19 baik dan sesusai dengan kebijakan yang sudah ditetapkam agar dapat
menetapatkan sasaran kerja dengan efektif dan efisien.
5. Tujuan Evaluasi Kinerja
Evaluasi kinerja merupakan sistem formal yang digunakan untuk mengevaluasi
kinerja pegawai secara periodik yang ditentukan oleh organisasi. Adapun tujuan dari evaluasi kinerja menurut Ivancevich Darma, 2009:14 antara lain:
a. Pengembangan
Dapat digunakan untuk menentukan pegawai yang perlu ditraining dan membantu evaluasi hasil training. Dan juga dapat membantu pelaksanaan
Konseling antara atasan dan bawahan sehingga dapat dicapai usaha-usaha pemecahan masalah yang dihadapi pegawai.
b. Pemberian Penghargaan
Dapat digunnakan untuk proses penentuan kenaikan gaji, insentif dan promosi. Berbagai organisasi juga menggunakan untuk memberhentikan
pegawai. c.
Motivasi Dapat digunakan untuk memotivasi pegawai, mengembangkan inisiatif, rasa
tanggung jawab sehingga mereka terdorong untuk meningkatkan kinerjanya. d.
Perencanaan SDM Dapat bermanfaat bagi pengembangan keahlian dan keterampilan serta
perencanaan SDM.
20 e.
Kompensasi Dapat memberikan informasi yang digunakan untuk menentukan apa yang
harus diberikan kepada pegawai yang berkinerja tinggi atau rendah dan bagaimana prinsip pemberian kompensasi yang adil.
f. Komunikasi
Evaluasi merupakan dasar untuk komunikasi yang berkelanjutan antara atasan dan bawahan menyangkut kinerja pegawai
Berdasarkan pendapat di atas, sistem evaluasi kinerja sebagaimana yang
dikembangkan di atas sangat membantu sebuah manajemen kerja baik instansi pemerintah maupun swasta untuk memperbaiki kinerja pegawai yang kurang
maksimal, tujuan evaluasi kinerja ini untuk membangun semangat kerja para pegawai dan mempertahankan kinerja yang baik dan memperbaiki komuniasi
kerja.
6. Metode Evaluasi Kinerja
Menurut Mondy Noe 2005 masalah yang berkaitan dengan evaluasi kinerja
yaitu: a.
Rating Scales Menilai kinerja pegawai dengan menggunakan skala untuk mengukur faktor-
faktor kinerja performance factor. Misalnya dalam mengukur tingkat inisiatif dan tanggung jawab pegawai. Skala yang digunakan adalah 1 sampai
5, yaitu 1 adalah yang terburuk dan 5 adalah yang terbaik. Jika tingkat inisiatif dan tanggung jawab pegawai tersebut biasa saja, maka ia diberi nilai
3 atau 4 dan begitu seterusnya untuk menilai faktor-faktor kinerja lainnya.
21 b.
Critical Incidents Evaluator mencatat mengenai apa saja perilakupencapaian terbaik dan
terburuk extremely good or bad behaviour pegawai. Dalam metode ini, penilai harus menyimpan catatan tertulis tentang tindakan-tindakan atau
prilaku kerja yang sangat positif high favorable dan perilaku kerja yang sangat negatif high unfavorable selama periode penilaian.
c. Essay
Evaluator menulis deskripsi mengenai kekuatan dan kelemahan karyawan, kinerjanya pada masa lalu, potensinya dan memberikan saran-saran untuk
pengembangan pekerja tersebut. Metode ini cenderung lebih memusatkan perhatian pada perilaku ekstrim dalam tugas-tugas karyawan dari pada
pekerjaan atau kinerja rutin yang mereka lakukan dari hari ke hari. Penilaian seperti ini sangat tergantung kepada kemampuan menulis seorang penilai.
d. Work standard
Metode ini membandingkan kinerja setiap karyawan dengan standar yang telah ditetapkan sebelumnya atau dengan tingkat keluaran yang diharapkan.
Standar mencerminkan keluaran normal dari seorang pekerja yang berprestasi rata-rata, yang bekerja pada kecepatan atau kondisi normal. Agar standar ini
dianggap objektif, para pekerja harus memahami secara jelas bagaimana standar yang ditetapkan
e. Ranking
Penilai menempatkan seluruh pekerja dalam satu kelompok sesuai dengan peringkat yang disusun berdasarkan kinerja secara keseluruhan. Contohnya,
pekerja terbaik dalam satu bagian diberi peringkat paling tinggi dan pekerja
22 yang paling buruk prestasinya diletakkan di peringkat paling bawah.
Kesulitan terjadi bila pekerja menunjukkan prestasi yang hampir sama atau sebanding.
f. Forced distribution
Penilai harus memasukkan individu dari kelompok kerja ke dalam sejumlah kategori yang serupa dengan sebuah distribusi frekuensi normal. Contoh para
pekerja yang termasuk ke dalam 10 persen terbaik ditempatkan ke dalam kategori tertinggi, 20 persen terbaik sesudahnya ke dalam kategori
berikutnya, 40 persen berikutnya ke dalam kategori menengah, 20 persen sesudahnya ke dalam kategori berikutnya, dan 10 persen sisanya ke dalam
kategori terendah. Bila sebuah departemen memiliki pekerja yang semuanya berprestasi istimewa, atasan dipaksa untuk memutuskan siapa yang harus
dimasukan ke dalam kategori yang lebih rendah. g.
Behaviourally Anchored Rating Scales BARS Evaluator menilai pegawai berdasarkan beberapa jenis perilaku kerja yang
mencerminkan dimensi kinerja dan membuat skalanya. Misalnya penilaian pelayanan pelanggan. Bila pegawai bagian pelayanan pelanggan tidak
menerima tip dari pelanggan, ia diberi skala 4 yang berarti kinerja lumayan. Bila pegawai itu membantu pelanggan yang kesulitan atau kebingungan, ia
diberi skala 7 yang berarti kinerjanya memuaskan, dan seterusnya. Metode ini mendeskripsikan perilaku yang diharapkan sesuai dengan tingkat kinerja yang
diharapkan.
23
7. Indikator Pengukuran Kinerja
Menurut Lembaga Administrasi Negara LAN dalam Pasolong, 2011:177
penetapan indikator kinerja yaitu proses identifikasi dan klasifikasi indikator kinerja melalui sistem pengumpulan dan pengolahan data atau informasi untuk
menentukan kinerja kegiatan, program dan kebijakan. Penetapan indikator kinerja harus didasarkan pada masukan inputs, keluaran outputs hasil outcomes
manfaat benefits dan dampak impacts dengan demikian indikator kinerja dapat digunkan untuk mengevaluasi: 1. Tahapan perencanaan 2. Tahap pelaksanaan 3.
Tahap setelah kegiatan selesai dan berfungsi. Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam indikator kinerja yaitu: 1. Spesifik dan jelas 2. Dapat terukur secara objektif
baik yang bersifat kualitatif maupun kunatitatif 3. Dapat menunjukan pencapaian keluaran, hasil, manfaat dan dampak 4. Harus cukup fleksibel dan sensitif,
terhadap perubahan 5. Efektif yaitu dapat dikumpulkan, diolah, dan dianalisis datanya secara egektif dan efisien.
Menurut Dwiyanto dalam Pasolong, 2011:178 menjelaskan beberapa indiikator
yang digunakan untuk mengukur kinerja birokrasi publik, yaitu : a.
Produktivitas, yaitu tidak hanya mengukur tingkat efisiensi tetapi juga mengukur efektifitas pelayanan. Produktivitas pada umumnya dipahami
sebagai ratio antara input dengan output. Konsep produktivitas dirasa terlalu sempit dan kemudian General Accounting Office GAO mencoba
mengembangkan satu ukuran produtivitas yang lebih luas dengan memasukan pelayanan publik itu memiliki hasil yang diharapkan salah satu indikator
kinerja yang penting.
24 b.
Kualitas Pelayanan, yaitu cenderung menjadi penting dalam menjelaskan kinerja organisasi pelayanan publik. Banyak pandangan negativ yang
terbentuk mengenai organisasi publik muncul karena ketidakpuasan publik terhadap kualitas. Dengan demikian menurut Dwiyanto kepuasan masyarakat
terhadap layanan dapat dijadikan indikator kinerja birokrasi publik. c.
Responsivitas, yaitu kemampuan birokrasi untuk mengenali kebutuhan masyarakat, penyusun agenda dan prioritas pelayanan, dan mengembangkan
program-program pelayanan publik sesuai dengan kebutuhan masyarakat dan aspirasi masyarakat.
d. Responsibilitas, yaitu menjelaskan apakah pelaksanaan kegiatan birokrasi
publik itu dilakukan sesuai dengan prinsip-prinsip administrasi yang benar dengan kebijakan birokrasi baik yang eksplisit maupun implisit.
e. Akuntabilitas, yaitu menunjuk kepada seberapa besar kebijakan dan kegiatan
birokrasi publik tunduk pada para pejabat politik yang dipilih oleh rakyat. Asumsinya adalah bahwa para pejabat politik tersebut karena dipilih oleh
rakyat, dengan sendirinya akan selalu memprioritaskan kepentingan publik. Model dalam pengukuran kinerja program yang populer dikemukakan oleh
Chritopher Pollit dan Greet Bouckaert adalah model inputoutput. Model tersebut mengasumsikan bahwa institusi atau program dibangun untuk memenuhi
kebutuhan sosial ekonomi tertentu Keban, 2008: 223-224. Parameter penilaian kinerja dala model inputoutput terdiri dari:
1. Relevance, mengukur keterkaitan atau relevansi antara kebutuhan dengan
tujuan yang dirumuskan. 2.
Efisiensi, yaitu perbandingan antara input dan output.
25 3.
Efektivitas, yaitu tingkat kesesuaian antara tujuan dengan intermediate outcome results dan final outcome impacts.
4. Unility dan sustainability, mengukur kegunaan dan keberlanjutan antara
kebutuhan dengan final outcomes impacts. Selanjutnya menurut Kumorotomo dalam Pasolong, 2011:180 menjelaskan
bahwa menggunakan beberapa indikator kinerja untuk dijadikan pedoman dalam menilai kinerja birokrasi publik, antara lain: 1 Efisiensi, yaitu menyangkut
pertimbangan tetang keberhasilan organisasi pelayana publik mendapatkan laba, memanfaatkan faktor-faktor produksi serta petimbangan yang beralas dari
rasionalitas ekonomi. 2 Efektivitas, yaitu apakah tujuan yang didirikan organisasi pelayanan publik itu tercapai atau tidak. Hal tersebut erat kaitannya
dengan rasionalitas teknis, nilai, misi, tujuan organisasi serta fungsi agen pembangunan. 3 Keadilan, yaitu mempertanyakan distribusi dan alokasi layanan
yang diselenggarakan oleh organisasi pelayanan publik. Yaitu kriteria ini erat kaitannya dengan konsep ketercukupan atau kepantasan. 4 Daya tangkap, yaitu
perlainan dengan bisnis yang dilaksanakan oleh perusahaan swasta, organisasi pelayana publik, merupakan bagian dari daya tanggap negara atau pemerintah
akan kebutuhan masyarakat yang mendesak. Menurut Wibisono 2006:193 Pengukuran kinerja harus ditetapkan standar
pencapaian sebagai sarana kaji banding dimana kaji banding dapat dilakukan secara internal maupun eksternal. Kaji banding internal dapat dilakukan terhadap
kinerja terbaik yang pernah dicapai, rata-rata kinerja masa lalu pada periode tertentu, kinerja bagian lain dalam perusahaan, standar teknis yang dipersyaratkan
26 dan kinerja tahun terakhir. Sedangkan, kaji banding secara eksternal dapat
dilakukan terhadap persaingan langsung, perusahaan lain yang memiliki operasi yang dapat diperbandingkan, perusahaan terbaik dalam sektor tersebut, dan
pencapain dari rata –rata industri sejenis.
Jadi dari keempat indikator tersebut dapat disimpulkan bahwa pengukuran kinerja
adalah proses sistematis dan berkesinambungan untuk menilai keberhasilan dan kegagalan pelaksanaan kegiatan sesuai dengan program, kebijakan, sasaran dan
tujuan yang telah ditetapkan dalam mewujudkan visi, misi dan strategi instansi. Pengukuran kinerja merupakan hasil dari suatu penilaian yang sistematik dan
didasarkan pada kelompok indikator kinerja kegiatan yaitu indikator masukan, keluaran, hasil, manfaat dan dampak. Artinya, pengukuran ini dilakukan dengan
memanfaatkan data kinerja. Data kinerja dapat diperoleh melalui dua sumber yaitu 1 Data internal, berasal dari system informasi yang diterapkan pada instansi, dan
2 Data eksternal, berasal dari luar instansi baik data primer maupun data sekunder. Pengumpulan data kinerja diarahkan untuk mendapatkan data kinerja
yang akurat, lengkap, tepat waktu, dan konsisten, yang berguna bagi pengambilan keputusan dalam rangka perbaikan kinerja tanpa meninggalkan prinsip-prinsip
keseimbangan biaya dan manfaat, efisien dan efektivitas. Indikator kinerja performance indicator sering disamakan dengan ukuran kinerja
performance measure. Namun sebenarnya, meskipun keduanya merupakan kriteria pengukuran kinerja, terdapat perbedaan makna. Indikator kinerja mengacu
pada penilaian kinerja secara tidak langsung yaitu hal-hal yang sifatnya hanya merupakan indikasi-indikasi kinerja, sehingga bentuknya cenderung kualitatif.