sastra, sistem formal, sistem pengayom, dan sistem penyebar-luasan karya sastra.
3.3 Pendokumentasian Karya Sastra
Usaha pendokumentasian karya sastra termasuk bentuk apresiasi sastra yang secara nyata ikut melestarikan keberadaan karya sastra. Bentuk
apresiasi atau penghargaan terhadap karya sastra dengan cara mendokumentasikan karya sastra ini dilihat dari segi fisiknya ikut
memelihara karya sastra, menyediakan data bagi mereka yang membutuhkan, dan menyelamatkan karya sastra dari kepunahan. Kegiatan
dokumentasi dapat meliputi pengumpulan dan penyusunan semua data karya sastra, baik yang berupa artikel-artikel atau karangan-karangan dalam
surat kabar, majalah, makalah-makalah, skripsi, tesis, disertasi, maupun buku-buku sastra. Di Indonesia yang paling terkenal dokumentasi sastranya
adalah Pusat Dokumentasi Sastra H.B. Jassin, di Taman Ismail Marzuki, Jalan Cikini Raya 73 Jakarta Pusat. Selain itu, ada juga dokumentasi sastra DS
Moeljanto Jakrta, dokumentasi sastra Korrie Layun Rampan Bekasi dan Kutai, dan dokumentasi sastra Suripan Sadi Hutomo Surabaya.
Untuk latihan kegiatan dokumentasi bagi siswa-siswa atau mahasiswa dapat
diminta membuat kliping, berupa guntingan-guntingan dari koran atau majalah, dengan topik tertentu, misalnya khusus puisi, khusus cerpen,
khusus esai sastra, atau khusus cerita anakdongeng.
3.4 Kegiatan Kreatif dan Inovarif
Kegiatan kreatif dan inovatif termasuk salah satu kegiatan apresiasi sastra. Dalam kegiatan ini dapat dilakukan adalah belajar menciptakan karya
sastra, misalnya menulis puisi, membuat cerita pendek, menulis naskah drama, dan menulis sebuah apresiasi atau kritik sastra. Hasil cipta siswa
atau mahasiswa dapat dikirimkan dan dimuatkan dalam majalah dinding, buletin OSIS, majalah sekolah, surat kabar, ataupun majalah sastra seperrti
Horison. Selain itu, juga dapat dilakukan kegiatan rekreatif, yaitu
13
menceritakan kembali karya sastra yang dibaca, yang didengar, atau yang ditontonnya. Kegiatan kreatif, inovarif, dan rekreatif jelas menunjang
pemahaman dan penghargaan terhadap karya sastra, yaitu mengajak mereka yang berminat untuk bergaul dan mencintai karya sastra.
4. Tingkat-Tingkat Apresiasi Sastra
Kegiatan memberi penilaian atau penghargaan terhadap sastra itu hanya dapat dilakukan oleh seseorang yang mempunyai kemampuan
apresiasi, betapun relatif sifatnya. Hanya orang yang mempunyai apresiasi senilah, khususnya karya sastra, yang dapat memberikan apresiasinya
terhadap karya sastra. Sebagai konsekuensinya, apresiasi seseorang terhadap karya sastra itu berbeda-beda tingkatannya, ada yang rendah dan
ada pula yang tinggi, ada yang sempit atau dangkal, dan ada pula yang luas dan mendalam. Apabila kita mau mengikuti pola pemeringkatan UKBI Uji
Kemahiran Berbahasa Indonesia ada peringkat: Terbatas, Merginal, Semenjana, Madya, Unggul, Sangat Unggul, dan Istimewa. Dalam apresiasi
sastra pun tampaknya juga ada pemeringkatan demikian, tetapi tidak sedetail itu.
Apresiasi seseorang terhadap karya sastra itu tidak mungkn langsung tinggi, luas, dan mendalam istimewa, tetapi berangsur-angsur meningkat
dari taraf yang terendah terbatas, tersempit, dan terdangkal menuju ke taraf yang lebih tinggi semenjana, madya, unggul, lebih luas, dan lebih
mendalam. Dengan begitu tingkat apresiasi seseorang itu dapat ditingkatkan, dapat diperluas, dan dapat diperdalam sesuai dengan
kemampuan yang dimiliki oleh sang apresiator. Cara meningkatkan apresiasi seseorang terhadap karya sastra dapat
melalui kegiatan membaca karya sastra yang sebanyak-banyaknya, mendengarkan pembacaan sastra sesering mungkin, dan juga menonton
pertunjukan pentas sastra sebanyak-banyaknya. Kesedian untuk terus- menerus membaca, mendengar, dan menonton pertunjukan pentas sastra
adalah salah satu cara dalam upaya meningkatkan apresiasi terhadap karya 14