Tipe Populistis Gaya Kepemimpinan

27 samar-samar, dan yang mungkin dilaksanakan tanpa disadari bahwa tindakan itu bukan tindakan pimpinan yang demokratis. Tipe kepemimpinan pseudo demokratis disebut pula dengan tipe kepemimpinan manipulasi demokratis kalau menurut bahasa arab disebut munafik, karena menampakkan dua wajah yaitu lain di mulut lain dihati. 41 Kepala sekolah yang memiliki sifat pseudo demokratis sebenarnya bersifat otoriter, hanya pandai memberikan kesan seolah-olah demokratis. Dalam rapat sekolah, ia berbuat seakan-akan semua rencana, program, dan kebijakan merupakan keputusan kelompok, padahal atas kehendaknya sendiri. Dalam gaya kepemimpinan ini juga kepala sekolah seakan-akan memperhatikan saran dan pendapat tenaga kependidikan. Walaupun akhirnya hal tersebut tidak digunakan. Mengingat sifat permukaannya yang ramah, para tenaga kependidikan cenderung segan dan enggan untuk menentang keputusannya. Kepala sekolah yang memiliki sifat pseudo demokratis sering disebut sebagai kepala sekolah yang memanipulasi demokrasi atau demokrasi semu. 42 Pada tipe kepemimpinan seperti ini, pemimpin memberikan kesan yang seolah-olah demokratis, padahal maksudnya adalah otokratis, yang mengutamakan keinginannya dengan penyampaian secara halus. Jadi sebenarnya pemimpin yang pseudo demokratis merupakan pemimpin yang otokratis, yang sifatnya di tutupi oleh penampilan yang seolah-olah dia demokratis. Menurut Mulyasa sebagaimana dikutip oleh Khozin 2006: 49-50 beberapa gaya yang dapat diuraikan antara lain: 43 a. Gaya mendikte telling, gaya ini diterapkan jika anak buah dalam tingkat kematangan daya abstrak, kemauan dan kepercaaan diri komitmen rendah, sehingga memerlukan petunjuk dan pengawasan yang jelas. Gaya ini lebih cocok diterapkan pada guru dan staf ang 41 Tim Dosen Administrasi UPI, Manajemen Pendidikan, Bandung: Alfabeta, 2010, h. 127 42 Mulyasa, Menjadi Kepala Sekolah Profesional, Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, cet. Ke-8, 2006, h. 269-271 43 Ara Hidayat dan Imam Machali, Pengelolaan Pendidikan, Yogyakarta: Kaukaba, 2012, h. 86-87