Tingkat-Tingkat Apresiasi Sastra DASAR DASAR APRESIASI SASTRA

menceritakan kembali karya sastra yang dibaca, yang didengar, atau yang ditontonnya. Kegiatan kreatif, inovarif, dan rekreatif jelas menunjang pemahaman dan penghargaan terhadap karya sastra, yaitu mengajak mereka yang berminat untuk bergaul dan mencintai karya sastra.

4. Tingkat-Tingkat Apresiasi Sastra

Kegiatan memberi penilaian atau penghargaan terhadap sastra itu hanya dapat dilakukan oleh seseorang yang mempunyai kemampuan apresiasi, betapun relatif sifatnya. Hanya orang yang mempunyai apresiasi senilah, khususnya karya sastra, yang dapat memberikan apresiasinya terhadap karya sastra. Sebagai konsekuensinya, apresiasi seseorang terhadap karya sastra itu berbeda-beda tingkatannya, ada yang rendah dan ada pula yang tinggi, ada yang sempit atau dangkal, dan ada pula yang luas dan mendalam. Apabila kita mau mengikuti pola pemeringkatan UKBI Uji Kemahiran Berbahasa Indonesia ada peringkat: Terbatas, Merginal, Semenjana, Madya, Unggul, Sangat Unggul, dan Istimewa. Dalam apresiasi sastra pun tampaknya juga ada pemeringkatan demikian, tetapi tidak sedetail itu. Apresiasi seseorang terhadap karya sastra itu tidak mungkn langsung tinggi, luas, dan mendalam istimewa, tetapi berangsur-angsur meningkat dari taraf yang terendah terbatas, tersempit, dan terdangkal menuju ke taraf yang lebih tinggi semenjana, madya, unggul, lebih luas, dan lebih mendalam. Dengan begitu tingkat apresiasi seseorang itu dapat ditingkatkan, dapat diperluas, dan dapat diperdalam sesuai dengan kemampuan yang dimiliki oleh sang apresiator. Cara meningkatkan apresiasi seseorang terhadap karya sastra dapat melalui kegiatan membaca karya sastra yang sebanyak-banyaknya, mendengarkan pembacaan sastra sesering mungkin, dan juga menonton pertunjukan pentas sastra sebanyak-banyaknya. Kesedian untuk terus- menerus membaca, mendengar, dan menonton pertunjukan pentas sastra adalah salah satu cara dalam upaya meningkatkan apresiasi terhadap karya 14 sastra. Yus Rusyana 1979:2 menyatakan ada tiga tingkatan dalam apresiasi sastra, yaitu: 1 seseorang mengalami pengalaman yang ada dalam karya sastra, ia terlibat secara emosional, intelektual, dan imajinatif; 2 setelah mengalami hal seperti itu, kemudian daya intelektual seseorang itu bekerja lebih giat menjelajahi medan makna karya sastra yang diapresiasinya; dan 3 seseorang itu menyadari hubungan sastra dengan dunia di luarnya sehingga pemahaman dan penikmatannya dapat dilakukan lebih luas dan mendalam. Agar lebih jelas tingkat-tingkat apresiasi sastra tersebut, berikut diberi contoh satu puisi “Paria” karya L.K. Ara untuk diapresisi lebih lanjut. PARIA Banyak orang tidak menyukaiku di lidah mereka aku terasa pahit buahku pun bentuknya kurang menarik permukaannya berbintil-bintil. Tapi tak jarang orang sengaja mencariku bila dimakan dengan sambel menambah selera dan buahku yang lucu tadi dapat dimasak sebagai sayur atau dijadikan sambal goreng. Orang yang kenal diriku bisa menghilangkan pahitku caranya? rebuslah aku dengan daun salam. Setelah direbus daunku berguna juga sebagai penyembuh penyakit encok boleh dicoba. Tumbuhku tidak sukar yang kuperlukan hanya banyak air 15 dan tempat teduh jadi bisa ditanam di kebun atau di halaman rumah. Ingin tahu sobat-sobatku? kami ada yang putih rasanya tidak terlalu pahit bentuknya besar yang hijau lebih kecil dan paria ayam kecil tapi badannya gemuk. Sebaiknya tanah tempat tumbuhku dicampur dengan abu dapur dan setelah tumbuh aku ingin dibuatkan para-para bukan ingin mewah-mewah tapi berguna untuk menjalar sulur-sulurku. Meski tak seberapa aku punya keindahan juga lihatlah bungaku yang kuning kecil elok bukan? daun mahkotaku ada lima semua tersusun rapi serupa bintang bersegi lima. Dikutip dari L.K. Ara. 1981. Namaku Bunga. Jakarta: Balai Pustaka Bersamaan dengan membaca atau mendengar puisi “Paria” karya L.K. Ara tersebut seorang pembaca atau pendengar ikut terlibat di dalamnya. Ia berempati dengan emosi, intelektual, dan imajinasinya masuk ke dalam suasana puisi tersebut. Pembaca atau pendengar itu membayangkan seolah- olah dirinyalah yang menjadi paria. Ia lebur menjadi satu dengan tokoh paria itu. Benar-benar ia menghayati peran tokoh paria yang tulus ikhlas memberikan dirinya untuk disantap orang lain. Meskipun rasa pahit yang ada dalam diri paria terasa kental, ia mampu menjadi penyeimbang rasa manis, asin, dan asam dalam kehidupan manusia. Tahap seperti inilah yang disebut sebagai tahap pertama apresiasi, yaitu meleburkan diri ke dalam karya yang 16 dibaca atau didengarnya. Setelah selesai membaca atau mendengar puisi “Paria” karya L.K. Ara tersebut, seseorang kemudian daya intelektualnya bekerja lebih giat lagi menjelajahi kata-kata yang termuat dalam puisi tersebut. Kata paria sebagai judul sajak ini ternyata artinya dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia 2001:830 bukan merupakan tanaman, melainkan “nama golongan atau kasta yang terpinggirkan dalam masyarakat India kuno”. Kata yang mendekati lebih cocok dengan judul sajak di atas adalah peria, yang memiliki padanan kata pepare atau pare, yaitu “tumbuhan menjalar, bunganya kecil-kecil berwarna kuning serupa dengan bunga mentimun, buahnya seperti mentimun mempunyai permukaan kulit yang tidak licin, berbintil-bintil kecil atau memanjang, agak pahit rasanya, daunnya berwarna hijau dan bentuknya bergerigi yang bermanfaat untuk menyembutkan sakit encok” KBBI, 2001:858. Nama Latin-nya adalah momordica charantia. Demikian seterusnya dengan mencari arti kata-kata yang lainnya dalam puisi tersebut. Penjelajahan kata-kata dalam puisi ini untuk memahami arti denotatif atau arti lugasnya terlebih dahulu. Tahap seperti inilah yang disebut sebagai tahap kedua apresiasi, yaitu memahami arti kata-kata lugasnya. Setelah menemukan arti kata-kata lugasnya, semua kata-kata luasnya terpahami, tahap selanjutnya adalah menafsirkan makna yang ada dibalik kata-kata lugasnya. Mungkin kata itu mengandung makna kias, simbolik, metafora, ataupun makna konotatif yang lainnya. Penafsiran inilah yang kita hubungan dengan dunia yang berada di luar sastra, yaitu memperoleh amanat yang terkandung dalam karya sastra itu bagi pembaca. Amanat inilah yang akan memberi manfaat pelajaran, ajaran moral, dan wawasan tentang perilaku kehidupan. Tahap mendapatkan amanat dan manfaat bagi kehidupan seperti inilah yang kita sebut sebagai tahap ketiga apresiasi, yaitu mampu menyadari hubungan karya sastra dengan dunia lain di luar karya sastra sehingga memperoleh hikmahnya. 17

5. Manfaat Apresiasi Sastra