membaca sendiri karya sastra yang diapresiasinya, mendengar dengan telinganya sendiri karya sastra yang dilisankan, dan menyaksikan sendiri
karya sastra yang dipentaskan.
3.1.1 Kegiatan Membaca Karya Sastra
Dalam kegiatan membaca karya sastra ini dilakukan secara sungguh- sungguh untuk memperoleh sesuatu yang ada dalam karya sastra yang
dibacanya. Sesuatu itu berupa nilai-nilai yang dapat diambil manfaatnya bagi kehidupan. Nilai-nilai yang bermanfaat bagi kehidupan itu memberikan
arahan tentang perilaku, pandangan hidup, dan cara menyikapi sesuatu dalam menghadapi kehidupan di dunia dan di akhirat nantinya.
Membaca karya sastra untuk jenjang pendidikan sekolah dasar tentu berbeda dengan membaca karya sastra untuk jenjang pendidikan sekolah
lanjutan pertama, sekolah lanjutan atas, dan juga perguruan tinggi. Bahan atau materi bacaan karya sastra dipilih dari yang sangat sederhana dan
terbatas hingga karya sastra yang kompleks dan canggih tentu disesuaikan dengan usia dan lingkungan sosial budayanya. Membaca dari yang sedikit,
misalnya hanya satu alinea dalam satu hari hingga satu buku dalam satu harinya, tentu disesuaikan dengan kondisi dan situasi siswa atau
mahasiswanya. Mereka yang gemar membaca tentu memiliki kelebihan wawasan dari mereka yang enggan membaca karya sastra. Kecerdasan
emosional, kecerdasan intelektual, hingga kecerdasan spiritualnya akan terus meningkat bagi mereka yang suka membaca karya sastra.
3.1.2 Kegiatan Mendengar Karya Sastra
Kegiatan mendengar karya sastra itu dapat berupa mendengarkan pembacaan puisi, mendengarkan deklamasi, mendengarkan pembacaan
cerpen, mendengarkan pembacaan novel, dan atau mendengarkan naskah lakon dibacakan. Kegiatan mendengar karya sastra dengan sungguh-
sungguh itu perlu adanya ketajaman pikiran dan perasaan untuk menyimak karya sastra yang didengarkan. Artinya, seseorang yang melakukan apresiasi
6
terhadap karya sastra itu perlu adanya konsentrasi diri untuk mendengarkan karya sastra yang didengarkan tersebut. Mendengarkan dapat secara
langsung dari seorang yang membacakan atau dapat juga melalui radio, televisi, tipe recorder, ataupun komputer yang dilantangkan sound
sistemnya. Kemudian simaklah ilustrasi sederhana berikut ini. Bapak atau ibu gurudosen membacakan cerita pendek “Si Kabayan
Menangkap Rusa” karya Achdiat K. Mihardja. Murid-murid atau mahasiswanya menyimak pembacaan cerita pendek yang dilakukan oleh
bapak atau ibu gurudosen. Murid-muridmahasiswa dengan serius dan sungguh-sungguh mendengarkan pembacaan cerpen tersebut.
SI KABAYAN MENANGKAP RUSA
Achdiat K. Mihardja Si Kabayan dan mertuanya berjanji akan membikin sebuah perangkap
untuk menangkap rusa. “Pak Mertua,” kata Si Kabayan. “Mari kita ke hutan. Gali perangkap di
sana. Mudah-mudahan ada seekor rusa yang kesasar, masuk terperosok ke dalamnya. Kita tangkap, kita sembelih, kita suruh Si Iteung dan Mak Mertua
bikin gule, opor, sate. Dan kita rame-rame makan enak.”
“Ah tidak, Kabayan. Kamu saja yang gali perangkap itu. Bapak mau pasang jerat saja. Mudah-mudahan ada burung yang kesasar kena jerat.”
“Baiklah, Pak Mertua,” jawab Si Kabayan. “Tiada masalah. Tapi kalau saya dapat rusa, Bapak jangan harap akan dapat dagingnya.”
“O, Bapak pun tiada masalah, Kabayan. Kalau Bapak dapat burung, kamu pun tak kan dapat apa-apa.”
Hari itu juga, sang menantu dan sang mertua sudah pada pergi ke hutan. Si Kabayan mencangkul-cangkul bikin lobang. Mertuanya berengsot-
engsot naik pohon pasang jerat. Esoknya, pagi-pagi benar, dengan diam-diam bapak mertua sudah
keluar rumah masuk hutan. Dilihatnya jeratnya masih kosong. Tiada satu pun burung yang kesasar ke sana. Buru-buru dia pergi melihat perangkap
menantunya. Ada seekor rusa yang kena perangkap. Buru-buru dia ikat leher binatang itu. Buru-buru pula dia gantung makhluk bertanduk itu pada
jeratnya. Lalu setelah itu dia buru-buru pulang. Si Kabayan masih ngorok, tidur nyenyak, lagi mimpi dapat rusa sebesar kuda.
Dari halaman mertuanya sudah berseru-seru: “Kabayan Kabayan Bangun Bangun Mari ke hutan Kita lihat jerat dan perangkap kita”
Si Kabayan gisik-gisik mata. Menggeliat. Menguap. Bangun. Lalu mengikuti mertuanya masuk hutan. Sampai di tempat pemasangan jerat,
7
mertuanya segara berteriak dengan gembiara: “Duillah, Kabayan Lihat tuh Lihat Jeratku sudah berhasil. Menangkap rusa. Lihat Badannya gemuk
seperti kerbau Rezeki datang dari langit, lewat jeratku.”
Si Kabayan kaget, melihat rusa bergantung pada jerat di pohon. Geleng-geleng kepala. Tidak percaya rezeki datang dari langit seperti itu. Dia
segera sadar bahwa mertuanya telah ngibulin dia. Waktu sarapan pagi Si Kabayan absen.
“Ke mana Kang Kabayan? Ke mana suamiku?” Si Iteung gelisah. Takut. Kuatir kalau-kalau Si Kabayan jatuh terperosok ke dalam perangkap. Atau
dimakan macan. “Ke mana Kang Kabayan, Bapak?” Dia tanya ayahnya. “Dia tidak
sarapan pagi ini. Saya takut, dia diculik setan untuk dikirim ke tanah seberang, jadi kuli kontrak perkebunan di Deli.”
Melihat anaknya menangis melolong-lolong, mertua Si Kabayan cepat- cepat menghabiskan sarapannya. Cepat-cepat ia lari masuk ke hutan.
Dijelajahinya seluruh hutan, dicarinya sang menantu. Segera bertemu. Si Kabayan lagi duduk merenung-renung di tepi sungai. Segera ditegur: “hey,
Kabayan Kenapa kamu tidak sarapan? Lagi apa kamu di sana?”
“Ini Pak Lihat air sungai Aneh, Pak Aneh sekali Lihat” “Aneh bagaimana, Kabayan?” Mertuanya menghampiri.
“Kan aneh sekali. Mengalirnya kok dari hilir ke hulu.” “Hah? Itu kan mustahil, Kabayan. Mana mungkin air mengalir dari hilir
ke hulu?” “Memang aneh, Pak. Ajaib,” jawab Si Kabayan pendek. “Mana mungkin
ada rusa yang bisa kena jerat di atas pohon.” Mertuanya malu. Kelemas-kelemis seperti monyet sakit gigi. Lalu
bergegas ke rumah mengembalikan rusanya kepada menantunya. Dan ketika Si Iteung mau bikin gule rusa, dia berseru-seru dari dapur:
“Kang Kabayan, ini Bapak minta bagian dagingnya. Katanya, dia telah ikut menangkap rusa ini dengan jeratnya.”
“O, kasih ayahmu tulang-talengnya saja, Iteung. Bilang kepadanya, rusa yang ini tidak bersayap. Yang bersayap sudah terbang ke bulan.”
Dikutip dengan perubahan dari Achdiat K. Mihardja. 1997. Si Kabayan
Manusia Lucu. Jakarta: Grasindo, halaman 1–3 Setelah bapak atau ibu gurudosen membacakan cerpen tersebut di
depan kelas, si muridmahasiswa memberi pendapatnya setelah mendapat pertanyaan dari bapak atau ibu gurudosen. Tanya jawab antara guru dengan
murid tersebut sebagai berikut. Guru
: Apa judul cerpen yang saya bacakan tadi?
Murid :
Salah seorang murid cepat menjawab “Si Kabayan Menangkap Rusa”
8
Guru :
Sebenarnya yang menangkap rusa itu Si Kabayan atau Mertuanya?
Murid :
Mereka berpikir sejenak, lalu ada seorang murid yang menjawab. Mertuanya.
Guru :
Mengapa begitu? Murid
: Si Kabayan yang mempunyai ide menangkap rusa di hutan
dengan memasang perangkap. Si Kabayan pula yang mencangkul membuat lubang perangkap. Si Mertua lebih senang
membuat jerat burung di pohon-pohon. Pagi-pagi si Mertua pergi ke hutan melihat hasil kerjanya. Ternyata, jerat yang dipasang
kosong, tak seekor burung pun yang masuk ke dalam jeratnya. Setelah melihat perangkap milik si Kabayan ada seekor rusa,
maka si Mertua segera menangkap rusa itu. Kemudian si Rusa ditali dan digantung di jeratnya. Baru kemudian memberitahu
kepada si Kabayan bahwa ia telah berhasil menjerat seekor rusa. Guru
: Mengapa akhirnya rusa itu dikembalikan kepada si Kabayan?
Murid :
Seorang murid yang cerdik segera menjawab Si Mertua itu malu atas kejujuran si Kabayan. Dengan kreatif si Kabayan
menganalogikan keanehan aliran sungai yang datang dari hilir ke hulu. Padahal, biasanya sungai itu mengalir dari hulu ke hilir.
Demikian pula, aneh bila seekor rusa yang tidak bersayap dapat terjerat oleh jaring-jaring di atas pohon.
Guru :
Ketika si Iteung mau bikin gule rusa, dia berseru dari dapur bahwa ayahnya juga minta bagian dagingnya. Sementara itu, si
Kabayan menyuruh istrinya untuk memberi tulang-talengnya saja kepada ayahnya. Mengapa si Kabayan tega melakukan itu?
Murid :
Beberapa murid mendesah, tampak kebingungan. Namun, ada salah seorang murid yang cerdik segara menjawab Sesuai
dengan perjanjian. Jika si Kabayan mendapatkan rusa, mertuanya tidak dapat daging rusa. Demikian pula, jika
mertunya mendapatkan burung hasil jeratannya, si Kabayan pun 9
tidak akan mendapatkan daging burung tersebut. Perjanjian merupakan hukum yang harus ditegakkan.
Dari ilustrasi sederhana tersebut dapat dikatakan bahwa antara Guru dan Murid bersama-sama melakukan apresiasi terhadap karya sastra. Guru
melontarkan pertanyaan untuk menjajaki tingkat apresiasi murid. Murid pun melakukan apresiasi secara baik.
3.1.3 Kegiatan Menonton Pertunjukan