Identifikasi Tutupan Lahan dan Penentuan Jenis Tanaman yang Sesuai untuk Konservasi Daerah Aliran Sungai (DAS) Tamiang, Provinsi Aceh

(1)

IDENTIFIKASI TUTUPAN LAHAN DAN PEMILIHAN JENIS

TANAMAN YANG SESUAI UNTUK PROGRAM

KONSERVASI DAS TAMIANG, PROVINSI ACEH

Hasil Penelitian

Oleh: Inge Oktrafina

051201008 / Manajemen Hutan

DEPARTEMEN KEHUTANAN

FAKULTAS PERTANIAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN


(2)

ABSTRAK

INGE OKTRAFINA. Identifikasi Tutupan Lahan dan Penentuan Jenis Tanaman yang Sesuai untuk Konservasi Daerah Aliran Sungai (DAS) Tamiang, Provinsi Aceh. Dibimbing oleh NURDIN SULISTIYONO dan ODING AFFANDI

Perubahan lahan di DAS Tamiang mengakibatkan terjadinya banjir bandang dan tanah longsor akhir Desember 2006 lalu. Penelitian ini bertujuan mengidentifikasi tutupan lahan serta daerah-daerah yang perlu direhabilitasi berdasarkan citra satelit Landsat TM 5 Tahun 2006, menentukan jenis tanaman yang diprioritaskan menggunakan Sistem Informasi Geografis(SIG) dan Analisis Hirarki Proses (AHP). Total luas DAS Tamiang adalah 492.647,50 Ha.Total seluruh lokasi GERHAN di kawasan lindung DAS Tamiang sebesar 286.102,32 Ha. Berdasarkan hal tersebut dilakukan GERHAN untuk menkonservasikan DAS Tamiang, perlu adanya pemilihan jenis tanaman yang diprioritaskan dari segi ekonomi, sosial budaya dan ekologi agar partisipasi masyarakat sangat berperan. Jenis tanaman yang diprioritaskan setiap zona menurut para ahli yang terdiri dari zona I dengan ketinggian dan kelerengan 0-1200 mdpl, 0-15 % yaitu rambutan sebesar 0,149. Zona II dengan ketinggian dan kelerengan 1200-2400 mdpl, 15-40 % adalah Alpukat sebesar 0,202 dan zona III, ketinggian dan kelerengan

2400-3000 mdpl, ≥40 % adalah Meranti sebesar 0,383.


(3)

ABSTRACT

Inge OKTRAFINA. Identification and Determination of Land Cover Types of Plants Suitable for Watershed Conservation (DAS) Tamiang, Aceh Province. Supervised by Nurdin and ODING AFFANDI SULISTIYONO

Changes in watershed land Tamiang cause flash floods and landslides of December 2006. This study aims to identify land cover and areas that need to be rehabilitated based on Landsat TM 5 satellite image of year 2006, determining the type of plants that are prioritized using Geographic Information System (GIS) and Analysis Hierarchy Process (AHP). The total watershed area is 492,647.50 Ha.Total Tamiang all locations Gerhan in protected areas amounted to 286,102.32 hectares of watershed Tamiang. Based on that done for menkonservasikan Gerhan Tamiang watershed, the need for selection of plant species which are prioritized in terms of economic, social, cultural and ecological order of community participation is very important. The species of each zone which are prioritized according to experts consisting of zone I with altitude and slope 1200 masl, 0-15%, ie 0.149 rambutan. Zone II, with an altitude of 1200-2400 masl and slopes,

15-40% is the Avocado of .202 and zone III, 2400-3000 masl altitude and slope, ≥

40% is Meranti amounted to 0.383.


(4)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Langsa pada tanggal 25 Oktober 1987, dari ayah Mainur Raflin, SE dan ibu Hindun Nur. Penulis merupakan putrid ke dua dari empat bersaudara.

Tahun 1999 penulis lulus dari SD Negri 7 Langsa, pada tahun 2002 lulus dari Sekolah Menengah pertama (SMP) Negri 3 Langsa.

Tahun 2005 lulus dari dari Sekolah Menengah Umum (SMU) Negri 2 Langsa, dan pada tahun 2005 lulus seleksi USU melalui jalur PMDK. Penulis memilih Program Studi Manajemen Hutan, Departemen Kehutanan, Fakultas pertanian.

Selama mengikuti perkuliahan, penulis mengikuti kegiatan organisasi Himpunan Mahasiswa Sylva (HIMAS)-USU sebagai anggota.

Penulis melaksanakan Praktik Kerja Lapangan (PKL) di KPH Malang Unit II Jawa Timur selama 2 (dua) bulan yaitu sejak 08 Juni sampai dengan 08 Agustus 2009.


(5)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis kepada ALLAH SWT, atas segala rahmat dan karuniaNYA sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul ”Identifikasi Tutupan Lahan dan Penentuan Jenis Tanaman yang Sesuai untuk Program Konservasi DAS Tamiang, Provinsi ACEH”.

Pada kesempatan ini penulis menghaturkan pernyataan terima kasih sebesar-besarnya kepada kedua orang tua penulis yang telah membesarkan, memelihara dan mendidik penulis selama ini, penulis menyampaikan ucapan terima kasih kepada Bapak Nurdin Sulistiyono, S.hut, M.Si dan Bapak Oding Affandi, S.Hut, M.P selaku pembimbing yang telah banyak memberikan masukan, arahan kepada penulis dalam menyelesaikan hasil penelitian ini.

Disamping itu, penulis juga mengucapkan terima kasih kepada semua staf pengajar dan pegawai di Departemen Kehutanan, serta semua rekan mahasiswa yang tak dapat disebutkan satu per satu di sini yang telah membantu penulis dalam menyelesaikan skripsi ini. Semoga skripsi ini bermanfaat.


(6)

DAFTAR ISI

Hal

ABSTRAK... i

ABSTRAK... ii

RIWAYAT HIDUP... iii

KATA PENGANTAR... iv

DAFTAR ISI... v

DAFTAR TABEL... vii

DAFTAR GAMBAR... viii

DAFTAR LAMPIRAN... ix

PENDAHULUAN Latar Belakang... 1

Tujuan Penelitian... 2

Manfaat Penelitian... 3

TUJUAN PUSTAKA Definisi DAS (Daerah Aliran Sungai)... 4

Ekosistem Daerah Aliran Sungai... 4

Komponen-Komponen DAS... 5

Konsep Pengelolaan DAS... 6

Karakteristik DAS... 7

Tanaman PenutupanTanah... 8

Konservasi Tanah dan Air... 9

Definisi GN-RHL/GERHAN... 10

Penghutanan Kembali (Reboisasi)... 10

SejarahGN-RHL / GERHAN... 11

Rehabilitasi Hutan dan Lahan... 11

Partisipasi Masyarakat terhadap GERHAN... 12

Pengelolaan Hutan Rakyat... 13

Pemilihan Jenis Tanaman untuk Rehabilitasi... 14

Pengertian GIS... 16

Definisi AHP... 16

METODE PENLITIAN Waktu dan Lokasi... 20

Bahan dan Alat... 20

Metode Penelitian... 21

Pengumpulan Data... 21

Analisis Data... 21

Analisis GIS... 27

Skoring (AHP)... 28

HASIL DAN PEMBAHASAN Analisis Citra Satelit... 37

Tutupan Lahan... 37


(7)

Pembobotan Prioritas untuk Alternatif Jenis Tanaman... 44

KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan... 55

Saran... 55

DAFTAR PUSTAKA... 56


(8)

DAFTAR TABEL

No Hal

1 Skala pembandingan berpasangan ... 32

2 Nilai random consistency index (RI) untuk penentuan consistency ratio………. 34 3 Matrik Metodologi yang Digunakan dalam Penelitian... 36

4 Tipe Penutupan Lahan Hasil Olahan Citra di Daerah Aliran Sungai……… 37

5 Kelas Ketinggian di DAS Tamiang... 40

6 Kelas Kelerengan DAS Tamiang... 42

7 Sebaran Zona I (GERHAN)... 45

8 Sebaran Zona II (GERHAN)………. 47

9 Sebaran Zona III (GERHAN)………... 48


(9)

DAFTAR GAMBAR

No Hal

1 Tahapan Analisis Citra... 26

2 Penyusunan Hierarki Permasalahan Pada Zona I... 29

3 Penyusunan Permasalahan Pada Zona II... 30

4 Penyusunan Permasalahan Pada Zona II... 31

5 Luas Tutupan Lahan... 38

6 Peta Penutupan Lahan... 39

7 Peta Sebaran Ketinggian DAS Tamiang... 41

8 Peta Sebaran Kelerengan DAS Tamiang……… 43

9 Jenis Tanaman yang terdapat di zona I... 45

10 Jenis Tanaman Pada Zona II... 48

11 Jenis Tanaman Pada Zona III... 50


(10)

DAFTAR LAMPIRAN

No Hal

1 Contoh Hasil Analisis Scoring Dengan Software Expert Choice.... 58

2 Hasil Analisis Akurasi Klasifikasi Citra Landsat TM 5 Tahun

2006... 60

3 Titik Pengamatan Dilapangan………... 61

4 Citra Landsat TM 5 Tahun 2006 Path/Row 129/57-130/57………. 71

5 Hasil ERROR MATRIX………... 72


(11)

ABSTRAK

INGE OKTRAFINA. Identifikasi Tutupan Lahan dan Penentuan Jenis Tanaman yang Sesuai untuk Konservasi Daerah Aliran Sungai (DAS) Tamiang, Provinsi Aceh. Dibimbing oleh NURDIN SULISTIYONO dan ODING AFFANDI

Perubahan lahan di DAS Tamiang mengakibatkan terjadinya banjir bandang dan tanah longsor akhir Desember 2006 lalu. Penelitian ini bertujuan mengidentifikasi tutupan lahan serta daerah-daerah yang perlu direhabilitasi berdasarkan citra satelit Landsat TM 5 Tahun 2006, menentukan jenis tanaman yang diprioritaskan menggunakan Sistem Informasi Geografis(SIG) dan Analisis Hirarki Proses (AHP). Total luas DAS Tamiang adalah 492.647,50 Ha.Total seluruh lokasi GERHAN di kawasan lindung DAS Tamiang sebesar 286.102,32 Ha. Berdasarkan hal tersebut dilakukan GERHAN untuk menkonservasikan DAS Tamiang, perlu adanya pemilihan jenis tanaman yang diprioritaskan dari segi ekonomi, sosial budaya dan ekologi agar partisipasi masyarakat sangat berperan. Jenis tanaman yang diprioritaskan setiap zona menurut para ahli yang terdiri dari zona I dengan ketinggian dan kelerengan 0-1200 mdpl, 0-15 % yaitu rambutan sebesar 0,149. Zona II dengan ketinggian dan kelerengan 1200-2400 mdpl, 15-40 % adalah Alpukat sebesar 0,202 dan zona III, ketinggian dan kelerengan

2400-3000 mdpl, ≥40 % adalah Meranti sebesar 0,383.


(12)

ABSTRACT

Inge OKTRAFINA. Identification and Determination of Land Cover Types of Plants Suitable for Watershed Conservation (DAS) Tamiang, Aceh Province. Supervised by Nurdin and ODING AFFANDI SULISTIYONO

Changes in watershed land Tamiang cause flash floods and landslides of December 2006. This study aims to identify land cover and areas that need to be rehabilitated based on Landsat TM 5 satellite image of year 2006, determining the type of plants that are prioritized using Geographic Information System (GIS) and Analysis Hierarchy Process (AHP). The total watershed area is 492,647.50 Ha.Total Tamiang all locations Gerhan in protected areas amounted to 286,102.32 hectares of watershed Tamiang. Based on that done for menkonservasikan Gerhan Tamiang watershed, the need for selection of plant species which are prioritized in terms of economic, social, cultural and ecological order of community participation is very important. The species of each zone which are prioritized according to experts consisting of zone I with altitude and slope 1200 masl, 0-15%, ie 0.149 rambutan. Zone II, with an altitude of 1200-2400 masl and slopes,

15-40% is the Avocado of .202 and zone III, 2400-3000 masl altitude and slope, ≥

40% is Meranti amounted to 0.383.


(13)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Provinsi Aceh terdiri dari dataran rendah, perbukitan pegunungan sampai dataran tinggi. Sehingga membuat Provinsi ini merupakan daerah rawan banjir dan longsor. Kerusakan vegetasi didaerah hulu dapat memperburuk keadaan sehingga dapat memicu/mempercepat terjadinya banjir dan longsor. Bencana banjir dan tanah longsor merupakan bencana yang hampir setiap tahun terjadi di Aceh. Intensitas kejadian banjir dan tanah longsor semakin meningkat memasuki musim penghujan. Selain disebabkan musim penghujan, perubahan fungsi dan tata guna lahan yang dilakukan manusia membawa pengaruh yang besar sebagai penyebab banjir dan tanah longsor. Perubahan fungsi lahan tersebut menimbulkan kerusakan lahan, hutan dan air, baik langsung maupun tidak langsung yang mempengaruhi ketidakmampuan lahan mendukung kehidupan.

Kerusakan vegetasi ini terdapat juga di daerah aliran sungai (DAS) Tamiang yang terletak di Kabupaten Aceh Timur, Kabupaten Aceh Tamiang, Kabupaten Aceh Tengah, Kabupaten Aceh Tenggara, dan Kabupaten Gayo Lues. Banjir bandang yang melanda wilayah Aceh Tamiang, Aceh Timur, Aceh Tenggara, dan Aceh Tengah, serta tanah longsor yang mendera Kabupaten Gayo Lues merupakan bukti telah gundulnya kawasan hutan di hulu sungai.

Pertambahan penduduk dan perkembangan Kabupaten dapat mengakibatkan perubahan tataguna lahan yang akan mengakibatkan perubahan karakteristik aliran seperti terjadinya banjir dan longsor, maka perlu dilakukan tindakan-tindakan antisipasi. Untuk menghindari bencana banjir bandang dan


(14)

tanah longsor akhir Desember 2006 lalu, perlu dilakukan rehabilitasi hutan dan lahan di daerah aliran sungai (DAS) Tamiang.

Pemerintah kehutanan akan menjalankan program GERHAN yang akan dilaksanakan di kawasan lindung untuk memperbaiki daerah aliran sungai (DAS). Sistem Informasi Geografis (SIG) merupakan teknologi spasial yang sedang berkembang. Melalui sistem ini dapat mengetahui daerah-daerah yang perlu direhabilitasi sesuai dengan parameter yang sudah ditentukan. Pemilihan jenis tanaman dapat ditentukan pada setiap daerah-daerah yang perlu direhabilitasi. Pemerintah hanya memberikan jenis tanaman kehutanan yaitu Sentang, Mahoni, Pinus, Suren dan Meranti sedangkan untuk jenis tanaman lain masyarakat sekitar yang memilih jenis tanaman yang tidak hanya dimanfaatkan kayu nya saja melainkan buah dan lainnya.

Tujuan Penelitian

Adapun tujuan dari penelitian ini adalah:

1. Mengidentifikasi tutupan lahan serta daerah-daerah yang perlu direhabilitasi

berdasarkan citra satelit Landsat TM 5 Tahun 2006 di DAS Tamiang.

2. Menentukan jenis tanaman yang diprioritaskan dalam GERHAN di DAS


(15)

Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi daerah yang perlu direhabilitasi dan mengetahui jenis tanaman yang diprioritaskan dalam program GERHAN untuk upaya konservasi DAS dilihat dari segi ekonomi, sosial budaya dan ekologi di sekitar DAS Tamiang.


(16)

TINJAUAN PUSTAKA

Definisi DAS (Daerah Alairan Sungai)

Daerah Aliran Sungai (DAS) secara umum didefinisikan sebagai suatu hamparan wilayah/kawasan yang dibatasi oleh pembatas topografi (punggung bukit) yang menerima, mengumpulkan air hujan, sedimen, dan unsur hara serta mengalirkannya melalui anak-anak sungai dan keluar pada satu titik (outlet). Oleh karena itu, pengelolaan DAS merupakan suatu bentuk pengembangan wilayah yang menempatkan DAS sebagai suatu unit pengelolaan yang pada dasarnya merupakan usaha-usaha penggunaan sumberdaya alam disuatu DAS secara rasional untuk mencapai tujuan produksi pertanian yang optimum dalam waktu yang tidak terbatas (lestari), disertai dengan upaya untuk menekan kerusakan seminimum mungkin sehingga distribusi aliran merata sepanjang tahun (Marwah, S. 2008).

Ekosistem Derah Aliran Sungai

Ekosistem adalah suatu sistem ekologi yang terdiri atas komponen-komponen yang saling berintegrasi membenntuk satu kesatuan. Sistem tersebut mempunyai sifat tertentu, tergantung pada jumlah dan jenis komponen yang menyusunnya. Besar kecilnya ukuran ekosistem tergantung pada pandangan dan batas yang diberikan pada ekosistem tersebut. Daerah aliran sungai dapat dianggap suatu ekosistem (Asdak, 1995).

Ekosistem DAS merupakan bagian terpenting karena mempunyai fungsi perlindungan terhadap DAS. Aktivitas DAS yang menyebabkan perubahan ekosistem misalnya perubahan tataguna lahan khususnya di daerah hulu, dapat


(17)

memberikan dampak pada daerah hilir berupa perubahan fluktuasi debit air dan kandungan sediment serta material terlarut lainnya. Adanya keterkaitan antara masukan dan keluaran pada suatu DAS ini dapat dijadikan sebagai dasar untuk menganalisis dampak suatu tindakan atau aktivitas pembangunan di dalam DAS terhadap lingkungaanya (Suripin, 2002).

Daerah aliran sungai biasanya dibagi menjadi daerah hulu, tengah hilir dan hilir berdasarkan ekosistemnya. Daerah hulu merupakan daerah konservasi yang mempunyai kerapatan drainase lebih tinggi dan memiliki kemiringanlahan yang besar. Derah aliran sungai bagian tengah merupakan daerah transisi dari kedua bagian DAS yang berbeda tersebut. Sementara daerah hilir merupakan daerah pemanfaatan, kerapatan drainase lebih kecil dan memiliki kemiringan lahan yang kecil sampai dengan sangat kecil. Ekosistem DAS hulu merupakan bagian penting, karena mempunyai perlindungan yang penting terhadap seluruh bagian DAS. Pelindungan ini antara lain dari segi fungsi tata air. Perencanaan DAS, daerah hulu dan hilir mempunyai keterkaitan biofisik melalui daur hidrologi (Asdak, 1995).

Komponen-Komponen DAS

Komponen ekosistem DAS bagian hulu pada umumnya dapat dipandang sebagai suatu ekosistem pedesaan. Ekosistem ini terdiri atas empat komponen utama yaitu desa, sawah/ladang, sungai dan hutan. Komponen yang menyusun DAS berbeda tergantung pada keadaan daerah setempat. Misalnya adanya komponen lain seperti perkebunan, sementara di daerah pantai dijumpai adanya komponen lingkungan hutan bakau (Asdak, 1995).


(18)

Konsep Pengelolaan DAS

Menyadari keterkaitan antara daerah hulu, tengah dan hilir, maka konsep perencaan dan pengelolaan daerah aliran sungai hendaklah berpedoman pada satu sungai satu perencanaan dan satu pengelolaan. Hendaknya masing masing daerah dalam satu kawasan DAS tidaklah mementingkan kepentingan sendiri sesaat (untuk mengejar PAD semata di era OTDA), namun harus memikirkan kepentingan bersama agar kelangsungan fungsi DAS secara optimal dan lestari. Oleh karena itu, perencaan dan pengelolaan suatu kawasan hendaknya berbasis pada DAS. Permasalahan yang timbul adalah batas adminitrasi daerah sangat berbeda dengan batas DAS , mengingat DAS adalah bingkai wilayah alami dari lahan. Daerah aliran sungai (DAS) merupakan suatu hamparan wilayah/kawasan yang dibatasi oleh pembatas topografi (punggung / igir bukit) yang berfungsi sebagai satuan tangkapan air hujan yang berakhir pada satu muara sungai. Mungkin dalam satu kawasan DAS melintas beberapa daerah kabupaten atau propinsi atau sebaliknya, dalam satu propinsi/kabupaten dilintasi beberapa DAS, sehingga cukup sulit dalam praktek pengelolaanya (misalnya penganggaran). Oleh karena itu, perlu adanya koordinasi antar daerah dalam satu kawasan DAS. Pengelolaan daerah hulu misalnya, apakah merupakan tanggung jawab pemerintah daerah yang mewilayahinya saja, tentunya tidak, ini merupakan tanggung jawab semua wilayah yang ada dalam kawasan DAS seluruhnya. Mengingat baik dan buruknya pengelolaan daerah hulu, dampaknya akan dirasakan semua yang ada di dalam kawasan DAS tersebut, maka timbul pemikiran perlunya kompensasi daerah hilir dan tengah untuk daerah hulu, selanjutnya kompensasi apa yang harus diberikan. Semuanya perlu koordinasi


(19)

dan duduk bersama dalam perencanaan pengelolaan, yang diikuti oleh semua daerah dalam kawasan DAS, dan BPDAS tentunya sangatlah berkepentingan. Setiap daerah (baik di hulu, tengah dan hilir) mempunyai kewajiban masing-masing untuk mengelola wilayahnya, agar DAS dapat berfungsi secara optimal. Ringkasnya baik dan tidaknya DAS sangat tergantung dari perencanaan dan pengelolaannya, yang merupakan tanggung jawab bagi semua daerah di kawasan DAS tersebut. Hendaknya semangat satu sungai, satu perencanaan dan pengelolaan tidak lekang karena pelaksanaan OTDA (otonomi daerah), dan tidak rapuh karena target PAD (Suntoro, 2009).

Karakteristik DAS

Karakteristik DAS yang berpengaruh besar pada aliran permukaan meliputi:

1. Luas dan bentuk DAS

Pengaruh bentuk DAS terhadap aliran permukaan dapat ditunjukkan dengan memperhatikan hidrograf-hidrograf yang terjadi pada dua buah DAS yang bentuknya berbeda namun mempunyai luas yang sama yang menerima hujan dengan intensitas yang sama. Bentuk DAS yang memanjang dan sempit cendrung menghasilkan laju aliran permukaan yang lebih kecil dibandingkan dengan DAS yang berbentuk melebar atau melingkar.

2. Topografi

DAS dengan kemiringan curam disertai parit/saluran yang rapat akan menghasilkan laju dan volume aliran permukaan yang lebih tinggi dibandingkan dengan DAS yang landai dengan parit yang jarang dan adanya


(20)

cekungan-cekungan. Pengaruh kerapatan parit, yaitu panjang parit per satuan luas DAS, pada aliran permukaan adalah memperpendek waktu konsentrasi sehingga memperbesar laju aliran permukaan.

3. Tata guna lahan

Pengaruh tata guna lahan pada aliran permukaan dinyatakan dalam koefisien aliran permukaan (C), yaitu bilangan yang menunjukkan perbandingan antara besarnya aliran permukaan dan besarnya curah hujan. Angka koefisien aliran permukaan ini merupakan salah satu indikator untuk menentukan kondisi fisik suatu DAS. Nilai C berkisar antara 0 sampai 1. Nilai C = 0 menunjukkan bahwa semua air hujan terintersepsi dan terinfiltrasi kedalam tanah, sebaliknya untuk nilai C = 1 menunjukkan bahwa semua air hujan mengalir sebagai aliran permukaan. Pada DAS yang masih baik harga C mendekati nol, semakin rusak DAS, harga C makin mendekati satu (M, Suripin. 2001)

Tanaman Penutup Tanah

Tanaman penutup tanah adalah tumbuhan atau tanaman yang khusus ditanam untuk melindungi tanah dari ancaman kerusakan oleh erosi dan untuk memperbaiki sifat kimia dan fisik tanah. Tanaman penutupan tanah berperan :

1. Menahan atau mengurangi daya perusak butir-butir hujan yang jatuh dan

aliran air diatas pemukaan tanah.

2. Menambah bahan organik tanah melalui batang, ranting, dan daun mati yang

jatuh.


(21)

Tumbuhan atau tanaman yang sesuai untuk digunakan sebgai penutup tanah dan digunakan dalam sistem pergiliran tanaman harus memenuhi syarat-syarat sebagai berikut :

1. Mudah diperbanyak, sebaiknya dengan biji.

2. Mempunyai sistem perakaran yang tidak menimbuklah kompetisi berat bagi

tanaman pokok, tetapi mempunyai sifat pengikat tanah yang baik dan tidak mensyaratkan tingkat kesuburan tanah yang tinggi.

3. Tumbuh cepat dan banyak menghasilkan daun.

4. Toleransi terhadap pemangkasan.

5. Resisten terhadap hama, penyakit, dan kekeringan.

6. Mampu menekan pertumbuhan gulma.

7. Mudah diberantas jika tanah akan digunakan untuk penanaman tanaman

semusim atau tanaman pokok lainnya.

8. Sesuai dengan kegunaan atau reklamasi tanah.

9. Tidak mempunyai sifat-sifat yang tidak menyenangkan seperti duri dan

sulur-sulur yang membelit (Arsyad, 2010).

Konservasi Tanah dan Air

Konservasi tanah adalah penempatan setiap bidang tanah pada cara penggunaan yang sesuai dengan kemampuan tanah tersebut dan memperlakukannya sesuai dengan syarat-syarat yang diperlukan agar tidak terjadi kerusakan tanah. Sedangkan konservasi air adalah penggunaan air hujan yang jatuh ke tanah untuk pertanian seefisien mungkin, dan mengatur waktu aliran agar tidak terjadi banjir yang merusak dan terdapat cukup air pada waktu


(22)

musim kemarau. Konservsi tanah sangat erat dengan konservasi air. Setiap perlakuan yang diberikan pada sebidang tanah akan mempengaruhi tata air pada tempat itu dan tempat-tempat di hilirnya. Oleh karena itu, konsrvasi tanah dan konservasi air merupakan dua hal yang berhubungan erat sekali. Berbagai tindakan konservasi tanah juga merupakan tindakan konservasi air (Arsyad, 2010).

Definisi Gerakan Rehabilitasi Hutan dan Lahan (GN-RHL/GERHAN)

GERHAN merupakan upaya rehabilitasi hutan dan lahan yang penyelenggaraannya dilaksanakan secara sinergi, terkoordinasi dan terintegrasi, merupakan upaya yang sangat strategis bagi kepentingan nasional yang terencana dan terpadu, melibatkan berbagai pihak terkait, baik pemerintah, swasta dan masyarakat luas melalui suatu perencanaan, pelaksanaan, serta pemantauan dan evaluasi yang efektif dan efisien. Disamping itu GN-RHL/GERHAN dalam pelaksanaannya diharapkan sebanyak mungkin melibatkan masyarakat dan mendorong masyarakat untuk dapat berpartisipasi secara nyata (Kartiman, 2005).

Penghutana Kembali (Reboisasi) atau Penanaman Hutan

Penghutanan kembali (reboisasi) biasanya di definisikan sebagai pengisian kembalisuatu daerah secara alami atau senganja (buatan) dengan pohon-pohon hutan, termasuk langkah-langkah untuk peremajaan secara alami, baik penanaman pohon maupun pembibitan (Hamilton dan King, 1983).


(23)

Sejarah GN-RHL / GERHAN

Sejak tahun 1999, program rehabilitasi yang dilaksanakan di bawah kebijakan otonomi daerah dihadapkan pada teknologi yang lebih berat terhadap areal dan hutan yang telah direhab, misalnya perambahan hutan Master Plan Rehabilitasi Hutan dan Lahan (MP RHL) dikembangkan pada tahun 2000 dan digunakan sebagai dasar perencanaan pada tahun 2003. Departemen Kehutanan mencanangkan Gerakan Nasional Rehabilitasi Hutan Dan Lahan (GN-RHL/GERHAN) untuk menggapai perlunya rehabilitasi atas wilayah terdegradasi yang bertambah luas. Selama tiga dasawarsa terakhir, tampaknya pemerintah Indonesia telah berusaha untuk mengatasi degradasi hutan yang semakin meningkat dan berbagai akibat yang ditimbulkan dari degradasi tersebut. Namun, target pemerintah untuk merehabilitasi 18,7 juta ha dari tahun 1970-an hingga tahun 2004 tidak tercapai, sehingga sisa hutan terdegradasi yang seharusnya 24,9 juta ha, sekarang justru menjadi dua kali lipat yaitu 43,6 juta ha. Hal ini menunjukkan bahwa selama ini kegiatan dan proyek rehabilitasi belum berhasil, demikian pula kebijakan serta program yang ada belum bisa mengatasi masalah penyebab degradasi hutan yang sesungguhnya (Nawir dkk, 2008).

Rehabilitasi Hutan dan Lahan

Kegiatan RHL menjadi sangat penting artinya dalam menanggulangi permasalahan kerusakan lingkungan. Agar kegiatan hutan dan lahan tepat pada sasarannya, satuan unit pengelolaan kegiatan rehabilitasi hutan dan lahan harus dibuat dalam satu satuan DAS secara utuh yang merupakan satu kesatuan ekosistem. Dengan demikian, kegiatan rehabilitasi hutan dan lahan bukan lagi


(24)

merupakan kegiatan parsial tapi merupakan kegiatan terpadu baik dalam cakupan wilayah maupun dalam cakupan inter-sektoral. Dalam hal pelestarian sumber daya hutan melalui kegiatan rehabilitasi hutan dan lahan, peran masyarakat merupakan faktor dominan dimana kegiatan rehabilitasi hutan dan lahan berjalan secara berkelanjutan (Wibowo, 2006).

Rehabilitasi hutan dan lahan (RHL) pada dasarnya membangun perwilayahan yang akan terkait dengan wilayah Daerah Aliran Sungai (DAS), Provinsi, Kabupaten / Kota dan wilayah kerjanya. Pada wilayah-wilayah tersebut terkait erat dengan aspek sosial, ekonomi, lingkungan yang harus didukung oleh investasi, kelembagaan, dan pelaksanaanya harus dilakukan secara terpadu. Pengambilan investasi pembangunan RHL ini sangat ditentukan oleh nilai manfaat yang dirasakan oleh semua pihak secara berkelanjutan (Setiawan, 1995).

Kegiatan rehabilitasi dapat dilaksanakan melalui kegiatan reboisasi, penghijauan, pemeliharaan, pengayaan tanaman dan penerapan teknik konservasi tanah secara vegetatif dan sipil teknis, pada lahan kritis dan tidak produktif. Kegiatan penghijauan yang dilakukan meliputi pembangunan hutan hak dan hutan milik, pembangun usaha kehutanan yang terkait dengan kelestarian hutan, dan pembangunan usaha tani konservasi Daerah Aliran Sungai (MacKinnon, et. Al., 1993).

Partisipasi Masyarakat terhadap Kegiatan Rehabilitasi Hutan dan Lahan

Partisipasi adalah hal turut berperan serta disuatu kegiatan, keikutsertaan, peran serta. Dengan demikian, maka dapatlah dikatakan bahwa partisipasi memiliki arti yang sama dengan peran serta. Menurut Arimbi (2001), peran serta


(25)

sebagai suatu proses komunikasi dua arah yang terus menerus untuk meningkatkan pengertian masyarakat atas suatu proses dimana masalah-masalah dan kebutuhan lingkungan sedang dianalisis oleh badan yang bertanggung jawab. Dan tujuannya adalah untuk menghasilkan masukan dan persepsi yang berguna bagi warga negara dan masyarakat yang berkepentingan dalam rangka meningkatkan kualitas pengambilan keputusan lingkungan.

Partisipasi (telah) menjadi salah satu ikon wajib dalam strategi pembangunn di negara berkembang (sekurang-kurangnya) satu dasawarsa terakhir ini. Dibidang kehutanan dilaksanakan berbagai program yang melibatkan partisipasi masyarakat dalam pengelolaan hutan sekaligus dalam upaya peningkatan kesejahteraan. Salah satu program pengelolaan hutan partisipasi yang diukenal luas dan telah lama dipraktikkan di Indonesia (Khususnya di wilayah kerja Perum Perhutani) adalah perhutanan sosial (Nurrochmat, 2005).

Pengelolaan Hutan Rakyat

Hutan Rakyat adalah hutan yang dimiliki oleh rakyat dengan luas minimal 0,25 Ha dengan penutupan tajuk tanaman kayu-kayuan dan/atau jenis tanaman lainnya lebih dari 50 % dan atau pada tanaman tahun pertama dengan tanaman sebanyak minimal 500 tanaman per hektar (Keputusan Menteri Kehutanan No. 49/Kpts-II/1997 tanggal 20 Januari 1997). Kegiatan pengembangan pengelolaan hutan rakyat ini, merupakan usaha untuk mengelola hutan rakyat berdasarkan azas kelestarian lingkungan dan bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat, penyediaan bahan baku industri, dan peningkatan mutu lingkungan. Usaha hutan rakyat dilakukan melalui unit-unit usaha. Satu unit usaha merupakan


(26)

unit pengelolaan usaha hutan rakyat yang terdiri dari beberapa kelompok tani dengan luas lahan minimal 900 Ha. Usaha hutan rakyat dapat dikembangkan pada lahan milik atau lahan yang dibebani hak-hak lainnya di luar kawasan hutan yang memenuhi persyaratan untuk kegiatan hutan rakyat yang bertujuan disamping untuk rehabilitasi lahan juga menghasilkan kayu rakyat. Kegiatan pengelolaan hutan rakyat berupa Pembuatan Hutan Rakyat / Kebun Rakyat, yaitu penanaman lahan kosong dan pekarangan di luar kawasan hutan oleh masyarakat dengan jenis tanaman keras, MPTS (Multi Purpose Trees Spesies), dan buah-buahan. Kegiatan ini bertujuan untuk memperoleh penutupan lahan yang optimal untuk mengendalikan lahan kritis, menghasilkan kayu bakar, kayu bangunan, untuk keperluan masyarakat lokal, konservasi tanah, memperbaiki iklim mikro dan tata air serta lingkungan. Pengkayaan Tanaman Hutan Rakyat adalah penambahan anakan pohon pada tegakan hutan rakyat berupa anakan, pancang, tiang dan pohon sejumlah 500 – 700 batang / ha, dengan maksud untuk meningkatkan nilai tegakan hutan rakyat baik kualitas maupun kuantitasnya sesuai dengan fungsinya (DEPHUT, 2006).

Pemilihan jenis tanaman untuk rehabilitasi lahan rawan banjir dan longsor

Pada prinsipnya, pemilihan jenis tanaman untuk pencegahan banjir dan longsor menjadi kunci penting dalam keberhasilan pencegahan banjir dan longsor menggunakan teknik vegetatif. Longsor lahan yang salah satu unsur utamanya disebabkan oleh labilnya lapisan tanah harus dapat diantisipasi dengan pemilihan jenis tanaman yang memiliki peran dalam menahan lapisan tanah, oleh karena itu semakin banyak akar cabangnya, maka semakin kuat tanaman tersebut menahan


(27)

(mencengkram) tanah sehingga kestabilan tanah akan meningkat. Jenis tanaman produktif yang memiliki akar tunggang dalam dan dapat dipergunakan untuk kegiatan rehabilitasi lahan rawan longsor diantaranya adalah :

1. Alpukat (Persea americana)

2. Aren (Arenga pinata)

3. Bambu (Bambusa spp)

4. Cempedak (Artocarpus champeden)

5. Cengkeh (Syzygium aromaticum )

6. Jambu Mete (Anacardium occidentale)

7. Jengkol (Pithecollobium jiringa)

8. Kenanga (Cananga odorata)

9. Kayu Manis (Cinnamomum burmani)

10.Lengkeng (Euphoria longana)

11.Mangga (Mangifera indica)

12.Nangka (Artocarpus heterophylla)

13.Petai (Parkia speciosa)

14.Rambutan (Nephelium lappaceum)

15.Sukun (Artocarpus communis)

16.Mimba (Azadirachta indica)

17.Asam (Tamarindis indica)


(28)

Pengertian GIS

GIS (Geographic Information System) merupakan seperangkat sistem/alat untuk membuat, mengumpulkan, menyimpan, memanipulasi, menvisualisasikan, menquery, mentransformasi, memanggil kembali, menampilkan dan menganalisis informasi dikaitkan dengan posisi pada permukaan bumi (georeferensi). GIS juga dapat dikatakan sebagai sistem pendukung keputusan (decision support system) yang computerized, yang melibatkan integrasi data spasial dalam memecahkan masalah lingkungan (Cowen, 1988). GIS juga mempunyai kemampuan untuk melakukan teknik analisis spasial misalnya buffering, overlaying, dan lain-lain. (Subaryono, 2005).

Definisi AHP (Analytical Hierarchy Proses)

Metode AHP pertama kali dikembangkan oleh Prof. Thomas L. saaty dari Wharton School of Business, University of Pennsylvania pada tahun 1970an. AHP (Analytical Hierarchy Proses), disebut pula Proses Hirarki Analitik (PHA), merupakan suatu metode pengambilan keputusan yang sederhana dan fleksibel yang menampung kreativitas dalam ancangannya terhadap suatu masalah. Metode ini dapat menjelaskan suatu keadaan yang kompleks dan tidak terrstruktur dengan cara:

1. Membagi-bagi kedalam bagian-bagiannya

2. Mengatur kembali bagian-bagian (Peubah) tersebut kedalam bentuk hirarki

3. menetapkan suatu nilai numerik untuk setiap peubah tersebut melalui


(29)

4. Melakukan sintesa untuk menentukan peubah mana yang menpunyai prioritas paling tinggi yang harus dikerjakan untuk memperoleh keluaran (outcome)yang diharapkan.

Keuntungan metode AHP sebagai alat bantu pengambilan keputusan adalah sebagai berikut:

1. kesatuan : AHP memadukan satu model tunggal yang mudah dimengerti dan

luwes untuk persoalan-persoalan yang tidak terstruktur.

2. Kompleksitas : AHP memadukan pendekatan deduktif dan induktif dalam

pemecahan persoalan yang kompleks.

3. Saling ketergantungan : AHP mencerminkan kecendrungan alami pikiran

manusia untuk memilah-milah elemen suatu sistem dalam berbagai tingkat berlainan dan mengelompokkan unsur yang serupa dalam setiap tingkat. 4. Pengukuran : AHP memberikan suatu skala untuk mengukur hal-hal yang

kuantitatif dan kualitatif untuk menetapkan suatu prioritas.

5. Konsistensi : AHP mampu melacak konsistensi logis dari

pertimbangan-pertimbangan dalam menetapkan berbagai prioritas.

6. Sistensi : AHP menentukan kepada suatu taksiran menyeluruh tentang

kebaikan suatu alternatif

7. Tawar menawar : AHP dapat mempertimbangkan priorotas-prioritas relatif

dari berbagai faktor yang memungkinkan terpilihnya alternatif terbaik.

8. Penilaian dan konsesus : AHP tidak memaksakan konsesus melainkan

mensistesis suatu hasil yang representatif dari berbagai penilaian yang berbeda-beda.


(30)

9. Pengulangan proses :AHP memungkinkan pengambil keputusan memperbaiki definisi dan pertimbangan suatu persoalan melalui pengulangan. Namun demikian, beberapa kelebihan dari metode AHP tersebut tidaklah menunjukkan bahwa AHP merupakan suatu ”magic formula” atau model yang dapat memberikan jawaban ”paling benar (the right answer)”, melainkan merupakan suatu proses yang dapat membantu pengambilan keputusan untuk menemukan jawaban ”terbaik (the best answer)”, yakni jawaban (pilihan) yang paling memenuhi tujuan/ sasaran (ojective) dari permasalahan yang dihadapi (Tiryana, T dan Saleh. 2003).

Dalam (Tiryana, T dan Saleh. 2003), prinsip dasar dalam menggunakan metode AHP antara lain :

1. Prinsip penyusun hieraki (decomposition)

Untuk menerapkan metode AHP, pengambilan keputusan harus dapat mendefinisikan permasalahan secara jelas dan rinci. Selanjutnya, dilakukan

decomposition yaitu membagi-bagi permasalahan yang utuh dan kompleks

tersebut menjadi elemen-elemen lainnya secara hierarki. Dalam AHP, hierarki permasalahn yang disusun harus mencerminkan hubungan antara tujuan (goal), kriteria, sub-kriteria dan alternatif.

2. Prinsip penetaan prioritas (comparative judgement)

Setelah hierarki permasalahn terbentuk, selanjutnya pengambilan keputusan harus menetapkan prioritas antar elemen. Dalam hal ini, harus dilakukan penilaian tentang kepentingan relatif dua elemen pada suatu tingkat tertentu dalam kaitannya dengan tingkat diatasnya. Penilaian ini merupakan


(31)

inti dari AHP, karena ini akan berpengaruh terhadap prioritas elemen-elemen tersebut.

Untuk itu, pengambilan keputusan harus membuat pembanding berpasangan antar elemen dalam suatu level tertentu dalam kaitannya dengan pencapaian elemen ditingkat atasnya. Hal ini dapat dengan mudah dilakukan denganmenyajikan dalam bentuk matriks pembanding berpasangan (pairwise

comprison). Proses pembandingan berpasangan antar elemen dapat dilakukan

mulai dari puncak (tingkat pertama) hierarki untuk pembandingan antar kriteria. Kemudian, pada tingkat tepat di bawahnya (tingkat kedua) dilakukan pembandingan antar elemen.

3. Prinsip Konsistensi logika (logical consistency)

Dalam prinsip kontingensi logika, AHP melibatkan aspek kuantitatif dan kualitatif dari pikiran manusia. Aspek kualitatif digunakan untuk mendefinisikan masalah dan struktur hierarkinya. Sedangkan aspek kuantitatif digunakan untuk mengekspresikan justifikasi dan preferensi secara ringkas (concisely). Proses AHP dirancang untuk menggabungkan kedua aspek tersebut. Dengan demikian aaspek kuantitatif merupakan sebuah hal yang mendasar untuk melakukan pengambilan keputusan dalam situasi yang kompleks dimana sangat penting untuk dapat menentukan prioritas.


(32)

METODE PENELITIAN

Waktu dan Lokasi Penelitian

Penelitian dilaksanakan pada bulan Oktober 2009 di Kabupaten Aceh Tamiang, Aceh Timur dan Gayo Lues di Provinsi NAD. Analisis data dilakukan di Laboraturium Manajemen Hutan Terpadu Departemen Kehutanan Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara.

Bahan dan Alat

Bahan yang digunakan dalam penelitian adalah:

1. Citra satelit (Landsat TM 5) DAS Tamiang (Path/row 129/57 dan 130/57)

tahun 2006.

2. Citra SRTM (Radar Topography Mission)

3. Peta administrasi DAS Tamiang.

4. Peta Landsystem DAS Tamiang.

5. Peta RTRWP DAS Tamiang.

Alat yang digunakan dalam penelitian adalah: 1. Personal computer (PC) dengan perangkat lunaknya.

2. Perangkat SIG (Sofware Arc View 3,3 dan Erdas Image 8,5)

3. Global Positioning System (GPS)

4. Penyimpanan data berupa Flasdisc/CD

5. Camera Digital


(33)

Metode Penelitian 1. Pengumpulan Data

a. Pengumpulan data primer diperoleh dari pengambilan titik koordinat bumi

di Kabupaten Aceh Tamiang, Aceh Timur dan Gayo Lues Provinsi NAD untuk klasifikasi daerah vegetasi. Data ini diperlukan dalam analisis penutupan lahan. Data-data sekunder diperoleh dari berbagai instansi dan studi literatur, terdiri dari:

1. Citra satelit (Landsat TM) DAS Tamiang (Path/row 129/57 dan

130/57) tahun 2006.

2. Peta administrasi DAS Tamiang.

3. Peta Landsystem DAS Tamiang.

4. Peta RTRWP DAS Tamiang.

b. Citra SRTM. Citra ini diperlukan dalam pembuatan Peta Kontur dan Peta

Slope

2. Analisis Data

a. Pembuatan Data Spasial

Pembuatan data spasial merupakan hal yang yang paling penting dalam analisa data. Data spasial didigitasi dengan menggunakan alat digitizer atau menggunakan perangkat lunak dengan teknik digitasi on screen. Peta kawasan Daerah Aliran Sungai (DAS) Tamiang didigitasi sesuai luas kawasan yang di teliti. Peta hasil digitasi dipakai sebagai batasan kawasan yang diteliti. Adapun data spasial yang digunakan dalam penelitian ini yakni :


(34)

1. Pembuatan Peta Ketinggian

Data citra dari SRTM harus diubah dalam bentuk format grid/DEM supaya dapat diproses dalam Model Builder. Proses pengubahan ini dilakukan dengan menggunakan perangkat lunak Global Mapper.

2. Pembuatan Peta Kelerengan

Prosedur pembuatan peta kelerengan sama dengan pembuatan peta ketinggian. Peta kelerengan diperoleh dari DEM ketinggian melalui proses

Derive Slope.

3. Analisi Citra Untuk Pembuatan Peta Penutupan Lahan

Citra Landsat dianalisis dengan tujuan untuk memperoleh peta tutupan lahan dari kawasan yang diteliti. Analisis citra yang dilakukan dalam enam tahap yang digambarkan dalam diagram alir seperti gambar 1, yang mencakup :

a. Subset Image

Subset image adalah memotong (cropping) citra untuk menentukan daerah kawasan yang diteliti dari kedua citra tersebut.

b. Koreksi Citra

Koreksi citra merupakan prosedur operasi agar diperoleh data yang sesuai dengan aslinya. Sebab citra hasil rekaman sensor penginderaan jauh mengalami berbagai distorsi yang disebabkan oleh gerakan sensor, faktor media antara, dan faktor objeknya sendiri, sehingga perlu dibetulkan atau dipulihkan kembali.


(35)

1. Koreksi Geometris

Koreksi geometris dilakukan sesuai dengan atau penyebab kesalahannya, yaitu kesalahan sistematik dan kesalahan random dengan sifat distorsi geometrik pada citra. Tujuan koreksi geometrik antara lain :

- Melakukan rektifikasi (pembetulan) citra agar koordinat

citra sesuai dengan koordinat geografi

- Mencocokkan (registrasi) posisis citra dengan citra lainnya

ataua mentransformasikan sistem koordinat citra multispektral atau mulittemporal

- Registrasi citra ke peta atau transformasi sistem koordinat

citra ke peta, yang menghasilkan citra dengan sistem proyeksi tertentu.

2. Koreksi Radiometrik

Koreksi radiometrik merupakan perbaikan akibat cacat atau kesalahan radiometrik, yaitu kesalahan pada sistem optik, kesalahan karena gangguan energi radiasi elektromagnetik pada atmosfer dan kesalahan karena pengaruh sudut elevasi matahari.

c. Perbaikan Citra (Image Enhancement)

Image Enhancement bertujuan untuk meningkatkan mutu citra,

baik untuk memperoleh keindahan gambar maupun untuk kepentingan analisis citra. Secara umum teknik perbaikan citra


(36)

d. Perbaikan Spasial (Spatial enhancement)

Spatial Enhancement bertujuan memperbaiki citra (memberikan efek kontras, penajaman tepi dan atau penghalisan citra) menggunakan nilai-nilai pixel yang bersangkutan dan yang ada disekitarnya.

2. Perbaikan Radiometrik (Radiometrik enhancement)

Radiometrik Enhancement adalah teknik memperbaiki citra menggunakan nilai individu pixel yang bersangkutan saja. Teknik manipulasi citra dilakukan dengan menggunakan modifikasi histogram.

3. Perbaikan Spektral (Spectral enhancement)

Spectral Enhancement adalah teknik perbaikan citra

menggunakan masing-masing pixel sejumlah band (basis multi-band), meliputi analisis komponen utama (principal

componen), komponen baku, komponen vegetasi,

transformasi warna berdasarkan kontras intensitas siturasi, dan perentangan dekorelasi.

c. Klasifikasi Citra (Image classification)

Klasifikasi citra bertujuan untuk pengelompokan atau segmentasi terhadap kenampakan-kenampakan yang homogen dengan menggunakan teknik kuantitaif. Klasifikasi citra yang digunakan yakni klasifikasi terbimbing (supervised classification). Klasifikasi terbimbing adalah proses klasifikasi dengan pemilihan kategori


(37)

informasi yang diinginkan dan memilih training area untuk tiap kategori penutup lahan yang mewakili sebagai kunci interpretasi.

d. Uji Ketelitian

Uji ketelitian bertujuan untuk menguji kebenaran dari hasil interpretasi yang diperoleh dengan cara pengecekan di lapangan serta pengukuran beberapa titik (sampel area) yang dipilih dari setiap bentuk penutup/penggunaan lahan yang homogen.

Dimana untuk menghitung akurasi dipergunakan persamaan-persamaan seperti berikut :

Overall Accuracy = 100%

N r k kk

X

Producer’s Accuracy = 100%

X

X

k kk

+

User’s Accuracy = 100%

X

X

k kk

+

Kappa Accuracy (K) = 100%

2

+ + + + − −

X

X

N

X

X

X

k k r k r k k k kk N Dimana :

N = Jumlah semua piksel yang digunakan untuk pengamatan

r = Jumlah baris/lajur pada matrik kesalahan (jumlah klas)

Xkk = Jumlah piksel pada kelas bersangkutan (Diagonal matriks)

Xkt =

X

ij (Jumlah semua kolom pada baris ke-i)


(38)

(39)

3. Analisis GIS

Untuk memperoleh peta daerah yang perlu direhabilitasi, maka langkah yang dilakukan selanjutnya adalah analisis GIS melalui beberapa tahapan yakni :

• Pembuatan data spasial

Data spasial didigitasi dengan menggunakan alai digitizer atau menggunakan perangkat lunak dengan teknik digitasi on screen.

• Konversi spasial vector ke format grid

Data spasial dikonversi dari bentuk vektor ke format grid dengan tujuan memudahkan untuk memudahkan pengolahan dengan perangkat lunak GIS

Weighted Overlay

Untuk memperoleh peta daerah berpotensi kritis, maka tahapan selanjutnya adalah mengoverlay-kan peta tutupan lahan dengan peta ketinggian kemudian dioverlay-kan lagi dengan peta kelerengan lalu dioverlay-kan dengan peta RTRWP, setelah itu dioverlay-kan lagi dengan peta tanah. Tahapan ini dilakukan secara bertahap.

• Pengklassifikasian kelas-kelas daerah berpotensi kritis

Dari hasil Weighted Overlay kelas-kelas berpotensi kritis diklassifikasikan berdasarkan kelas ketinggian, kelerengan, RTRWP , tanah dan kelas tutupan lahan.


(40)

b. Skoring Analitycal Hierarchy Process (AHP)

Dalam menentukan skor untuk pemilihan jenis pohon dilakukan dengan menggunakan metode AHP ( Analitycal Hierarchy Process ). Metode ini dapat menjelaskan suatu keadaan yang kompleks dan tidak terstruktur dengan cara :

1. Membagi-bagi ke dalam bagian-bagiannya

2. Mengatur kembali bagian-bagian (atau peubah) tersebut ke dalam bentuk

hierarki

3. Menetapkan suatu nilai numerik untuk setiap peubah tersebut melalui

justifikasi penentuan tingkat kepentingannya

4. Melakukan sintesa untuk menentukan peubah yang mana mempunyai

prioritas paling tinggi yang harus dikerjakan untuk memperoleh keluaran

(outcome) yang diharapkan

(Triyana dan Saleh, 2003).

Dalam metode ini responden yang diambil sebanyak 5 (lima) orang ahli, yakni individu yang dinilai termasuk dalam kategori tenaga ahli, baik karena kedudukannya, jabatannya, keilmuannya maupun pengalamannya. Hasil scoring dari masing-masing ahli dianalisis dengan menggunakan Software Expert Choice baik berdasarka criteria maupun sub criteria. Hasil skoring dari masing-masing ahli tersebut dibuat menjadi suatu matriks gabungan agar diperoleh rataan geometris dari setiap variable. Dengan demikian, akan diperoleh vector proritas atau nilai bobot dari masing-masing variable yang sesungguhnya. Tenaga ahli dalam penelitian ini adalah

1. Prof. Ir. Zulkifli Nasution, M.Sc.Ph.D, asal instansi Fakultas Pertanian


(41)

2. Prof. Ir. Abdul Rauf, S.P, M.S., asal instansi Fakultas Pertanian Sumatera Utara.

3. Surya Adita, S.Hut, M.Si., asal instansi Dinas kehutanan Aceh Tamiang.

4. M Sulaiman Zakaria, asal instansi ketua kelompok tani hutan.

5. Ismail Marzuki, asal instansi ketua kelompok tani hutan

Adapun tahapan-tahapan dalam menggunakan AHP antara lain :

1. Penyusunan hierarki permasalahan

Hierarki permasalahan yang disusun harus mencerminkan hubungan antara tujuan (goal), kriteria, sub-kriteria dan alternatif. Dalam penelitian ini terdapat tiga kelas, sehingga terdapat tiga penyusunan hierarki permasalah. Penyusunan hierarki permasalahan dapat dilihat seperti gambar dibawah ini :


(42)

(43)

(44)

2. Menentukan kriteria mana yang lebih penting dan seberapa kali lebih penting dibanding kriteria lainnya. Intensitas pembandingan ditunjukkan oleh skala nilai dari 1 sampai 9 atau kebalikan seperti pada tabel berikut :

Tabel 1 Skala pembandingan berpasangan dalam penilaian elemen- elemen suatu hierarki

Intensitas

Pentingnya Defenisi

1 Kedua elemen yang dibandingkan sama penting

3 Elemen yang satu sedikit lebih penting dibanding elemen

yang lain

5 Elemen yang satu sangat penting dibandingkan elemen

lainnya

7 Satu elemen lebih jelas lebih penting daripada elemen

lainnya

9 Satu elemen mutlak lebih penting dibanding elemen lainnya

2,4,6,8 Nilai-nilai diantara dua pertimbangan yang beredekatan

Kebalikan

Juka untuk aktivitas i mendapat satu angka bila dibandingkan dengan aktivitas j , maka j mempunyai nilai kebalikannya bila dibandingkan dengan i

a. Menyusunnya dalam bentuk matriks pembandingan berpasangan


(45)

3. Penentuan vektor prioritas

Penentuan vektor prioritas dilakukan dengan cara sebagai berikut :

a. Membagi setiap elemen pada masing-masing kolom dengan jumlah

nilai dari kolom tersebut untuk menormalisasikannya

b. Menjumlahkan hasilnya pada masing-masing baris dan dibagi

masing-masing jumlah tersebut dengan banyaknya elemen pada setiap baris

4. Penentuan tingkat konsistensi

Untuk mengetahui konsisten atau tidaknya pembandingan antar kriteria, perlu dilakukan perhitungan tingkat konsistensi. Adapaun tahapan perhitungannya adalah sebagai berikut :

a. Melihat kembali matriks pembandingan berpasangan antar kriteria

(A) dan vektor prioritasnya.

b. Mengalikan vektor prioritas tersebut dengan masing kolom dalam

matriks A.

c. Mengambil kolom jumlah baris dari hasil diatas dan dibagi dengan

nilai yang sesuai dengan vektor prioritasnya.

d. Menghitung nilai rata-rata dari vektor untuk menentukan akar ciri

terbesar (λmaks).

e. Menentukan indeks konsistensi ( CI = Consistency Indeks ) dengan

rumusan sebagai berikut :

CI =

1

− −

n n maks


(46)

f. Menentukan nilai rasio konsistensi (CR= Consistency Ratio) dengan rumusan sebagai berikut :

CR =

Index y Consistenc Random

CI

dimana, nilai Random Consistency Index (RI) untuk penentuan

consistency ratio tersebut adalah seperti pada tabel berikut :

Tabel 2 Nilai random consistency index (RI) untuk penentuan consistency

ratio

n RI

1 0,00

2 0,00

3 0,58

4 0,90

5 1,12

6 1,24

7 1,32

8 1,41

9 1,45

10 1,49

11 1,51

12 1,48

13 1,56

14 1,57

15 1,59

Keterangan : n = banyaknya elemen yang diperbandingkan RI = random consistency index


(47)

5. Penentuan prioritas pada tingkat sub kriteria

Pembandingan berpasangan untuk penentuan vektor prioritas sama seperti pada tingkat kriteria

6. Penentuan tingkat konsistensi pada tingkat alternatif

Penentuan tingkat konsistensi pada tingkat alternatif sama seperti pada tingkat kriteria

7. Sintesis

Proses sintesis permasalahan dalam AHP didasarkan atas penyatuan vektor-vektor prioritas kriteria (dan jika ada vektor sub-kriteria) dan matriks prioritas alternatif untuk suatu kriteria atau subkriteria tertentu. Adapun tahapan sintesis ini adalah sebagai berikut :

a. Menentukan matriks prioritas alternarif dari masing-masing kriteria.

b. Melihat kembali vektor prioritas kriteria yang telah diperoleh (V)

c. Mengalikan matriks prioritas altrernatif (M) dan vektor prioritas

criteria (V) tersebut untuk memperoleh vektor prioritas alternatif menyeluruh (P) menurut kriteria tersebut P = M x V


(48)

Untuk jelasnya tentang tujuan studi, pokok bahasan, sumber dan metode, data kunci, serta hasil yang diharapkan dalam penelitian disajikan secara matrik pada Tabel 3.

Tabel 3 Matrik Metodologi yang Digunakan dalam Penelitian

Tujuan Studi Pokok

Bahasan Data Kunci

Sumber dan Metoda Hasil Diharapkan Untuk mengidentifi kasi tutupan lahan DAS Tamiang Kondisi lahan sekitar DAS Tamiang

•Data primer

diperoleh dari pengambilan titik koordinat bumi di Kabupaten Aceh Tamiang, Aceh Timur dan Gayo Lues di Provinsi

NAD untuk

klasifikasi daerah vegetasi.

•Data sekunder

diperoleh dari berbagai instansi dan studi literatur

Instansi terkait dan studi

literature

•Peta tutupan lahan DAS Tamiang. •Peta Kontur. •Peta Slope

Untuk menentukan jenis pohon yang sesuai untuk konservasi DAS Pemilihan jenis pohon yang sesuai untuk program konservasi DAS Data sekunder diperoleh instansi dan studi literatur wawancara ,diskusi, observasi lapangan, dokumenta si, Pustaka Mengetahui skor tertinggi dalam pemilihan jenis pohon.


(49)

HASIL DAN PEMBAHASAN

Analisis Citra Satelit Penutpan lahan

Data penutupan lahan di Daerah Aliran Sungai Tamiang diperoleh dari hasil interpretasi citra Lansad TM 5 dengan menggunakan klasifikasi terbimbing (supervised classification). Citra yang terklasifikasi secara supervised kemudian diuji lagi ketelitiannya dengan menggunakan metode maximum likelihood. Uji ketelitian dilakukan setiap kelas tutupan lahan yang diinterpretasikan secara visual. Dari hasil interpretasi tersebut, diperoleh 12 kelas tutupan lahan yang terdapat di Daerah Aliran Sungai Tamiang. Penutupan lahan di kawasan Daerah Aliran Sungai Tamiang disajikan dalam tabel 4

Tabel 4 Tipe Penutupan Lahan Hasil Olahan Citra di Daerah Aliran Sungai

Kelas Vegetasi Luas (Ha) Persentase (%)

Kebun Sawit 25.417,01 5,16

Kebun Karet 37.790,83 7,67

Badan Air 37.42,08 0,76

Pemukiman 48.61,89 0,99

Tambak 13.99,06 0,28

Mangrove 28.08,63 0,57

Lahan Kosong 11.515,67 2,34

Awan 22.274,48 4,52

Semak Belukar 44.489,11 9,03

Kebun Campuran 29.30,60 0,59

Hutan Primer 193.627,53 39,30

Hutan Sekunder 141.790,63 28,78

Total 492.647,50 100,00


(50)

Dari tabel 4 diketehui bahwa hutan primer mempunyai luas paling besar yaitu sebesar 39,30 % kemudian disusul hutan sekunder sebesar 28,78 %. Luas paling terkecil adalah tambak senilai 0,28 %. Untuk perkebunana mempunyai luas dari masing-masing kelas yaitu kebun sawit 5,16 % dan kebun karet sebesar 7,67 %. Dan luas total keseluruhan DAS Tamiang adalah 492.647,50 Ha.

Gamba 5 Luas Tutupan Lahan

5,16 7,67

0,76 0,99 0,28 0,57 2,34 4,52 9,03 0,59 39,30 28,78 0,00 5,00 10,00 15,00 20,00 25,00 30,00 35,00 40,00

Persentase (% )

Kebun Sawit Kebun Karet Badan Air Pemukiman Tambak Mangrove Lahan Kosong Awan Semak Belukar Kebun Campuran Hutan Primer Hutan Sekunder


(51)

(52)

Ketinggian Tempat

Berdasarkan tempat topografinya, ketinggian tempat di wilayah Daerah Aliran Sungai Tamiang bervariasi mulai dari 0-600 sampai dengan 2400-3000 mdpl. kelas ketinggian di Daerah Aliran Sungai Tamiang disajikan pada table 5. Tabel 5 Kelas Ketinggian di DAS Tamiang

Kelas Ketinggian Luas (Ha) Persentase (%)

0-600 23.7400,59 48,20

600-1200 12.2285,80 24,83

1200-1800 10.0794,24 20,46

1800-2400 2.6253,41 5,33

2400-3000 5.790,74 1,18

Total 492.524,78 100,00

Sumber : Shuttle Radar Topography Mission (SRTM)(2008)

Sebagian besar topografi di Daerah Aliran Sungai Tamiang adalah daerah yang dengan kelas ketinggian 0-600 dengan luas sebesar 23.7400,59 Ha atau 48,2 % Ha, dikuti daerah ketinggian 600-1200 seluas 12.2285,80 Ha atau 24,83 % Ha. sedangkan daerah yang terkecil daerah yang ketinggiannya mencapai 2400-3000 dengan luas 5.790,74 Ha atau 1,18 Ha.


(53)


(54)

Kelerengan

Derajat kemiringan dan panjang lereng merupakan dua sifat yang utama dari topogrfi yang mepengaruhi erosi. Dengan makin curam dan makinpanjangnya lereng maka makin besar pula kecepatan aliran air permukaan dan bahaya erosi. Bila dihubungkan kenyataan ini dengan lereng yang gundul, maka inilah yang termudah untuk terjadinya erosi ditinjau dari sudut topografinya, karena kecepatan dari pada aliran air permukaan dapat dengan mudah mengikis lapisan tanah. Tabel 6. Kelas Kelerengan DAS Tamiang

Kelas Kelerengan Luas (Ha) Persentase (%)

0-8 15.6318,46 31,73

8-15 76.528,35 15,53

15-25 70.663,98 14,34

25-40 61.075,42 12,40

>40 12.8061,29 25,99

Total 492.647,50 100,00

Sumber : Shuttle Radar Topography Mission (SRTM)(2008)

Luas terbesar dan mendominasi di DAS Tamiang adalah kelas lereng datar (0-8), yaitu seluas 15.6318,46 Ha atau sebesar 31,73 %. Dan luas terkecil adalah pada kelas lereng curam (25-40) seluas 61.075,42 Ha atau seluas 12,4 %.


(55)

(56)

Pembobotan Prioritas untuk Alternatif Jenis Tanaman

Pemilihan jenis tanaman yang diprioritaskan ini bertujuan untuk mengetahui skor dari masing-masing jenis tanaman. Jenis tanaman yang mempunyai skor tertinggi adalah jenis tanaman yang bernilai ekonomi, sosial budaya dan ekologi yang tinggi menurut kelima para ahli.

Pembobotan alternatif dibuat sesuai dengan kelas ketinggian, kelerengan, RTRWP dan jenis tanah yang terdapat di Daerah Aliran Sungai Tamiang. Untuk lokasi GERHAN dilakukan di kawasan lindung yang terdapat di DAS Tamiang. Dari penggabungan setiap masing-masing kelas diperoleh tiga zona untuk menentukan tanaman yang diprioritaskan dari setiap zona di Daerah Aliran Sungai Tamiang.

Hasil pembobotan vektor prioritas untuk alternatif penentuan jenis tanaman dari masing-masing ahli yang di analisis dengan Software Expert Choice, digabungkan menjadi matrik gabungan untuk memperoleh vektor prioritas.

Daerah yang akan direhabilitasi terbagi atas tiga zona yaitu zona satu dengan parameter ketinggian 0-1200 mdpl, ketinggian 0-15 %. Zona dua pada parameter 1200-2400 mdpl, kelerengan 12-40 %, dan zona tiga pada parameter

ketinggian 2400-3000 mdpl, ketinggian ≥ 40 %. Zona satu dapat disajikan pada


(57)

0,093 0,112 0,132 0,132 0,103 0,145 0,135 0,149 0 0,02 0,04 0,06 0,08 0,1 0,12 0,14 0,16

Jenis tanaman yang dirioritaskan

sentang skun durian mahoni petai jengkol mangga rambutan

Tabel 7 Sebaran Zona I (GERHAN)

Parimeter Tutupan Lahan Luas (Ha) Persentase

(%)

Kebun Sawit 885,51 1,06

Kebun Karet 1.756,23 2,10

Badan Air 255,02 0,30

Pemukiman 117,41 0,14

Tambak 75,23 0,09

Ketinggian 0-1200 mdpl Mangrove 596,75 0,71

Kelerengan 0-15 % Lahan Kosong 815,74 0,98

Awan 2.240,24 2,68

Semak Belukar 3.694,82 4,42

Kebun Campuran 331,34 0,40

Hutan Primer 52.351,47 62,59

Hutan Sekunder 20.518,07 24,53

Total 83.637,83 100,00

Kelas prioritas I diperoleh dari kelas ketinggian 0-1200 m dpl, kelerengan 0-15 % dengan jenis tanah haplorthox, humitropeps, eutropeps, tropuduls,

dystrandepts, tropohumuls, dystropepst dan troporthent.

Hasil matriks gabungan berdasarkan tingkat sub kriteria jenis tanaman yang diprioritaskan untuk GERHAN dalam upaya konservasi DAS menunjukkan bahwa, nilai prioritas masing-masing berbeda-beda seperti yang ditunjukkan pada gambar 7 di zona I.


(58)

Pada zona I, jenis tanaman yang ditanam pada lokasi GERHAN di kawasan lindung Daerah Aliran Sungai Tamiang adalah Sentang, Sukun, Durian, Mahoni, Petai, Jengkol, Mangga, dan Rambutan. Dari ke delapan jenis tanaman yang berada di zona I para ahli memilih jenis tanaman yang diprioritaskan dari kedelapan tanaman tersebut yang dilihat dari segi ekonomi, sosial budaya, dan ekologi adalah Rambutan dengan nilai 0,149, kemudian disusul dengan Jengkol 0,145, dan Durian 0,133.

Menurut salah satu para ahli Bapak M. Sulaiman Zakaria mengatakan bahwa Rambutan memiliki nilai ekonomis yang tinggi karena rambutan memiliki banyak jenis dan relatif lebih bisa dijangkau setiap kalangan. Jadi dari segi pemasarannya lebih mudah. Dari segi ekologi rambutan mempunyai sifat mengikat tanah dengan baik karena mempunyai akar tunggang, dan ini terdapat kesemua jenis tanaman di zona I.

Tanaman yang ditanam pada zona I merupakan jenis tanaman yang cepat pertumbuhannya. Sehingga tanaman-tanaman tersebut sering dijadikan tanaman untuk merehabilitasi kawasan. Dari partisipasi masyarakat sendiri di kawasan sekitar tersebut tidak merasa keberatan ikut memelihara tanaman-tanaman tersebut.

Dari tabel 7 dapat dilihat untuk kelas tutupan lahan mangrove dan tambak termasuk skor tanaman prioritas yaitu rambutan, dalam hal sebenarnya kelas tutupan lahan mangrove dan tambak tidak termasuk dalam prioritas karena khusus kelas tutupan lahan ini pemerintah kehutanan memilih tanaman sendiri dan sudah dominan yaitu Aviceanea (api-api), Rhizophora Apiculata, Rhizophora


(59)

energi dalam pembuatan kayu bakar. Pemerintah juga bekerjasama dengan masyarakat, pemerintah membiarkan tambak-tambak masyarakat sekitar kawasan lindung pada hutan mangrove seluar 75,23 Ha dengan alasan masyarakat merawat pelestarian mangrove diareal tambak tersebut. Hal ini pemerintah mendapatkan pemeliharaan gratis oleh masyarakat dan bertambahnya ekonomi masyarakat sekitar

Untuk zona II, sebaran zona II dapat disajikan pada table 10 dan hasil matriks gabungan berdasarkan tingkat alternatif penentuan jenis tanaman yang diprioritaskan disajikan pada gambar 8.

Tabel 8 Sebaran Zona II (GERHAN)

Parimeter Tutupan Lahan Luas (Ha) Persentase %

Kebun Sawit 287,79 0,21

Kebun Karet 537,86 0,40

Badan Air 188,04 0,14

Pemukiman 110,5 0,08

Tambak - -

Ketinggian 0-1200 mdpl Mangrove - -

Kelerengan 0-15 % Lahan Kosong 940,91 0,70

Awan 6216,25 4,63

Semak Belukar 5.627,86 4,20

Kebun Campuran 155,14 0,12

Hutan Primer 74.993,20 55,90

Hutan Sekunder 45.097,64 33,62

Total 134.155,19 100,00

Dari table 8 diketahui kebun sawit terdapat pada zona II, ini bukti telah terjadinya perubahan lahan pada kawasan lindung yang terdapat di DAS Tamiang. Banjir bandang dan tanah longsor adalah akibat dari keegoisan manusia yang mementingkan kebutuhan sendiri tanpa melihat dampak disekitarnya. Pernyataan ini sesuai dengan (Mahdi, S. 2010) Seluas 7.000 hektare hutan di Kawasan Ekosistem Leuser (KEL) di Kabupaten Aceh Tamiang dirambah dan dijadikan kebun sawit oleh perusahaan dan perorangan. Sampai sekarang kebun tersebut


(60)

0,1560,1480,156 0,176 0,202 0,162 0 0,05 0,1 0,15 0,2 0,25 Nilai Vektor prioritas 1

Jenis Tanaman yang diprioritaskan

Kayu Manis Kemiri Asam Jawa Pinus Alpukat Sengon

belum diserahkan kepada Badan Pengelola Kawasan Ekosistem Leuser (BPKEL) walaupun BPKEL telah melakukan pengukuran ulang beberapa lahan perkebunan. Staf Bidang Konservasi Badan Pengelola Kawasan Ekosistem Leuser (BPKEL), Rudi H Putra, kepada Serambi, Rabu (7/4) mengatakan, kawasan KEL yang dijadikan kebun kelapa sawit seluas 15.000 hektare. Dari luas tersebut 5.000 hektare di antaranya telah di serahkan ke BPKEL. Dan sekitar 7.000 hektare yang belum diukur kembali sesuai HGU yang dimiliki perusahaan serta sisanya dalam tahap pengukuran.

Gambar 10 Jenis Tanaman Pada Zona II

Zona II terdapat pada ketinggian 1200-2400 m dpl, kelerengan 15-40 % dengan jenis tanah sulfaquents, tropoquents, haplorthox, tropuduls, humitropepts,

tropohumulst, eutropepst, troporthents, dystrandepts, dystropepst. Jenis tanaman

yang dipilih untuk rehabilitasi lahan adalah Kayu Manis, Kemiri, Asam Jawa, Pinus, Alpukat, Sengon.


(61)

Dari hasil gabungan dari pendapat para ahli Alpukat mempunyai nilai ekonomis, sosial budaya dan ekologi yang tinggi dari ke enam jenis tanaman tersebut dengan nilai 0,202. pinus merupakan nilai kedua yang tertinggi yaitu 0,176.

Zona III diperoleh dari ketinggian 2400-3000 m dpl, kelerengan > 40 dengan jenis tanah haplorthox, humitropepts, eutropepts, tropudulst, troporthents,

dystrandepts, tropohumulst, dystropepts.

Tabel 9 Sebaran Zona III (GERHAN)

Parimeter Tutupan Lahan Luas (Ha) Persentase %

Kebun Sawit - -

Kebun Karet 111,05 0,16

Badan Air 126,38 0,19

Pemukiman 23,79 0,03

Tambak - -

Ketinggian 0-1200 mdpl Mangrove - -

Kelerengan 0-15 % Lahan Kosong 352,55 0,52

Awan 2.873,25 4,21

Semak Belukar 2.604,39 3,81

Kebun Campuran 43,16 0,06

Hutan Primer 49.112,90 71,90

Hutan Sekunder 13.061,83 19,12


(62)

0,326 0,291 0,383 0 0,05 0,1 0,15 0,2 0,25 0,3 0,35 0,4 Nilai Vektor Prioritas 1

Jenis Tanaman yang diprioritaskan

Suren

Sampinur Bunga Meranti

Gamabar 11 Jenis Tanaman Pada Zona III

Jenis tanaman yang terdapat di zona III adalah Suren, Sampinur Bunga, dan Meranti. Untuk zona III tidak dipilih tanaman produktif karena dilihat dari ketinggian temapatnya. Menurut salah satu ahli yaitu Bapak Surya Adita, jenis tanaman yang dipilih pada ketinggian 2400-3000 dipilih jenis tanaman yang bersifat mengikat tanah lebih kuat tetapi bisa juga dimanfaatkan oleh masyarkat misalnya pada tanaman Meranti, biji tengkawang yang dihasilkan dari pohon meranti merupakan salah satu hasil hutan non kayu yang bisa dimanfaatkan langsung oleh masyarakat. Nilai yang paling tinggi menurut dari keliama para ahli adalah Meranti 0.383.

Menurut salah satu responden Bapak Abdul Rauf, pada pinggiran sungai sebaikknya ditanam pada jenis tanaman Bambu dan Aren karena kedua jenis ini mampu tumbuh dengan cepat dan mempunyai perakaran yang dalam sehingga jenis tanaman ini sangat cocok untuk dijadikan tanaman pencegah erosi, longsor dan banjir. Hal ini sesuai dengan pernyataan dari (BAPEDAL, 2010) yaitu Bambu


(63)

merupakan salah satu sumberdaya alam dan sebagai salah satu plasma nutfah penyusun keanekaragaman hayati Dengan demikian apabila ditinjau dari segi ekonomi, ekologi maupun segi sosial budaya, maka bambu menpunyai banyak manfaat terutama manfaat untuk lingkungan hidup.


(64)

Tabel 10 Sebaran Kelas Tutupan Lahan disetiap Zona GERHAN

TutupanLahan

Zona Skor Kebun Sawit

Kebun Karet

Badan

Air Permukiman Tambak Mangrove

Lahan

Kosong Awan

Semak Belukar

Kebun Campuran

Hutan Primer

Hutan

Sekunder Luas (Ha)

Persentase (%)

Zona 1 Rambutan 885,51 1.756,23 255,02 117,41 75,23 596,75 815,74 2.240,24 3.694,82 331,34 52.351,47 2.0518,07 83.637,84 29,23

Zona 2 Alpukat 287,79 537,86 188,04 110,50 940,91 6.216,25 5.627,86 155,14 74.993,20 45097,64 134.155,18 46,89

Zona 3 Meranti 111,05 126,38 23,79 352,55 2873,25 2.604,39 43,16 4.9112,90 13061,83 68.309,30 23,88

Total 1173,30 2405,14 569,43 251,69 75,23 596,75 2.109,20 11.329,75 11.927,08 529,64 17.6457,57 78.677,54 286.102,32


(65)

Lokasi GERHAN di Daerah Aliran Sungai Tamiang berada pada kawasan lindung yang berada di DAS Tamiang, total keseluruhan DAS Tamiang adalah 4.926.47,50 Ha. Sedangkan untuk kawasan lindung sebagai lokasi GERHAN yang berpotensi krisis adalah 286.102,32 Ha.

Adanya perubahan lahan yang sangat luas membuat Daerah Aliran Sungai Tamiang terjadi banjir bandang diikuti tanah longsor yang terjadi akhir Desember 2006 lalu. Ini bukkti telah berubahnya kawasan hutan menjadi areal perkebunan ataupun maraknya illegal logging di provinsi Aceh khususnya di DAS Tamiang.


(66)

Gambar 10. Kelas Prioritas di Lokasi GERHAN


(67)

KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan

1. Berdasarkan hasil klasifikasi citra satelit landsat TM (path/row 129/57 dan

130/57) Tahun 2006 luas total DAS Tamiang adalah 492.647,50 Ha. Tutupan lahan terluas didominasi oleh hutan primer dengan luas 193.627,53 Ha atau 39,30 %.

2. Total luas lokasi GERHAN di kawasan lindung DAS Tamiang sebesar

286.102,32 Ha, terdiri zona I dengan ketinggian dan kelerengan 0-1200 mdpl, 0-15 % seluas 83.637,84 Ha atau 29,23%, zona II dengan ketinggian dan kelerengan 1200-2400 mdpl, 15-40 seluas 134.155,18Ha atau 46,89% dan

zona III dengan ketinggian dan kelerengan 2400-3000, ≥ 40 % seluas

68.309,30Ha atau 23,88%.

3. Hasil skoring para ahli dengan menggunakan Analitycal Hierachy Process

(AHP) menunjukkan bahwa faktor yang paling diprioritaskan untuk pembangunan GERHAN dilihat dari segi ekonomi, sosial budaya dan ekologi pada kelas zona I adalah Rambutan 0,149, zona II adalah Alpukat 0,202, dan zona III adalah Meranti 0,383.

Saran

Diharapkan kepada peneliti lanjutan sebaiknya meneliti kelas bahaya erosi, kelas kekritisan lahan dan mengetahui daerah rawan banjir mengingat Aceh merupakan wilayah yang hampir setiap tahun dilanda banjir


(68)

DAFTAR PUSTAKA

Arimbi, A. 2001. Hutan dan Kehutanan. Kansius. Yogyakarta. Arsyad, Sitanala. Konservasi Tanah dan Air. IPB Press. Bogor.

Budiyanto, E. 2005. Sistem Informasi Geografis Menggunakan ARCVIEW GIS. Andi: Yogyakarta.

Fathoni, T. 2003. Tiga Menko Bentuk Tim Koordinasi Perbaikan Lingkungan Melalui Rehabilitasi dan Reboisasi. Siaran Pers Kepala Pusat Informasi KehutananNo.561/II/PIK-1/2003.

[12Nov 2008].

Hamilton, Peter N. King. Daerah Aliran Sungai Hutan Tropika. Gadjah mada university press. Yogyakarta.

Kartimin, T. 2005. Program Pelaksanaan GERHAN Dalam Prosiding Ekspose hasil-hasil Penelitian Balai Litbang Kehutanan Sumatra.

Mackinnon, D., John Mackinnon, G., Child dan J. Thorsell. 1993. Pengelolaan Kawasan Yang Di Lindungi di Daerah Tropika. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta.

Marwah, S., 2008. Daerah Aliran Sungai (DAS) Sebagai Satuan Perencanaan Pembangunan Pertanian Lahan Kering Berkelanjutan, Bogor.

Nawir, A. A., Muniarti dan L. Rumboso. 2008. Rehabilitasi Hutan Di Indonesia:Akan kemanakah arañilla estela lebih dari tiga dasawarsa?. Bogor. Indonesia: Center For Internacional Forestry research (CIFOR). Nurrochmat, D.R.,2005. Strategi Pengelolaan Hutan dalam Upaya Menyelamatkan

Rimba yang Tersisa. Pustaka Belajar. Yogyakarta.

Setiawan, A.I. 1995. Penghijauan Lahan Kritis . Penebar Swadaya. Jakarta.

Subaryono, 2005, “Pengantar Sistem Informasi Geografis”. Jurusan Teknik Geodesi, FT UGM: Yogyakarta.


(69)

Wibowo, S. 2006. Rehabilitasi Hutan Pasca Operasi Illegal Logging. Wana Aksara. Banten.


(70)

Model Name: PRIORITAS 1

Priorities w ith respect to: Zulkifli NST

Goal: PEMI LI HAN JEN I S TAN AMAN YA > EKONOMI

> PENDAPAT MASYARAKAT

SEN TANG ,02 3

SUKUN ,04 5

DURI AN ,26 7

MAHONI ,25 9

PETAI ,06 0

JENGKOL ,10 9

MANGGA ,12 8

RAMBUTAN ,10 9

I nconsist ency = 0,0 1 w ith 0 missing judgment s.

Model Name: PRIORITAS 1

Priorities w ith respect to: Abdul Rauf

Goal: PEMI LI HAN JEN I S TAN AMAN YA > EKONOMI

> PENDAPAT MASYARAKAT

SEN TANG ,08 5

SUKUN ,09 9

DURI AN ,18 4

MAHONI ,19 9

PETAI ,12 1

JENGKOL ,12 1

MANGGA ,09 2

RAMBUTAN ,09 9

I nconsist ency = 0,0 1 w ith 0 missing judgment s.

Model Name: PRIORITAS 2

Priorities w ith respect to: Surya Adit a

Goal: PEMI LI HAN JEN I S TAN AMAN YA > EKONOMI

> PENDAPATAN MASYARAKAT

KAYU MANI S ,05 1

KEMI RI ,04 8

ASAM JAWA ,05 4

PI NUS ,27 5

ALPUKAT ,29 0

SEN GON ,28 2

I nconsist ency = 0,0 1 w ith 0 missing judgment s.


(71)

Model Name: PRIORITAS 3

Priorities w ith respect to: I sm ail Marzuki

Goal: PEMI LI HAN JEN I S TAN AMAN YA > SOSI AL BUDAYA

> KESESUAI AN ADAT

SUREN ,24 3

SAMPI NUR BUNGA ,08 8

MERAN TI ,66 9

I nconsist ency = 0,0 1 w ith 0 missing judgment s.

Model Name: PRIORITAS 3

Priorities w ith respect to: M.Sula im an Zakaria

Goal: PEMI LI HAN JEN I S TAN AMAN YA > SOSI AL BUDAYA

> KESESUAI AN ADAT

SUREN ,17 4

SAMPI NUR BUNGA ,19 2

MERAN TI ,63 4

I nconsist ency = 0,0 1 w ith 0 missing judgment s.


(72)

(73)

Lampiran 3 Tabel Hasil Kappa Accuracy

Data Kebun

Karet

Badan

Air Permukiman Sawah

Lahan

Kosong Awan

Kebun Campuran

Kebun

Sawit Hutan

Row Total

Producer Accuracy

Kebun Karet 227 0 0 0 3 0 5 0 2 237 95,78

Badan Air 0 411 0 8 0 0 0 0 0 419 98,09

Permukiman 0 0 81 0 0 0 0 0 1 82 98,78

Sawah 0 29 2 105 0 0 0 0 0 136 77,21

Lahan

Kosong 1 0 0 0 108 0 3 0 0 112 96,43

Awan 0 0 0 0 0 253 0 0 0 253 100,00

Kebun

Campuran 1 0 0 0 0 0 477 1 0 479 99,58

Kebun Sawit 0 0 0 0 0 0 4 61 0 65 93,85

Hutan 2 0 0 0 0 0 4 0 188 194 96,91

Column

Total 231 440 83 113 111 253 493 62 191 1977

User

Accuracy 98,27 93,41 97,59 92,92 97,30 100,00 96,75 98,39 98,43 1911

Overal

Accuracy 96,66

Kappa


(74)

(75)

Lampiran 5 Titik Pengamatan Dilapangan

ID KABUPATEN KECAMATAN X Y KETERANGAN

1 Aceh Tamiang Manyak Payet 374337 484755 Kebun sawit

2 Aceh Tamiang Manyak Payet 374260 484615 Sawah

3 Aceh Tamiang Manyak Payet 374057 484564 Pemukiman

4 Aceh Tamiang Manyak Payet 373866 484551 Pemukiman

5 Aceh Tamiang Manyak Payet 373650 484488 Kebun sawit

6 Aceh Tamiang Manyak Payet 373408 484450 Kebun sawit

7 Aceh Tamiang Manyak Payet 373191 484488 Kebun sawit

8 Aceh Tamiang Manyak Payet 372937 484450 kebun karet

9 Aceh Tamiang Manyak Payet 372390 484475 kebun karet

10 Aceh Tamiang Manyak Payet 372110 484590 kebun karet

11 Aceh Tamiang Manyak Payet 372034 484768 kebun karet

12 Aceh Tamiang Manyak Payet 374222 484456 kebun karet

13 Aceh Tamiang Manyak Payet 374286 484361 Kebun sawit

14 Aceh Tamiang Manyak Payet 388086 482373 Kebun sawit

15 Aceh Tamiang Manyak Payet 388290 482360 Kebun sawit

16 Aceh Tamiang Manyak Payet 388751 482485 Kebun sawit

17 Aceh Tamiang Manyak Payet 389014 482564 Kebun sawit

18 Aceh Tamiang Manyak Payet 391403 484456 Kebun sawit

19 Aceh Tamiang Manyak Payet 391827 484564 kebun karet

20 Aceh Tamiang Manyak Payet 392268 484581 Pemukiman

21 Aceh Tamiang Manyak Payet 392396 484617 kebun karet

22 Aceh Tamiang Manyak Payet 392396 484617 kebun karet

23 Aceh Tamiang Manyak Payet 392426 484726 Pemukiman

24 Aceh Tamiang Manyak Payet 392742 484702 Pemukiman

25 Aceh Tamiang Manyak Payet 392798 484600 Pemukiman

26 Aceh Tamiang Manyak Payet 393090 484617 Pemukiman

27 Aceh Tamiang Manyak Payet 393880 484755 kebun karet

28 Aceh Tamiang Manyak Payet 397451 485938 Pemukiman

29 Aceh Tamiang Bendahara 401428 483792 Kebun sawit

30 Aceh Tamiang Bendahara 402360 484249 Pemukiman

31 Aceh Tamiang Bendahara 402743 484417 Pemukiman

32 Aceh Tamiang Bendahara 404652 483980 Pemukiman

33 Aceh Tamiang Bendahara 406040 485416 Pemukiman

34 Aceh Tamiang Bendahara 405908 485799 Pemukiman

35 Aceh Tamiang Bendahara 405944 486099 Pemukiman

36 Aceh Tamiang Bendahara 406076 486685 Pemukiman

37 Aceh Tamiang Bendahara 406746 486278 Pemukiman

38 Aceh Tamiang Bendahara 407345 486541 kebun karet

39 Aceh Tamiang Bendahara 407069 486972 Pemukiman

40 Aceh Tamiang Bendahara 407716 487690 Pemukiman

41 Aceh Tamiang Bendahara 409319 487786 Kebun sawit

42 Aceh Tamiang Bendahara 409702 488265 Kebun sawit

43 Aceh Tamiang Bendahara 410169 488241 Kebun sawit

ID 44 KABUPATEN Aceh Tamiang KECAMATAN Karang baru X 397797 Y 485699 KETERANGAN Pemukiman


(76)

45 Aceh Tamiang Karang baru 397846 485485 Pemukiman

46 Aceh Tamiang Karang baru 397830 485206 Pemukiman

47 Aceh Tamiang Karang baru 397780 484975 Pemukiman

48 Aceh Tamiang Karang baru 398274 485008 Kebun karet

49 Aceh Tamiang Karang baru 398669 484877 Lahan kosong

50 Aceh Tamiang Karang baru 399113 484268 Pemukiman

51 Aceh Tamiang Karang baru 398965 483166 Kebun karet

52 Aceh Tamiang Karang baru 399623 482360 Pemukiman

53 Aceh Tamiang Karang baru 399179 481784 Kebun karet

54 Aceh Tamiang Karang baru 398175 480385 Pemukiman

55 Aceh Tamiang Karang baru 397649 479151 Kebun sawit

56 Aceh Tamiang Karang baru 397468 478757 Kebun sawit

57 Aceh Tamiang Karang baru 397662 478855 Kebun sawit

58 Aceh Tamiang Karang baru 395822 478905 Kebun sawit

59 Aceh Tamiang Karang baru 397599 478148 Pemukiman

60 Aceh Tamiang Karang baru 397451 477901 Pemukiman

61 Aceh Tamiang Karang baru 397336 477440 Pemukiman

62 Aceh Tamiang Karang baru 397023 477079 Pemukiman

63 Aceh Tamiang Karang baru 396513 476618 Pemukiman

64 Aceh Tamiang Karang baru 396250 477029 Kebun karet

65 Aceh Tamiang Karang baru 396053 476585 Pemukiman

66 Aceh Tamiang Karang baru 394325 475368 Kebun sawit

67 Aceh Tamiang Karang baru 394934 474265 Pemukiman

68 Aceh Tamiang Karang baru 394868 473805 Pemukiman

69 Aceh Tamiang Kota Kuala

simpan 395329 474117 Pemukiman

70 Aceh Tamiang Kota Kuala

simpan 395559 473854 Pemukiman

71 Aceh Tamiang Kota Kuala

simpan 395461 472834 Pemukiman

72 Aceh Tamiang Kota Kuala

simpan 395773 472702 Pemukiman

73 Aceh Tamiang Kota Kuala

simpan 395905 472686 Badan air

74 Aceh Tamiang Kota Kuala

simpan 396119 472686 Pemukiman

75 Aceh Tamiang Kota Kuala

simpan 396119 472916 Pemukiman

76 Aceh Tamiang Kota Kuala

simpan 396119 473393 Pemukiman

77 Aceh Tamiang Kota Kuala

simpan 396053 473657 Pemukiman

78 Aceh Tamiang Kota Kuala

simpan 396431 472719

Pemukiman

ID KABUPATEN KECAMATAN X Y KETERANGAN

79 Aceh Tamiang Kota Kuala


(77)

80 Aceh Tamiang Kejuruan muda 396418 469018 Pemukiman

81 Aceh Tamiang Kejuruan muda 396801 468683 Pemukiman

82 Aceh Tamiang Kejuruan muda 396968 467845 Kebun sawit

83 Aceh Tamiang Kejuruan muda 397136 467295 Kebun sawit

84 Aceh Tamiang Kejuruan muda 396681 466745 Pemukiman

85 Aceh Tamiang Kejuruan muda 396466 466314 Pemukiman

86 Aceh Tamiang Kejuruan muda 397327 466051 Kebun sawit

87 Aceh Tamiang Kejuruan muda 393857 463011 Kebun karet

88 Aceh Tamiang Kejuruan muda 394862 461264 Kebun sawit

89 Aceh Tamiang Kejuruan muda 395101 460474 Kebun sawit

90 Aceh Tamiang Kejuruan muda 395484 459900 Kebun sawit

91 Aceh Tamiang Kejuruan muda 391990 459876 Kebun karet

92 Aceh Tamiang Kejuruan muda 391583 459589 Pemukiman

93 Aceh Tamiang Kejuruan muda 391643 459421 Kebun karet

94 Aceh Tamiang Kejuruan muda 389453 455735 Pemukiman

95 Aceh Tamiang Kejuruan muda 389154 455293 Kebun sawit

96 Aceh Tamiang Kejuruan muda 388005 454910 Kebun sawit

97 Aceh Tamiang Kejuruan muda 387993 453988 Kebun sawit

98 Aceh Tamiang Kejuruan muda 386174 454587 Badan air

99 Aceh Tamiang Kejuruan muda 386115 454431 Kebun karet

100 Aceh Tamiang Kejuruan muda 386509 454048 Lahan kosong

101 Aceh Tamiang Tamiang hulu 384403 454072 Badan air

102 Aceh Tamiang Tamiang hulu 385325 455831 Pemukiman

103 Aceh Tamiang Tamiang hulu 384966 457698 Pemukiman

104 Aceh Tamiang Tamiang hulu 383566 458775 Kebun karet

105 Aceh Tamiang Tamiang hulu 383290 458631 Pemukiman

106 Aceh Tamiang Tamiang hulu 383865 458703 Badan air

107 Aceh Tamiang Tamiang hulu 383901 459158 Pemukiman

108 Aceh Tamiang Tamiang hulu 382967 461049 Kebun sawit

109 Aceh Tamiang Tamiang hulu 382656 461767 Kebun sawit

110 Aceh Tamiang Tamiang hulu 382489 463131 Kebun sawit

111 Aceh Tamiang Tamiang hulu 383925 463629 Pemukiman

112 Aceh Tamiang Tamiang hulu 383159 465189 Kebun sawit

113 Aceh Tamiang Ranto 395905 471978 Pemukiman

114 Aceh Tamiang Ranto 396316 472011 Pemukiman

115 Aceh Tamiang Ranto 396332 471287 Pemukiman

116 Aceh Tamiang Ranto 396201 470909 Pemukiman

117 Aceh Tamiang Ranto 396201 470169 Kebun karet

118 Aceh Tamiang Ranto 396086 469807 Pemukiman

119 Aceh Tamiang Ranto 397402 471748 Pemukiman

120 Aceh Tamiang Ranto 397632 472817 Pemukiman

121 Aceh Tamiang Ranto 398817 473936 Pemukiman

ID KABUPATEN KECAMATAN X Y KETERANGAN

122 Aceh Tamiang Ranto 399541 475779 Pemukiman

123 Aceh Tamiang Ranto 400034 476799 Pemukiman

124 Aceh Tamiang Ranto 400544 477753 Pemukiman

125 Aceh Tamiang Ranto 400676 478460 Kebun karet


(78)

127 Aceh Tamiang Ranto 402288 481060 Kebun karet

128 Aceh Tamiang Ranto 401498 481126 Badan air

129 Aceh Tamiang Ranto 401400 481405 Pemukiman

130 Aceh Tamiang Ranto 401284 481817 Kebun sawit

131 Aceh Tamiang Seruway 404172 481296 Pemukiman

132 Aceh Tamiang Seruway 452173 481368 Pemukiman

133 Aceh Tamiang Seruway 452751 480458 Kebun karet

134 Aceh Tamiang Seruway 407068 480913 Pemukiman

135 Aceh Tamiang Seruway 408935 478902 Pemukiman

136 Aceh Tamiang Seruway 410179 477634 Kebun karet

137 Aceh Tamiang Seruway 411065 477634 Kebun karet

138 Aceh Tamiang Seruway 412046 477825 Kebun karet

139 Aceh Tamiang Seruway 412429 477778 Kebun sawit

140 Aceh Tamiang Seruway 413314 475887 Kebun karet

141 Aceh Timur Bireum bayeun 375150 485469 Kebun sawit

142 Aceh Timur Bireum bayeun 375039 485436 Kebun sawit

143 Aceh Timur Bireum bayeun 375045 485376 Pemukiman

144 Aceh Timur Bireum bayeun 374982 485351 Kebun sawit

145 Aceh Timur Bireum bayeun 374920 485236 Kebun sawit

146 Aceh Timur Bireum bayeun 374857 485186 Pemukiman

147 Aceh Timur Bireum bayeun 374772 485153 Kebun karet

148 Aceh Timur Bireum bayeun 374728 485119 Kebun karet

149 Aceh Timur Bireum bayeun 374552 485078 Sawah

150 Aceh Timur Bireum bayeun 374376 485109 kebun sawit

151 Aceh Timur Bireum bayeun 374210 485040 Kebun karet

152 Aceh Timur Bireum bayeun 372991 485125 Kebun karet

153 Aceh Timur Bireum bayeun 372991 485232 Kebun karet

154 Aceh Timur Bireum bayeun 372896 485127 Kebun karet

155 Aceh Timur Bireum bayeun 372797 485066 Kebun sawit

156 Aceh Timur Bireum bayeun 372669 485070 Kebun karet

157 Aceh Timur Bireum bayeun 372588 485097 Kebun karet

158 Aceh Timur Bireum bayeun 372558 485184 Kebun karet

159 Aceh Timur Bireum bayeun 372421 485188 Kebun sawit

160 Aceh Timur Bireum bayeun 370977 485719 Kebun sawit

161 Aceh Timur Bireum bayeun 370893 485641 Semak belukar

162 Aceh Timur Bireum bayeun 370844 485531 Pemukiman

163 Aceh Timur Bireum bayeun 370739 485519 Pemukiman

164 Aceh Timur Bireum bayeun 370678 485666 Kebun karet

165 Aceh Timur Bireum bayeun 370463 485698 Kebun karet

166 Aceh Timur Bireum bayeun 370291 485892 Kebun sawit

ID KABUPATEN KECAMATAN X Y KETERAGAN

167 Aceh Timur Bireum bayeun 370158 485989 Kebun karet

168 Aceh Timur Bireum bayeun 370015 485838 Sawah

169 Aceh Timur Bireum bayeun 369957 485612 Pemukiman

170 Aceh Timur Bireum bayeun 369946 485501 Pemukiman

171 Aceh Timur Bireum bayeun 369731 485379 Kebun sawit

172 Aceh Timur Bireum bayeun 369616 485321 Kebun karet


(1)

Lampiran 6 Contoh Foto Lokasi Penelitian

Kawasan Kebun Sawit Di Aceh Tamiang


(2)

Kawasan Permukiman


(3)

Kawasan Kebun Karet Di Aceh Timur


(4)

Kawasan Kebun Campuran


(5)

Kawasan Hutan Di Kabupaten Gayo Lues


(6)