Pengaruh Sikap Ibu dan Kebijakan Pemerintah Daerah terhadap Perilaku Ibu Membuang Sampah di Daerah Aliran Sungai Deli Medan yang Berpotensi Menyebabkan Banjir di Kota Medan

(1)

PENGARUH SIKAP IBU DAN IMPLEMENTASI KEBIJAKAN PEMERINTAH DAERAH TERHADAP PERILAKU IBU

MEMBUANG SAMPAH DI DAERAH ALIRAN SUNGAI DELI MEDAN YANG BERPOTENSI

MENYEBABKAN BANJIR DI KOTA MEDAN

TESIS

Oleh

IRWAN SUPADLI 097032041/ IKM

PROGRAM STUDI S2 ILMU KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN


(2)

PENGARUH SIKAP IBU DAN IMPLEMENTASI KEBIJAKAN PEMERINTAH DAERAH TERHADAP PERILAKU IBU

MEMBUANG SAMPAH DI DAERAH ALIRAN SUNGAI DELI MEDAN YANG BERPOTENSI

MENYEBABKAN BANJIR DI KOTA MEDAN

TESIS

Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat

untuk MemperolehGelar Magister Kesehatan (M.Kes) dalamProgram Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat

Minat Studi Manajemen Kesehatan Bencana pada Fakultas Kesehatan Masyarakat

Universitas Sumatera Utara

Oleh

IRWAN SUPADLI 097032041/IKM

PROGRAM STUDI S2 ILMU KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN


(3)

Judul Tesis : PENGARUH SIKAP IBU DAN

IMPLEMENTASI KEBIJAKAN PEMERINTAH DAERAH TERHADAP PERILAKU IBU

MEMBUANG SAMPAH DI DAERAH ALIRAN SUNGAI DELI MEDAN YANG BERPOTENSI MENYEBABKAN BANJIR DI KOTA MEDAN Nama Mahasiswa : Irwan Supadli

Nomor Induk Mahasiswa : 097032041

Program Studi : S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat Minat Studi : Manajemen Kesehatan Bencana

Menyetujui Komisi Pembimbing

(Prof. Dr. Dra. Ida Yustina, M.Si)

Ketua Anggota

(Abdul Muthalib, S.H, M.A.P)

Ketua Program Studi Dekan

(Prof. Dr. Dra. Ida Yustina, M.Si) (Dr. Drs. SuryaUtama, M.S)


(4)

PERNYATAAN

PENGARUH SIKAP IBU DAN IMPLEMENTASI KEBIJAKAN PEMERINTAH DAERAH TERHADAP PERILAKU IBU

MEMBUANG SAMPAH DI DAERAH ALIRAN SUNGAI DELI MEDAN YANG BERPOTENSI

MENYEBABKAN BANJIR DI KOTA MEDAN

Dengan ini saya menyatakan bahwa dalam tesis ini tidak terdapat karya yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan disuatu perguruan tinggi, dan sepanjang pengetahuan saya juga tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang secara tertulis diacu dalam naskah ini dan disebut dalam daftar pustaka.

Medan, September 2011


(5)

Telah diuji

Pada Tanggal : 18 Agustus 2011

PANITIA PENGUJI TESIS

Ketua : Prof. Dr. Dra. Ida Yustina, M.Si Anggota : 1. Abdul Muthalib, S.H, M.A.P

2. Prof. Dr. Erika Revida, M.S 3. Suherman, S.K.M, M.Si


(6)

ABSTRAK

Sungai Deli di Kota Medan sedikitnya mengalami banjir besar dua kali dan empat atau lima kali banjir kecil dalam setahun. Korban pertama yang mengalami banjir biasanya adalah warga yang tinggal di Daerah Aliran Sungai (DAS) Deli. Perilaku masyarakat yang tinggal di DAS Deli membuang sampah di sungai merupakan salah satu penyebab banjir di Sungai Deli Medan.

Tujuan penelitian ini adalah untuk menganalisis pengaruh sikap Ibu dan implementasi kebijakan pemerintah terhadap perilaku ibu di DAS Deli Medan membuang sampah yang berpotensi menyebabkan banjir di Kota Medan. Jenis penelitian survei explanatory. Populasi dalam penelitian adalah ibu-ibu yang tinggal di DAS Sungai Deli Medan yang terdiri atas lima kecamatan yaitu: Medan Maimun, Medan Polonia, Medan Johor, Medan Belawan dan Medan Deli, denganjumlahsampelsebanyak 100 orang. Data diperoleh dengan wawancara menggunakan kuesioner, dianalisis dengan ujiregresi gandapadaα=0,05.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa secara statistik faktor sikap ibu dan implementasi kebijakan kesehatan berpengaruh secara positif terhadap perilaku ibu membuang sampah yang berpotensi menyebabkan banjir. Sikap ibu paling dominan memengaruhi perilaku ibu dalam membuang sampah.

Disarankan kepada pemerintah Kota Medan untuk: (1) meningkatkan program-program yang bertujuan untuk membangun sikap yang positif para ibu di DAS Deli Medan, yang nantinya diharapkan akan mengubah perilaku mereka, (2) menyosialisasikan kebijakan pemerintah daerah tentang larangan membuang sampah di sungai.


(7)

ABSTRACT

The Deli River in Medan overflows at least twice a year, accompanied by small floods four or five time a year. The majority of people who suffer from these floods are those who live along the watershed of the river. They are accustumed to throwing away garbage to the river which can cause the floods.

The aim of this research was to analyze the influence of the mothers’ attitude and the implementation of the government’s policy on the behavior of the mother who live along the watershedof the Deli River in throwing their garbage since it would potentially cause flood in Medan. The type of the research was an explanatory survey. The population of the research were 100 mothers who live along the watershed of the Deli River which consisted of five subdistricts: Medan Maimun, Medan Polonia, Medan Johor, Medan Belawan and Medan Deli. The data were gathered by conducting interviews and using quesionnaires. The data were analyzed by using multiple regression with α=0,05.

The result of the research showed that statistically, the mothers’ attitude and the implementation of the government’s policy influenced on the mothers’ behavior in throwing the garbage which potentially cause flood. The mothers’s attitude was the dominant factor.

Medan District Office should: 1) increase the programs which are aimed to develop positive attitude of mothers that will be change their behavior, and 2) socializethe government‘s policy in the prohibition to throw away garbage to the river.


(8)

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT, atas segala rahmat dan karunia-Nya penulis telah dapat menyelesaikan tesis yang berjudul “Pengaruh Sikap Ibu dan Kebijakan Pemerintah Daerah terhadap Perilaku Ibu Membuang Sampah di Daerah Aliran Sungai Deli Medan yang Berpotensi Menyebabkan Banjir di Kota Medan”.

Dalam menyusun tesis ini, penulis mendapat bantuan, dorongan dan bimbingan dari berbagai pihak. Untuk itu pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada :

1. Rektor Universitas Sumatera Utara : Prof. Dr. dr. Syahril Pasaribu, DTM & H, M.Sc (CTM), Sp. A (K).

2. Dekan Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara : Dr. Drs. Surya Utama, M.S.

3. Ketua Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara : Prof. Dr. Dra. Ida Yustina, M. Si.

4. Komisi Pembimbing : Abdul Muthalib, S.H, M.A.P dan Dr.Drs. Surya Utama, M.S, yang telah memberikan bimbingan, arahan, perhatian serta dukungan semangat dari awal hingga selesainya tesis ini.

5. Komisi Penguji : Prof. Dr. Erika Revida, M.S dan Suherman, S.K.M, M.Si, yang telah memberi masukan dan saran untuk perbaikan tesis ini.


(9)

Terimakasih tak terhingga kepada isteri serta putra dan puteri saya tercinta dan kedua orangtua saya yang telah memberikan motivasi serta dukungan dan doa kepada penulis untuk melanjutkan pendidikan.

Selanjutnya terimakasih penulis kepada Bapak Hadi Tugiman, S.IP selaku Kepala Kantor saya di tempat penulis bekerja yang telah banyak memberikan saya dukungan dan saran bagi pendidikan saya semoga Bapak senantiasa selalu diberikan kesehatan oleh Allah SWT dan kepada rekan-rekan mahasiswa yang telah memberikan dukungan dan semangat dalam penulisan tesis ini hingga selesai saya ucapkan terimakasih.

Akhirnya penulis juga menyadari bahwa tesis ini masih terdapat kekurangan dan kelemahan, untuk itu kritik serta saran yang bersifat membangun diharapkan demi kesempurnaan tesis ini.

Medan, September 2011


(10)

RIWAYAT HIDUP

Penulis bernama Irwan Supadli dilahirkan di Belawan tanggal 28 Nopember 1978. Penulis adalah anak ketiga dari tujuh bersaudara dari pasangan Suaini dan Nilawaty, menikah dan dikaruniai 2 orang anak putra dan putri.

Penulis menamatkan pendidikan Sekolah Dasar (SD) di SD Negeri 060957 Belawan pada tahun 1991, menamatkan Sekolah Menengah Pertama (SMP) di SMP Negeri Labuhan Deli Medan pada tahun 1994, menamatkan Sekolah Menengah Kejuruan Perkapalan di SMK Perkapalan Hang Tuah Belawan pada tahun 1997, menamatkan sekolah di Akademi Maritim Indonesia (AMI) di Medan Jurusan Teknika pada tahun 2000, menamatkan Sarjana S1 Teknik Mesin di Universitas Amir Hamzah pada tahun 2008.

Penulis memulai karir di Badan SAR Nasional (BASARNAS) Kantor SAR Medan sebagai PNS pada tahun 2005 sampai sekarang.


(11)

DAFTAR ISI

Halaman

ABSTRAK ... i

ABSTRACT ... ii

KATA PENGANTAR ... iii

RIWAYAT HIDUP ... v

DAFTAR ISI ... vi

DAFTAR TABEL ... ix

DAFTAR GAMBAR ... xi

DAFTAR LAMPIRAN ... ... xii

BAB 1. PENDAHULUAN ... 1

1.1. Latar Belakang ... 1

1.2. Permasalahan ... 10

1.3. Tujuan Penelitian ... 10

1.4. Hipotesis ... 10

1.5. Manfaat Penelitian ... 11

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA ... 12

2.1. Konsep Perilaku ... 12

2.2. Sampah ... 16

2.3. Jenis-jenis Sampah ... 17

2.3.1. Sampah Padat ... 17

2.3.2. Sampah cair ... 18

2.4. Pengelolaan Sampah ... 21

2.5. Sumber Sampah ... 23

2.6. Daerah Aliran Sungai ... 24

2.7. Bencana Banjir ... 26

2.8. Sikap ... 27

2.8.1. Perwujudan Sikap dalam Perilaku ... 29

2.9. Pengertian Kebijakan ... 31

2.9.1. Penyususnan Agenda ... 32

2.9.2. Formulasi Kebijakan ... 34

2.9.3. Adopsi/Legitimasi Kebijakan ... 34

2.9.4. Penilaian/Evaluasi Kebijakan ... 34

2.10. Jenis Kebijakan dan Kegiatan ... 35

2.11. Implementasi Kebijakan ... 36

2.11.1. Struktur Birokrasi ... 36

2.11.2. Sumber Daya ... 39

2.11.3. Disposisi ... 40


(12)

2.12. Kebijakan Pemerintah tentang Pengrusakan Lingkungan Sumber

Air ... 44

2.12.1. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 82 tahun 2001 tentang Pengelolaan air dan Pengendalian Pencemaran Air ... 44

2.12.2. Peraturan Pemerintah (PP) Presiden Indonesia No. 35 Tahun 1991 tentang Sungai ... 46

2.12.3. Peraturan Daerah Kota Medan No. 8 Tahun 2001 tentang Retribusi Pelayanan Kebersihan ... 49

2.13. Definisi Konsep ... 51

2.13.1. Pengertian Perilaku ... 51

2.13.2. Pengertian Sikap ... 51

2.13.3. Pengertian Kebijakan... 51

2.13.4. Pengertian Implementasi ... 52

2.14. Landasan Teori... ... 52

2.15. Kerangka Konsep ... 54

BAB 3. METODE PENELITIAN ... 55

3.1. Jenis Penelitian ... 55

3.2. Lokasi dan Waktu Penelitian ... 55

3.2.1. Lokasi Penelitian ... 55

3.2.2. Waktu Penelitian ... 55

3.3. Populasi dan Sampel ... 56

3.3.1. Populasi ... 56

3.3.2. sampel ... 56

3.4. Metode Pengumpulan Data ... 57

3.4.1. Data Primer ... 57

3.4.2. Data Sekunder ... 58

3.4.3. Uji Validitas dan Reliabilitas ... 59

3.5. Variabel dan Definisi Operasional ... 61

3.5.1. Variabel Bebas ... 61

3.5.2. Variabel Terikat ... 61

3.6. Metode Pengukuran ... 62

3.7. Metode Analisis Data ... 62

BAB 4. HASIL PENELITIAN ... 64

4.1. Gambaran Umum Lokasi Penelitian ... 64

4.2. Kajian Kerentanan Daerah Aliran Sungai Deli terhadap Banjir ... 65

4.3. Perilaku Membuang Sampah di Daerah Aliran Sungai Deli ... 67

4.4. Karakteristik Responden ... 69

4.4.1. Karakteristik Responden Berdasarkan Umur ... 69


(13)

4.4.3. Karakteristik Responden Berdasarkan Tingkat Pendidikan 70

4.5. Faktor Predisposisi ... 70

4.6. Faktor Pendukung (Implementasi Kebijakan Pemerintah) ... 74

4.7. Perilaku Ibu dalam Membuang Sampah yang Berpotensi Menyebabkan Banjir ... 79

4.8. Hasil Uji Bivariat ... 82

4.9. Analisis Multivariat ... 83

BAB 5. PEMBAHASAN ... 86

5.1. Pengaruh Faktor Sikap Terhadap Perilaku Ibu Membuang Sampah yang Berpotensi Menyebabkan Banjir ... 86

5.2. Pengaruh Implementasi Kebijakan Pemerintah Terhadap Perilaku Ibu Membuang Sampah yang Berpotensi Menyebabkan Banjir ... 89

5.3. Perilaku Ibu Membuang Sampah yang Berpotensi Menyebabkan Banjir ... 93

BAB 6. KESIMPULAN DAN SARAN ... 97

6.1. Kesimpulan ... 97

6.2. Saran ... 97

DAFTAR PUSTAKA ... 99


(14)

DAFTAR TABEL

No. Judul Halaman

3.1. Jumlah Penduduk Berdasarkan Kecamatan di DAS Deli Medan

Tahun 2010 ... 57

3.2. Hasil Uji Validitas Variabel Sikap ... 60

3.3. Hasil Uji Validitas Variabel Kebijakan ... 60

3.4. Hasil Uji Validitas Variabel Perilaku Masyarakat ... 61

3.5. Aspek Pengukuran Variabel Penelitian ... 62

4.1. Distribusi Kecamatan, Kelurahan, Luas dan Jumlah Penduduk di DAS Sungai Deli Medan Tahun 2010 ... 64

4.2. Distribusi Responden Berdasarkan Umur ... 69

4.3. Distribusi Responden Berdasarkan Bekerja ... 70

4.4. Distribusi Responden Berdasarkan Tingkat Pendidikan ... 70

4.5. Distribusi Responden Berdasarkan Jawaban Pertanyaan Sikap di Daerah Aliran Sungai Deli Medan ... 72

4.6. Distribusi Responden Berdasarkan Kategori Sikap Ibu Terhadap Tindakan Membuang Sampah di Daerah Aliran Sungai Deli Medan ... 74

4.7. Distribusi Responden Berdasarkan Jawaban Pertanyaan Implementasi Kebijakan Pemerintah Daerah di Daerah Aliran Sungai Deli Medan ... 75

4.8. Distribusi Responden Berdasarkan Kategori Implementasi Kebijakan Pemerintah ... 77

4.9. Distribusi Responden Berdasarkan Jawaban Terhadap Pertanyaan Perilaku Ibu dalam Membuang Sampah Berpotensi Menyebabkan Banjir ... 80


(15)

4.10. Distribusi Responden Berdasarkan Kategori Perilaku Ibu dalam Membuang Sampah Berpotensi Menyebabkan Banjir ... 82 4.11. Hubungan Faktor Predisposisi dengan Perilaku Ibu Membuang Sampah

yang Berpotensi Menyebabkan Banjir ... 82 4.12. Hubungan Faktor Pendukung dengan Perilaku Ibu Membuang Sampah

yang Berpotensi Menyebabkan Banjir ... 83 4.13. Hasil Analisis Regresi Berganda Pengaruh Sikap Ibu dan Kebijakan

Pemda Terhadap Perilaku Ibu Daerah Aliran Sungai Deli Medan Membuang Sampah yang Berpotensi Menyebabkan Banjir ... 85


(16)

DAFTAR GAMBAR

No. Judul Halaman

2.1. Teori Green ... 53 2.2. Kerangka Konsep Penelitian ... 54


(17)

DAFTAR LAMPIRAN

No. Judul Halaman

1. Daftar Pertanyaan/ Kuesioner ... 101 2. Hasil Statistik ... 110 3. Master Data ... 130


(18)

ABSTRAK

Sungai Deli di Kota Medan sedikitnya mengalami banjir besar dua kali dan empat atau lima kali banjir kecil dalam setahun. Korban pertama yang mengalami banjir biasanya adalah warga yang tinggal di Daerah Aliran Sungai (DAS) Deli. Perilaku masyarakat yang tinggal di DAS Deli membuang sampah di sungai merupakan salah satu penyebab banjir di Sungai Deli Medan.

Tujuan penelitian ini adalah untuk menganalisis pengaruh sikap Ibu dan implementasi kebijakan pemerintah terhadap perilaku ibu di DAS Deli Medan membuang sampah yang berpotensi menyebabkan banjir di Kota Medan. Jenis penelitian survei explanatory. Populasi dalam penelitian adalah ibu-ibu yang tinggal di DAS Sungai Deli Medan yang terdiri atas lima kecamatan yaitu: Medan Maimun, Medan Polonia, Medan Johor, Medan Belawan dan Medan Deli, denganjumlahsampelsebanyak 100 orang. Data diperoleh dengan wawancara menggunakan kuesioner, dianalisis dengan ujiregresi gandapadaα=0,05.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa secara statistik faktor sikap ibu dan implementasi kebijakan kesehatan berpengaruh secara positif terhadap perilaku ibu membuang sampah yang berpotensi menyebabkan banjir. Sikap ibu paling dominan memengaruhi perilaku ibu dalam membuang sampah.

Disarankan kepada pemerintah Kota Medan untuk: (1) meningkatkan program-program yang bertujuan untuk membangun sikap yang positif para ibu di DAS Deli Medan, yang nantinya diharapkan akan mengubah perilaku mereka, (2) menyosialisasikan kebijakan pemerintah daerah tentang larangan membuang sampah di sungai.


(19)

ABSTRACT

The Deli River in Medan overflows at least twice a year, accompanied by small floods four or five time a year. The majority of people who suffer from these floods are those who live along the watershed of the river. They are accustumed to throwing away garbage to the river which can cause the floods.

The aim of this research was to analyze the influence of the mothers’ attitude and the implementation of the government’s policy on the behavior of the mother who live along the watershedof the Deli River in throwing their garbage since it would potentially cause flood in Medan. The type of the research was an explanatory survey. The population of the research were 100 mothers who live along the watershed of the Deli River which consisted of five subdistricts: Medan Maimun, Medan Polonia, Medan Johor, Medan Belawan and Medan Deli. The data were gathered by conducting interviews and using quesionnaires. The data were analyzed by using multiple regression with α=0,05.

The result of the research showed that statistically, the mothers’ attitude and the implementation of the government’s policy influenced on the mothers’ behavior in throwing the garbage which potentially cause flood. The mothers’s attitude was the dominant factor.

Medan District Office should: 1) increase the programs which are aimed to develop positive attitude of mothers that will be change their behavior, and 2) socializethe government‘s policy in the prohibition to throw away garbage to the river.


(20)

BAB 1 PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Kejadian bencana seringkali dikaitkan dengan takdir Tuhan yang memang sudah digariskan. Meskipun sebenarnya kejadian bencana itu merupakan sesuatu yang masih mungkin dihindari dengan bantuan kekuatan dan kekuasaan Tuhan yang tertanam dalam pikiran manusia sendiri.

Indonesia menempati urutan ketiga di dunia sebagai negara rawan bencana setelah India dan China. Jika banjir di India dan China disebabkan oleh luapan sungai dan laut, di Indonesia lebih banyak disebabkan oleh luapan sungai. Meski demikian diprediksikan banjir dari meluapnya air laut dipastikan akan melanda Indonesia di masa mendatang seiring adanya perubahan iklim global. Sering munculnya bencana banjir di Indonesia antara lain disebabkan faktor kondisi curah hujan yang tinggi, sebagian tanah tidak lagi mampu menyerap air dengan baik, dan perubahan penggunaan tanah (Marfai, 2010)

Di seluruh Indonesia, tercatat ada 5.590 sungai induk, yang 600 di antaranya berpotensi menimbulkan banjir. Daerah rawan banjir yang dicakup sungai-sungai induk mencapai1,4 juta hektar. Indonesia merupakan wilayah bercurah hujan tinggi, sekitar 2.000 - 3.000 milimeter setahun. Apabila suatu saat curah hujan melebihi kisaran (range) tersebut, maka banjir sulit dielakkan (Direktorat Pengairan dan Irigasi, 2009).


(21)

Bila air hujan turun dan sampai di permukaan Bumi, sebagian air itu meresap ke dalam tahan dan membentuk air tanah, sebagian lainnya mengalir di permukaan tanah sebagai aliran permukaan yang secara umum terekspresikan sebagai aliran sungai, dan sebagian kecil menguap kembali. Secara alamiah, pada waktu-waktu tertentu, ketika curah hujan sangat tinggi di musim hujan, aliran air permukaan menjadi sangat besar melebihi kapasitas alur sungai sehingga tidak dapat tersalurkan dengan baik melalui aliran sungai. Air meluap dan terjadilah apa yang disebut banjir.

Banjir yang melanda daerah rawan, pada dasarnya disebabkan tiga hal. Pertama, kegiatan manusia yang menyebabkan terjadinya perubahan tata ruang dan berdampak pada perubahan alam. Kedua, peristiwa alam seperti curah hujan sangat tinggi, kenaikan permukaan air laut, badai, dan sebagainya. Ketiga, degradasi lingkungan seperti hilangnya tumbuhan penutup tanah pada catchment area, pendangkalan sungai, penyempitan alur sungai yang disebabkan penumpukan sampah di aliran sungai (Direktorat Pengairan dan Irigasi, 2009).

Banjir dapat merusak fasilitas pelayanan sosial ekonomi masyarakat dan prasarana publik, bahkan menelan korban jiwa. Kerugian semakin besar jika kegiatan ekonomi dan pemerintahan terganggu bahkan terhenti. Meskipun partisipasi masyarakat dalam rangka penanggulangan banjir sangat nyata terutama pada aktivitas tanggap darurat, namun banjir menyebabkan tambahan beban keuangan negara, terutama untuk merehabilitasi dan memulihkan fungsi prasana publik yang rusak.

Banjir besar dunia di akhir tahun 2010 yang melanda Negara Bagian Queensland, Australia timur laut, semakin menjadi setelah permukaan air laut terus


(22)

naik. Sedikitnya 13 kota terendam, jalur rel kereta api dan jalan raya terputus dan banyak mengalami kerugian, merendam 30.000 rumah dan tercatat 19 korban tewas serta ribuan orang mengungsi (Kompas, 2010).

Beberapa bencana banjir besar yang terjadi di Indonesia, salah satunya yaitu banjir Wasior, diakibatkan karena kerusakan hutan di Wasior, hujan tiada henti yang

terjadi seja yang

menyebabka Banjir yang terjadi menyebabkan banyak infrastruktur di Wasior hancur termasuk lapangan udara di Wasior, sementara kerusakan juga menimpa rumah warga, rumah sakit dan jembatan. Banjir bandang juga menyebabkan 110 orang tewas dan 450 orang masih dinyatakan hilang. Sebagian korban luka-luka dibawa ke yang selamat memutuskan mengungsi ke Manokwari dengan menggunakan kapal laut (Kompas, 2010).

Banjir bandang di Kabupaten Pasuruan pada 11 Januari 2011, meski tidak menelan korban jiwa, banjir tersebut mengakibatkan 6.643 rumah terendam air, sebuah tanggul sepanjang 182 meter Desa Manaruwi Kecamatan Bangil jebol dan dua jembatan rusak berat serta 10 rumah mengalami kerusakan berat (detik.com, 2011).

Banjir besar tahun 2002 yang menggenangi Jakarta, Tangerang dan Bekasi, mengakibatkan 2 orang korban tewas dan 40.000 orang pengungsi. Banjir yang terjadi pada 2–4 Februari 2007 memengaruhi 60% dari wilayah Jakarta, yang menyebabkan Jakarta di bawah tanda merah panggung dan menggusur 150.000


(23)

orang. Hal ini menunjukkan bahwa dampak banjir memburuk setiap tahun karena faktor-faktor internal dan eksternal (Tanuwidjaja, 2010).

Kota Medan pada 5 Januari 2011 juga mengalami banjir di mana ketinggian air mencapai 3 meter, yang diduga akibat adanya penyempitan dan Pendangkalan sungai, serta penggunaan jalur hijau Daerah Aliran Sungai (DAS) tanpa memandang tata ruang. Ribuan rumah terendam di sejumlah kecamatan akibat luapan Sungai Deli, diantaranya di Kecamatan Medan Maimun, Medan Labuhan, Medan Deli, Medan Helvetia dan Kecamatan Medan Sunggal, yang mengakibatkan sedikitnya 400 rumah terendam luapan Sungai Deli. Setiap tahun dua kali banjir besar serta empat atau lima kali banjir kecil melanda daerah tersebut (Analisa, 2011).

Bencana banjir terjadi karena adanya lonjakan debit atau volume air sungai dari kawasan hulu dan hujan lokal pada masa puncak hujan bulan Januari-Februari. Belakangan kuantitas air meningkat sejalan dengan berkurangnya tutupan hutan dan daerah vegetasi di hulu dan hilir karena berubah menjadi daerah permukiman dan industri. Kondisi ini sulit dipulihkan karena konflik sosial yang harus ditanggung bila harus menggusur permukiman yang sudah terlanjur berdiri. Selain, dari sisi sistem drainase juga muncul masalah penurunan muka tanah akibat eksploitasi air tanah, tidak adanya penanganan sedimentasi di daerah aliran sungai, saluran makro dan mikro, serta pembuangan sampah ke badan sungai kian memperburuk dampak banjir (Moersidik, 2010).

Pembuangan sampah tidak pada tempatnya terkadang dianggap biasa dan tidak akan dapat menimbulkan masalah besar oleh masyarakat. Bila hal ini terus


(24)

dibiarkan maka membuang sampah tidak pada tempatnya akan menjadi suatu kebiasaan umum. Hal kecil yang seringkali tidak diperhatikan seperti inilah yang dapat berkembang menjadi hal besar yang nantinya dapat menimbulkan suatu masalah dari berbagai segi (Moersidik, 2010).

Salah satu penyebab munculnya permasalahan timbulnya sampah kota adalah perubahan karakteristik timbunan sampah, yang disebabkan oleh pergeseran pola konsumsi masyarakat. Dewasa ini masyarakat banyak memakai bahan anorganik sebagai bahan pengemas. Walaupun kehadiran organik sampah rumah tangga masih mendominasi (63,56%). Kesulitan yang sering dialami adalah pada operrasi pengelolaan dan pembuangan akhir, seringkali sampah dibiarkan berserakan dijalan-jalan sehingga dapat menimbulkan penyumbatan dan banjir (Maryono, 2002).

Pembuangan sampah di sungai, tidak hanya berdampak bagi estetika lingkungan, namun juga bagi kesehatan serta sosial ekonomi di daerah tersebut. Perlu adanya kerjasama lintas sektoral dari berbagai profesi termasuk di dalamnya kesehatan khususnya yang berkesinambungan untuk dapat menyelesaikan masalah pembuangan sampah di sungai (Mursidik, 2010).

Masyarakat yang tinggal di DAS merupakan kelompok yang paling berisiko atau rentan terhadap penularan penyakit menular yang disebabkan oleh penyediaan air bersih secara kualitas dan kuantitas belum memadai, kebiasaan masyarakat buang air di sungai, pembuangan sampah dan air limbah belum dikelola dengan baik, bangunan tempat tinggal belum memenuhi syarat perumahan yang sehat. Hal ini


(25)

merupakan faktor risiko berbagai penyakit menular berbasis lingkungan (Kusnoputranto, 1995).

Gangguan kesehatan mulai dari masalah kulit, hingga intoksikasi dan mutasi gen akibat pencemaran air sungai terjadi dengan perlahan tapi pasti pada semua masyarakat di aliran sungai. Banjir yang datang di musim penghujan pun menambah daftaran masalah kesehatan dan sosial ekonomi di daerah tersebut (Mursidik, 2010). Sehari pasca banjir melanda sepanjang DAS di kota Medan, ratusan warga terserang demam dan flu serta infeksi saluran nafas bagian atas (ISPA), penyakit kulit juga menyerang warga tetapi tidak terlalu banyak (Analisa, 2010).

Banjir yang terjadi di beberapa kecamatan di Kota Medan bukan hanya disebabkan kanal yang menjadi pengendali tidak berfungsi, tetapi juga akibat terjadinya penyempitan dan pendangkalan sungai. Pemakaian jalur hijau di DAS yang tidak lagi memandang tata ruang sesuai dengan peraturan dan perundang-undangan yang berlaku, dan kebiasaan masyarakat yang membuang sampah di DAS, saat ini sudah terjadi kerusakan pada Sungai Deli dari mulai hulu sampai ke muara. Di hulu sungai hutannya sudah rusak, di hutan-hutan hulu sungai Deli di daerah Deli Serdang, Langkat dan Karo hampir semua digali masyarakat sebagai pengganti pupuk. Di hilir sepanjang pertengahan sungai Deli sudah tercemar dan berpotensi mengalami kerusakan karena lahan-lahannya di daerah-daerah curam menuju ke Berastagi sudah digunakan untuk hotel, restoran atau perumahan. Biasanya sungai terbuka maka erosi akan tinggi (Analisa, 2011).


(26)

Di Kota Medan sendiri, banyak perumahan, real estate, dan perumahan elit yang tidak memiliki pengolahan cair atau limbah tinja. Semua limbah dibuang ke sungai Deli, termasuk industri-industri yang berada di sepanjang sungai hampir dipastikan tidak ada yang punya pengelolaan limbah yang bekerja efektif dan memenuhi baku mutu.

Di tengah kota daerah aliran Sungai Deli ada beberapa proyek bangunan yang dulunya merupakan proyek MUDP (Medan Urban Development Project). Yang mengakibatkan Sungai Deli menampung semua limbah warga Kota Medan. Di sebelah hilir bisa dilihat terdapat DAM, dan terjadi pendakalang luar biasa (Analisa, 2011).

Menurut hasil survey pendahuluan yang dilakukan peneliti di daerah Multatuli Kecamatan Medan Maimun, masyarakat di daerah tersebut sudah terbiasa membuang sampah di DAS khususnya Ibu yang banyak membuang sampah langsung ke sungai, karena ibu subjek utama di rumah dalam melakukan pekerjaan rumah serta penghasil sampah (plastik, bungkusan belanja dari pasar), terlihat dari beberapa tempat di Sungai Babura tersebut di jadikan tempat pembuangan sampah masyarakat yang tinggal daerah tersebut maupun di luar daerah aliran sungai. Tetapi ada juga beberapa warga yang cenderung mengumpulkan sampah keringnya plastik dan kertas untuk dijualkan kepada asongan sehingga dapat mengurangi volume sampah di DAS Deli.

Sampah rumah tangga merupakan kontributor sampah kota terbesar (60-70%), dalam kaitannya dengan pengelolaan sampah rumah tangga peran ibu-ibu rumah tangga sangat menentukan (Maryono, 2002).


(27)

Sedikitnya diperkirakan puluhan ton sampah dan limbah cair yang dihasilkan warga Kota Medan setiap hari dibuang ke daerah aliran sungai yang bermuara di kawasan Medan utara, yang didominasikan dari sampah dapur, sehingga ikut mencemari perairan laut Belawan (Medanpunya, 2011).

Berdasarkan Perda Kota Medan No. 8 tahun 2001 dan SK Walikota Medan No. 32 tahun 2002 tentang retribusi pelayanan kebersihan. Dalam perda diatur, setiap pribadi atau badan wajib menjaga dan memelihara kebersihan lingkungan dan saluran air di sekitarnya. Adapun sanksi bagi warga Kota Medan yang membuang sampah sembarangan di lingkungan dan saluran air akan dikenakan sanksi denda Rp. 5 juta atau pidana enam bulan kurungan. Hal ini juga didukung Perda I Kota Medan No. 1 tahun 2007 tentang peringatan dan sanksi untuk masyarakat yang membuang sampah ke sungai maupun DAS, juga dengan denda sebesar Rp. 5 juta dan kurungan penjara enam bulan. Peraturan daerah tentang lingkungan sudah ada tapi kenyataan banyak bahkan hampir semua masyarakat yang bermukim di sekitar pantaran sungai Deli tidak mengetahuinya. Akibatnya kebijakan yang ditetapkan tidak efektif.

Kebijakan penanggulangan banjir yang bersifat fisik, harus diimbangi dengan langkah-langkah non-fisik, sehingga peran masyarakat diberi tempat yang sesuai. Agar penanggulangan banjir lebih integratif dan efektif, diperlukan tidak hanya koordinasi di tingkat pelaksanaan, tetapi juga di tingkat perencanaan kebijakan, termasuk partisipasi masyarakat.

Green dalam Notoatmodjo (2005) mengatakan perilaku terbentuk dari 3 faktor, yaitu faktor predisposisi (predisposing factors) yang terdiri atas pengetahuan,


(28)

sikap, kepercayaan/ keyakinan, nilai-nilai/ tradisi. Faktor pemungkin (enabling factors) yang terdiri atas lingkungan fisik (tersedia atau tidak tersedianya fasilitas) sarana dan prasarana yang terdapat di pelayanan kesehatan dalam rangka untuk menunjang seseorang berperilaku. Adapun faktor penguat (reinforcing factors) yang diwujudkan dalam sikap dan perilaku para petugas, keluarga dan anggota masyarakat. Ada beberapa aspek yang dapat menjelaskan bagaimana perilaku masyarakat membuang sampah sembarangan ini muncul. Pembentukan perilaku ini sangat cocok dari sudut pandang teori planned behavior.

Menurut Ajzen (1991), perilaku seseorang muncul karena ada beberapa hal yang menyebabkan munculnya perilaku tersebut yaitu sikap, norma subjektif, dan kemampuan mengontrol perilaku. Tiga hal ini yang menjadi penyebab utama bagaimana perilaku membuang sampah sembarangan ini bisa terbentuk dan bertahan kuat di dalam perilaku masyarakat. Pertama, melihat bagaimana sikap masyarakat terhadap perilaku membuang sampah sembarangan, lebih tepatnya bagaimana sistem belief

Dari uraian di atas maka peneliti tertarik untuk meneliti bagaimanakah pengaruh sikap Ibu dan implementasi kebijakan Pemda terhadap perilaku masyarakat masyarakat terhadap perilaku ini. Kemungkinan di dalam pikiran alam bawah sadar, masyarakat menganggap bahwa membuang sampah sembarangan bukan sesuatu hal yang salah dan wajar untuk dilakukan dan sangatlah mungkin masyarakat bisa merasa bahwa perilaku membuang sampah sembarangan ini bukan suatu hal yang salah dan tidak berdosa.


(29)

DAS Deli Medan dalam buang sampah yang berpotensi menyebabkan banjir di Kota Medan.

1.2. Permasalahan

Berdasarkan uraian latar belakang penelitian yang menjadi rumusan masalah dalam penelitian yaitu:

1. Apa ada pengaruh sikap terhadap perilaku Ibu DAS Deli Medan membuang sampah yang berpotensi menyebabkan banjir di Kota Medan. 2. Apa ada pengaruh implementasi kebijakan Pemda terhadap perilaku Ibu

DAS Deli Medan membuang sampah yang berpotensi menyebabkan banjir di Kota Medan.

1.3. Tujuan Penelitian

Adapun tujuan dalam penelitian ini yaitu:

1. Untuk menganalisis pengaruh sikap terhadap perilaku Ibu DAS Deli Medan membuang sampah yang berpotensi menyebabkan banjir di Kota Medan. 2. Untuk menganalisis pengaruh implementasi kebijakan Pemda terhadap

perilaku Ibu DAS Deli Medan membuang sampah yang berpotensi menyebabkan banjir di Kota Medan.

1.4. Hipotesis

Hipotesis dalam penelitian ini adalah

1. Ada pengaruh sikap ibu terhadap perilaku Ibu DAS Deli Medan membuang sampah yang berpotensi menyebabkan banjir di Kota Medan.


(30)

2. Ada pengaruh implementasi kebijakan Pemda terhadap perilaku Ibu DAS Deli Medan membuang sampah yang berpotensi menyebabkan banjir di Kota Medan.

1.5. Manfaat Penelitian

1. Sebagai masukan bagi pengelola tata letak ruang Daerah Aliran Sungai (DAS) dalam membut kebijakan dan meningkatkan pemberdayaan masyarakat dalam pengolahan limbah industri dan rumah tangga dalam penanggulangan bencana.

2. Sebagai masukan untuk masyarakat agar membuang sampah pada tempatnya yang merupakan tahapan penting dalam meminimalisir korban, kerusakan, dan kerugian akibat bencana banjir.

3. Sebagai pengembangan ilmu pengetahuan untuk memperkaya khasanah ilmu kesehatan masyarakat khususnya untuk menajemen kesehatan bencana.

4. Sebagai referensi ilmiah dalam melakukan penelitian yang berkaitan dengan perilaku membuang sampah yang dilakukan oleh Ibu di DAS yang berdampak bencana banjir dan penanggulangan bencana.


(31)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Konsep Perilaku

Perilaku terbentuk didalam diri seseorang dari dua faktor utama yakni: stimulus merupakan faktor dari luar diri seseorang tersebut (faktor eksternal), dan respons merupakan faktor dari dalam diri seseorang yang bersangkutan (faktor internal). Faktor eksternal atau stimulus adalah faktor lingkungan, baik lingkungan fisik, maupun non fisik dalam bentuk sosial, budaya, ekonomi, polotik, dan sebagainya. Dari penelitian-penelitian yang ada faktor eksternal paling besar perannya dalam membentuk perilaku manusia adalah faktor sosial dan budaya, dimana seseorang tersebut berada. Sedangkan faktor internal yang menentukan seseorang itu merespons stimulus dari luar adalah perhatian, pengamatan, persepsi, motivasi, fantasi, sugesti dan sebagainya (Notoatmodjo, 2005).

Menurut Green (1968) dalam Notoatmodjo (2005), membedakan adanya dua determinan masalah kesehatan tersebut yakni behavioral factor (faktor perilaku), dan

non behavioral factors (faktor non perilaku). Selanjutnya Green menganalisis, bahwa faktor perilaku sendiri ditentukan oleh 3 faktor utama, yaitu:

1. Faktor-faktor predisposisi (disposing factors), yaitu faktor-faktor yang mempermudah atau mempredisposisi terjadinya perilaku seseorang, antara lain pengetahuan, sikap, keyakinan, kepercayaan, nilai-nilai, tradisi, dan sebagainya. Seorang ibu mau membawa anaknya ke Posyandu, karena tahu


(32)

bahwa di Posyandu akan dilakukan penimbangan anak untuk mengetahui pertumbuhannya. Anaknya akan memperoleh imunisasi untuk pencegahan penyakit, dan sebagainya. Tanpa adanya pengetahuan-pengetahuan ini, ibu tersebut mungkin tidak akan membawa anaknya ke Posyandu.

2. Faktor-faktor pemungkin (enabling factors), adalah faktor-faktor yang memungkinkan atau yang memfasilitasi perilaku atau tindakan, yang dimaksud dengan faktor pemungkin adalah sarana dan prasarana atau fasilitas untuk terjadinya perilaku kesehatan, misalnya Puskesmas, Posyandu, rumah sakit, tempat olah raga, makanan bergizi, uang dan sebagainya. Sebuah keluarga yang sudah tahu masalah kesehatan, mengupayakan keluarganya untuk menggunakan air bersih, buang air besar di WC, makan makanan yang bergizi, dan sebagainya, tetapi apabila keluarga tersebut tidak mampu untuk mengadakan fasilitas itu semua, maka dengan terpaksa buang air besar di kali/ kebun, menggunakan air kali untuk keperluan sehari-hari, makan seadanya, dan sebagainya.

3. Faktor-faktor penguat (reinforcing factors), adalah faktor-faktor yang mendorong atau memperkuat terjadinya perilaku. Kadang-kadang, meskipun seseorang tahu dan mampu untuk berprilaku sehat, tetapi tidak melakukannya. Seorang ibu hamil tahu manfaat periksa hamil, karena ibu lurah dan ibu-ibu tokoh lain tidak pernah periksa hamil, namun anaknya tetap sehat. Hal ini berarti, bahwa untuk berperilaku sehat memerlukan contoh dari para tokoh masyarakat.


(33)

Snehandu B. Kar (1983) menganalisis perilaku kesehatan dengan bertitik tolak bahwa perilaku merupakan fungsi dari:

a. Niat seseorang untuk bertindak sehubungan dengan kesehatan atau perawatan kesehatannya (behavior intention)

b. Dukungan sosial dari masyarakat sekitar (social support)

c. Ada atau tidak adanya informasi tentang kesehatan atau fasilitas kesehatan (accessibility of information)

d. Otonomi pribadi yang bersangkutan dalam hal ini mengambil tindakan atau keputusan (personal autonomi)

e. Situasi yang memungkinkan untuk bertindak atau tidak bertindak (action situation).

Anderson dalam Notoatmodjo (2005; ) menggambarkan model kesehatan (health system model) yang berupa model kepercayaan kesehatan. Didalam model Anderson ini terdapat 3 kategori utama dalam pelayanan kesehatan yaitu :

1. Karakteristik Predisposisi (predisposing characteristics)

Karaktiristik ini digunakan untuk menggambarkan fakta bahwa tiap individu mempunyai kecenderungan untuk menggunakan pelayanan kesehatan yang berbeda-beda. Hal ini disebabkan karena adanya ciri-ciri individu, yang digolongkan ke dalam 3 kelompok.

a. Ciri-ciri demografi, seperti jenis kelamin dan umur

b. Struktur sosial, seperti tingkat pendidikan, pekerjaan, kesukuan atau ruas dan sebagainya.


(34)

c. Manfaat-manfaat kesehatan, seperti keyakinan bahwa pelayanan kesehatan dapat menolong proses penyembuhan penyakit. Selanjutnya Anderson percaya bahwa:

1) Setiap individu atau orang mempunyai perbedaan-perbedaan karakteristik, mempunyai perbedaan tipe dan frekuensi penyakit, dan mempunyai perbedaan pola penggunaan pelayanan kesehatan.

2) Setiap individu mempunyai perbedaan struktur sosial, mempunyai perbedaan gaya hidup dan akhirnya mempunyai perbedaan pola penggunaan pelayanan kesehatan.

3) Individu percaya adanya kemanjuran dalam penggunaan pelayanan kesehatan.

2. Karakteristik Pendukung (enabling characteristics)

Karakteristik ini mencerminkan bahwa meskipun mempunyai prediposisi untuk menggunakan pelayanan kesehatan, ia tak akan bertindak untuk menggunakannya, kecuali bila ia mampu menggunakannya. Penggunaan pelayanan kesehatan yang ada tergantung kepada kemampuan konsumen untuk membayar. 3. Karakteristik Kebutuhan (need characteristics)

Faktor predisposisi dan faktor yang memungkinkan untuk mencari pengobatan dapat terwujud di dalam tindakan apabila itu dirasakan sebagai kebutuhan. Dengan kata lain kebutuhan merupakan dasar dan stimulus langsung untuk menggunakan pelayanan kesehatan, bilamana tingkat predisposisi dan enabling


(35)

itu ada. Kebutuhan (need) disini dibagi menjadi 2 kategori, dirasa atau preceived

(subject assesment) dan evaluated (clinical diagnosis).

2.2. Sampah

Sampah adalah sesuatu bahan atau benda padat yang sudah tidak dipakai lagi oleh manusia, atau benda padat yang sudah digunakan lagi dalam suatu kegiatan manusia dan dibuang. Para ahli kesehatan masyarakat Amerika membuat batasan, sampah adalah (waste) adalah sesuatu yang tidak digunakan, tidak dipakai, tidak disenangi, atau sesuatu yang dibuang, yang berasal dari kegiatan manusia dan tidak terjadi dengan sendirinya (Notoatmodjo, 2003).

Menurut kamus istilah lingkungan hidup, sampah mempunyai definisi sebagai bahan yang tidak mempunyai nilai, bahan yang tidak berharga untuk maksud biasa, pemakaian bahan rusak, barang yang cacat dalam pembikinan manufaktur, materi berkelebihan, atau bahan yang ditolak.

Sampah merupaka suatu keterpakaiannya, dalam yang ada hanya produk-produk yang dihasilkan setelah dan selama proses alam tersebut berlangsung. Akan tetapi karena dalam kehidupan manusia didefinisikan konse

Sampah dapat membawa dampak yang buruk pada kondisi kesehatan manusia. Bila sampah dibuang secara sembarangan atau ditumpuk tanpa ada


(36)

pengelolaan yang baik, maka akan menimbulkan berbagai dampak kesehatan yang serius. Tumpukan sampah rumah tangga yang dibiarkan begitu saja akan mendatangkan tikus got dan serangga (lalat, kecoa, lipas, kutu, dan lain-lain) yang membawa kuman penyakit.

Sampah yang dibuang di jalan dapat menghambat saluran air yang akhirnya membuat air terkurung dan tidak bergerak, menjadi tempat berkubang bagi nyamuk penyebab malaria. Sampah yang menyumbat saluran air atau got dapat menyebabkan banjir. Ketika banjir, air dalam got yang tadinya dibuang keluar oleh setiap rumah akan kembali masuk ke dalam rumah sehingga semua kuman, kotoran dan bibit penyakit masuk lagi ke dalam rumah.

2.3. Jenis-jenis Sampah

Menurut Notoatmodjo (2003; 187) sampah meliputi tiga jenis yaitu:

Sampah padat adalah segala bahan buangan selain kotoran manusia, urine dan sampah cair. Dapat berupa sampah rumah tangga: sampah dapur, sampah kebun, plastik, metal, gelas dan lain-lain. Menurut bahannya sampah ini dikelompokkan menjadi sampah organik dan sampah anorganik. Sampah organik merupakan sampah yang berasal dari barang yang mengandung bahan-bahan organik, seperti sisa-sisa sayuran, hewan, kertas, potongan-potongan kayu dari peralatan rumah tangga, potongan-potongan ranting, rumput pada waktu pembersihan kebun dan sebagainya. 2.3.1. Sampah Padat


(37)

Berdasarkan kemampuan diurai oleh alam (biodegradability), maka dapat dibagi lagi menjadi:

1. Biodegradable yaitu sampah yang dapat diuraikan secara sempurna oleh proses biologi baik aerob atau anaerob, seperti: sampah dapur, sisa-sisa hewan, sampah pertanian dan perkebunan.

2. Non-biodegradable yaitu sampah yang tidak bisa diuraikan oleh proses biologi. Dapat dibagi lagi menjadi:

a. Recyclable: sampah yang dapat diolah dan digunakan kembali karena memiliki nilai secara ekonomi seperti plastik, kertas, pakaian dan lain-lain.

b. Non-recyclable: sampah yang tidak memiliki nilai ekonomi dan tidak dapat diolah atau diubah kembali seperti tetra packs, carbon paper, thermo coal dan lain-lain

Sampah cair adalah bahan cairan yang telah digunakan dan tidak diperlukan kembali dan dibuang ke tempat pembuangan sampah.

2.3.2. Sampah Cair

a.

mengandung patogen yang berbahaya.

b.


(38)

Sampah dapat berada pada seti dilepaskan dalam dua fase yang disebutkan terakhir, terutama gas, sampah dapat dikatakan sebagai

Dalam kehidupan manusia, sampah dalam jumlah besar datang dari aktivitas industri (dikenal juga dengan sebuta dan waktu, dengan jumlah sampah yang kira-kira mirip dengan jumlah konsumsi.untuk mencegah sampah cair adalah pabrik pabrik tidak membuang limbah sembarangan misalnya membuang ke selokan.

Sampah jika ditinjau dari segi jenisnya diantaranya yaitu:

1. Sampah yang dapat membusuk atau sampah basah (garbage). Garbage adalah sampah yang mudah membusuk karena aktifitas mikroorganisme pembusuk. 2. Sampah yang tidak membusuk atau sampah kering (refuse). Sampah jenis ini

tidak dapat didegradasikan oleh mikroorganisme, dan penanganannya membutuhkan teknik yang khusus. Contoh sampah jenis ini adalah ketas, plastik, dan kaca.

3. Sampah yang berupa debu atau abu. Sampah jenis ini biasanya hasil dari proses pembakaran. Ukuran sampah ini relatif kecil yaitu kurang dari 10 mikron dan dapat memasuki saluran pernafasan.

4. Sampah yang berbahaya terhadap kesehatan Sampah jenis ini sering disebut sampah B3, dikatakan berbahaya karena berdasarkan jumlahnya atau konsentrasinya atau karena sifat kimiawi atau fisika atau mikrobanya dapat:


(39)

a. Meningkatkan mortalitas dan mobilitas secara bermakna atau menyebabkan penyakit yang tidak reversibel ataupun sakit berat tidak dapat pulih ataupun reversibel atau yang dapat pulih.

b. Berpotensi menimbulkan bahaya pada saat ini maupun dimasa yang akan datang terhadap kesehatan atau lingkungan apabila tidak diolah, ditransport, disimpan dan dibuang dengan baik. Sampah yang masuk dalam tipe ini tergolong sampah yang beresiko menimbulkan keracunan baik manusia maupun fauna dan flora di lingkungan tersebut, Slamet (1994; 154).

Sedangkan Hadiwiyono, (1983) mengelompokkan sampah berdasarkan dua karakteristik, yaitu:

1) Kimia

1. Organik, yaitu sampah yang mengandung senyawa organik atau sampah yang tersusun dari umsur karbon, hidrogen, oksigen, nitrogen, dan pospor.

2. Anorganik, yaitu sampah yang tidak dapat diuraikan oleh mikroorganisme, jika bisapun membutuhkan waktu yang sangat lama.

2) Fisika

1. Sampah basah (garbage), yaitu garbage tersusun dari sisa-sisa bahan-bahan organik yang mudah lapuk dan membusuk.

2. Sampah kering (rubbish), yaitu sampah kering dapat digolongkan menjadi dua kelompok yaitu jenis logam seperti besi, seng,aluminium dan jenis non logam seperti kertas dan kayu.


(40)

3. Sampah lembut, yaitu sampah lembut memiliki ciri khusus yaitu berupa partikel-partikel kecil yang ringan dan mudah terbawa oleh angin.

4. Sampah besar (bulkywaste), yaitu sampah jenis ini memiliki ukuran yang relatif lebih besar, contohnya sampah bekas mesin kendaraan.

5. Sampah berbahaya (hazardous waste), yaitu Sampah jenis ini terdiri dari : a. Sampah patogen (biasanya sampah jenis ini berasal dari kegiatan medis) b. Sampah beracun (contoh sampah sisa pestisida, isektisida, obat-obatan,

sterofom)

c. Sampah ledakan, misiu, sisa bom dan lain-lain d. Sampah radioaktif dan bahan-bahan nuklir.

2.4. Pengelolaan Sampah

Pengelolaan sampah adalah pengumpulan, pengangkuta pendaur-ulangan, atau pembuangan dari material sampah. Kalimat ini biasanya mengacu pada material sampah yang dihasilkan dari kegiatan manusia, dan biasanya dikelola untuk mengurangi dampaknya terhadap kesehatan, lingkungan atau keindahan. Pengelolaan sampah juga dilakukan untuk memulihkan sumber daya alam. Pengelolaan sampah bisa melibatkan zat padat, cair, gas, atau radioaktif dengan metoda dan keahlian khusus untuk masing masing jenis zat.

Praktek pengelolaan sampah berbeda beda antara Negara maju dan negara berkembang, berbeda juga antara daerah perkotaan dengan daerah pedesaan, berbeda juga antara daerah perumahan dengan daerah industri. Pengelolaan sampah yang


(41)

tidak berbahaya dari pemukiman dan institusi di area metropolitan biasanya menjadi tanggung jawab pemerintah daerah, sedangkan untuk sampah dari area komersial dan industri biasanya ditangani oleh perusahaan pengolah sampah.

Menurut Notoatmodjo (2003; 188) cara-cara pengelolaan sampah antara lain sebagai berikut :

1. Pengumpulan dan Pengangkutan Sampah

Pengumpulan sampah adalah menjadi tanggung jawab dari masing-masing rumah tangga atau institusi yang mengahassilkan sampah. Oleh sebab itu, harus membangun atau mengadakan tempat khusus untuk mengumpulkan sampah. Kemudian dari masing-masing tempat pengumpulan sampah. Kemudian dari masing-masing tempat pengumpulan sampah tersebut harus diangkut ke tempat penampungan sementara (TPS) sampah, dan selanjutnya ke tempat penampungan akhir (TPA).

Mekanisme, sistem, atau cara pengangkutannya untuk di daerah perkotaan adalah tanggung jawab pemerintah daerah setempat, yang didukung oleh partisipasi masyarakat produksi sampah, khususnya dalam hal pendanaan. Sedangkan untuk daerah pedesaan pada umumnya sampah dapat dikelola oleh masing-masing keluarga, tanpa memerlukan TPS, maupun TPA. Sampah rumah tangga daerah pedesaan umumnya didaur ulang menjadi pupuk.

2. Pemusnahan dan Pengolahan Sampah

Pemusnahan atau pengolahan sampah padat ini dapat dilakukan melalui berbagai cara, antara lain sebagai berikut:


(42)

a. Ditanam (lanfill), yaitu pemusnahan sampah dengan membuat lubang di tanah kemudian sampah dimasukkan dan ditimbun dengan tanah.

b. Dibakat (incenaration), yaitu memusnakan sampah dengan jalan membakar di dalam tungku pembakaran (incenarator)

c. Dijadikan pupuk (composting)

Yaitu pengolahan sampah menjadi pupuk (kompos), khususnya untuk sampah organik daun-daunan, sisa makanan, dan sampah lain yang dapat membusuk. Di daerah pedesaan hal ini sudah biasa, sedangkan di daerah perkotaan hal ini perlu dibudayakan. Apabila setiap anggota rumah tangga dibiasakan untuk memisahkan sampah organik dan an-organik, kemudian sampah organik diolah menjadi pupuk tanaman dapat dijual atau dipakai sendiri. Sedangkan sampah an-organik dibuang, dan akan segera dipungut oleh para pemulung. Dengan demikian maka masalah sampah akan berkurang.

2.5. Sumber Sampah

Berdasarkan sumbernya, Wibowo. Arianto dan Djajawinata. T. Darwin, (2007) membagi sampah menjadi dua kelompok yaitu:

1. Sampah domestik adalah sampah yang dihasilkan oleh kegiatan manusia secara langsung, contohnya sampah rumah tangga, pasar, sekolah dan sebagainya.


(43)

2. Sampah non domestik adalah sampah yang dihasilkan oleh kegiatan manusia secara tidak langsung, contohnya sampah pabrik, industri dan pertanian.

2.6. Daerah Aliran Sungai (DAS)

Daerah Aliran Sungai (DAS) didefinisikan sebagai suatu wilayah daratan yang merupakan satu kesatuan dengan sungai dan anak-anak sungainya, yang berfungsi menampung, menyimpan dan mengalirkan air yang berasal dari curah hujan ke danau atau ke laut secara alami, yang batas di darat merupakan pemisah topografis dan batas di laut sampai dengan daerah perairan yang masih terpengaruh aktivitas daratan (UU No 7 tahun 2004 tentang Sumberdaya Air).

Berdasarkan pengertian dari definisi tersebut maka DAS merupakan suatu wilayah daratan atau lahan yang mempunyai komponen topografi, batuan, tanah, vegetasi, air, sungai, iklim, hewan, manusia dan aktivitasnya yang berada pada, di bawah, dan di atas tanah. Sekalipun definisi atau pengertian DAS sama pada beberapa Peraturan Perundangan yang berbeda (Kehutanan dan Sumberdaya Air), namun implementasi dan pengejawantahannya dalam Pengelolaan DAS belum sama; sekaligus ini menjadi masalah pertama yang harus dituntaskan agar platform dan mainframe setiap kementerian, instansi, dan lembaga lainnya menjadi sama.

Menurut Suardji (2007), DAS adalah komponen pada permukaan bumi ysng dibatasi oleh punggungan perbukitan atau pegunungan di hulu sungai ke arah lembah di hilir. DAS oleh karenanya merupakan satu kesatuan sumberdaya darat tempat manusia beraktivitas untuk mendapatkan manfaatan darinya. Agar manfaat DAS


(44)

dapat diperoleh secara optimal dan berkelanjutan maka pengelolaan DAS harus direncanakan dan dilaksanakan dengan sebaik-baiknya.

DAS ialah istilah geografi mengenai sebatang sungai, anak sungai dan area tanah yang dipengaruhinya, batas wilayah DAS diukur dengan cara menghubungkan titik-titik tertinggi diantara wilayah aliran sungai yang satu dengan yang lainnya (Slamet, 2009; 108).

Batasan-batasan mengenai DAS berdasarkan fungsi, yaitu pertama DAS bagian hulu didasarkan pada fungsi konservasi yang dikelola untuk mempertahankan kondisi lingkungan DAS agar tidak terdegradasi, yang antara lain dapat diindikasikan dari kondisi tutupan vegetasi lahan DAS, kualitas air, kemampuan menyimpan air (debit) dan curah hujan. DAS bagian hulu mempunyai arti penting terutama dari segi lindungan fungsi tata air, karena itu setiap terjadinya kegiatan di daerah hulu akan menimbulkan dampak di daerah hilir dalam bentuk perubahan fluktuasi debit (Slamet, 2009; 108).

Menurut Slamet (2009; 109) masalah-masalah DAS di Indonesia yaitu: 1. Banjir

2. Produktivitas tanah menurun 3. Pengendapan lumpur pada waduk 4. Saluran irigasi

5. Proyek tenaga air

6. Penggunaan tanah tidak tepat (perladangan berpindah, pertanian lahan kering dan konservasi yang tidak tepat).


(45)

Faktor-faktor yang memengaruhi DAS di Indonesia: 1. Iklim

2. Jenis batuan yang dilalui DAS

3. Banyak sedikitnya air hujan yang jatuh ke alur DAS 4. Lereng DAS

5. Bentukan alam (mender, dataran dan delta)

2.7.Bencana Banjir

Menurut Setyawan (2008) banjir adalah salah satu proses alam, banjir terjadi karena debit air sungai yang sangat tinggi hingga melampaui daya tampung saluran sungai lalu meluap ke daerah sekitarnya. Debit air sungai yang tinggi terjadi kerana curah hujan yang tinggi, sementara itu, banjir juga dapat terjadi karena kesalahan manusia.

Sebagai proses alam, banjir adalah hal yang biasa terjadi dan merupakan bagian dari siklus hidrologi. Banjir tidak dapat dihindari dan pasti terjadi. Hal ini dapat kita lihat dari adanya dataran banjir pada sistem aliran sungai. saat banjit terjadi transportasi muatan sedimen dari daerah hulu sungai ke hilir dalam jumlah yang besar, muatan sedimen itu bersal dari erosi yang terjadi di derah pegunungan atau perbukitan.

Banjir akibat kesalahan manusia setidaknya disebabkan oleh dua hal, yaitu pengelolaan daerah hulu sungai yang buruk, dan pengolahan drainase yang buruk. Dalam siklus hidrologi, daerah hulu sebenarnya adalah daerah resapan air.


(46)

Pengolahan daerah hulu yang buruk menyebabkan air banyak mengalir sebagai air permukaan yang dapat menyebabkan banjir (Setyawan, 2008).

2.8.Sikap

Mekanisme mental yang mengevaluasi, membentuk pandangan, mewarnai perasaan dan akan ikut menentukan kecenderungan perilaku individu terhadap manusia lainnya atau sesuatu yang sedang dihadapi oleh individu, bahkan terhadap diri individu itu sendiri disebut fenomena sikap. Fenomena sikap yang timbul tidak saja ditentukan oleh keadaan objek yang sedang dihadapi tetapi juga dengan kaitannya dengan pengalaman-pengalaman masa lalu, oleh situasi di saat sekarang, dan oleh harapan-harapan untuk masa yang akan datang. Sikap manusia, atau untuk singkatnya disebut sikap, telah didefinisikan dalam berbagai versi oleh para ahli (Azwar, 2007; 87).

Thurstone dalam Azwar (2007) mendefinisikan sikap sebagai derajat afek positif atau afek negatif terhadap suatu objek psikologis. Sikap atau Attitude

senantiasa diarahkan pada suatu hal, suatu objek. Tidak ada sikap tanpa adanya objek (Gerungan, 2004). LaPierre mendefinisikan sikap sebagai suatu pola perilaku, tendensi, atau kesiapan antisipatif, predisposisi untuk menyesuaikan diri dalam situasi sosial, atau secara sederhana, sikap adalah respon terhadap stimuli sosial yang telah terkondisikan. Definisi Petty & Cacioppo secara lengkap mengatakan sikap adalah evaluasi umum yang dibuat manusia terhadap dirinya sendiri, orang lain, objek atau isu-isu (dalam Azwar, 2007; 89).


(47)

Menurut Fishben & Ajzen, sikap sebagai predisposisi yang dipelajari untuk merespon secara konsisten dalam cara tertentu berkenaan dengan objek tertentu. Sherif & Sherif menyatakan bahwa sikap menentukan keajegan dan kekhasan perilaku seseorang dalam hubungannya dengan stimulus manusia atau kejadiankejadian tertentu. Sikap merupakan suatu keadaan yang memungkinkan timbulnya suatu perbuatan atau tingkah laku (dalam Dayakisni & Hudaniah, 2003).

Azwar (2007; 89), menggolongkan definisi sikap dalam tiga kerangka pemikiran. Pertama, kerangka pemikiran yang diwakili oleh para ahli psikologi seperti Louis Thurstone, Rensis Likert dan Charles Osgood. Menurut mereka sikap adalah suatu bentuk evaluasi atau reaksi perasaan. Sikap seseorang terhadap suatu objek adalah perasaan mendukung atau memihak (favorable) maupun perasaan tidak mendukung atau tidak memihak (unfavorable) pada objek tersebut. Kedua, kerangka pemikiran ini diwakili oleh ahli seperti Chave, Bogardus, LaPierre, Mead dan Gordon Allport. Menurut kelompok pemikiran ini sikap merupakan semacam kesiapan untuk bereaksi terhadap suatu objek dengan cara-cara tertentu. Kesiapan yang dimaksud merupakan kecenderungan yang potensial untuk bereaksi dengan cara tertentu apabila individu dihadapkan pada suatu stimulus yang menghendaki adanya respon.

Ketiga, kelompok pemikiran ini adalah kelompok yang berorientasi pada skema triadik (triadic schema). Menurut pemikiran ini suatu sikap merupakan konstelasi komponen kognitif, afektif dan konatif yang saling berinteraksi didalam memahami, merasakan dan berperilaku terhadap suatu objek.


(48)

Jadi berdasarkan definisi di atas, dapat disimpulkan bahwa sikap adalah kecenderungan individu untuk memahami, merasakan, bereaksi dan berperilaku terhadap suatu objek yang merupakan hasil dari interaksi komponen kognitif, afektif dan konatif.

Azwar (2007; 47) menyatakan bahwa sikap memiliki 3 komponen yaitu: a. Komponen kognitif

Komponen kognitif merupakan komponen yang berisi kepercayaan seseorang mengenai apa yang berlaku atau apa yang benar bagi objek sikap.

b. Komponen afektif

Komponen afektif merupakan komponen yang menyangkut masalah emosional subjektif seseorang terhadap suatu objek sikap. Secara umum, komponen ini disamakan dengan perasaan yang dimiliki terhadap sesuatu.

c. Komponen perilaku

Komponen perilaku atau komponen konatif dalam struktur sikap menunjukkan bagaimana perilaku atau kecenderungan berperilaku yang ada dalam diri seseorang berkaitan dengan objek sikap yang dihadapinya.

2.8.1. Perwujudan sikap dalam perilaku

Werner dan Defleur (Azwar, 2007; 46) mengemukakan 3 postulat guna mengidentifikasikan tiga pandangan mengenai hubungan sikap dan perilaku, yaitu

postulat of consistency, postulat of independent variation, dan postulate of contigent consistency. Berikut ini penjelasan tentang ketiga postulat tersebut:


(49)

a. Postulat Konsistensi

Postulat konsistensi mengatakan bahwa sikap verbal memberi petunjuk yang cukup akurat untuk memprediksikan apa yang akan dilakukan seseorang bila dihadapkan pada suatu objek sikap. Jadi postulat ini mengasumikan adanya hubungan langsung antara sikap dan perilaku.

b. Postulat Variasi Independen

Postulat ini mengatakan bahwa mengetahui sikap tidak berarti dapat memprediksi perilaku karena sikap dan perilaku merupakan dua dimensi dalam diri individu yang berdiri sendiri, terpisah dan berbeda.

c. Postulat Konsistensi Kontigensi

Postulat konsistensi kontigensi menyatakan bahwa hubungan sikap dan perilaku sangat ditentukan oleh faktor-faktor situasional tertentu. Normanorma, peranan, keanggotaan kelompok dan lain sebagainya, merupakan kondisi ketergantungan yang dapat mengubah hubungan sikap dan perilaku.

Oleh karena itu, sejauh mana prediksi perilaku dapat disandarkan pada sikap akan berbeda dari waktu ke waktu dan dari satu situasi ke situasi lainnya. Postulat yang terakhir ini lebih masuk akal dalam menjelaskan hubungan sikap dan perilaku.

Apabila individu berada dalam situasi yang betul-betul bebas dari berbagai bentuk tekanan atau hambatan yang dapat mengganggu ekspresi sikapnya maka dapat diharapkan bahwa bentuk-bentuk perilaku yang ditampakkannya merupakan ekspresi sikap yang sebenarnya. Artinya, potensi reaksi sikap yang sudah terbentuk dalam diri individu itu akan muncul berupa perilaku aktual sebagai cerminan sikap yang


(50)

sesungguhnya terhadap sesuatu. Sebaliknya jika individu mengalami atau merasakan hambatan yang dapat mengganggu kebebasannya dalam mengatakan sikap yang sesungguhnya atau bila individu merasakan ancaman fisik maupun ancaman mental yang dapat terjadi pada dirinya sebagai akibat pernyataan sikap yang hendak dikemukakan maka apa yang diekspresikan oleh individu sebagai perilaku lisan atau perbuatan itu sangat mungkin tidak sejalan dengan sikap hati nuraninya, bahkan dapat sangat bertentangan dengan apa yang dipegangnya sebagai suatu keyakinan.

Semakin kompleks situasinya dan semakin banyak faktor yang menjadi pertimbangan dalam bertindak maka semakin sulitlah mempediksikan perilaku dan semakin sulit pula menafsirkannya sebagai indikator (Azwar, 2007; 47).

2.9.Pengertian Kebijakan

Kebijakan adalah rangkaian konsep dan asas yang menjadi garis besar dan dasar rencana dalam pelaksanaan suatu pekerjaan kepemimpinan, dan cara bertindak (tentang organisasi, atau pemerintah), pernyataan cita-cita, tujuan, prinsip atau maksud sebagai garis pedoman untuk manajemen/administrasi dalam usaha mencapai sasaran tertentu (Pustaka, 1991).

Kebijakan Publik adalah serangkaian tindakan yang ditetapkan dan dilaksanakan pemerintah yang mempunyai tujuan atau berorientasi pada tujuan tertentu demi kepentingan rakyat (Euleu dan Prewit, 1973).

Dunn (2003; 20) menyebutkan bahwa kebijakan publik adalah kebijakan-kebijakan yang dibuat oleh pemerintah sebagai pembuat kebijakan-kebijakan untuk mencapai


(51)

tujuan-tujuan tertentu di masyarakat di mana dalam penyusunannya melalui berbagai tahapan.

Proses analisis kebijakan adalah serangkaian aktivitas intelektual yang dilakukan di dalam proses kegiatan yang pada dasarnya bersifat politis. Aktivitas politis tersebut dijelaskan sebagai proses pembuatan kebijakan dan divisualisasikan sebagai tahap yang saling bergantung yang diatur menurut urutan waktu. Proses analisis kebijakan yaitu antara lain:

2.9.1. Penyusunan Agenda

Agenda setting adalah sebuah fase dan proses yang sangat strategis dalam realitas kebijakan publik. Dalam proses inilah memiliki ruang untuk memaknai apa yang disebut sebagai masalah publik dan prioritas dalam agenda publik dipertarungkan. Jika sebuah isu berhasil mendapatkan status sebagai masalah publik dan mendapatkan prioritas dalam agenda publik, maka isu tersebut berhak mendapatkan alokasi sumber daya publik yang lebih daripada isu lain.

Dalam agenda setting juga sangat penting untuk menentukan suatu isu publik yang akan diangkat dalam suatu agenda pemerintah. Isu kebijakan (policy issues)

sering disebut juga sebagai masalah kebijakan (policy problem). Policy issues

biasanya muncul karena telah terjadi silang pendapat di antara para aktor mengenai arah tindakan yang telah atau akan ditempuh, atau pertentangan pandangan mengenai karakter permasalahan tersebut, isu kebijakan merupakan produk atau fungsi dari adanya perdebatan baik tentang rumusan, rincian, penjelasan maupun penilaian atas


(52)

suatu masalah tertentu. Namun tidak semua isu bisa masuk menjadi suatu agenda kebijakan.

Ada beberapa kriteria isu yang bisa dijadikan agenda kebijakan publik (Kimber, dll, 1974), yaitu:

1. Telah mencapai titik kritis tertentu jika diabaikan, akan menjadi ancaman yang serius

2. Telah mencapai tingkat partikularitas tertentu berdampak dramatis

3. Menyangkut emosi tertentu dari sudut kepentingan orang banyak (umat manusia) dan mendapat dukungan media massa

4. Menjangkau dampak yang amat luas

5. Mempermasalahkan kekuasaan dan keabsahan dalam masyarakat

6. Menyangkut suatu persoalan yang fasionable (sulit dijelaskan, tetapi mudah dirasakan kehadirannya)

Karakteristik para pejabat yang dipilih dan diangkat menempatkan masalah pada agenda publik. Banyak masalah tidak disentuh sama sekali, sementara lainnya ditunda untuk waktu lama.

Ilustrasi legislator negara dan kosponsornya menyiapkan rancangan undang-undang mengirimkan ke Komisi Kesehatan dan Kesejahteraan untuk dipelajari dan disetujui. Rancangan berhenti di komite dan tidak terpilih.

Penyusunan agenda kebijakan sebaiknya dilakukan berdasarkan tingkat urgensi dan esensi kebijakan, juga keterlibatan stakeholder. Sebuah kebijakan tidak boleh mengaburkan tingkat urgensi, esensi, dan keterlibatan stakeholder.


(53)

2.9.2. Formulasi Kebijakan

Masalah yang sudah masuk dalam agenda kebijakan kemudian dibahas oleh para pembuat kebijakan. Masalah-masalah tadi didefinisikan untuk kemudian dicari pemecahan masalah yang terbaik. Pemecahan masalah tersebut berasal dari berbagai alternatif atau pilihan kebijakan yang ada. Sama halnya dengan perjuangan suatu masalah untuk masuk dalam agenda kebijakan, dalam tahap perumusan kebijakan masing-masing alternatif bersaing untuk dapat dipilih sebagai kebijakan yang diambil untuk memecahkan masalah.

2.9.3. Adopsi/ Legitimasi Kebijakan

Tujuan legitimasi adalah untuk memberikan otorisasi pada proses dasar pemerintahan. Jika tindakan legitimasi dalam suatu masyarakat diatur oleh kedaulatan rakyat, warga negara akan mengikuti arahan pemerintah. Namun warga negara harus percaya bahwa tindakan pemerintah yang sah.

2.9.4. Penilaian/ Evaluasi Kebijakan

Secara umum evaluasi kebijakan dapat dikatakan sebagai kegiatan yang menyangkut estimasi atau penilaian kebijakan yang mencakup substansi, implementasi dan dampak. Dalam hal ini, evaluasi dipandang sebagai suatu kegiatan fungsional. Artinya evaluasi kebijakan tidak hanya dilakukan pada tahap akhir saja, melainkan dilakukan dalam seluruh proses kebijakan. Dengan demikian, evaluasi kebijakan bisa meliputi tahap perumusan masalah-masalah kebijakan, program-program yang diusulkan untuk menyelesaikan masalah kebijakan, implementasi, maupun tahap dampak kebijakan.


(54)

Menurut Dunn (2003; 1) analisis kebijakan menerangkan karakteristik dan peranan kebijakan dalam memecahkan masalah dan mengurangi elemen-elemen analisis kebijakan sebagai proses pengkajian.

2.10. Jenis Kebijakan dan Kegiatan

Jenis dan tingkat partisipasi masyarakat akan berbeda, tergantung pada jenis kebijakan atau kegiatan. Untuk memudahkan identifikasi jenis dan tingkat partisipasi masyarakat dalam kebijakan atau kegiatan, Bank Dunia memperkenalkan social assessment yang umumnya mengelompokkan empat jenis kebijakan atau kegiatan berdasarkan karakteristik hasil dan dampak sosialnya, yaitu: (1) indirect social benefits and direct socialcosts; (2) significant uncertainty or risks; (3) large number of beneficiaries and few socialcost; dan (4) targeted assistance.

Indirect benefits, direct social cost, kebijakan atau kegiatan yang memberi manfaat tidak langsung kepada masyarakat, tetapi menimbulkan biaya sosial. Contohnya, antara lain pembangunan insfrastruktur, keanekaragaman hayati,

structural adjustment, dan privatisasi.

Significant uncertainty or risk, kebijakan untuk menyelesaikan masalah yang bentuk penyelesaiannya belum jelas dan tidak cukup tersedia informasi serta komitmen dari kelompok sasaran. Contohnya, antara lain intervensi/ pembangunan wilayah pasca konflik.

Large number of beneficiaries and few social cost, kebijakan atau kegiatan yang jumlah penerima manfaat atau dampaknya sangat besar, tetapi hanya sedikit


(55)

menimbulkan biaya sosial. Contoh kegiatan ini antara lain pembangunan kesehatan, pendidikan, penyuluhan pertanian, dan desentralisasi.

Targeted assistance, kebijakan atau kegiatan yang kelompok dan jumlah penerima manfaat atau dampaknya telah terdefinisikan secara jelas. Contoh kegiatan ini antara lain penanggulangan kemiskinan di suatu wilayah, penanganan pengungsi, reformasi kelembagaan (institutional reform), dan korban bencana alam (Direktorat Pengairan dan Irigasi, 2007).

2.11. Implementasi Kebijakan ( Edward III )

Implementasi kebijakan merupakan kegiatan yang kompleks dengan begitu banyak faktor yang memepengaruhi keberhasilan suatu implementasi kebijakan. Dalam mengkaji implementasi kebijakan publik, Edward III mulai dengan mengajukan dua pertanyaan, yakni:

1. What is the precondition for successful policy implementation?

2. What are the primary obstacles to successful policy implementation?

George C. Edward III berusaha menjawab dua pertanyaan tersebut dengan mengkaji empat faktor atau variabel dari kebijakan yaitu struktur birokrasi, sumber daya, komunikasi, disposisi.

2.11.1. Struktur Birokrasi

Birokrasi merupakan salah satu institusi yang paling sering bahkan secara keseluruhan menjadi pelaksana kegiatan. Keberadaan birokrasi tidak hanya dalam struktur pemerintah, tetapi juga ada dalam organisasi-organisasi swasta, institusi


(56)

pendidikan dan sebagainya. Bahkan dalam kasus-kasus tertentu birokrasi diciptakan hanya untuk menjalankan suatu kebijakan tertentu. Ripley dan Franklin dalam Nugroho (2008; 447) mengidentifikasi enam karakteristik birokrasi sebagai hasil pengamatan terhadap birokrasi di Amerika Serikat, yaitu:

1. Birokrasi diciptakan sebagai instrumen dalam menangani keperluan-keperluan publik (public affair).

2. Birokrasi merupakan institusi yang dominan dalam implementasi kebijakan publik yang mempunyai kepentingan yang berbeda-beda dalam setiap hierarkinya.

3. Birokrasi mempunyai sejumlah tujuan yang berbeda.

4. Fungsi birokrasi berada dalam lingkungan yang kompleks dan luas.

5. Birokrasi mempunyai naluri bertahan hidup yang tinggi dengan begitu jarang ditemukan birokrasi yang mati.

6. Birokrasi bukan kekuatan yang netral dan tidak dalam kendali penuh dari pihak luar.

Implementasi kebijakan yang bersifat kompleks menuntut adanya kerjasama banyak pihak. Ketika strukur birokrasi tidak kondusif terhadap implementasi suatu kebijakan, maka hal ini akan menyebabkan ketidakefektifan dan menghambat jalannya pelaksanaan kebijakan.

Berdasarkan penjelasan di atas, maka memahami struktur birokrasi merupakan faktor yang fundamental untuk mengkaji implementasi kebijakan publik. Menurut Edwards III dalam Nugroho (2008; 447) terdapat dua karakteristik utama


(57)

dari birokrasi yakni Standard Operational Procedure (SOP) dan fragmentasi merupakan perkembangan dari tuntutan internal akan kepastian waktu, sumber daya serta kebutuhan penyeragaman dalam organisasi kerja yang kompleks dan luas. (Nugroho, 2008). Ukuran dasar SOP atau prosedur kerja ini biasa digunakan untuk menanggulangi keadaan-keadaan umum diberbagai sektor publik dan swasta. Dengan menggunakan SOP, para pelaksana dapat mengoptimalkan waktu yang tersedia dan dapat berfungsi untuk menyeragamkan tindakan-tindakan pejabat dalam organisasi yang kompleks dan tersebar luas, sehingga dapat menimbulkan fleksibilitas yang besar dan kesamaan yang besar dalam penerapan peraturan.

Berdasakan hasil penelitian Edward III yang dirangkum oleh Nugroho (2008;447) menjelaskan bahwa SOP sangat mungkin dapat menjadi kendala bagi implementasi kebijakan baru yang membutuhkan cara-cara kerja baru atau tipe-tipe personil baru untuk melaksanakan kebijakan-kebijakan. Dengan begitu, semakin besar kebijakan membutuhkan perubahan dalam cara-cara yang lazim dalam suatu organisasi, semakin besar pula probabilitas SOP menghambat implementasi.

Sifat kedua dari struktur birokrasi yang berpengaruh dalam pelaksanaan kebijakan adalah fragmentasi. Edward III dalam Nugroho (2008; 447) menjelaskan bahwa fragmentasi merupakan penyebaran tanggung jawab suatu kebijakan kepada beberapa badan yang berbeda sehingga memerlukan koordinasi. Pada umumnya, semakin besar koordinasi yang diperlukan untuk melaksanakan kebijakan, semakin berkurang kemungkinan keberhasilan program atau kebijakan. Fragmentasi mengakibatkan pandangan-pandangan yang sempit dari banyak lembaga birokrasi.


(58)

Hal ini akan menimbulkan konsekuensi pokok yang merugikan bagi keberhasilan implementasi kebijakan. Berikut hambatan-hambatan yang terjadi dalam fregmentasi birokrasi berhubungan dengan implementasi kebijakan publik (Nugroho, 2008; 448):

Pertama, tidak ada otoritas yang kuat dalam implementasi kebijakan karena terpecahnya fungsi-fungsi tertentu ke dalam lembaga atau badan yang berbeda-beda. Di samping itu, masing-masing badan mempunyai yurisdiksi yang terbatas atas suatu bidang, maka tugas-tugas yang penting mungkin akan terlantarkan dalam berbagai agenda birokrasi yang menumpuk”.

Kedua, pandangan yang sempit dari badan yang mungkin juga akan menghambat perubahan. Jika suatu badan mempunyai fleksibilitas yang rendah dalam misi-misinya, maka badan itu akan berusaha mempertahankan esensinya dan besar kemumgkinan akan menentang kebijakan-kebijakan baru yang membutuhkan perubahan.

2.11.2. Sumber Daya

Edwards III (1980:11) mengkategorikan sumber daya organisasi terdiri dari

Staff, information, authority, facilities; building, equipment, land and supplies.

Edward III (1980) mengemukakan bahwa sumberdaya tersebut dapat diukur dari aspek kecukupan yang didalamnya tersirat kesesuaian dan kejelasan Insufficient resources will mean that laws will not be enforced, services will not be provided and reasonable regulation will not be developed. Sumber daya diposisikan sebagai input


(59)

ekonomis dan teknologis. Secara ekonomis, sumber daya bertalian dengan biaya atau pengorbanan langsung yang dikeluarkan oleh organisasi yang merefleksikan nilai atau kegunaan potensial dalam transformasinya ke dalam output. Sedang secara teknologis, sumberdaya bertalian dengan kemampuan transformasi dari organisasi”. (Tachjan, 2006)

2.11.3. Disposisi

Menurut Edward III dalam Nugroho (2008; 447) mengemukakan kecenderungan-kecenderungan atau disposisi merupakan salah-satu faktor yang mempunyai konsekuensi penting bagi implementasi kebijakan yang efektif. Jika para pelaksana mempunyai kecenderungan atau sikap positif atau adanya dukungan terhadap implementasi kebijakan maka terdapat kemungkinan yang besar implementasi kebijakan akan terlaksana sesuai dengan keputusan awal. Demikian sebaliknya, jika para pelaksana bersikap negatif atau menolak terhadap implementasi kebijakan karena konflik kepentingan maka implementasi kebijakan akan menghadapi kendala yang serius.

Bentuk penolakan dapat bermacam-macam seperti yang dikemukakan Edward III tentang ”zona ketidakacuhan” dimana para pelaksana kebijakan melalui keleluasaanya (diskresi) dengan cara yang halus menghambat implementasi kebijakan dengan cara mengacuhkan, menunda dan tindakan penghambatan lainnya.

Faktor-faktor yang menjadi perhatian Edward III dalam Agustinus (2006) mengenai disposisi dalam implementasi kebijakan terdiri dari:


(60)

1. Pengangkatan birokrasi. Disposisi atau sikap pelaksana akan menimbulkan hambatan-hambatan yang nyata terhadap implementasi kebijakan bila personel yang ada tidak melaksanakan kebijakan yang diinginkan oleh pejabat-pejabat yang lebih atas. Karena itu, pengangkatan dan pemilihan personel pelaksana kebijakan haruslah orang-orang yang memiliki dedikasi pada kebijakan yang telah ditetapkan, lebih khusus lagi pada kepentingan warga masyarakat.

2. Insentif merupakan salah-satu teknik yang disarankan untuk mengatasi masalah sikap para pelaksana kebijakan dengan memanipulasi insentif. Pada dasarnya orang bergerak berdasarkan kepentingan dirinya sendiri, maka memanipulasi insentif oleh para pembuat kebijakan mempengaruhi tindakan para pelaksana kebijakan. Dengan cara menambah keuntungan atau biaya tertentu mungkin akan menjadi faktor pendorong yang membuat para pelaksana menjalankan perintah dengan baik. Hal ini dilakukan sebagai upaya memenuhi kepentingan pribadi atau organisasi.

2.11.4. Komunikasi

Menurut Agustino (2006) komunikasi merupakan salah-satu variabel penting yang mempengaruhi implementasi kebijakan publik, komunikasi sangat menentukan keberhasilan pencapaian tujuan dari implementasi kebijakan publik. Implementasi yang efektif akan terlaksana, jika para pembuat keputusan mengetahui mengenai apa yang akan mereka kerjakan. Infromasi yang diketahui para pengambil keputusan


(61)

hanya bisa didapat melalui komunikasi yang baik. Terdapat tiga indikator yang dapat digunakan dalam mengkur keberhasilan variabel komunikasi. Edward III dalam Agustino (2006) mengemukakan tiga variabel tersebut yaitu:

1. Transmisi. Penyaluran komunikasi yang baik akan dapat menghasilkan suatu implementasi yang baik pula. Seringkali terjadi masalah dalam penyaluran komunikasi yaitu adanya salah pengertian (miskomunikasi) yang disebabkan banyaknya tingkatan birokrasi yang harus dilalui dalam proses komunikasi, sehingga apa yang diharapkan terdirtorsi di tengah jalan.

2. Kejelasan. Komunikasi yang diterima oleh pelaksana kebijakan ( street-level-bureaucrats) harus jelas dan tidak membingungkan atau tidak ambigu/mendua.

3. Konsistensi. Perintah yang diberikan dalam pelaksanaan suatu komunikasi harus konsisten dan jelas untuk ditetapkan atau dijalankan. Jika perintah yang diberikan sering berubah-ubah, maka dapat menimbulkan kebingungan bagi pelaksana di lapangan.

Berdasarkan hasil penelitian Edward III yang dirangkum dalam Nugroho (2008:127) Terdapat beberapa hambatan umum yang biasa terjadi dalam transmisi komunikasi yaitu Pertama, terdapat pertentangan antara pelaksana kebijakan dengan perintah yang dikeluarkan oleh pembuat kebijakan. Pertentangan seperti ini akan mengakibatkan distorsi dan hambatan yang langsung dalam komunikasi kebijakan. Kedua, informasi yang disampaikan melalui berlapis-lapis hierarki birokrasi. Distorsi komunikasi dapat terjadi karena panjangnya rantai informasi yang dapat


(62)

mengakibatkan bias informasi. Ketiga, masalah penangkapan informasi juga diakibatkan oleh persepsi dan ketidakmampuan para pelaksana dalam memahami persyaratan-persyaratan suatu kebijakan.

Menurut Nugroho (2008; 448) Faktor-faktor yang mendorong ketidakjelasan informasi dalam implementasi kebijakan publik biasanya karena kompleksitas kebijakan, kurangnya konsensus mengenai tujuan-tujuan kebijakan publik, adanya masalah-masalah dalam memulai kebijakan yang baru serta adanya kecenderungan menghindari pertanggungjawaban kebijakan.

Dalam mengelola komunikasi yang baik perlu dibangun dan dikembangkan saluran komunikasi yang efektif. Semakin baik pengembangan saluran-saluran komunikasi yang dibangun, maka semakin tinggi probabilitas perintah-perintah tersebut diteruskan secara benar.

Dalam kejelasan informasi biasanya terdapat kecenderungan untuk mengaburkan tujuan-tujuan informasi oleh pelaku kebijakan atas dasar kepentingan sendiri dengan cara mengintrepetasikan informasi berdasarkan pemahaman sendiri-sendiri. Cara untuk mengantisipasi tindakan tersebut adalah dengan membuat prosedur melalui pernyataan yang jelas mengenai persyaratan, tujuan, menghilangkan pilihan dari multi intrepetasi, melaksanakan prosedur dengan hati-hati dan mekanisme pelaporan secara terinci.

Faktor komunikasi sangat berpengaruh terhadap penerimaan kebijakan oleh kelompok sasaran, sehingga kualitas komunikasi akan mempengaruhi dalam mencapai efektivitas implementasi kebijakan publik. Dengan demikian, penyebaran


(1)

2,909

1,000

,01

,00

,00

,074

6,261

,98

,08

,06

,016

13,306

,01

,92

,94

Dimension

1

2

3

Model

1

Eigenvalue

Condition

Index

(Constant)

sikap kategori

kebijakan

kategori

Dependent Variable: Perilaku Kategori

a.

Residuals Statistics

a

,84

2,75

1,94

,720

100

-1,530

1,120

,000

1,000

100

,054

,145

,086

,028

100

,80

2,74

1,94

,721

100

-,79

1,16

,00

,516

100

-1,520

2,227

,000

,990

100

-1,528

2,265

,002

1,002

100

-,80

1,20

,00

,529

100

-1,538

2,315

,002

1,012

100

,058

6,614

1,980

1,997

100

,001

,062

,009

,015

100

,001

,067

,020

,020

100

Predicted Value

Std. Predicted Value

Standard Error of

Predicted Value

Adjusted Predicted Value

Residual

Std. Residual

Stud. Residual

Deleted Residual

Stud. Deleted Residual

Mahal. Distance

Cook's Distance

Centered Leverage Value

Minimum

Maximum

Mean

Std. Deviation

N

Dependent Variable: Perilaku Kategori

a.


(2)

Charts

Scatterplot

Dependent Variable: Perilaku Kateg

Regression Standardized Predicted Value

1,5 1,0 ,5 0,0 -,5 -1,0 -1,5 -2,0

R

egr

essi

on S

tude

nt

ize

d R

esi

du

al

3

2

1

0

-1


(3)

3 2 1 3 2 1 1 1 2 1 3 3 1 3 3 1 3 1 3 2 1 1 3 1

4 3 1 5 3 3 3 3 3 3 3 3 1 2 3 3 1 3 3 3 1 1 3 1

5 3 2 3 1 1 1 1 1 1 1 3 1 3 1 3 3 1 1 1 1 1 1 1

6 1 2 4 2 3 3 2 2 1 1 3 1 3 3 3 3 1 3 2 1 1 1 1

7 1 1 3 2 3 3 3 2 3 3 3 3 3 3 1 3 3 1 3 3 3 3 3

8 2 1 4 3 3 3 3 3 3 3 3 3 2 1 3 3 3 3 3 3 3 3 3

9 2 1 3 3 1 3 1 1 1 3 3 1 3 1 1 3 1 3 3 1 1 3 1

10 3 1 5 3 3 3 3 3 3 3 3 1 3 3 3 3 3 3 3 1 1 3 1

11 3 2 4 1 1 2 1 1 1 1 3 1 1 3 1 3 1 1 1 1 1 1 1

12 3 2 4 2 3 3 2 2 1 1 3 1 1 1 2 3 1 3 2 1 1 1 1

13 2 2 4 1 3 3 3 1 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 1 3 3 3 3

14 2 1 4 1 1 1 1 1 1 1 3 1 3 2 3 2 1 1 1 1 1 1 1

15 2 1 3 2 3 3 2 2 1 1 3 1 3 3 1 1 1 3 2 1 1 1 1

16 2 1 4 1 3 3 3 1 3 3 3 3 1 2 3 2 3 3 1 3 3 3 3

17 1 1 4 2 3 3 2 2 1 1 3 1 3 1 1 2 1 2 2 1 1 1 1

18 2 1 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 1 3 2 3 3 3 3 3 3 3

19 1 1 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 2 1 3 3 3 3 3 3 3 3

20 2 2 4 1 1 2 1 1 1 3 3 1 3 2 1 3 1 2 3 1 1 3 1

21 1 1 4 1 1 2 1 1 1 1 3 1 1 1 3 1 1 1 1 1 1 1 1

22 3 1 4 3 3 3 2 3 1 1 3 1 1 3 1 3 1 3 3 1 1 1 1


(4)

26 2 1 4 1 1 2 1 1 1 1 3 1 2 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1

27 2 1 3 3 3 3 2 3 1 1 3 1 3 3 3 1 1 3 3 1 1 1 1

28 1 2 4 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 1 2 3 2 3 3 3 3 3

29 2 2 4 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 2 2 2 3 3 3 3 3 3 3

30 3 2 3 1 1 3 1 1 1 3 1 1 2 1 1 2 1 3 1 1 1 3 1

31 3 1 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 1 3 3 1 3 3 3 3 3

32 1 1 4 1 1 3 1 1 1 3 1 1 1 2 2 3 1 3 3 1 1 3 1

33 1 1 4 1 1 2 1 1 1 1 3 1 3 1 1 3 1 1 1 1 1 1 1

34 2 1 4 2 3 1 2 2 1 1 3 1 3 1 3 3 1 3 2 1 1 1 1

35 2 1 3 3 3 2 3 3 3 3 2 3 1 3 1 1 3 3 3 3 3 3 3

36 3 1 4 1 1 1 1 1 1 1 3 1 3 1 3 1 1 1 1 1 1 1 1

37 3 1 5 3 3 3 3 3 3 3 2 1 1 2 3 1 3 3 3 1 1 3 1

38 3 2 4 1 1 1 1 1 1 1 3 1 3 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1

39 2 1 4 3 3 3 3 3 3 3 2 3 3 2 3 1 3 3 3 3 3 3 3

40 2 2 4 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 2 3 1 3 3 3 3 3 3 3

41 2 1 4 3 1 2 1 3 1 3 3 1 1 3 3 3 1 2 3 1 1 3 1

42 2 2 3 3 3 3 3 3 3 3 1 3 3 3 1 3 3 2 3 3 3 3 3

43 1 2 4 1 1 1 1 1 1 3 1 1 3 2 3 3 1 3 1 1 1 3 1

44 2 1 5 1 1 1 1 1 1 1 3 1 2 2 1 1 1 1 1 1 1 1 1

45 1 1 4 2 3 3 2 2 1 1 3 1 3 1 3 1 1 3 2 1 1 1 1

46 2 2 4 3 3 2 3 3 3 3 1 3 1 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3

47 1 2 4 1 1 3 1 1 1 1 1 1 3 3 3 3 1 1 1 1 1 1 1

48 3 1 3 3 3 3 3 3 3 3 3 1 3 3 3 1 3 3 3 1 1 3 1

49 3 1 4 2 3 3 2 2 1 1 3 1 1 1 1 3 1 3 2 1 1 1 1

50 3 2 3 3 3 3 3 3 3 3 2 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3


(5)

56 2 1 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 1 1 3 1 3 3 3 3 3

57 3 1 4 1 1 1 1 1 1 3 2 1 2 2 1 1 1 3 1 1 1 3 1

58 3 1 4 2 3 2 2 2 1 1 3 1 3 3 1 1 1 3 2 1 1 1 1

59 1 2 4 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 1 1 1 3 3 3 3 3 3 3

60 1 1 4 1 1 1 1 1 1 1 2 1 1 1 1 3 1 1 1 1 1 1 1

61 2 1 3 2 3 3 2 2 1 1 3 1 3 3 1 3 1 3 2 1 1 1 1

62 2 2 4 3 3 3 3 3 3 3 1 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3

63 3 2 5 2 3 3 2 2 1 1 1 1 2 3 1 3 1 3 2 1 1 1 1

64 3 2 4 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 1 1 3 3 3 3 3 3 3 3

65 3 1 4 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 1 3 3 3 1 3 3 3 3 3

66 2 1 4 1 1 1 1 1 1 3 1 1 1 3 3 1 1 3 1 1 1 3 1

67 2 1 4 1 1 1 1 1 1 1 3 1 3 3 1 1 1 1 1 1 1 1 1

68 3 1 3 2 3 3 2 2 1 1 1 1 3 2 3 3 1 3 2 1 1 1 1

69 3 1 4 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 2 3 3 3 3 3 3 3 3 3

70 3 1 5 1 1 1 1 1 1 1 3 1 1 1 1 3 1 1 1 1 1 1 1

71 2 2 4 3 3 3 3 3 3 3 3 1 3 3 3 2 3 3 3 1 1 3 1

72 2 1 5 1 1 1 1 1 1 1 3 1 2 1 1 3 1 1 1 1 1 1 1

73 2 2 4 2 3 3 2 2 1 1 1 1 2 3 1 1 1 3 2 1 1 1 1

74 2 2 4 3 3 3 3 3 3 3 1 3 1 1 3 1 3 3 3 3 3 3 3

75 1 1 4 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 1 1 3 3 3 3 3 3 3 3


(6)

78 2 1 4 3 3 3 3 3 3 3 3 3 1 1 3 3 3 3 3 3 3 3 3

79 1 1 5 3 3 3 2 3 1 1 2 1 2 3 3 3 1 3 3 1 1 1 1

80 3 1 4 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 1 1 3 3 3 3 3 3 3 3

81 3 2 4 3 3 3 3 3 3 3 1 3 1 3 1 3 3 1 3 3 3 3 3

82 2 1 4 1 1 1 1 1 1 3 3 1 3 1 1 3 1 1 1 1 1 3 1

83 2 1 3 1 1 1 1 1 1 1 2 1 2 3 3 1 1 1 1 1 1 1 1

84 2 1 4 2 3 3 2 2 1 1 3 1 1 1 1 3 1 3 2 1 1 1 1

85 2 1 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3

86 2 2 5 3 3 3 3 1 3 3 2 1 3 3 3 3 3 3 3 1 1 3 1

87 1 1 4 1 1 1 1 1 1 1 2 1 2 1 2 3 1 1 1 1 1 1 1

88 3 1 4 3 3 3 3 3 3 3 2 3 2 3 2 3 3 3 3 3 3 3 3

89 3 1 4 3 3 3 3 3 3 3 3 3 2 1 1 3 3 1 3 3 3 3 3

90 3 1 4 1 1 3 1 1 1 3 2 1 2 3 1 3 1 3 1 1 1 3 1

91 2 2 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 1 3 3 3 3 3 3 3 3 3

92 2 2 4 1 1 3 1 1 1 3 2 1 3 2 2 2 1 1 1 1 1 3 1

93 2 2 5 1 1 3 1 1 1 1 1 1 1 2 1 3 1 1 1 1 1 1 1

94 2 1 4 3 3 3 2 3 1 1 2 1 3 1 2 3 1 3 3 1 1 1 1

95 1 1 4 3 3 1 3 3 3 3 2 3 1 1 1 3 3 3 3 3 3 3 3

96 2 1 4 2 3 1 3 2 3 3 3 3 1 1 3 3 3 3 2 3 3 3 3

97 3 1 3 1 1 1 1 1 1 3 1 1 3 2 1 2 1 3 1 1 1 3 1

98 3 1 4 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 2 3 1 2 1 1 1 1 1

99 1 1 3 2 3 3 2 2 1 1 2 1 1 3 1 3 1 1 2 1 1 1 1