal) 43

Air (%) 85,6

Protein (g) 3,3

Lemak (g) 0,3

Karbohidrat (g) 9,2

Serat (g) 1,6

Abu (g) 1,6

Kalsium (mg) 213 Fosfor (mg) 93

Besi (mg) 4,8

Betakaroten (ig) 4135

Vitamin C (mg) 54

Tiamin (mg) 0,17 Riboflavin (mg) 0,45 Niasin (mg) 1,2 Sumber : Maryani dan Kristiana (2008)

Nilai Gizi Rosela

Kandungan penting yang terdapat pada kelopak bunga rosella adalah pigmen antosianin yang membentuk flavonoid yang berperan sebagai antioksidan.


(35)

Flavonoid rosella terdiri dari flavanols dan pigmen antosianin. Pigmen antosianin ini yang membentuk warna ungu kemerahan menarik dikelopak bunga maupun teh hasil seduhan rosella. Antosianin berfungsi sebagai antioksidan yang diyakini dapat menyembuhkan penyakit degeneratif. Antosianin pada rosella berada dalam

bentuk glukosida yang terdiri dari cyanydin-3-sambusioside,

delphinidin-3-glucose, dan delphinidin-3-sambubioside. Sementara itu, flavonols

terdiri dari gossypeptin, hibiscetine, dan quercetia (Mardiah, et al., 2009).

Zat gizi lain yang tak kalah penting terkandung dalam rosella adalah kalsium, niasin, riboflavin dan zat besi yang cukup tinggi. Kandungan zat besi pada kelopak rosella segar dapat mencapai 8,98 mg/ 100 g, sedangkan pada daun rosella sebesar 5,4 mg/100 g. Selain itu, kelopak rosella mengandung 1,12% protein, 12% serat kasar, 21,89 mg/ 100 g sodium, vitamin C, dan vitamin A. Satu hal yang unik dari rosella adalah rasa masam pada kelopak rosella yang menyegarkan (Mardiah, et al., 2009).

Bunga, daun serta biji rosela dapat dimanfaatkan sebagai tanaman herbal dan bahan baku minuman kesehatan, karena menurut DepKes RI No. SPP 1065/35.15/05, setiap 100 gram kelopak bunga Rosella mempunyai kandungan gizi sebagai berikut: protein 1,145 gr, lemak 2,61 gr, serat 12 gr, kalsium 1,263 gr, fosor 273,2 mg, zat besi 8,98 mg, malic acid 3,31%, fruktosa 0,82%, sukrosa 0,24%, karoten 0,029%, tiamin 0,117mg, niasin 3,765 mg, dan vitamin C 244,4mg. Kandungan vitamin C yang tinggi ini dapat berfungsi sebagai bahan antioksidan dalam tubuh. Bunga rosella kaya akan serat yang bermanfaat untuk kesehatan saluran pencernaan. Bunga Rosella kering dapat diseduh menjadi


(36)

minuman sejenis teh, yang sudah umum dimanfaatkan (Kustywaty dan Ramli, 2008).

Banyaknya kandungan antosianin menentukan tingkat kepekatan warna merah pada bunga rosella. Semakin banyak kandungan antosianin maka semakin pekat warna merahnya dan semakin banyak kandungan antioksidannya. Kadar antosianin juga mempengaruhi rasa seduhan. Warna yang pekat menandakan rasanya sangat asam oleh karena kandungan asam malat,asam sitrat dan asam askorbat (Widyanto dan Nelistya, 2009).

Dari semua jenis vitamin yang ada, vitamin C merupakan vitamin yang paling mudah rusak. Disamping sangat larut dalam air, vitamin C mudah rusak teroksidasi dan proses tersebut dipercepat oleh panas, sinar, alkali, enzim, oksidator, serta oleh katalis tembaga dan besi. Oksidasi akan terhambat bila vitamin C dibiarkan dalam keadaan asam, atau pada suhu rendah (Winarno, 1992).

Manfaat Rosela Sebagai Minuman Herbal

Masyarakat tradisional di berbagai negara telah memanfaatkan tanaman rosella untuk mengatasi berbagai penyakit dan masalah kesehatan. Pemanfaatan tanaman rosella ini berkaitan dengan fungsinya sebagai antiseptik, aprodisiak (meningkatkan gairah seksual), astringen, demulcent (menetralisir asam lambung), digesif (melancarkan pencernaan), diuretic, purgative, onthelmintic (anti cacing), refrigerant (efek mendinginkan), resolvent, sedative, stomachic tonik, serta mengobati kanker, batuk, maag dan sakit buang air besar, darah tinggi, sariawan dan mencegah penyakit hati (Mardiah, et al., 2009).


(37)

Secara ilmiah, rosela telah terbukti memiliki efek antioksidan bagi tubuh manusia. Riset telah membuktikan kapasitas antioksidan dari bunga ini. Penelitian dilakukan dengan mengekstrak rosela dalam larutan alkohol dan mereaksikannya dengan senyawa radikal bebas. Hasil pengujian membuktikan bahwa rosela mengandung berbagai komponen fenolik yang dapat mengurangi radikal bebas yang digunakan dalam pengujian (Warientek, 2010).

Teh berwarna merah cantik ini memang multikhasiat. Bunga rosela merah yang telah kering dan diseduh menjadi secangkir teh yang bercitara rasa sedikit asam ini mampu mengatasi batuk, asam urat, kolesterol, hipertensi, radikal bebas, dan penyegar (tonik). Selain itu, berdasarkan penelitian ilmiah yang dilakukan ilmuwan Sudan, rosela merah juga berkhasiat untuk menurunkan tekanan darah (hipotensif), antikejang saluran pernapasan, anticacing (antelmintik), dan antibakteri (Warientek, 2010).

Teh Rosela

Teh rosella dapat dibuat dari kelopak bunganya. Kelopak bunga rosela disajikan dengan jalan menyeduhnya terlebih dahulu. Rasanya masam tapi terasa menyegarkan. Di pasaran banyak beredar kelopak bunga rosela kering. Tidak ada perbedaan kandungan zat yang membedakan hanya kandungan airnya. Dibeberapa Negara Eropa, seperti Jerman telah menjadi negara importir kelopak bunga rosela terbesar. Mereka telah meneliti bahwa kelopak bunga rosela mempunyai khasiat yang sangat banyak. Terutama digunakan untuk mencegah kanker dan radang. Dibeberapa negara asia telah menjadi pemasok utama kelopak bunga rosela kering untuk negara-negara di Eropa diantaranya Thailand dan Cina. Tetapi karena pasokan yang terbatas banyak negara menjadi pengekspor bunga


(38)

rosela kering. Sudan adalah salah satu negara di benua afrika yang menjadi eksportir bunga rosela kering dengan kualitas yang baik (Warientek, 2010).

Kelopak bunga Rosela dapat diambil sebagai bahan minuman segar berupa sirup dan teh, selai dan minuman, terutama dari tanaman yang berkelopak bunga tebal, yaitu Rosela Merah. Kelopak bunga tersebut mengandung vitamin C, vitamin A, dan asam amino. Asam amino yang diperlukan tubuh, 18 diantaranya terdapat dalam kelopak bunga Rosela, termasuk arginin dan legnin yang berperan dalam proses peremajaan sel tubuh. Selain itu, Rosela juga mengandung protein dan kalsium (Jenglot, 2008).

Sebagian masyarakat ada yang mengkonsumsi rosela dalam bentuk segar sebagai lalapan, salad, manisan, jus, dan lain-lain. Ada pula yang memanfaatkannya bentuk kering sebagai bahan pembuat teh atau kopi. Teh rosela pupuler diberbagai Negara, seperti Meksiko, Thailand, dan Sudan. Konon, teh ini merupakan minuman kaum bangsawan Mesir kuno dan sering disajikan pada pesta pernikahan di Sudan (Fitriyanti, 2004).

Teh rosela dapat dibuat dari kelopak bunga dan daunnya, tetapi umumnya dibuat dari kelopak bunganya saja. Teh dari kelopak bunga rosela lebih memberikan sensasi aroma dan warna merah yang lebih menarik dibandingkan teh yang terbuat dari daunnya tetapi untuk mendapatkan rasa dan aroma teh yang enak, daun dan kelopak bunga yang telah kering bisa dicampur menjadi satu (blending) (Mardiah, et al, 2009).

Agar mutu teh rosela yang dihasilkan bagus, waktu antara panen dan proses pengeringan diusahakan jangan terlalu lama. Hal ini disebabkan kelopak bunga yang telah dipanen masih mengandung kadar air yang cukup tinggi


(39)

sehingga akan cepat mengalami kerusakan setelah 2 hari. Kerusakan tersebut dapat menyebabkan mutu teh, terutama aroma dan warnanya. Teh rosela bila diseduh dengan air panas, akan berwarna merah, setelah diminum terasa manis asam dan memiliki rasa dan aroma yang khas (Widyanto dan Nelistya, 2009).

Teh rosela dipercaya dapat meningkatkan daya tahan tubuh, mengatasi sakit tenggorokan , melurukan dahak, menurunkan kadar gula darah, menurunkan kolesterol, TBC, mengatasi panas dalam, sembelit, mengurangi dampak negatife nikotin bagi para perokok, mengurangi resiko osteoporosis, dan memperlambat menopause. Selain itu, rosella juga dapat digunakan sebagai antiseptik usus dan anti radang, serta terapi bagi pecandu narkoba (Widyanto dan Nelistya, 2009).

Pelayuan Kelopak dan Daun Rosela

Pelayuan pada teh hijau bertujuan untuk menginaktifkan enzim polifenol oksidase dan menurunkan kandungan air yang terdapat dalam pucuk, agar pucuk menjadi lentur dan mudah digulung. Proses pelayuan dilakukan sampai pada tahap layu tertentu, yang sifat pelayuannya berbeda dibanding dengan cara pelayuan teh lokal (Setyamidjaja, 2000).

Pelayuan merupakan proses penguapan yang terjadi secara alamiah pada bahan. Metode pelayuan dilakukan dengan cara mendiamkan daun pada kondisi suhu ruang selama 18 jam. Selama proses pelayuan, kadar air yang terkandung dalam kelopak dan daun akan menurun secara perlahan-lahan. Perubahan yang terjadi pada saat pelayuan ditandai dengan adanya perubahan elastisitas daun. Daun menjadi lebih lemas akibat dari menurunnya atau hilangnya sebagian kandungan air di dalam daun (Mardiah, et al., 2009).


(40)

Selama proses pelayuan, daun teh akan mengalami dua perubahan yaitu perubahan senyawa-senyawa kimia yang terdapat dalam daun dan menurunnya kandungan air. Proses ini dilakukan pada alat Wihering Trough selama 14-18 jam tergantung kondisi pabrik yang bersangkutan. Hasil pelayuan yang baik ditandai dengan pucuk layu yang berwarna hijau kekuningan, tidak mengering, tangkai muda menjadi lentur, bila digenggam terasa lembut dan bila dilemparkan tidak akan buyar serta timbul aroma yang khas seperti buah masak (Andrianis, 2009).

Suhu pelayuan harus sama (stabil) agar dapat dicapai tingkat layu yang tepat. Tingkat layu pucuk dinilai berdasarkan presentase layu, yaitu perbandingan berat pucuk layu terhadap pucuk basah yang dinyatakan dalam persen. Persentase layu teh hijau lokal adalah 60-70%, dan untuk teh hijau ekspor sekitar 60% dengan tingkat kerataan layuan yang baik. Tingkat layu yang tepat ditandai dengan keadaan pucuk layu yang berwarna hijau cerah, lemas, dan lembut, serta mengeluarkan bau yang khas (Setyamidjaja, 2000).

Kriteria untuk menentukan tingkat kelayuan daun antara lain :

- bentuk daun lemas, agak lekat seperti daun yang dimasukkan dalam air panas - warna daun hijau kekuning-kuningan atau hijau muda

- air seduhan daun layu jernih dengan sedikit warna hijau atau pucat - kadar air 65-70% (Setyamidjaja, 2000).

Pengeringan Kelopak dan Daun Rosela

Pengeringan pada teh hijau bertujuan untuk menurunkan kadar air dari pucuk yang digulung hingga 3-4%, memekatkan cairan sel yang menempel di permukaan daun sampai berbentuk seperti perekat, dan memperbaiki bentuk gulungan teh jadi. Untuk mencapai tujuan tersebut, dilaksanakan dua tahap


(41)

pengeringan, masing-masing menggunakan mesin yang berbeda (Setyamidjaja, 2000).

Pengeringan rosella bisa dilakukan dengan sinar matahari atau menggunakan oven. Jika menggunakan oven, kondisi yang terbaik adalah suhu 60oC selama 5 jam, dan jika menggunakan sinar matahari cukup 2-3 hari (Mardiah et al, 2009).

Untuk mendapatkan khasiat terbaik dalam kelopak rosela sebenarnya tidak sulit. Untuk mendapatkan teh rosela, bunga yang sudah dipetik, dijemur di bawah terik matahari selama 1-2 hari agar memudahkan pemisahan lidah kelopak dengan bijinya. Kemudian cuci air bersih dan jemur kembali selama 3-5 hari. Remas kelopaknya, jika mudah menjadi bubuk itu artinya kadar air telah mencapai 4-5% (Wikipedia, 2010)

Faktor-faktor yang mempengaruhi pengeringan ada 2 golongan, yaitu : faktor yang berhubungan dengan udara pengering (suhu, kecepatan volumetrik aliran udara pengering, dan kelembaban udara) dan faktor yang berhubungan dengan sifat bahan. Yang termasuk dalam golongan terakhir ini adalah ukuran bahan, kadar air awal, dan tekanan persial dalam bahan. Bahan pangan yang dihasilkan dari produk-produk pertanian pada umumnya mengandung kadar air. Kadar air tersebut apabila masih tersimpan dan tidak dihilangkan, maka akan dapat mempengaruhi kondisi fisik bahan pangan (Widyani dan Suciaty, 2008).

Faktor-faktor yang perlu diperhatikan dalam proses pengolahan teh adalah suhu udara dan volume udara yang dihembuskan, jumlah teh basah yang dimasukkan ke pengering, dan waktu pengeringan (Machfoedz, 1993).


(42)

METODE PENELITIAN

Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan pada bulan April – Mei 2010 di Laboratorium Analisa Kimia Bahan Pangan, Departemen Teknologi Pertanian Fakultas Pertanian Sumatera Utara.

Bahan Penelitian

Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah daun dan kelopak bunga rosella yang diperoleh dari Kampung Kolam, Bandar Setia Tembung, Medan.

Bahan Kimia

Bahan kimia yang digunakan pada penelitian ini adalah pati 1%, iodium 0,01 N, aquadest.

Alat

Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah timbangan analitik, blower, cawan aluminium, cawan porselen, kotak pelayuan, elenmeyer, beaker


(43)

Metode Penelitian

Penelitian dilakukan dengan menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan dua faktor, yang terdiri dari:

Faktor I : Perbandingan Daun dengan Kelopak Bunga (A) A1 = 20% : 80%

A2 = 40% : 60% A3 = 60% : 40% A4 = 80% : 20% Faktor II : Lama Pelayuan (B) B1 = 16 Jam

B2 = 18 Jam B3 = 20 Jam B4 = 22 Jam

Kombinasi perlakuan (Tc) =4 x 4 = 16 dengan jumlah minimum perlakuan (n) adalah:

Tc (n-1) > 15 16(n-1) > 15 16 n > 31

n > 1,93 ...Dibulatkan menjadi n=2 Jadi untuk ketelitian dalam penelitian ini dilakukan ulangan sebanyak 2 kali


(44)

Model Rancangan

Penelitian ini dilakukan dengan model Rancangan Acak Lengkap (RAL) faktor dengan model:

Ŷijk = µ + αi + βj + (αβ)ij + €ijk Dimana :

Ŷijk : Hasil pengamatan dari faktor A pada taraf ke-i dan faktor B pada taraf ke –j dalam ulangan ke –k

µ : Efek nilai tengah

αi : Efek faktor A pada taraf ke-i βj : Efek faktor B pada taraf ke-j

(αβ)ij : Efek interaksi faktor A pada taraf ke-i dan faktor B pada taraf ke-j €ijk : Efek galat dari faktor A pada taraf ke-i dan faktor B pada taraf ke-j

dalam ulangan ke –k. (Bangun, 1991).

Apabila diperoleh hasil yang berbeda nyata dan sangat nyata maka uji dilanjutkan dengan uji beda rataan, menggunakan uji Least Significant Range (LSR).

Pelaksanaan Penelitian

a. Persiapan bahan untuk daun rosela

- Diambil daun rosela segar kemudian dilakukan sortasi untuk membuang daun yang sudah rusak.

- Daun rosela dicuci hingga bersih - Ditiriskan


(45)

b. Persiapan bahan untuk kelopak rosela

- Diambil kelopak bunga rosela segar dan dipisahkan dari biji dengan cara membuang bagian tengah yang mengandung biji.

- Kelopak bunga rosela yang sudah dibuang bagian bijinya dicuci hingga bersih - Ditiriskan

c. Pencampuran

- Dicampur daun rosela dengan kelopak bunga rosela sebanyak 500 gram dengan perbandingan A1 (20%:80%), A2 (40%:60%), A3 (60%:40%), A4 (80%:20%) - Dilakukan pelayuan selama B1 (16 jam), B2 (18 jam), B3 (20 jam), B4 (22 jam) - Dilakukan perajangan

- Dikeringkan dengan menggunakan oven dengan suhu 60oC selama 5 jam - Dilakukan pengecilan ukuran dengan blender

- Bubuk teh rosela

- Dilakukan analisis kadar air, kadar abu, kadar vitamin C, serta uji organoleptik.

Pengamatan dan Pengukuran Data

Pengamatan dan pengukuran data dilakukan dengan cara analisis terhadap parameter sebagai berikut :

1. Kadar air (%) 2. Kadar abu(%)

3. Kadar vitamin C (mg)

4. Uji organoleptik terhadap warna air seduhan 5. Uji organoleptik terhadap penampakan partikel 6. Uji organoleptik rasa


(46)

Parameter Penelitian

1. Penentuan Kadar Air (Dengan Metode Oven) (AOAC, 1984)

Ditimbang bahan sebanyak 5 gram di dalam aluminium foil yang telah diketahui berat kosongnya. Kemudian bahan tersebut dikeringkan dalam oven dengan suhu sekitar 105 oC – 110 oC selama 3 jam, selanjutnya didinginkan di dalam desikator selama 15 menit lalu ditimbang kembali. Setelah itu, bahan dipanaskan kembali di dalam oven selama 30 menit, kemudian didinginkan kembali dengan desikator selama 15 menit lalu ditimbang. Perlakuan ini diulangi sampai diperoleh berat yang konstan.

Kadar air (%bk) =

-

x100%

akhir berat

akhir berat awal

berat

2. Penentuan Kadar Abu (Sudarmadji, et al., 1989)

Sampel ditimbang sebanyak 3-5 gr dan diletakkan dalam cawan porselen yang telah diketahui bobot keringnya. Sebelum diabukan, sampel terlebih dahulu dipanaskan diatas pemanas destruksi hingga terbentuk arang dan tidak berasap lagi. Selanjutnya sampel diabukan didalam tanur listrik pada suhu 550oC hingga terbentuk warna abu-abu. Setelah itu sampel didinginkan dalam desikator. Ditimbang bobot akhirnya dan ulangi pekerjaan ini hingga bobot akhir konstan.

Bobot abu setelah pengabuan (g)

Kadar Abu (%) = x 100%

Bobot awal sampel (g) 3. Penentuan Kadar Vitamin C (Sudarmadji, et al., 1989)

Kandungan vitamin C ditentukan dengan cara titrasi, sebanyak 25 gram bubuk teh kering dimasukkan dalam beaker glass ukuran 100 ml dan ditambahkan aquadest sampai mencapai volume 100 ml. Kemudian diaduk hingga merata dan


(47)

disaring dengan menggunakan kertas saring. Filtrat diambil sebanyak 25 ml dengan menggunakan gelas ukur lalu dimasukkan ke dalam erlenmeyer dan ditambahlan 2-3 tetes larutan pati 1% lalu dititrasi dengan larutan Iodium 0,01 N hingga terjadi perubahan warna biru sambil dicatat berapa ml Iodium yang terpakai.

Kadar vitamin C dapat dihitung dengan rumus :

ml titrasi Iod 0,01 N x 0,88 x FP x 100 Kadar Vitamin C (mg/100 g bahan) =

Berat contoh (g) FP = Faktor pengencer (dalam hal diatas FP = 4)

1 ml Iod 0,01 N = 0,88 mg vitamin C

Prosedur Penyeduhan Teh

Teh dari pencampuran kelopak dan daun rosella diseduh sebanyak 2 gr dengan air panas sebanyak 200 ml dan dibiarkan selama 3 menit dalam keadaan tertutup rapat untuk mencegah menguapnya aroma. Selanjutnya dilakukan uji organoleptik.

4. Organoleptik Warna air seduhan (Liquor) (numerik) (Soekarto, 1981) Uji organoleptik dilakukan oleh 10 orang panelis. Pengujian dilakukan secara inderawi (organoleptik) yang ditentukan berdasarkan skala numerik. Untuk skala warna adalah sebagai berikut :

Tabel 3. Uji hedonik warna air seduhan (liquor) Skala Numerik Keterangan

4 3 2 1

Air seduhan merah sangat pekat Air seduhan merah pekat Air seduhan merah agak pekat Air seduhan merah tidak pekat


(48)

5. Organoleptik Penampakan Partikel (Lappearance) (numerik) (Soekarto, 1981)

Uji organoleptik dilakukan oleh 10 orang panelis. Pengujian dilakukan secara inderawi (organoleptik) yang ditentukan berdasarkan skala numerik. Untuk skala penampakan partikel sebagai berikut :

Tabel 4. Uji organoleptik penampakan partikel

Skala Numerik Keterangan

8 Sangat baik (Very good)

7 Baik (Good)

6 Sedang (Fair)

5 Kurang baik (Unsatisfactory)

4 Tidak baik (Bad)

Keterangan :

Sangat baik = Tidak ada partikel

Baik = Sedikit partikel

Sedang = Agak banyak partikel Kurang baik = Banyak partikel Tidak baik = Sangat banyak partikel

6. Organoleptik Rasa (numerik) (Soekarto, 1981)

Uji organoleptik dilakukan oleh 10 orang panelis. Pengujian dilakukan secara inderawi (organoleptik) yang ditentukan berdasarkan skala numerik. Untuk skala rasa adalah sebagai berikut :

Tabel 5. Uji hedonik rasa

Skala Keterangan 4 Sangat enak 3 Enak 2

1

Agak enak Tidak enak

7. Organoleptik Warna Ampas seduhan (infused leaf) (numerik) (Soekarto, 1981)

Uji organoleptik dilakukan oleh 10 orang panelis. Pengujian dilakukan secara inderawi (organoleptik) yang ditentukan berdasarkan skala numerik. Untuk


(49)

Tabel 6. Uji hedonik ampas seduhan (infused leaf) Skala Numerik Keterangan

4 Ampas sangat merah

3 Ampas merah

2 Ampas merah kehijauan

1 Ampas hijau


(50)

Gambar 1. Skema pembuatan bubuk teh campuran daun dan kelopak bunga rosela Kelopak Bunga rosela segar

Pemisahan biji

Pencucian dengan air sampai bersih Penirisan sampai air pencucian berkurang

Daun rosela segar

sortasi

Pencampuran bahan sebanyak

500 gr A1 = 20% : 80% A2 = 40% : 60% A3 = 60% : 40% A4 = 80% : 20% Pelayuan dengan suhu

ruang B1 = 16 jam

B2 = 18 jam B3 = 20 jam B4 = 22 jam

Perajangan

Pengeringan dengan suhu 60oC selama 5 jam

Bubuk teh rosela

Analisa - Kadar air - Kadar abu - Kadar Vitamin C - Warna air seduhan - Penampakan partikel - Rasa

- Warna ampas Pencucian dengan

air sampai bersih Penirisan sampai air pencucian berkurang

Pengecilan ukuran dengan blender


(51)

HASIL DAN PEMBAHASAN

Hasil Penelitian menunjukkan bahwa perbandingan daun dan kelopak bunga rosella dan lama pelayuan memberikan pengaruh terhadap parameter yang diamati. Pengaruh perbandingan daun dan kelopak bunga rosella dan lama pelayuan terhadap parameter yang diamati dapat dijelaskan dibawah ini.

Pengaruh perbandingan daun dan kelopak terhadap parameter yang diamati

Hasil penelitian menunjukkan bahwa perbandingan daun dan kelopak bunga memberikan pengaruh terhadap kadar air, kadar abu, kadar vitamin C, dan uji organoleptik terhadap warna air seduhan, penampakan partikel, rasa dan warna ampas seduhan teh yang dihasilkan.

Pengaruh perbandingan daun dan kelopak bunga rosella terhadap parameter yang diamati dapat dilihat pada Tabel 7.

Tabel 7. Pengaruh perbandingan daun dan kelopak bunga terhadap parameter yang diamati Perbandingan daun dan kelopak bunga (%) Kadar air (%bk) Kadar abu (%) Kadar vitamin C mg/100 g contoh Uji Organoleptik Warna air seduhan Penampakan partikel

Rasa Warna ampas

A1 = 20: 80 8,46 5,36 178,68 3,63 6,43 3,05 3,63

A2 = 40: 60 8,18 5,52 196,19 2,89 6,03 2,66 3,18

A3 = 60: 40 7,60 5,82 229,82 2,16 5,80 2,41 2,84

A4 = 80: 20 6,80 5,92 268,92 1,94 5,60 2,08 2,26

Dari Tabel 7 dapat dilihat bahwa perbandingan daun dan kelopak bunga memberikan pengaruh terhadap parameter yang diuji. Kadar air tertinggi terdapat pada perlakuan A1 yaitu sebesar 8,46% dan terendah pada perlakuan A4 yaitu sebesar 6,80%. Kadar abu tertinggi terdapat pada A4 yaitu sebesar 5,92% dan


(52)

kadar abu terendah terdapat pada perlakuan A1 yaitu sebesar 5,36%. Kadar vitamin C tertinggi terdapat pada A4 yaitu sebesar 268,92 mg/ 100 g contoh dan

kadar vitamin C terendah terdapat pada perlakuan A1 yaitu sebesar 178,68 mg/ 100 g contoh. Uji Organoleptik terhadap warna air seduhan tertinggi

terdapat pada perlakuan A1 yaitu sebesar 3,63 dan warna air seduhan terendah terdapat pada perlakuan A4 yaitu sebesar 1,94. Uji organoleptik terhadap penampakan partikel tertinggi terdapat pada perlakuan A1 yaitu sebesar 6,43 dan terendah terdapat pada perlakuan A4 yaitu sebesar 5,60. Uji organoleptik terhadap rasa tertinggi terdapat pada perlakuan A1 yaitu sebesar 3,05 dan terendah terdapat pada perlakuan A4 yaitu sebesar 2,08. Uji organoleptik terhadap warna ampas seduhan tertinggi terdapat pada perlakuan A1 yaitu sebesar 3,63 dan terndah terdapat pada perlakuan A4 yaitu sebesar 2,26.

Pengaruh lama pelayuan terhadap parameter yang diamati

Hasil penelitian menunjukkan bahwa lama pelayuan memberikan pengaruh terhadap kadar air, kadar abu, kadar vitamin C dan uji organoleptik terhadap warna air seduhan, penampakan partikel dan rasa teh yang dihasilkan.

Pengaruh lama pelayuan terhadap parameter yang diamati dapat dilihat pada Tabel 8.

Tabel 8. Pengaruh lama pelayuan terhadap parameter yang diamati Lama pelayuan (Jam) Kadar air (%bk) Kadar abu (%) Kadar vitamin C mg/ 100 g contoh Uji Organoleptik Warna air seduhan Penampakan partikel

Rasa Warna ampas

B1 = 16 jam 12,53 5,16 286,90 3,09 6,24 2,26 2,89

B2 = 18 jam 9,25 5,48 234,68 2,84 6,15 2,46 2,94

B3 = 20 jam 5,34 5,87 210,07 2,53 5,74 2,64 2,91


(53)

Dari Tabel 8 dapat dilihat bahwa lama pelayuan memberikan pengaruh terhadap parameter yang diuji, kecuali pada uji organoleptik warna ampas. Kadar air tertinggi terdapat pada perlakuan B1 yaitu sebesar 12,53% dan terendah terdapat pada perlakuan B4 yaitu sebesar 3,92%. Kadar abu tertinggi terdapat pada perlakuan B4 yaitu sebesar 6,11% dan kadar abu terendah terdapat pada perlakuan B1 yaitu sebesar 5,16%. Kadar vitamin C tertinggi terdapat pada perlakuan A1 yaitu sebesar 286,90 mg/ 100 g contoh dan terendah terdapat pada perlakuan B4 yaitu sebesar 141,97 mg/ 100 g contoh. Uji organoleptik terhadap warna air seduhan tertinggi terdapat pada perlakuan B1 yaitu sebesar 3,09 dan terendah terdapat pada perlakuan B4 yaitu sebesar 2,16. Uji organoleptik terhadap penampakan partikel tertinggi terdapat pada perlakuan B1 yaitu sebesar 6,24 dan terendah terdapat pada perlakuan B4 yaitu sebesar 5,73. Uji organoleptik terhadap rasa tertinggi terdapat pada perlakuan B4 yaitu sebesar 2,86 dan terendah terdapat pada perlakuan B1 yaitu sebesar 2,26. Uji organoleptik terhadap warna ampas seduhan tertinggi terdapat pada perlakuan B4 yaitu sebesar 3,16 dan terendah pada perlakuan B1 yaitu sebesar 2,89.

Pengaruh interaksi antara perbandingan daun dan kelopak bunga rosela dan lama pelayuan terhadap parameter yang diamati.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa interaksi antara perbandingan daun dan kelopak bunga dan lama pelayuan memberikan pengaruh terhadap kadar air, kadar vitamin C dan uji organoleptik rasa teh yang dihasilkan.

Pengaruh interaksi perbandingan daun dan kelopak bunga dan lama pelayuan dapat dilihat pada Tabel 9.


(54)

Tabel 9. Pengaruh interaksi antara perbandingan daun dan kelopak bunga dan lama pelayuan terhadap parameter yang diamati.

Perlakuan Kadar air (%bk) Kadar abu (%) Kadar vitamin C

mg/ 100 g contoh Uji Organoleptik Warna air seduhan Penampakan partikel

Rasa Warna ampas

A1B1 13,21 4,60 287,94 3,85 6,60 2,45 3,70

A1B2 10,15 5,12 175,93 3,80 6,55 3,00 3,65

A1B3 6,22 5,66 145,27 3,50 6,15 3,25 3,60

A1B4 4,25 6,04 105,60 3,35 6,40 3,50 3,55

A2B1 13,03 4,99 240,41 3,35 6,40 2,35 3,10

A2B2 9,80 5,42 227,58 3,05 5,20 2,45 3,05

A2B3 5,78 5,59 202,39 2,60 5,80 2,80 3,05

A2B4 4,11 6,07 114,40 2,55 5,70 3,05 3,50

A3B1 12,49 5,46 303,04 2,70 6,15 2,20 2,75

A3B2 8,85 5,66 240,41 2,45 6,10 2,45 2,85

A3B3 5,17 6,06 230,65 2,00 5,55 2,40 2,75

A3B4 3,89 6,10 145,19 1,50 5,40 2,60 3,00

A4B1 11,42 5,59 316,24 2,45 5,80 2,05 2,00

A4B2 8,20 5,74 294,80 2,05 5,75 1,85 2,20

A4B3 4,18 6,16 261,97 2,00 5,45 2,10 2,25

A4B4 3,43 6,22 202,69 1,25 5,40 2,30 2,60

Tabel 9 memperlihatkan bahwa interaksi antara perbandingan daun dan kelopak bunga dan lama pelayuan memberikan pengaruh terhadap parameter yang diuji. Kadar air tertinggi terdapat pada perlakuan A1B1 yaitu sebesar 13,21% dan terendah pada perlakuan A4B4 yaitu sebesar 3,43%. Kadar abu tertinggi terdapat pada perlakuan A4B4 yaitu sebesar 6,22% dan terendah pada perlakuan A1B1 yaitu sebesar 4,60%. Kadar vitamin C tertinggi terdapat pada perlakuan A4B1 yaitu sebesar 316,24 mg/ 100 g contoh dan terendah pada perlakuan A1B4 yaitu sebesar 105,60 mg/ 100 g contoh. Uji organoleptik terhadap rasa warna air seduhan tertinggi adalah pada perlakuan A1B1 yaitu sebesar 3,85 dan terendah pada perlakuan A4B4 yaitu sebesar 1,25. Uji organoleptik terhadap penampakan partikel tertinggi terdapat pada perlakuan A1B1 yaitu sebesar 6,60 dan terendah pada perlakuan A4B4 5,40. Uji organoleptik terhadap rasa tertinggi terdapat pada perlakuan A B yaitu sebesar 3,50 dan terendah pada perlakuan AB yaitu


(55)

sebesar 1,85. Uji organoleptik terhadap warna ampas seduhan tertinggi terdapat pada perlakuan A1B1 yaitu sebesar 3,70 dan terendah pada perlakuan A4B1 yaitu sebesar 2,00.

Kadar Air (%bk)

Pengaruh perbandingan daun dan kelopak bunga terhadap kadar air (%bk) Dari daftar analisis sidik ragam (Lampiran 1) dapat dilihat bahwa perbandingan daun dan kelopak bunga memberikan pengaruh berbeda sangat nyata (P<0,01) terhadap kadar air teh rosela yang dihasilkan.

Hasil pengujian LSR terhadap kadar air dari setiap perlakuan dengan perbandingan daun dan kelopak bunga dapat dilihat pada Tabel 10.

Tabel 10. Uji LSR efek utama pengaruh perbandingan daun dan kelopak bunga terhadap kadar air (%bk).

Jarak LSR Perbandingan Rataan Notasi

0.05 0.01 Daun:Kelopak 0.05 0.01

- - - A1 = 20:80 8,46 a A

2 0,1471 0,2025 A2 = 40:60 8,18 b B

3 0,1545 0,2128 A3 = 60:40 7,60 c C

4 0,1584 0,2182 A4 = 80:20 6,80 d D

Keterangan: Notasi huruf yang berbeda menunjukkan pengaruh yang berbeda nyata pada taraf 5% (huruf kecil) dan berbeda sangat nyata pada taraf 1% (huruf besar)

Dari Tabel 10 dapat dilihat bahwa perlakuan A1 berbeda sangat nyata terhadap perlakuan A2, A3, dan A4. Perlakuan A2 berbeda sangat nyata terhadap perlakuan A3 dan A4. Perlakuan A3 berbeda sangat nyata terhadap perlakuan A4. Kadar air tertinggi terdapat pada perlakuan A1 yaitu sebesar 8,46% dan terendah pada perlakuan A4 yaitu sebesar 6,80%.

Hubungan perbandingan daun dan kelopak bunga terhadap kadar air teh rosela yang dihasilkan dapat dilihat pada Gambar 2.


(56)

Gambar 2. Hubungan perbandingan daun dan kelopak bunga terhadap kadar air (%bk).

Dari Gambar 2 diatas dapat dilihat bahwa kadar air tertinggi terdapat pada perlakuan A1 yaitu dengan perbandingan 20% daun dan 80% kelopak bunga, dan terendah pada perlakuan A4 dengan perbandingan 80% daun dan 20% kelopak bunga. Hal ini disebabkan karena kandungan air pada kelopak bunga yang lebih tinggi dengan proporsi yang lebih banyak dibandingkan dengan kandungan air pada daun dengan proporsi yang lebih sedikit. Hal ini sesuai dengan pernyataan Maryani dan Kristiana (2008) yang menyatakan bahwa kandungan air kelopak bunga lebih besar dari daun rosella. Kandungan air yang terdapat pada kelopak bunga sebesar 86,2% per 100 g bahan sedangkan pada daun 85,6% per 100 g bahan.

Pengaruh lama pelayuan terhadap kadar air (%bk)

Dari daftar analisis sidik ragam (Lampiran 1) dapat dilihat bahwa lama pelayuan memberikan pengaruh berbeda sangat nyata (P<0,01) terhadap kadar air teh rosela yang dihasilkan.


(57)

Hasil uji LSR terhadap kadar air dari setiap perlakuan dengan lama pelayuan dapat dilihat pada Tabel 11.

Tabel 11. Uji LSR efek utama pengaruh lama pelayuan terhadap kadar air (%bk)

Jarak LSR Lama

Pelayuan

Rataan

Notas i

0.05 0.01 0.05 0.01

- - - B1 = 16 jam 12,53 a A

2 0,1471 0,2025 B2 = 18 jam 9,25 b B

3 0,1545 0,2128 B3 = 20 jam 5,34 c C

4 0,1584 0,2182 B4 = 22 jam 3,92 d D

Keterangan: Notasi huruf yang berbeda menunjukkan pengaruh yang berbeda nyata pada taraf 5% (huruf kecil) dan berbeda sangat nyata pada taraf 1% (huruf besar)

Dari Tabel 11 dapat dilihat bahwa perlakuan B1 berbeda sangat nyata terhadap perlakuan B2, B3, B4. Perlakuan B2 berbeda sangat nyata terhadap perlakuan B3 dan B4. Perlakuan B3 berbeda sangat nyata terhada perlakuan B4. Kadar air tertinggi terdapat pada perlakuan B1 yaitu sebesar 12,53% dan terendah pada perlakuan B4 yaitu sebesar 3,92%.

Hubungan lama pelayuan terhadap kadar air teh rosela yang dihasilkan dapat dilihat pada Gambar 3.

Gambar 3. Hubungan lama pelayuan terhadap kadar air (%bk)

Dari Gambar 3 terlihat bahwa semakin lama pelayuan maka kadar air dari teh rosela semakin rendah. Selama proses pelayuan terjadi penurunan kadar air


(58)

yang disebabkan oleh mengalirnya udara panas dari blower ke daun dan kelopak bunga sehingga air dalam daun dan kelopak bunga mengalami penguapan yang menyebabkan turunnya kadar air. Hal ini sesuai dengan pernyataan Mardiah et al (2009) yang menyatakan bahwa pelayuan merupakan proses penguapan yang terjadi secara alamiah pada bahan. Selama proses pelayuan, kadar air yang terkandung dalam bahan akan menurun secara perlahan-lahan.

Pengaruh interaksi antara perbandingan daun dan kelopak bunga dan lama pelayuan terhadap kadar air (%bk)

Dari daftar analisis sidik ragam (Lampiran 1) dapat dilihat bahwa interaksi antara perbandingan daun dan kelopak dan lama pelayuan memberikan pengaruh yang berbeda sangat nyata (P<0,01). Untuk mengetahui perbedaan tiap-tiap perlakuan pada interaksi antara perbandingan daun dan kelopak dan lama pelayuan terhadap kadar air, dapat dilihat pada Tabel 12.

Tabel 12. Uji LSR efek utama interaksi antara perbandingan daun dan kelopak dan lama pelayuan terhadap kadar air

Jarak

LSR Interaksi

Rataan

Notasi

0.05 0.01 0.05 0.01

- - - A1B1 13,21 a A

2 0,2942 0,4051 A1B2 10,15 d D

3 0,3090 0,4257 A1B3 6,22 h G

4 0,3168 0,4365 A1B4 4,25 k I

5 0,3237 0,4453 A2B1 13,03 a A

6 0,3276 0,4512 A2B2 9,80 e D

7 0,3305 0,4580 A2B3 5,78 i G

8 0,3325 0,4630 A2B4 4,11 kl I

9 0,3345 0,4669 A3B1 12,49 b B

10 0,3364 0,4698 A3B2 8,85 f E

11 0,3374 0,4728 A3B3 5,17 j H

12 0,3374 0,4747 A3B4 3,89 l I

13 0,3384 0,4767 A4B1 11,42 c C

14 0,3384 0,4786 A4B2 8,20 g F

15 0,3394 0,4806 A4B3 4,18 k I

16 0,3394 0,4816 A4B4 3,43 m J

Keterangan: Notasi huruf yang berbeda menunjukkan pengaruh yang berbeda nyata pada taraf 5% (huruf kecil) dan berbeda sangat nyata pada taraf 1% (huruf besar)


(1)

Lampiran 2.

Data pengamatan kadar abu (%) Perlakuan

Ulangan Total

Rataan I II

A1B1 4,78 4,42 9,20 4,60

A1B2 5,12 5,12 10,24 5,12

A1B3 5,66 5,66 11,32 5,66

A1B4 6,04 6,04 12,08 6,04

A2B1 5,24 4,74 9,98 4,99

A2B2 5,49 5,35 10,84 5,42

A2B3 5,70 5,47 11,17 5,59

A2B4 6,07 6,07 12,14 6,07

A3B1 5,78 5,14 10,92 5,46

A3B2 5,85 5,46 11,31 5,66

A3B3 5,95 6,17 12,12 6,06

A3B4 6,10 6,10 12,20 6,10

A4B1 5,34 5,84 11,18 5,59

A4B2 580 5,67 11,47 5,74

A4B3 6,10 6,21 12,31 6,16

A4B4 6,15 6,28 12,43 6,22

Total 18,91

Rataan 5,65 ,

Daftar analisa sidik ragam kadar abu (%)

SK db JK KT F.hit F.05 F.01

Perlakuan 15 6.393 0.426 10.04 ** 2.35 3.41

A 3 1.666 0.555 13.09 ** 3.24 5.29

B 3 4.180 1.393 32.83 ** 3.24 5.29

Linear 1 4.151 4.151 97.80 ** 4.49 8.53 Kuadratik 1 0.013 0.013 0.31 tn 4.49 8.53 Kubik 1 0.016 0.016 0.38 tn 4.49 8.53 A x B 9 0.546 0.061 1.43 tn 2.54 3.78

Galat 16 0.679 0.042

Total 31 7.07

Keterangan :

FK : 1.022,76 KK : 3,64% ** : sangat nyata tn : tidak nyata


(2)

Daftar analisa sidik ragam kadar vitamin C (mg/ 100 g bahan)

SK db JK KT F.hit F.05 F.01

Perlakuan 15 134129.79 8941.99 46.30 ** 2.35 3.41

A 3 38028.86 12676.29 65.64 ** 3.24 5.29

B 3 86953.12 28984.37 150.08 ** 3.24 5.29

Linear 1 84427.15 84427.15 437.16 ** 4.49 8.53 Kuadratik 1 503.95 503.95 2.61 tn 4.49 8.53 Kubik 1 2022.01 2022.01 10.47 ** 4.49 8.53 A x B 9 9147.81 1016.42 5.26 ** 2.54 3.78

Galat 16 3090.01 193.13

Total 31 137219.80

Keterangan :

FK : 1.526.410,70 KK : 6,36% ** : sangat nyata tn : tidak nyata Lampiran 3.

Data pengamatan kadar vitamin C (mg/ 100 g bahan) Perlakuan Ulangan Total Rataan

I II

A1B1 290,40 285,47 575,87 287,94

A1B2 193,43 158,43 351,86 175,93

A1B3 167,27 123,26 290,53 145,27

A1B4 105,60 105,59 211,19 105,60

A2B1 237,57 243,25 480,82 240,41

A2B2 224,57 230,59 455,16 227,58

A2B3 211,19 193,59 404,78 202,39

A2B4 114,39 11,.4 228,79 114,40

A3B1 307,83 298,24 606,07 303,04

A3B2 237,57 243,24 480,81 240,41

A3B3 232,42 228,87 461,29 230,65

A3B4 140,79 149,59 290,38 145,19

A4B1 312,83 319,64 632,47 316,24

A4B2 299,20 290,40 589,60 294,80

A4B3 27,4 245,53 523,93 261,97

A4B4 219,99 185,39 405,38 202,69

Total 6.988,93


(3)

Lampiran 4.

Data pengamatan nilai organoleptik warna air seduhan

Daftar analisa sidik ragam nilai organoleptik warna air seduhan

SK db JK KT F.hit F.05 F.01

Perlakuan 15 18.41469 1.22765 31.428 ** 2.35 3.41

A 3 14.01844 4.67281 119.624 ** 3.24 5.29

B 3 3.83844 1.27948 32.755 ** 3.24 5.29

Linear 1 3.81306 3.81306 97.614 ** 4.49 8.53 Kuadratik 1 0.02531 0.02531 0.648 tn 4.49 8.53 Kubik 1 0.00006 0.00006 0.002 tn 4.49 8.53 A x B 9 0.55781 0.06198 1.587 tn 2.54 3.78

Galat 16 0.62500 0.03906

Total 31 19.04

Keterangan :

FK : 225,25 KK : 7,45% ** : sangat nyata tn : tidak nyata Perlakuan

Ulangan Total

Rataan

I II

A1B1 3,90 3,80 7,70 3,85

A1B2 3,90 3,70 7,60 3,80

A1B3 3,30 3,70 7,00 3,50

A1B4 3,20 3,50 6,70 3,35

A2B1 3,30 3,40 6,70 3,35

A2B2 3,00 3,10 6,10 3,05

A2B3 2,60 2,60 5,20 2,60

A2B4 2,10 3,00 5,10 2,55

A3B1 2,80 2,60 5,40 2,70

A3B2 2,50 2,40 4,90 2,45

A3B3 2,00 2,00 4,00 2,00

A3B4 1,40 1,60 3,00 1,50

A4B1 2,50 2,40 4,90 2,45

A4B2 2,10 2,00 4,10 2,05

A4B3 2,00 2,00 4,00 2,00

A4B4 1,20 1,30 2,50 1,25

Total 8,90


(4)

Data pengamatan nilai organoleptik penampakan partikel Perlakuan

Ulangan Total

Rataan

I II

A1B1 6,80 6,40 13,20 6,60

A1B2 6,60 6,50 13,10 6,55

A1B3 6,20 6,10 12,30 6,15

A1B4 6,30 6,50 12,80 6,40

A2B1 6,70 6,10 12,80 6,40

A2B2 6,10 6,30 12,40 6,20

A2B3 5,80 5,80 11,60 5,80

A2B4 5,80 5,60 11,40 5,70

A3B1 6,30 6,00 12,30 6,15

A3B2 6,00 6,20 12,20 6,10

A3B3 5,60 5,50 11,10 5,55

A3B4 5,70 5,10 10,80 5,40

A4B1 6,00 5,60 11,60 5,80

A4B2 6,50 5,00 11,50 5,75

A4B3 5,40 5,50 10,90 5,45

A4B4 5,50 5,30 10,80 5,40

Total 190,80

Rataan 5,96

Daftar analisa sidik ragam nilai organoleptik penampakan partikel

SK db JK KT F.hit F.05 F.01

Perlakuan 15 5.02 0.33 2.96 * 2.35 3.41

A 3 3.00 1.00 8.85 ** 3.24 5.29

B 3 1.74 0.58 5.13 * 3.24 5.29

Linear 1 1.52 1.52 13.45 ** 4.49 8.53 Kuadratik 1 0.01 0.01 0.10 tn 4.49 8.53

Kubik 1 0.21 0.21 1.86 tn 4.49 8.53

A x B 9 0.28 0.03 0.27 tn 2.54 3.78

Galat 16 1.81 0.11

Total 31 6.83

Keterangan :

FK : 1.137,65 KK : 5,64% * : nyata

** : sangat nyata tn : tidak nyata


(5)

Lampiran 6.

Data pengamatan nilai organoleptik rasa Perlakuan

Ulangan Total

Rataan

I II

A1B1 2,50 2,40 4,90 2,45

A1B2 3,10 2,90 6,00 3,00

A1B3 3,20 3,30 6,50 3,25

A1B4 3,40 3,60 7,00 3,50

A2B1 2,40 2,30 4,70 2,35

A2B2 2,60 2,30 4,90 2,45

A2B3 2,70 2,90 5,60 2,80

A2B4 3,10 3,00 6,10 3,05

A3B1 2,10 2,30 4,40 2,20

A3B2 2,50 2,40 4,90 2,45

A3B3 2,30 2,50 4,80 2,40

A3B4 2,60 2,60 5,20 2,60

A4B1 2,00 2,10 4,10 2,05

A4B2 2,00 1,70 3,70 1,85

A4B3 2,10 2,10 4,20 2,10

A4B4 2,40 2,20 4,60 2,30

Total 81,60

Rataan 2,55

Daftar analisa sidik ragam nilai organoleptik rasa

SK db JK KT F.hit F.05 F.01

Perlakuan 15 6.2600 0.4173 27.8222 ** 2.35 3.41

A 3 4.0575 1.3525 90.1667 ** 3.24 5.29

B 3 1.6050 0.5350 35.6667 ** 3.24 5.29

Linear 1 1.6000 1.6000 106.6667 ** 4.49 8.53 Kuadratik 1 0.0050 0.0050 0.3333 tn 4.49 8.53 Kubik 1 0.0000 0.0000 0.0000 tn 4.49 8.53 A x B 9 0.5975 0.0664 4.4259 ** 2.54 3.78

Galat 16 0.2400 0.0150

Total 31 6.50

Keterangan :

FK : 208,08 KK : 4,80% ** : sangat nyata tn : tidak nyata


(6)

Data pengamatan nilai organoleptik warna ampas seduhan Perlakuan

Ulangan Total

Rataan

I II

A1B1 3,60 3,80 7,40 3,70

A1B2 3,60 3,70 7,30 3,65

A1B3 3,60 3,60 7,20 3,60

A1B4 3,70 3,40 7,10 3,55

A2B1 3,10 3,10 6,20 3,10

A2B2 2,90 3,20 6,10 3,05

A2B3 3,20 2,90 6,10 3,05

A2B4 3,60 3,40 7,00 3,50

A3B1 3,00 2,50 5,50 2,75

A3B2 2,70 3,00 5,70 2,85

A3B3 2,90 2,60 5,50 2,75

A3B4 3,10 2,90 6,00 3,00

A4B1 2,20 1,80 4,00 2,00

A4B2 2,50 1,90 4,40 2,20

A4B3 2,80 1,70 4,50 2,25

A4B4 2,80 2,40 5,20 2,60

Total 95,20

Rataan 2,98

Daftar analisa sidik ragam nilai organoleptik warna ampas seduhan

SK db JK KT F.hit F.05 F.01

Perlakuan 15 8.68 0.58 6.81 ** 2.35 3.41

A 3 7.91 2.64 31.03 ** 3.24 5.29

B 3 0.38 0.13 1.51 tn 3.24 5.29

Linear 1 0.26 0.26 3.01 tn 4.49 8.53

Kuadratik 1 0.08 0.08 0.94 tn 4.49 8.53

Kubik 1 0.05 0.05 0.58 tn 4.49 8.53

A x B 9 0.38 0.04 0.50 tn 2.54 3.78

Galat 16 1.36 0.08

Total 31 10.04

Keterangan :

FK : 283,22 KK : 9,80% ** : sangat nyata tn : tidak nyata