Mekanisme Koping, dan Kesiapan Melaksanakan Kolaborasi Mahasiswa Profesi Ners dan Mahasiswa Profesi Dokter USU

(1)

SKRIPSI

Oleh

ASTUTI LUBIS 111101078

FAKULTAS KEPERAWATAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

2015


(2)

SKRIPSI

Oleh

ASTUTI LUBIS 111101078

FAKULTAS KEPERAWATAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

2015


(3)

(4)

(5)

ABSTRAK

Kolaborasi merupakan suatu bentuk kerjasama antara perawat dengan dokter dalam memberikan pelayanan kesehatan di rumah sakit. Penelitian ini menggunakan desain deskriptif yang bertujuan untuk mengidentifikasi mekanisme koping, dan kesiapan mahasiswa profesi ners dan mahasiswa profesi dokter USU dalam melaksanakan kolaborasi. Pengambilan sampel menggunakan metode simple random sampling, jumlah mahasiswa profesi ners sebanyak 21 orang dan mahasiswa profesi dokter sebanyak 63 orang. Penelitian ini dilaksanakan di Fakultas keperawatan dan Fakultas kedokteran USU. Hasil penelitian menunjukkan bahwa sebagian besar mahasiswa profesi ners menggunakan mekanisme koping yang berfokus pada emosi dalam melaksanakan kolaborasi sebanyak 52,4%, dan mekanisme koping mahasiswa profesi dokter dalam melaksanakan kolaborasi paling banyak berfokus pada masalah, yaitu sebanyak 60,3%. Hasil penelitian terhadap kesiapan mahasiswa dalam melaksanakan kolaborasi adalah baik, yaitu sebanyak 76,2% pada mahasiswa profesi ners dan 69,8% pada mahasiswa profesi dokter. Pada penelitian ini direkomendasikan agar mahasiswa profesi ners dan mahasiswa profesi dokte rmemiliki kesiapan yang baik dalam memberikan pelayanan kesehatan di rumah sakit, sehingga tercipta pelayanan yang bermutu.

Kata kunci:Mahasiswa profesi ners dan dokter, mekanisme koping, kesiapan, kolaborasi


(6)

Academic Year : 2015

ABSTRACT

Collaboration is a team work among nurse and doctor who will take part in providing health service in the hospital. This research applied the descriptive design which is aimed at finding out the estimation of coping management and readiness of the medical and nursing internship students in collaborative work. The samples were collected by using the simple random sampling technique, mount of nursing students are 21 and mount of medical students are 63. This research took a place in medical and nursing faculty of USU. The results of this research showed that the coping mechanism of nursing internship students was by focusing on their emotions (52.4 %) whereas the coping mechanism of medical internship students was collaboration by focusing on the problem (69.8 %). Moreover, the results also showed good level of readiness in implementing collaboration by the nursing internship students (76.2 %) and the medical internship students (69.8 %). In this research, recommended to have a good readiness for nursing and medical students in providing health service in the hospital to establish integrated and qualified health service.

Keywords: Medical and Nursing Internship Students, Coping Mechanism, Readiness, Collaboration


(7)

Melaksanakan Kolaborasi Mahasiswa Profesi Ners dan Mahasiswa Profesi Dokter USU”. Dalam penyusunan skripsi ini penulis mendapatkan bantuan, bimbingan, dan dukungan dari berbagai pihak dengan memberikan butir-butir pemikiran yang sangat berharga bagi penulis baik secara langsung maupun tidak langsung. Oleh karena itu, penulis mengucapkan terima kasih kepada:

1. dr. Dedi Ardinata, M. Kes sebagai Dekan Fakultas Keperawatan Universitas Sumatera Utara

2. Ibu Erniyati, S. Kp., MNS sebagai Pembantu Dekan I, Evi Karota Bukit, S.Kp., MNS sebagai Pembantu Dekan II, dan Ikhsanudin A. Harahap, S.Kp., MNS sebagai Pembantu Dekan III Fakultas Keperawatan Universitas Sumatera Utara. 3. Ibu Salbiah, S. kp., M. Kep sebagai dosen pembimbing skripsi penulis yang telah

meluangkan waktunya untuk memberikan arahan, bimbingan, dan ilmu yang bermanfaat serta selalu sabar untuk membimbing dan mengarahkan penulis dalam proses penulisan skripsi ini.

4. Ibu Diah Ar-ruum, S.Kep., Ns., M. Kep sebagai dosen penguji I dan Bapak Achmad Fathi, S. Kep., Ns., MNS sebagai dosen penguji II yang telah berkenan menyediakan waktu dan memberikan masukan-masukan yang berharga dalam penyelesaian skripsi ini.


(8)

kakanda dan adinda yang penulis sangat sayangi juga Kak Ida, Bang Zuh, Kak Tina, dan Si Bungsu Septi.

7. Seluruh teman-teman Fakultas Keperawatan Stambuk 2011 yang selalu memberikan semangat dan motivasi yang tiada henti-hentinya sehingga skripsi ini dapat diselesaikan.

8. Kakanda dan abanganda stambuk 2010 mahasiswa profesi ners dan mahasiswa profesi dokter yang telah bersedia sebagai responden dalam penelitian ini.

Semoga Allah SWT memberikan rahmat, ridho dan karunia-Nya kepada kita semua. Harapan penulis semoga skripsi ini dapat bermanfaat untuk pengembangan ilmu pengetahuan.

Medan, Agustus 2015


(9)

Lembar pengesahan... iii

Abstrak ... iv

Prakata ... vi

Daftar isi ... viii

Daftar tabel ... xi

Daftar skema ... xii

Bab 1. Pendahuluan ... 1

1. Latar belakang ... 1

2. Perumusan masalah ... 5

3. Pertanyaan penelitian ... 5

4. Tujuan penelitan ... 5

5. Manfaat penelitian... 6

Bab 2. Tinjauan pustaka... 8

1. Konsep koping ... 8

1.1.Pengertian mekanisme koping ... 8

1.2.Klasifikasi mekanisme koping ... 8

1.3.Strategi koping ... 9

1.4.Faktor-faktor yang mempengaruhi koping... 11

2. Kesiapan ... 12

2.1. Pengertian kesiapan... 12

2.2. Faktor-faktor yang mempengaruhi kesiapan... 13

2.3. Prinsip-prinsip kesiapan ... 13

3. Kolaborasi ... 14

3.1. Pengertian kolaborasi ... 14

3.2. Dasar-dasar kompetensi kolaborasi... 15

3.3. Faktor penghambat kolaborasi perawat dengan dokter ... 17

Bab 3. Kerangka penelitian ... 18

1. Kerangka penelitian ... 18

2. Definis ioperasional ... 20

Bab 4. Metodologi penelitian... 21

1. Desain penelitian ... 21

2. Populasi penelitian ... 21

3. Sampel penelitian ... 21


(10)

7. Validitas dan reliabilitas... 26

8. Pengumpulan data ... 27

9. Analisa data ... 28

Bab 5. Hasil dan pembahasan ... 30

1. Hasil penelitian... 30

1.1.Karakteristik mahasiswa profesi ners dan mahasiswa profesi dokter ... 30

1.2.Mekanisme koping mahasiswa profesi dalam melaksanakan Kolaborasi ... 32

1.3.Kesiapan mahasiswa profesi dalam melaksanakan Kolaborasi ... 37

2. Pembahasan ... 40

2.1.Mekanisme koping mahasiswa profesi ners dan mahasiswa profesi dokter USU dalam melaksanakan kolaborasi yang berfokus pada masalah ... 40

2.2.Mekanisme koping mahasiswa profesi ners dan mahasiswa profesi dokter USU dalam melaksanakan kolaborasi yang berfokus pada emosi... 42

2.3.Kesiapan mahasiswa profesi ners dan mahasiswa profesi dokter USU dalam melaksanakan kolaborasi ... 44

3. Hambatan dalam penelitian ... 46

Bab 6. Kesimpulan dan saran ... 47

1. Kesimpulan ... 47

2. Saran... 48

Daftarpustaka ... 50

Lampiran-lampiran 1. Inform Consent ... 53

2. Instrumen Penelitian... 54

3. Surat pernyataan keaslian terjemahan ... 60

4. Surat izin uji validitas... 61

5. Surat izin uji reliabilitas ... 63

6. Surat izin pengumpulan data ... 64

7. Surat selesai pengumpulan data ... 66


(11)

14. Master tabel data mekanisme koping ... 116

15. Master tabel data kesiapan ... 119

16. Jadwal penelitian ... 122


(12)

Tabel 2. Distribusi frekuensi dan persentase data demografi mahasiswa

profesi ners dan profesi dokter USU ... 31 Tabel 3. Distribusi frekuensi dan persentase mekanisme koping mahasiswa

profesi ners dan mahasiswa profesi dokter USU ... 32 Tabel 4. Distribusi frekuensi dan persentase kesiapan mahasiswa profesi

ners dan mahasiswa profesi dokter USU ... 33 Tabel 5. Distribusi frekuensi dan persentase mekanisme koping dalam

melaksanakan kolaborasi berfokus masalah pada mahasiswa

profesi ners dan mahasiswa profesi dokter USU ... 33 Tabel 6. Distribusi frekuensi dan persentase mekanisme koping dalam

melaksanakan kolaborasi berfokus emosi pada mahasiswa

profesi ners dan mahasiswa profesi dokter USU ... 37 Tabel 7. Distribusi frekuensi dan persentase kesiapan melaksanakan

kolaborasi pada mahasiswa profesi ners dan mahasiswa


(13)

(14)

ABSTRAK

Kolaborasi merupakan suatu bentuk kerjasama antara perawat dengan dokter dalam memberikan pelayanan kesehatan di rumah sakit. Penelitian ini menggunakan desain deskriptif yang bertujuan untuk mengidentifikasi mekanisme koping, dan kesiapan mahasiswa profesi ners dan mahasiswa profesi dokter USU dalam melaksanakan kolaborasi. Pengambilan sampel menggunakan metode simple random sampling, jumlah mahasiswa profesi ners sebanyak 21 orang dan mahasiswa profesi dokter sebanyak 63 orang. Penelitian ini dilaksanakan di Fakultas keperawatan dan Fakultas kedokteran USU. Hasil penelitian menunjukkan bahwa sebagian besar mahasiswa profesi ners menggunakan mekanisme koping yang berfokus pada emosi dalam melaksanakan kolaborasi sebanyak 52,4%, dan mekanisme koping mahasiswa profesi dokter dalam melaksanakan kolaborasi paling banyak berfokus pada masalah, yaitu sebanyak 60,3%. Hasil penelitian terhadap kesiapan mahasiswa dalam melaksanakan kolaborasi adalah baik, yaitu sebanyak 76,2% pada mahasiswa profesi ners dan 69,8% pada mahasiswa profesi dokter. Pada penelitian ini direkomendasikan agar mahasiswa profesi ners dan mahasiswa profesi dokte rmemiliki kesiapan yang baik dalam memberikan pelayanan kesehatan di rumah sakit, sehingga tercipta pelayanan yang bermutu.

Kata kunci:Mahasiswa profesi ners dan dokter, mekanisme koping, kesiapan, kolaborasi


(15)

Academic Year : 2015

ABSTRACT

Collaboration is a team work among nurse and doctor who will take part in providing health service in the hospital. This research applied the descriptive design which is aimed at finding out the estimation of coping management and readiness of the medical and nursing internship students in collaborative work. The samples were collected by using the simple random sampling technique, mount of nursing students are 21 and mount of medical students are 63. This research took a place in medical and nursing faculty of USU. The results of this research showed that the coping mechanism of nursing internship students was by focusing on their emotions (52.4 %) whereas the coping mechanism of medical internship students was collaboration by focusing on the problem (69.8 %). Moreover, the results also showed good level of readiness in implementing collaboration by the nursing internship students (76.2 %) and the medical internship students (69.8 %). In this research, recommended to have a good readiness for nursing and medical students in providing health service in the hospital to establish integrated and qualified health service.

Keywords: Medical and Nursing Internship Students, Coping Mechanism, Readiness, Collaboration


(16)

Salah satu hal yang menjadi tantangan bagi institusi kesehatan adalah bagaimana agar bisa mendayagunakan tenaga kerja kesehatan yang ada secara optimal untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan pasien, keluarga, dan masyarakat serta menyelesaikan permasalahan kesehatan yang menyangkut berbagai aspek kehidupan (IPEC, 2011). Berbagai permasalahan kesehatan yang ada tidak dapat diatasi hanya dengan sistem uniprofesional. Kontribusi dan interaksi dari berbagai disiplin ilmu seperti ilmu keperawatan dan kedokteran sangat membantu dalam penyelesaian berbagai masalah kesehatan (WHO, 2010).

Tatanan klinik merupakan lingkungan yang ideal bagi mahasiswa profesi ners dan profesi dokter untuk mempelajari kompetensi yang diperlukan dalam bekerja dengan profesi kesehatan lain secara efektif (Lait et al., 2010). Pada kenyataannya interaksi antar anggota disiplin kesehatan masih sangat minim (Sieglar and Withney, 2000). Penelitian yang dilakukan oleh Pramita (2011) menemukan bahwa mahasiswa profesi ners mengalami kesulitan saat berhadapan dengan masalah-masalah nyata, seperti masalah-masalah interpersonal selama menjalani pendidikan profesi. Masalah interpersonal ini termasuk kolaborasi dengan profesi kesehatan lain (antara dokter dengan perawat) yang ada di rumah sakit. Hal tersebut menjadi tuntutan yang harus dipenuhi oleh mahasiswa profesi. Tuntutan ini menimbulkan kendala psikologis


(17)

yang membutuhkan penyesuaian atau mekanisme koping (Lazarus & Folkman, 1984).

Mekanisme koping digunakan untuk mengatasi situasi yang dinilai sebagai suatu tantangan, ancaman, luka, dan kehilangan. Mekanisme koping bukan hanya satu kejadian yang terjadi dengan sendirinya, karena koping juga melibatkan lingkungan. Koping muncul untuk mengatasi tuntutan lingkungan internal dan eksternal yang dinilai membebani atau melebihi sumber daya yang dimiliki individu, baik itu fokus pada masalah maupun emosi (Lazarus & Folkman, 1984).

Seiring dengan perkembangan zaman, kebutuhan akan kolaborasi antara perawat dan dokter secara profesional terus berkembang. Masalah pasien yang kini semakin kompleks dan menyita waktu membutuhkan penanganan yang lebih efektif dan efisien, selain itu semakin meningkatnya biaya kesehatan menyebabkan rumah sakit merumuskan tujuan untuk meningkatkan kualitas pelayanan. Salah satunya melalui peningkatan pendekatan berbagai profesi kesehatan (Cooper, 2007).

Menurut Keith (2008), kunci pelayanan yang komprehensif dengan biaya yang efisien adalah dengan meningkatkan kolaborasi yang efektif antar tenaga kesehatan. Kolaborasi adalah proses dimana dokter dan perawat melaksanakan praktik bersama sebagai kolega. Bekerja saling kertergantungan dalam batasan-batasan lingkup kerja dan peran masing-masing dengan berbagai nilai-nilai dan saling mengakui serta menghargai terhadap setiap anggota profesional yang berkonstribusi dalam merawat individu keluarga dan masyarakat (American Medical Assosiation, 1994). Penelitian yang dilakukan oleh Amaludin (2006, dalam Tarigan


(18)

2010) tentang pelaksanaan kolaborasi perawat dengan dokter di Rumah Sakit Dr. Mohammad Husin Palembang, didapatkan hasil (51,3%). Hal ini menunjukkan bahwa telah terjadi kolaborasi yang termasuk dalam kategori baik, tetapi dengan persentasi yang rendah.

Oleh sebab itu, mahasiswa dari berbagai profesi kesehatan termasuk profesi ners dan profesi dokter harus diperkenalkan praktik kolaborasi sejak dini. Hal ini merupakan salah satu upaya untuk mewujudkan kolaborasi antar tenaga kesehatan setelah menjadi seorang profesional (WHO, 2010). WHO mengakui bahwa kolaborasi antar profesi kesehatan, termasuk profesi ners dan profesi dokter dalam pendidikan dan praktek merupakan suatu strategi yang inovatif untuk memperbaiki mutu pelayanan kesehatan.

Hasil penelitian pada 42 negara yang telah menerapkan praktik kolaborasi menunjukkan bahwa praktik kolaborasi dapat meningkatkan keterjangkauan serta koordinasi layanan kesehatan, penggunaan sumber daya klinis yang sesuai, dan meningkatkan mutu pelayanan kesehatan serta keselamatan pasien. Disamping itu, praktik kolaborasi dapat menurunkan total komplikasi yang dialami pasien, jangka waktu rawat inap, ketegangan dan konflik di antara pemberi layanan, biaya rumah sakit, rata-rata clinical error, dan rata-rata jumlah kematian pasien (WHO, 2010).

Berdasarkan wawancara yang dilakukan oleh peneliti pada beberapa mahasiswa profesi ners USU yang sedang menjalani pendidikan profesi di rumah sakit, menunjukkan bahwa kolaborasi dengan profesi kesehatan lain mulai terjadi pada tahap pendidikan profesi ners tersebut. Selama menjalani proses pendidikan


(19)

profesi, mahasiswa dari berbagai profesi kesehatan akan saling bertemu. Tidak bisa dihindari bahwa praktik kolaborasi yang tidak terencana telah terjadi dengan sendirinya tanpa disadari oleh kolaborator yang sedang menjalaninya, termasuk mahasiswa profesi ners dan profesi dokter.

Hal tersebut menunjukkan bahwa fenomena yang ada di USU adalah belum ada praktik kolaborasi yang terencana antara berbagai profesi kesehatan, termasuk profesi ners dan profesi dokter. Sehingga mahasiswa profesi ners dan profesi dokter harus dipersiapkan sejak dini beberapa pendekatan untuk melaksanakan kolaborasi setelah menjadi seorang profesional nanti. Pendekatan kompetensi interprofesional pada dasarnya menekankan pada kebiasaan-kebiasaan esensial yang merupakan perpaduan antara pengetahuan, keterampilan, sikap, dan nilai-nilai yang membuat mahasiswa siap untuk melaksanakan praktik kolaborasi (WHO, 2010). Antusiasme dan kemauan mahasiswa profesi ners dan profesi dokter terhadap sesuatu yang baru dapat dijadikan sebagai patokan kesiapan. Kesiapan merupakan sikap psikologis yang harus dimiliki seseorang sebelum melakukan sesuatu (Slameto, 2003).

Yusuf (2002) menjelaskan bahwa ada tiga aspek mengenai kesiapan, yaitu aspek pemahaman, aspek penghayatan, dan aspek kesediaan. Aspek pemahaman, yaitu kondisi dimana seseorang mengetahui dan mengerti kejadian yang dialaminya bisa dijadikan sebagai saah satu jaminan bahwa dia akan merasa siap menghadapi hal-hal yang terjadi. Aspek penghayatan, yaitu kondisi dimana seseorang siap secara alami bahwa segala hal yang terjadi secara alami hamper menimpa semua orang adalah segala sesuatu yang wajar, normal, dan tidak perlu dikhawatirkan. Aspek


(20)

kesediaan, yaitu kondisi dimana seseorang sanggup atau rela untuk berbuat sesuatu sehingga dapat mengalami secara langsung segala hal yang seharusnya dialami sebagai salah satu proses kehidupan.

Berdasarkan fenomena yang ada dan hasil wawancara yang dilakukan oleh peneliti tersebut, maka peneliti tertarik untuk meneliti bagaimana mekanisme koping, dan kesiapan melaksanakan kolaborasi pada mahasiswa profesi ners dan mahasiswa profesi dokter semester akhir yang nantinya akan menjadi tenaga kesehatan profesional.

2. Perumusan masalah

Bagaimana mekanisme koping, dan kesiapan melaksanakan kolaborasi pada mahasiswa profesi ners dan mahasiswa profesi dokter USU?

3. Pertanyaan penelitian

a. Bagaimana mekanisme koping dalam melaksanakan kolaborasi pada mahasiswa profesi ners dan mahasiswa profesi dokter USU?

b. Bagaimana kesiapan dalam melaksanakan kolaborasi pada mahasiswa profesi ners dan mahasiswa profesi dokter USU?

4. Tujuan penelitian 4.1.Tujuan umum


(21)

Tujuan umum dalam penelitian ini adalah untuk menganalisis mekanisme koping, dan kesiapan melaksanakan kolaborasi pada mahasiswa profesi ners dan mahasiswa profesi dokter USU.

4.2. Tujuan khusus

a. Menganalisis mekanisme koping dalam melaksanakan kolaborasi yang berfokus pada masalah (problem focused coping) pada mahasiswa profesi ners dan mahasiswa profesi dokter USU.

b. Menganalisis mekanisme koping dalam melaksanakan kolaborasi yang berfokus pada emosi (emotion focused coping) pada mahasiswa ners dan mahasiswa profesi dokter USU.

c. Menganalisis kesiapan dalam melaksanakan kolaborasi yang terdiri dari aspek pemahaman, aspek penghayatan, dan aspek kesediaan pada mahasiswa profesi ners dan mahasiswa profesi dokter USU.

5. Manfaat penelitian 5.1. Praktik keperawatan

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi pada mahasiswa keperawatan untuk meningkatkan pelayanan kesehatan dan asuhan keperawatan dengan melaksanakan kolaborasi yang terintegrasi dengan profesi kesehatan lain yang sering bersinggungan di rumah sakit. Dan menjadikan mahasiswa


(22)

profesi menjadi tenaga kesehatan profesional dalam memberikan pelayanan kesehatan yang bermutu.

5.2. Pendidikan keperawatan

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan atau sumber informasi yang berguna bagi mahasiswa keperawatan terutama pada mahasiswa yang melaksanakan pembelajaran klinik untuk dapat mempersiapkan diri sebelum melakukan praktik klinik di rumah sakit, yakni dengan memperkenalkan praktik kolaborasi sejak dini.

5.3. Penelitian keperawatan

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi dan data dasar untuk penelitian selanjutnya yang berkaitan dengan kolaborasi terintegrasi dengan berbagai profesi kesehatan.


(23)

1.1. Pengertian mekanisme koping

Koping adalah upaya yang dilakukan oleh individu untuk mengatasi situasi yang dinilai sebagai suatu tantangan, ancaman, luka, dan kehilangan Lazarus and Folkman (1984 dalam Siswanto, 2007). Pendapat lain mengatakan bahwa koping merupakan kognitif dan perilaku seseorang dalam menghadapi ancaman fisik dan psikososial (Stuart & Laraia, 2005). Menurut Keliat (2001 dalam Sunaryo, 2004) mekanisme koping adalah cara yang dilakukan individu dalam menyelesaikan masalah, menyesuaikan diri dengan perubahan serta respon terhadap situasi yang mengancam.

Dari beberapa definisi tersebut, dapat disimpulkan bahwa mekanisme koping adalah cara atau upaya yang dilakukan seseorang dalam menghadapi stressor berupa ancaman, tantangan, dan perubahan.

1.2. Klasifikasi mekanisme koping

Stuart dan Sundeen (2005) menggolongkan mekanisme koping menjadi 2 (dua) yaitu:


(24)

Adalah mekanisme koping yang mendukung fungsi integrasi, pertumbuhan, belajar, dan mencapai tujuan. Kategorinya adalah berbicara dengan orang lain, memecahkan masalah secara efektif, teknik relaksasi, latihan seimbang, dan aktivitas konstruktif.

b. Mekanisme koping maladaptif

Adalah mekanisme koping yang menghambat fungsi integrasi, memecah pertumbuhan, menurunkan otonomi, dan cenderung menguasai lingkungan. Kategorinya adalah makan berlebihan atau tidak makan, bekerja berlebihan menghindar.

1.3. Strategi koping

Dalam kehidupan sehari-hari individu telah menggunakan strategi koping dalam menghadapi stres. Strategi koping adalah cara yang dilakukan untuk merubah lingkungan atau situasi atau menyelesaikan masalah yang sedang dihadapi/dirasakan Lazarus dan Folkman (1984).

Lazarus dan Folkman (1984) menggolongkan strategi koping menjadi 2 (dua) yaitu:

a. Koping yang berfokus pada masalah ( problem focused coping)

Yaitu usaha mengatasi stres dengan cara mengatur atau mengubah masalah yang dihadapi dan lingkungan sekitarnya yang menyebabkan terjadi tekanan. Problem focused coping ditujukan dengan mengurangi demans dari situasi yang penuh dengan stres. Seseorang cenderung menggunakan problem focus coping


(25)

apabila mereka percaya bahwa sumber masalah atau stresornya dapat diatasi. Strategi yang dipakai dalam problem focused coping adalah confrontatif coping (koping konfrontasi), seeking sosial support (penggunaan dukungan sosial), dan planful problem solving (perencanaan penyelesaian masalah).

Koping konfrontasi berarti bertahan atau melawan terhadap suatu permasalahan yang sedang dihadapi. Penggunaan dukungan sosial berarti mencari atau berpaling pada orang lain untuk mendapatkan kenyamanan dan nasihat bagaimana menangani stres. Bisa juga dengan mengandalkan teman, keluarga atau para profesional untuk mendapatkan nasihat dan anjuran. Perencanaan penyelesaian masalah yaitu pemikiran rencana untuk tindakan dalam menghadapi situasi atau melihat beberapa pilihan yang dapat dilakukan, bersikap objektif dan mempertimbangkan beberapa kemungkinan sebelum mengambil tindakan.

b. Koping yang berfokus pada emosi (emotion focused coping)

Yaitu usaha mengatasi stres dengan cara mengatur respon emosional dalam rangka menyesuaikan diri dengan dampak yang akan ditimbulkan oleh suatu kondisi atau situasi yang dianggap penuh tekanan. Emotion focused coping ditujukan untuk mengontrol respon emosional terhadap situasi stres. Seseorang dapat mengatur respon emosionalnya melalui pendekatan perilaku dan kognitif. Strategi yang digunakan dalam emotion focused coping adalah self-control (kontrol diri), distancing (pelepasan diri), positive reappraisal (penilaian positif), accepting responsibility (penerimaan tanggungjawab), dan escape/avoidance (pelarian/penghindaran).


(26)

Kontrol diri merupakan pendekatan diri tanpa menunjukkan emosi atau beraksi dengan tenang tanpa menunjukkan emosi atau perasaan. Pelepasan diri berarti menarik diri, sikap yang tidak terpengaruh, berusaha untuk mengurangi situasi stres atau tidak memikirkan masalah dengan mencoba melakukan aktivitas lain. Penilaian positif adalah berusaha untuk menghadapi situasi dari sudut pandang yang berbeda dan berusaha untuk menciptakan arti yang positif atau mempunyai fungsi dimensi religi.

Penerimaan tanggungjawab yaitu pengakuan peran seseorang dalam suatu peristiwa atau mencoba belajar dari kesalahan. Pelarian atau penghindaran adalah menolak situasi yang terjadi dan kadang menarik diri atau menghindari dengan cara menggunakan obat-obat terlarang.

Lazarus dan Folkman (1984) menjelaskan bahwa biasanya individu yang menghadapi stres menggunakan mekanisme koping yang berfokus pada masalah dan mekanisme koping yang berfokus pada emosi. Dimana mekanisme koping berfokus pada masalah merupakan mekanisme koping yang secara langsung berfokus pada sumber penyebab stres, sedangkan mekanisme koping berfokus pada emosi lebih menekankan pada manajemen emosi dalam setiap individu.

1.4. Faktor-faktor yang mempengaruhi koping

Muktadin (2002) menjelaskan bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi koping meliputi kesehatan fisik, keyakinan atau pandangan yang positif, keterampilan memecahkan masalah, keterampilan sosial, dukungan sosial, dan materi.


(27)

Kesehatan fisik merupakan hal yang penting, karena dalam mengatasi masalah individu dituntut untuk mengarahkan tenaga yang cukup besar. Keyakinan atau pandangan yang positif merupakan sumber daya psikologi yang sangat penting, karena dapat mengarahkan individu untuk menilai masalah sebagai suatu hal yang positif dan dapat diatasi.

Keterampilan memecahkan masalah adalah mencari informasi dan menganalisa situasi, mengidentifikasi masalah dan menghasilkan alternatif tindakan, kemudian mempertimbangkan alternatif tersebut untuk merencanakan tindakan yang tepat. Keterampilan sosial yaitu kemampuan komunikasi dan bertingkah laku sesuai dengan cara-cara atau nilai yang berlaku di masyarakat.

Dukungan sosial merupakan kebutuhan informasi dan emosional pada diri individu, yang didapatkan dari keluarga, teman, kelompok sosial, dan lingkungan. Materi dapat berupa uang, barang-barang, atau layanan yang biasanya dapat dibeli individu untuk menyelesaikan masalah.

2. Kesiapan

2.1. Pengertian kesiapan

Kesiapan adalah keseluruhan kondisi seseorang baik secara fisik, psikologis, maupun emosional yang membuatnya siap untuk memberikan respon atau jawaban dengan cara tertentu terhadap suatu situasi (Slameto, 2003). Chaplin (2006) menjelaskan bahwa kesiapan adalah tingkat perkembangan dari kematangan atau kedewasaan seseorang utuk mempraktikkan sesuatu.


(28)

Kesiapan yang dimaksud adalah keseluruhan kondisi baik secara fisik, psikologis, maupun emosional mahasiswa profesi ners dan mahasiswa profesi dokter untuk melaksanakan kolaborasi. Ada tiga aspek mengenai kesiapan seperti yang dijelaskan oleh (Yusuf, 2002), yaitu:

a. Aspek pemahaman, yaitu kondisi dimana seseorang mengetahui dan mengerti kejadian yang dialaminya bisa dijadikan sebagai salah satu jaminan bahwa dia akan merasa siap menghadapi hal-hal yang terjadi.

b. Aspek penghayatan, yaitu kondisi dimana seseorang siap secara alami bahwa segala hal yang terjadi secara alami hampir menimpa semua orang adalah segala sesuatu yang wajar, normal, dan tidak perlu dikhawatirkan.

c. Aspek kesediaan, yaitu kondisi dimana seseorang sanggup atau rela untuk berbuat sesuatu sehingga dapat mengalami secara langsung segala hal yang seharusnya dialami sebagai salah satu proses kehidupan.

2.2. Faktor-faktor yang mempengaruhi kesiapan

Slameto (2003) menjelaskan bahwa kesiapan dalam melaksanakan kolaborasi mempunyai beberapa faktor, yang pertama kondisi fisik, mental, dan emosional, yang kedua kebutuhan-kebutuhan motif, dan tujuan, yang ketiga keterampilan, pengetahuan, dan pengertian lain yang telah dipelajari, serta yang terakhir adalah pengalaman.


(29)

2.3. Prinsip-prinsip kesiapan

Ada beberapa prinsip kesiapan yang harus dipahami oleh mahasiswa profesi ners dan mahasiswa profesi dokter, yaitu:

a. Semua aspek perkembangan berinteraksi (saling pengaruh mempengaruhi). b. Kematangan jasmani dan rohani adalah perlu untuk memperoleh manfaat dari

pengalaman.

c. Pengalaman-pengalaman memiliki pengaruh yang positif terhadap kesiapan. d. kesiapan dasar untuk kegiatan tertentu terbentuk dalam periode tertentu

selama masa pembentukan dalam periode perkembangan (Slameto, 2003).

3. Kolaborasi

3.1. Pengertian kolaborasi

Kolaborasi adalah hubungan kerja diantara tenaga kesehatan dalam memberikan pelayanan kepada pasien/klien, meliputi melakukan diskusi tentang diagnosa, melakukan kerjasama dalam asuhan kesehatan, saling berkomunikasi serta bertanggungjawab dalam tugas dan perannya masing-masing. Apapun bentuk dan tempatnya, kolaborasi merupakan pertukaran pandangan atau ide yang memberikan perspektif kepada seluruh kolaborator. Kolaborasi merupakan suatu proses kompleks yang membutuhkan sharing (berbagi) pengetahuan yang direncanakan atau disengaja, dan menjadi tanggungjawab bersama untuk merawat pasien (Curtis, 2011).

Kolaborasi merupakan suatu proses dimana praktisi keperawatan atau perawat klinik melakukan kerjasama dengan dokter untuk memberikan pelayanan


(30)

kesehatan dalam lingkup praktek keperawatan profesional dengan pengawasan dan supervisi sebagai pemberi petunjuk pengembangan kerjasama. Bagi perawat, hubungan kerjasama dengan dokter sangat penting apabila ingin menunjukkan fungsinya secara independen. Kolaborasi dapat berjalan dengan baik apabila semua anggota profesi mempunyai keinginan yang sama yaitu untuk melaksanakan kolaborasi. Perawat dan dokter merencanakan dan mempraktekkan sebagai kolega, bekerja saling ketergantungan dalam batasan-batasan lingkup praktek dengan berbagai nilai-nilai dan pengetahuan serta respon terhadap orang lain yang berkontribusi dalam perawatan individu, kelompok, dan masyarakat (Lindeke, 2005).

3.2.Dasar-dasar kompetensi kolaborasi

Berikut ini beberapa dasar kompetensi dalam melaksanakan kolaborasi (Siegler & Whitney, 2000):

a. Komunikasi

Komunikasi sangat dibutuhkan dalam kolaborasi, karena kolaborasi membutuhkan pemecahan masalah yang lebih kompleks. Masalah-masalah yang muncul dalam kolaborasi tersebut dapat dipecahkan dengan kolaborasi efektif yang dapat dimengerti oleh semua anggota tim profesional.

b. Respek dan kepercayaan

Kualitas respek dapat dilihat lebih kearah harga diri, sedangkan kepercayaan dapat dilihat dari mutu proses dan hasil. Respek dan kepercayaan dapat disampaikan


(31)

secara verbal dan non verbal, serta dapat dilihat dan dirasakan dalam penerapan kehidupan sehari-hari.

c. Memberikan dan menerima umpan balik (feed back)

Umpan balik (feed back) dipengaruhi oleh persepsi seseorang, pola hubungan, harga diri, kepercayaan diri, emosi, lingkungan, serta waktu. Feed back juga dapat bersifat positif dan negatif.

d. Pengambilan keputusan

Dalam pengambilan keputusan dibutuhkan komunikasi untuk mewujudkan kolaborasi yang efektif. Hal ini untuk menyatukan data kesehatan pasien secara komprehensif sehingga menjadi sumber informasi bagi semua anggota tim profesional.

e. Manajemen konflik

Masing-masing anggota profesi harus memahami peran serta fungsinya untuk menurunkan konflik. Selain itu, setiap anggota profesi juga harus melakukan klarifikasi persepsi dan harapan, mengidentifikasi kompetensi, mengidenifikasi tumpang tindih peran, serta melakukan negosiasi peran dan tanggungjawab.

Terwujudnya suatu kolaborasi tergantung pada beberapa kriteria, yaitu adanya saling percaya dan menghormati, saling memahami dan menerima keilmuan masing-masing, memiliki citra diri positf, memiliki kematangan profesional yang setara baik dalam hal pendidikan maupun pengalaman, mengakui sebagai mitra kerja, serta memiliki keinginan untuk bernegoisasi.


(32)

Inti dari suatu hubungan kolaborasi adalah adanya perasaan saling ketergantungan atau interdefensasi untuk kerjasama. Bekerjasama dalam suatu kegiatan dapat memfasilitasi kolaborasi yang baik. Kerjasama mencerminkan proses koordinasi pekerjaan agar tujuan atau target yang telah ditetapkan dapat terpenuhi. Selain itu, menggunakan catatan klien terintegrasi dapat merupakan suatu alat untuk berkomunikasi antar berbagai profesional kesehatan secara formal dalam memberikan asuhan kesehatan pada klien.

3.3.Faktor penghambat kolaborasi perawat dengan dokter

Hubungan perawat-dokter adalah bentuk hubungan interaksi yang sudah lama dikenal ketika memberikan asuhan klien. Perspektif yang berbeda dalam memandang pasien menyebabkan munculnya hambatan-hambatan teknis dalam melakukan praktik kolaborasi. Selain itu, ada juga kendala psikologis keilmuan dan individual, faktor sosial serta budaya menempatkan kedua profesi ini memunculkan kebutuhan akan upaya kolaborasi yang dapat menjadikan keduanya lebih solid dengan semangat kepentingan pasien.

Hambatan kolaborasi perawat dengan dokter sering dijumpai pada tingkat profesional dan institusional. Perbedaan status dan kekuasaan tetap menjadi sumber utama ketidaksesuaian yang membatasi pendirian profesional dalam aplikasi kolaborasi. Inti sesungguhnya dari konflik perawat dengan dokter terletak pada perbedaan sikap profesional mereka terhadap pasien dan cara berkomunikasi diantara


(33)

Kerangka konsep penelitian merupakan formulasi dari teori-teori yang mendukung penelitian. Kerangka dalam penelitian ini bertujuan untuk menganalisa mekanisme koping, dan kesiapan melaksanakan kolaborasi pada mahasiswa profesi ners dan mahasiswa profesi dokter Universitas Sumatera Utara.

Mahasiswa profesi ners maupun mahasiswa profesi dokter dituntut untuk melaksanakan tindakan kolaborasi di rumah sakit. Hal inilah salah satu faktor yang menyebabkan stres pada mahasiswa selama menjalani pendidikan profesi di rumah sakit. Untuk mengatasi stressor tersebut, setiap individu melakukan tindakan ataupun upaya yang berbeda-beda, yang dinamakan mekanisme koping.

Mekanisme koping yang diteliti berdasarkan golongan koping yaitu mekanisme koping berfokus pada masalah (problem focused coping) dan mekanisme koping berfokus pada emosi (emotional focused coping).

Selain mekanisme koping, kesiapan untuk melaksanakan kolaborasi juga menjadi variabel dalam penelitian ini, yang akan dijabarkan dengan menggunakan skema berikut ini:


(34)

= variabel yang diteliti

= variabel yang diteliti = variabel yang tidak diteliti

Skema 1. Kerangka konsep penelitian Kesiapan melaksanakan

kolaborasi, terdiri dari beberapa aspek: 1. Pemahaman 2. Penghayatan 3. Kesediaan Stressor: Berbagai permasalahan kesehatan yang menuntut kolaborasi Stres pada mahasiswa profesi ners dan mahasiswa profesi dokter

Koping: cara atau upaya yang dilakukan seseorang untuk menghadapi stressor

“Problem focused coping” cara untuk menghadapi stressor yang berfokus pada masalah, seperti:

1. koping konfrontasi 2. penggunaan dukungan

sosial

3. perencanaan penyelesaian masalah

“Emotion focused coping” cara untuk menghadapi stressor yang berfokus pada emosi atau hanya mengalihkan, seperti:

1. kontrol diri 2. pelepasan diri 3. penilaian positif 4. penerimaan

tanggungjawab 5. pelarian/penghindaran


(35)

2. Definisi operasional Tabel 1. Definisi operasional

Variabel Definisi operasional Alat ukur Hasil ukur Skala ukur Mekanisme

Koping untuk melaksanakan kolaborasi

Serangkaian cara atau

upaya dalam

menyelesaikan masalah, menyesuaikan diri dengan situasi, kondisi, perubahan serta respon terhadap situasi yang dianggap mengancam, berfokus pada masalah dan berfokus pada emosi yang dilakukan oleh mahasiswa profesi ners dan mahasiswa profesi dokter Universitas Sumatera Utara.

Kuesioner dengan 30 pertanyaan menggunakan skala likert: Tidak Pernah (TP), Jarang (J), Sering (SR), dan Selalu (SL).

Hasil yang diukur

dikatagorikan menjadi: Problem focused coping, dan Emotion focused coping Ordinal Kesiapan melaksanakan kolaborasi

Keseluruhan kondisi untuk memberikan respon dengan cara tertentu terhadap situasi yang terjadi, yang dapat dilihat dari aspek pemahaman, aspek penghayatan, dan aspek kesediaan pada mahasiswa profesi ners dan mahasiswa profesi dokter Universitas Sumatera Utara.

Kuesioner dengan 10 pertanyaan menggunakan skala likert: Sangat Setuju (SS), Setuju (S), Tidak Setuju (TS), Sangat Tidak Setuju (STS).

Hasil yang diukur dikatagorikan menjadi: Siap, dan Tidak siap Ordinal


(36)

Penelitian ini menggunakan desain deskriptif, yang bertujuan untuk mendeskripsikan serta menganalisa mekanisme koping, dan kesiapan melaksanakan kolaborasi pada mahasiswa profesi ners dan profesi dokter USU.

2. Populasi penelitian

Populasi adalah keseluruhan subjek penelitian (Arikunto, 2010). Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh mahasiswa profesi ners dan mahasiswa profesi dokter USU yang berjumlah 541 orang. Dari mahasiswa profesi ners berjumlah 123 orang dan mahasiswa profesi dokter berjumlah 418 orang (Direktori USU, 2014).

3. Sampel penelitian

Jumlah sampel dalam penelitian ini adalah 21 orang mahasiswa profesi ners dan 63 orang mahasiswa profesi dokter. Teknik pengambilan sampel menggunakan metode probability yaitu simple random sampling. Teknik pengambilan sampel dilakukan secara acak dengan membuat lotre atau undian berdasarkan nama mahasiswa yang telah didapatkan sebelumnya dari direktori USU. Apabila ada mahasiswa yang tidak bersedia menjadi sampel penelitian, maka pengundian diulang lagi sampai peneliti mendapatkan jumlah sampel yang sesuai dengan kebutuhan penelitian.


(37)

Penentuan jumlah sampel menggunakan rumus Slovin (Nursalam, 2009), yaitu:

n = N N.d2 + 1

Keterangan: n = jumlah sampel seluruhnya N = jumlah populasi seluruhnya

d = kesalahan (absolut) yang dapat di tolerir

Jadi, jumlah sampel dalam penelitian ini adalah 84 orang. Sampel untuk mahasiswa profesi ners berjumlah 21 orang dan sampel untuk mahasiswa profesi dokter berjumlah 63 orang.

4. Tempat dan waktu penelitian

Pengambilan data penelitian ini dilaksanakan di Fakultas Keperawatan dan Fakultas Kedokteran USU pada Maret-April 2015. Pengambilan data ini berlangsung selama kurang lebih satu bulan. Mahasiswa profesi ners berada di stase keperawatan komunitas atau masyarakat ketika dilakukan pengambilan data, sedangkan mahasiswa profesi dokter mayoritas di RSUP H. Adam Malik.

5. Pertimbangan etik

Penelitian ini terdapat beberapa permasalahan yang berkaitan dengan etik, yaitu menjaga kerahasiaan responden, melindungi responden dari hal-hal yang dapat membahayakan responden, dan tidak menyebabkan kerugian pada responden (tidak


(38)

berpengaruh pada nilai akademik responden). Serta menjelaskan kepada responden tentang prosedur pelaksanaan penelitian. Responden dalam penelitian ini memiliki hak sepenuhnya bersedia menjadi responden atau tidak.

Penelitian ini dilaksanakan setelah mendapat persetujuan dari komisi etik Fakultas Keperawatan, pemberian izin dari Fakultas Keperawatan Universitas Sumatera Utara, dan Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara. Selanjutnya lembar persetujuan (informed consent) ditandatangani berdasarkan keinginan responden penelitian. Untuk menjaga kerahasiaan responden, peneliti tidak mencantumkan nama responden (anonymity) pada lembar pengumpulan data atau kuesioner yang diisi oleh responden. Lembar tersebut hanya diberi nomor kode tertentu. Kerahasiaan (confidentiality) informasi yang diberikan oleh responden dijamin oleh peneliti.

6. Instrumen Penelitian

Instrumen penelitian adalah suatu alat yang digunakan untuk mengukur fenomena alam atau fenomena sosial yang merupakan variabel penelitian (Sugiyono, 2006). Data penelitian ini diperoleh dengan menggunakan instrumen penelitian berupa kuesioner. Instrumen ini terdiri dari 3 (tiga) bagian yaitu kuesioner data demografi, kuesioner mekanisme koping, dan kuesioner kesiapan melaksanakan kolaborasi pada mahasiswa profesi ners dan profesi dokter USU.


(39)

6.1.Kuesioner data demografi

Kuesioner data demografi meliputi usia, jenis kelamin, agama, suku, fakultas, dan semester untuk mengetahui karakteristik responden yang dideskripsikan dalam distribusi frekuensi dan persentase.

6.2.Kuesioner mekanisme koping untuk melaksanakan kolaborasi pada mahasiswa profesi ners dan profesi dokter USU

Kuesioner ini untuk mengetahui mekanisme koping untuk melaksanakan kolaborasi pada mahasiswa profesi ners dan profesi dokter yang terdiri dari 30 pertanyaan dengan memberikan jawaban berupa tanda check list pada jawaban yang paling sesuai. Kuesioner ini disusun dengan modifikasi dari Ways of Coping Questionnaire (Lazarus & Folkman, 1984). Instrumen modifikasi adalah instrumen yang telah dimodifikasi dalam beberapa hal seperti jumlah itemnya dikurangi, atau pilihan jawabannya dirubah.

Adapun kuesioner dalam penelitian ini memodifikasi jumlah item pertanyaan, dari 66 pertanyaan disaring menjadi 30 pertanyaan yang sesuai dan dapat mengukur variabel penelitian. Bahasa yang digunakan dalam instrumen baku adalah Bahasa Inggris yang kemudian ditranslasi menjadi Bahasa Indonesia melalui lembaga penerjemahan resmi.

Kuesioner yang digunakan berupa pernyataan mekanisme koping yang berfokus pada masalah di pernyataan nomor 1-15, dan mekanisme koping yang berfokus pada emosi di pernyataan nomor 16-30. Kuesioner ini terdiri dari pernyataan


(40)

positif yaitu nomor 1,5,6,7,8,9,10,11,12,13,14,15,16,17,18,19,21,22,23,24,25,26, dan 27, serta pernyataan negatif yaitu nomor 2,3,4,20,28,29, dan 30. Instrumen ini menggunakan skala likert dengan pilihan jawaban Tidak Pernah (TP), Jarang (J), Sering (SR), dan Selalu (SL). Skor untuk pernyataan positif adalah Tidak Pernah (TP): 1, Jarang (J): 2,Sering (SR): 3, dan Selalu (SL): 4. Sedangkan skor untuk pernyataan negatif adalah Tidak Pernah (TP): 4, Jarang (J): 3, Sering (SR): 2, dan Selalu (SL): 1.

6.3.Kuesioner kesiapan untuk melaksanakan kolaborasi pada mahasiswa profesi ners dan profesi dokter USU

Kuesioner ini untuk mengetahui kesiapan melaksanakan kolaborasi pada mahasiswa profesi ners dan mahasiswa profesi dokter yang terdiri dari 10 pertanyaan dengan memberikan jawaban berupa tanda check list pada jawaban yang paling sesuai.

Instrumen ini menggunakan skala likert dengan pilihan jawaban Sangat Setuju (SS), Setuju (S), Tidak Setuju (TS), Sangat Tidak Setuju (STS). Skor untuk pilihan jawaban Sangat Setuju (SS): 4, Setuju (S): 3, Tidak Setuju (TS): 2, Sangat Tidak Setuju (STS): 1. Dalam menentukan kategori kesiapan responden digunakan rumus menurut Sudjana (2005) yaitu:


(41)

Dimana rentang (nilai tertinggi – nilai terendah) sebesar 30 dan banyak kelas ada 2 kategori yaitu:siap (26-40), dan tidak siap (10-25).

7. Validitas dan reliabilitas

Validitas adalah suatu indeks yang menunjukkan kemampuan instrumen pengumpulan data untuk mengukur apa yang harus diukur, untuk mendapatkan data yang relevan dengan apa yang sedang diukur. Uji validitas dalam penelitian ini menggunakan validitas isi (content validity). Validitas isi menjelaskan tentang derajat suatu instrumen dalam mencakup seluruh isi yang ingin diukur atau menjelaskan tentang apakah item-item yang terdapat pada instrumen benar-benar telah mengukur hal yang sama (Arikunto, 2010).

Uji validitas ini dilakukan oleh dosen keperawatan yang ahli atau pakar yang menguasai topik yang diteliti. Skor dari setiap item pernyataan dijumlahkan, kemudian dibagi dengan jumlah nilai tertinggi dari semua pernyataan sehingga didapatkanlah hasil uji validitas. Hasil dari uji validitas ini dikatakan valid apabila hasil uji valid yang dilakukan oleh pakar mencapai indeks validitas isi (CVI) yaitu 0,80 (Polit & Beck, 2003). Nilai CVI pada penelitian ini adalah 0.99 pada kuesioner mekanisme koping, dan 0.97 pada kuesioner kesiapan.

Reliabilitas adalah kesamaan hasil pengukuran atau pengamatan bila fakta atau kenyataan hidup diukur atau diamati berkali-kali dalam waktu yang berbeda. Uji reliabilitas instrumen adalah suatu uji yang dilakukan untuk mengetahui konsistensi dari instrumen sehingga dapat digunakan untuk penelitian selanjutnya. Uji reliabilitas


(42)

ini dilakukan pada 30 orang responden yang berbeda dari sampel penelitian tetapi masih memenuhi kriteria sampel penelitian (Arikunto, 2010).

Uji reliabilitas dilakukan dengan menggunakan alpha cronbach, yaitu menganalisis masing-masing skor item. Dikatakan reliabel apabila koefisien alpha 0,70 atau lebih (Polit & Hungler, 1997). Uji reliabilitas yang dilakukan pada penelitian ini didapatkan hasil 0,79.

8. Pengumpulan data

Peneliti mengajukan permohonan izin pelaksanaan penelitian kepada Dekan Fakultas Keperawatan USU dan mengirimkan surat ke bagian pendidikan Fakultas Keperawatan dan Fakultas Kedokteran, kemudian surat tersebut dibawa untuk melakukan pengambilan data penelitian. Setelah mendapat persetujuan dari pihak-pihak tersebut, peneliti melakukan pengumpulan data.

Peneliti menjelaskan kepada responden tentang tujuan, manfaat dan proses pengisian kuesioner sebelum menanyakan kesediannya untuk terlibat sebagai responden. Peneliti menjelaskan bahwa instrumen penelitian yang digunakan ada 3, yang pertama kuesioner data demografi yang berisi usia, jenis kelamin, agama, suku, fakultas, dan semester. Kedua, kuesioner mengenai mekanisme koping untuk melaksanakan kolaborasi, dan ketiga kuesioner mengenai kesiapan melaksanakan kolaborasi. Responden yang bersedia diminta untuk menandatangani lembar persetujuan (informed consent). Responden diminta untuk mengisi kuesioner yang


(43)

diberikan oleh peneliti dan diberikan kesempatan untuk bertanya bila ada yang tidak dimengerti.

Responden mengisi kuesioner kurang lebih selama lima menit dan ditunggu sampai selesai oleh peneliti. Keterbatasan waktu dalam penelitian dikarenakan peneliti masih ada perkuliahan selama proses pengumpulan data, sehingga peneliti meminta bantuan asisten penelitian untuk menyebarkan kuesioner. Selain itu, peneliti juga meminta bantuan dari beberapa kakak senior yang sedang profesi untuk membagikan kuesioner kepada teman-temannya. Sebagai tanda terima kasih peneliti memberikan pulpen kepada setiap responden yang telah mengisi kuesioner. Setelah semua kuesioner dibagikan sesuai jumlah yang dibutuhkan, peneliti mengumpulkannya untuk dianalisa.

9. Analisis data

Analisis data penelitian ini adalah analisis univariat. Peneliti menganalisa masing variabel penelitian, distribusi karakteristik responden dan menganalisa mekanisme koping serta kesiapan melaksanakan kolaborasi pada mahasiswa profesi ners dan mahasiswa profesi dokter Universitas Sumatera Utara.

Analisa data dilakukan setelah semua data terkumpul melalui beberapa tahap dimulai dengan editing yaitu memeriksa kelengkapan identitas dan data responden serta memastikan bahwa semua pernyataan telah diisi sesuai petunjuk, kemudian coding yaitu memberi kode atau angka tertentu pada lembar observasi untuk memudahkan peneliti dalam melakukan tabulasi dan analisa data. Selanjutnya


(44)

processing yaitu memasukkan data dari lembar observasi ke dalam program komputer dan dilakukan pengolahan data dengan menggunakan teknik komputerisasi. Terakhir cleaning yaitu memeriksa kembali data yang telah dimasukkan untuk mengetahui ada kesalahan atau tidak.

Selanjutnya data disajikan dalam bentuk tabel distribusi frekuensi dan persentase untuk mendeskripsikan tentang data demografi, mekanisme koping, dan kesiapan untuk melaksanakan kolaborasi pada mahasiswa profesi ners dan profesi dokter USU.


(45)

Bab ini menjelaskan mengenai hasil penelitian dan pembahasan setelah dilakukan pengumpulan data pada Maret-April 2015 terhadap 21 mahasiswa profesi ners dan 63 mahasiswa profesi dokter USU yang sedang menjalani pendidikan profesi mengenai mekanisme koping dan kesiapan melaksanakan kolaborasi.

1. Hasil penelitian

Hasil penelitian dijabarkan mulai dari karakteristik mahasiswa profesi berdasarkan data demografi, distribusi frekuensi dan persentase karakteristik mahasiswa profesi. Hasil penelitian ini juga akan menggambarkan distribusi frekuensi dan persentase dari mekanisme koping dan kesiapan melaksanakan kolaborasi pada mahasiswa profesi ners dan mahasiswa profesi dokter USU.

1.1. Karakteristik mahasiswa profesi ners dan mahasiswa profesi dokter

Deskripsi karakteristik mahasiswa profesi mencakup jenis kelamin, agama, dan suku. Data demografi hanya untuk melengkapi data responden, sehingga tidak dianalisis hubungannya dengan mekanisme koping maupun kesiapan mahasiswa profesi. Berdasarkan data yang diperoleh dari mahasiswa profesi ners paling banyak berjenis kelamin perempuan sebanyak 52,4%. Hasil ini juga sama dengan mahasiswa profesi dokter, yaitu paling banyak berjenis kelamin perempuan sebanyak 73%. Sebagian besar mahasiswa profesi ners dan mahasiswa profesi dokter beragama islam, yaitu sebanyak 66,7% dan 50,8%. Suku paling banyak pada mahasiswa profesi


(46)

ners dan mahasiswa profesi dokter adalah batak, yaitu sebanyak 57,1% dan 61,9%. Sama halnya dengan suku yang paling sedikit pada mahasiswa profesi ners dan mahasiswa profesi dokter adalah nias, yaitu sebanyak 4,8% dan 1,6%. Data karakteristik mahasiswa profesi ners dan mahasiswa profesi dokter tertera pada tabel 2 berikut.

Tabel 2. Distribusi frekuensi dan persentase data demografi mahasiswa profesi ners (n=21) dan mahasiswa profesi dokter (n=63)

Karakteristik Frekuensi(n) Persentase(%)

Ners Dokter Ners Dokter

Jenis Kelamin Laki-laki Perempuan 10 11 17 46 47,6 52,4 27 73

Total 21 63 100 100

Agama Islam Kristen Hindu Buddha 14 7 - - ` 32 28 2 1 66,7 33,3 - - 50,8 44,4 3,2 1,6

Total 21 63 100 100

Suku Batak Minang Jawa Melayu Aceh Nias Cina India 12 4 2 - 2 1 - - 39 6 6 3 3 1 2 3 57,1 19,0 9,5 - 9,5 4,8 - - 61,9 9,5 9,5 4,8 4,8 1,6 3,2 4,8

Total 21 63 100 100


(47)

1.2. Mekanisme koping mahasiswa profesi dalam melaksanakan kolaborasi Hasil penelitian menunjukkan bahwa mahasiswa profesi ners lebih banyak menggunakan mekanisme koping yang berfokus pada emosi, yaitu sebanyak 52,4%, namun angka tersebut tidak begitu signifikan karena hanya selisih satu angka dengan yang menggunakan mekanisme koping berfokus pada masalah yaitu sebanyak 47,6%. Hasil yang sebaliknya didapatkan dari mahasiswa profesi dokter, yaitu sebanyak 60,3% menggunakan mekanisme koping berfokus masalah. Data mekanisme koping dapat dilihat pada tabel 3 berikut.

Tabel 3. Distribusi frekuensi dan persentase mekanisme koping mahasiswa profesi ners (n=21) dan mahasiswa profesi dokter (n=63)

Mekanisme Koping Frekuensi(n) Persentase(%)

Ners Dokter Ners Dokter

Fokus masalah Fokus emosi

10 11

38 25

47,6 52,4

60,3 39,7

Total 21 63 100 100

Sumber: Data Primer

Mahasiswa profesi ners dan mahasiswa profesi dokter menggunakan mekanisme koping yang berbeda untuk melaksanakan kolaborasi, yaitu mahasiswa profesi ners menggunakan mekanisme koping yang berfokus pada emosi dan mahasiswa profesi dokter berfokus pada masalah. Hal ini dapat dilihat dari hasil jawaban per item pernyataan pada tabel berikut ini.


(48)

Tabel 4. Distribusi frekuensi dan persentase mekanisme koping dalam melaksanakan kolaborasi berfokus masalah pada mahasiswa profesi ners (n=21) dan

mahasiswa profesi dokter (n=63)

NO Pernyataan Professi ners Profesi dokter

TP JR SR SL TP JR SR SL

1. Berusaha semaksimal mungkin untuk memberikan kontribusi yang baik 1 4,8% 4 19% 10 47,6% 6 28,6% 2 3,2% 5 7,9% 30 47,6% 26 41,3%

2. Melampiaskan kemarahan kepada anggota profesi lain yang menyebabkan saya marah 3 14,3% 13 61,9% 4 19% 1 4,8% 14 22,2% 33 52,4% 14 22,2% 2 3,2%

3. Meluapkan semua perasaan jika ada yang tidak sesuai dengan yang seharusnya

- 9

42,9% 11 52,4% 1 4,8% 12 19% 25 39,7% 20 31,7% 6 9,5%

4. Melakukan sesuatu yang sangat beresiko untuk menyelesaikan masalah 3 14,3% 10 47,6% 5 23,8% 3 14,3% 16 25,4% 29 46% 15 23,8% 3 4,8%

5. Berusaha dan berjuang untuk apa yang saya inginkan

- 1

4,8% 18 85,7% 2 9,5% 3 4,8% 5 7,9% 38 60,3% 17 27%

6. Berbicara

dengan teman seprofesi

mengenai suatu masalah

- 5

23,8% 9 42,9% 7 33,3% 2 3,2% 6 9,5% 36 57,1% 19 30,2%

7. Menerima rasa simpati dan pengertian baik dari teman

- 7

33,3% 12 57,1% 2 9,5% 1 1,6% 7 11,1% 32 50,8% 23 36,5%


(49)

seprofesi

maupun dari profesi lain 8. Meminta

bantuandari senior (kakak kelas)

- 5

23,8% 11 52,4% 5 23,8% 4 6,3% 6 9,5% 35 55,6% 18 28,6%

9. Berbicara

dengan orang yang lebih berpengalaman 1 4,8% 3 14,3% 13 61,9% 4 19% 2 3,2% 11 17,5% 42 66,7% 8 12,7%

10. Meminta nasehat dari teman seprofesi untuk menyelesaikan masalah

- 3

14,3% 13 61,9% 5 23,8% 3 4,8% 8 12,7% 35 55,6%) 17 27%

11. Berkonsentrasi untuk

mengerjakan hal-hal yang selanjutnya

- 2

9,5%

17 81%

2 9,5%

- 3

4,8% 37 58,7%

23 36,5%

12. Membuat suatu rencana kegiatan dan melaksanakannya 2 9,5% 7 33,3% 11 52,4% 1 4,8% 2 3,2% 11 17,5% 39 61,9% 11 17,5%

13. Belajar dari kesalahan masa lalu (senior) 1 4,8% 7 33,3% 8 38,1% 5 23,8% 4 6,3% 11 17,5% 29 46% 19 30,2% 14. Melakukan tugas

profesi saya dengan sungguh-sungguh 3 14,3% 9 42,9% 4 19% 5 23,8% 1 1,6% 8 12,7% 23 36,5% 31 49,2%

15. Menerima solusi dari teman seprofesi

maupun profesi lain walaupun terkadang berselisih 3 14,3% 6 28,6% 11 52,4% 1 4,8%

- 19 30,2%

37 58,7%

7 11,1%


(50)

Tabel 5. Distribusi frekuensi dan persentase mekanisme koping dalam melaksanakan kolaborasi berfokus emosi pada mahasiswa profesi ners (n=21) dan

mahasiswa profesi dokter (n=63)

NO Pernyataan Professi ners Profesi dokter

TP JR SR SL TP JR SR SL

16. Bersikap terbuka dan memberikan kesempatan kepada profesi lain 1 4,8% 8 38,1% 10 47,6% 2 9,5% 3 4,8% 9 14,3% 43 68,3% 8 12,7%

17. Berusaha untuk tidak bertindak terburu-buru

- 4

19% 14 66,7% 3 14,3% 4 6,3% 4 6,3% 41 65,1% 14 22,2% 18. Melupakan

masalah yang ada agar tidak mengganggu aktivitas yang lain 1 4,8% 4 19% 15 71,4% 1 4,8% 3 4,8% 13 20,6% 33 52,4% 14 22,2%

19. Mencari hikmah dan sisi positif dari setiap masalah yang terjadi 1 4,8% 3 14,3% 13 61,9% 4 19% 3 4,8% 11 17,5% 25 39,7% 24 38,1%

20. Membiarkan masalah yang ada walaupun mengganggu aktivitas 2 9,5% 9 42,9% 6 28,6% 4 19% 13 20,6% 22 34,9% 21 33,3% 7 11,1%

21. Berusaha membuat

masalah menjadi ringan

- 12 57,1% 8 38,1% 1 4,8% 6 9,5% 20 31,7% 30 47,6% 7 11,1%

22. Menganggap masalah yang terjadi sebagai dasar

pembentukan pribadi yang baik

- 10 47,6% 9 42,9% 2 9,5% 1 1,6% 9 14,3% 36 57,1% 17 27%

23. Perselisihan dengan profesi lain membuat

3 14,3% 9 42,9% 7 33,3% 2 9,5% 5 7,9% 10 15,9% 34 54% 14 22,2%


(51)

saya menemukan makna yang berarti dalam sebuah

kolaborasi

24. Berdoa kepada tuhan atas segala sesuatu yang terjadi

- 6

28,6% 6 28,6% 9 42,9 3 4,8% 11 17,5% 17 27% 32 50,8%

25. Meminta maaf jika melakukan kesalahan

- 8

38,1% 10 47,6% 3 14,3% 3 4,8% 10 15,9% 27 42,9% 23 36,5% 26. Mengintrospeksi

diri agar lebih baik

- 6

28,6% 11 52,4% 4 19% 4 6,3% 4 6,3% 32 50,8% 23 36,5% 27. Menyadari

bahwa saya sendiri bisa menjadi

penyebab

masalah bagi profesi lain

- 7

33,3% 9 42,9% 5 23,8% 4 6,3% 5 7,9% 32 50,8% 22 34,9%

28. Berharap

masalah yang terjadi berakhir dengan sendirinya 2 9,5% 6 28,6% 9 42,9% 4 19% 8 12,7% 21 33,3% 19 30,2% 15 23,8%

29. Tidur, makan, dan menonton lebih banyak dari biasanya ketika terjadi perselisihan 1 4,8% 10 47,6% 8 38,1% 2 9,5% 9 14,3% 15 23,8% 26 41,3% 13 20,6%

30. Merokok, mengonsumsi alkohol, dan obat-obat

terlarang jika ada hal yang tidak sesuai keinginan 5 23,8% 7 33,3% 8 38,1% 1 4,8% 5 7,9% 10 15,9% 3 4,8% 45 71,4%


(52)

1.3. Kesiapan mahasiswa profesi dalam melaksanakan kolaborasi

Kesiapan dalam melaksanakan kolaborasi pada mahasiswa profesi ners dan mahasiswa profesi dokter mayoritas dalam kategori baik/siap yaitu sebanyak 76,2% pada mahasiswa profesi ners dan 69,8% pada mahasiswa profesi dokter. Mahasiswa yang tidak siap hanya sedikit dari jumlah seluruh mahasiswa, yaitu sebanyak 23,8% pada mahasiswa profesi ners dan 30,2% pada mahasiswa profesi dokter. Data kesiapan dalam melaksanakan kolaborasi dapat dilihat pada tabel 4 berikut.

Tabel 6. Distribusi frekuensi dan persentase kesiapan mahasiswa profesi ners (n=21) dan mahasiswa profesi dokter (n=63)

Kesiapan Frekuensi(n) Persentase(%)

Ners Dokter Ners Dokter

Siap Tidak siap

16 5

44 19

76,2 23,8

69,8 30,2

Total 21 63 100 100

Sumber: Data Primer

Mahasiswa profesi ners dan mahasiswa profesi dokter memiliki kesiapan yang baik untuk melaksanakan kolaborasi seperti yang telah diuraikan pada tabel 6 diatas. Kesiapan mahasiswa profesi bisa dilihat dari hasil jawaban per item pernyataan berikut ini.


(53)

Tabel 7. Distribusi frekuensi dan persentase kesiapan melaksanakan kolaborasi pada mahasiswa profesi ners (n=21) dan mahasiswa profesi dokter (n=63)

NO Pernyataan Profesi ners Profesi dokter

STS TS S SS STS TS S SS

1. Kolaborasi adalah kerjasama berbagai profesi kesehatan (ners/dokter) untuk memberikan pelayanan kesehatan 2 9,5% 3 14,3% 6 28,6% 10 47,6% 6 9,5% 8 12,7% 20 31,7% 29 46%

2. Segala permasalahan pasien yang ada di rumah sakit akan lebih mudah diselesaikan dengan kolaborasi 2 9,5% 2 9,5% 6 28,6% 11 52,4% 6 9,5% 3 4,8% 24 38,1% 29 46%

3. Kolaborasi bertujuan untuk meningkatkan derajat

kesehatan pasien

- 3

14,3% 7 33,3% 11 52,4% 2 3,2% 7 11,1% 24 38,1% 30 47,6%

4. Perbedaan pendapat

diantara profesi kesehatan (ners/dokter) pasti akan terjadi 3 14,3% 6 28,6% 8 38,1% 4 19% 5 7,9% 7 11,1% 29 46% 22 34,9%

5. Merasa sulit untuk menjalin komunikasi yang baik ketika berkolaborasi dengan profesi

- 11 52,4% 5 23,8% 5 23,8% 4 6,3% 26 41,3% 22 34,9% 11 17,5%


(54)

lain

6. Teman seprofesi maupun profesi lain melakukan kesalahan dalam memberikan pelayanan kesehatan kepada pasien

- 1

4,8% 10 47,6% 10 47,6% 4 6,3% 9 14,3% 30 47,6% 20 31,7%

7. Kolaborasi akan berjalan dengan baik jika dilakukan dengan sungguh-sungguh 1 4,8% 3 14,3% 8 38,1% 9 42,9% 6 9,5% 8 12,7% 17 27% 32 50,8%

8. Program profesi merupakan suatu tahap yang harus dilalui setelah tahap akademik

- 1

4,8% 14 66,7% 6 28,6% 2 3,2% 12 19% 26 41,3% 23 36,5%

9. Segala permasalahan yang terjadi selama

berkolaborasi dengan profesi lain pasti bisa diselesaikan

- 1

4,8% 14 66,7% 6 28,6% 5 7,9% 6 9,5% 35 55,6% 17 27%

10. Komunikasi yang baik dengan profesi lain akan terjalin karena seringnya

melakukan diskusi bersama

- 3

14,3% 11 52,4% 7 33,3% 4 6,3% 6 9,5% 31 49,2% 22 34,9%


(55)

2. Pembahasan

2.1. Mekanisme koping mahasiswa profesi ners dan mahasiswa profesi dokter USU dalam melaksanakan kolaborasi yang berfokus pada masalah

Hasil penelitian menunjukkan bahwa sebagian besar mahasiswa profesi dokter menggunakan mekanisme koping berfokus masalah sebanyak 60,3%, dan mekanisme koping yang digunakan mahasiswa profesi ners menunjukkan hasil yang sebaliknya, yaitu sebanyak 47,6%. Berdasarkan data yang diuraikan pada tabel 4 didapatkan data sebanyak 85,7% mahasiswa profesi ners berusaha dan berjuang untuk apa yang mereka inginkan. Artinya mahasiswa profesi ners berusaha untuk menjalin kolaborasi yang baik dengan mahasiswa profesi dokter. Hasil yang didapatkan dari mahasiswa profesi dokter menunjukkan sebanyak 66,7% mendiskusikan masalah ketika berkolaborasi kepada kepala ruangan. Salah satu cara menyelesaikan masalah adalah mendiskusikan dengan orang lain atau mencari dukungan sosial. Hal ini sesuai dengan hasi penelitian bahwa mahasiswa profesi dokter menggunakan mekanisme koping yang berfokus pada masalah.

Lazarus dan Folkman (1984) bahwa biasanya individu yang menghadapi stres menggunakan mekanisme koping yang berfokus pada masalah dan mekanisme koping yang berfokus pada emosi. Mekanisme koping berfokus pada masalah merupakan mekanisme koping yang secara langsung berfokus pada sumber penyebab stres, sedangkan mekanisme koping berfokus pada emosi lebih menekankan pada manajemen emosi dalam setiap individu. Hal ini senada dengan yang dijelaskan oleh


(56)

(Zainun, 2003) bahwa individu menggunakan kedua cara tersebut untuk mengatasi berbagai masalah yang menekan dalam berbagai ruang lingkup kehidupan sehari-hari. Setiap individu bisa saja menggunakan mekanisme koping yang berbeda sesuai dengan faktor yang mempengaruhinya, meliputi kesehatan fisik, keyakinan atau pandangan yang positif, keterampilan memecahkan masalah, keterampilan sosial, dukungan sosial, dan materi (Muktadin, 2002). Setiap individu memiliki cara yang berbeda dalam memecahkan suatu masalah, yaitu proses yang tercakup dalam usaha menemukan urutan yang benar yang mengarah pada suatu jawaban atau mengarah pada pemecahan yang ideal (Zainun, 2003). Faktor yang menentukan strategi mana yang paling banyak atau sering digunakan sangat tergantung pada kepribadian seseorang dan sejauhmana tingkat stres dari suatu masalah yang dihadapinya (Yenjeli, 2001).

Mahasiswa profesi dokter menggunakan mekanisme koping berfokus pada masalah, artinya mereka menganggap bahwa masalah kolaborasi dapat dikontrol. Ditambah lagi pengalaman mahasiswa profesi dokter lebih lama dibandingkan dengan mahasiswa profesi ners. Mahasiswa profesi dokter menjalani pendidikan profesi selama dua tahun, namun mahasiswa profesi ners hanya satu tahun menjalani pendidikan profesi. Hal ini sesuai dengan teori yang dijelaskan oleh (Rasmun, 2004) bahwa salah satu faktor yang sangat mempengaruhi seseorang cenderung untuk langsung menyelesaikan masalah yang dihadapinya adalah tergantung pengalaman yang ia miliki. Semakin banyak pengalamannya maka akan semakin mudah seseorang untuk menyelesaikan masalah yang dihadapinya.


(57)

2.2. Mekanisme koping mahasiswa profesi ners dan mahasiswa profesi dokter USU dalam melaksanakan kolaborasi yang berfokus pada emosi

Mekanisme koping mahasiswa profesi ners dan mahasiswa profesi dokter seperti yang telah dibahas sebelumnya, menunjukkan bahwa sebanyak 52,4% mahasiswa profesi ners menggunakan mekanisme koping berfokus emosi dan sebanyak 39,7% menggumakan mekanisme koping yang sama. Berdasarkan data yang diuraikan pada tabel 5 didapatkan data sebanyak 68,3% mahasiswa profesi dokter berusaha untuk tidak menutup diri dan terbuka kepada profesi lain (profesi ners). Artinya, mahasiswa profesi dokter berusaha untuk menyelesaikan masalah yang dihadapi ketika berkolaborasi dengan mahasiswa profesi ners. Sedangkan hasil yang didapatkan dari mahasiswa profesi dokter menunjukkan sebanyak 71,4% melupakan masalah agar tidak mengganggu aktivitas. Artinya, mahasiswa profesi ners memilih untuk memendam masalah yang dihadapi ketika berkolaborasi dengan mahasiswa profesi dokter daripada segera untuk mencari pemecahan masalah tersebut. Hal ini sesuai dengan hasil penelitian yang menunjukkan bahwa mahasiswa profesi ners menggunakan mekanisme koping yang berfokus pada emosi ketika berkolaborasi dengan mahasiswa profesi dokter.

Lazarus dan Folkman (1984) menjelaskan bahwa mekanisme koping berfokus pada emosi lebih menekankan pada manajemen emosi dalam setiap individu. Koping berfokus pada emosi sering digunakan dalam proses adaptasi untuk menyeimbangkan kondisi dan akan diikuti oleh koping berfokus pada masalah.


(58)

Koping berfokus pada emosi akan membantu seseorang untuk dapat menggunakan koping berfokus pada masalah.

Koping setiap individu pasti berbeda sesuai dengan faktor yang mempengaruhinya (Muktadin, 2002). Muktadin juga mengatakan bahwa koping yang berfokus pada emosi lebih banyak digunakan pada situasi yang tidak mampu diubah karena keterbatasan sumber daya. Setiap individu memiliki cara yang berbeda dalam memecahkan suatu masalah, yaitu proses yang tercakup dalam usaha menemukan urutan yang benar yang mengarah pada suatu jawaban atau mengarah pada pemecahan yang ideal (Zainun, 2003). Faktor yang menentukan strategi mana yang paling banyak atau sering digunakan sangat tergantung pada kepribadian seseorang dan sejauhmana tingkat stres dari suatu masalah yang dihadapinya (Yenjeli, 2001).

Salah satu faktor yang mempengaruhi strategi koping adalah jenis kelamin. Teori ini telah dibuktikan oleh Mutoharoh (2009) yang menemukan bahwa perempuan cenderung menggunakan strategi koping yang bertujuan mengubah respon emosi mereka terhadap keadaan yang stresfull, sedangkan laki-laki lebih banyak menggunakan mekanisme koping yang berfokus pada masalah dalam menghadapi kondisi yang stresfull. Hal ini sesuai dengan hasil penelitian yang menunjukkan bahwa mahasiswa profesi ners yang berjenis kelamin perempuan sebanyak 11 orang (52.4%). Sehingga secara keseluruhan mahasiswa profesi ners menggunakan mekanisme koping yang berfokus pada emosi.


(59)

2.3. Kesiapan mahasiswa profesi ners dan mahasiswa profesi dokter USU dalam melaksanakan kolaborasi

Hasil penelitian yang dilakukan pada mahasiswa profesi ners dan mahasiswa profesi dokter menunjukkan bahwa keduanya memiliki kesiapan yang baik, yaitu sebanyak 76,2% pada mahasiswa profesi ners dan 69,8% pada mahasiswa profesi dokter. Berdasarkan hasil penelitian didapatkan data bahwa baik mahasiswa profesi ners maupun mahasiswa profesi dokter memiliki kesiapan yang baik untuk melaksanakan kolaborasi. Hasil penelitian ini sejalan dengan yang dilakukan oleh Amaluddin pada tahun 2006 tentang kolaborasi perawat dengan dokter di Rumah Sakit Dr. Mohammad Husin Palembang, didapatkan hasil 51,3%. Hal ini menunjukkan bahwa telah terjadi kolaborasi yang termasuk dalam kategori baik, tetapi dengan persentasi yang rendah.

Hasil penelitian yang dilakukan oleh (Pramita, 2011) bertentangan dengan kedua penelitian diatas. Pramita menemukan bahwa mahasiswa profesi ners mengalami kesulitan saat berhadapan dengan masalah-masalah nyata, seperti masalah interpersonal selama menjalani pendidikan profesi. Masalah interpersonal ini termasuk kolaborasi dengan profesi kesehatan lain (antara dokter dengan perawat) yang ada di rumah sakit. Hal ini berarti bahwa mahasiswa profesi ners dan mahasiswa profesi dokter harus dipersiapkan sejak dini untuk melaksanakan kolaborasi di rumah sakit. Kesiapan setiap individu berbeda dalam memberikan respon terhadap suatu situasi tergantung bagaimana tingkat perkembangan dan kematangan atau kedewasaan seseorang (Chaplin, 2006).


(60)

Kesiapan mahasiswa profesi ners dan mahasiswa profesi dokter terlihat dari jawaban pada pernyataan sembilan , yaitu sebanyak 66,7% dan 55,6% mengetahui bahwa segala permasalahan yang terjadi selama berkolaborasi pasti bisa diselesaikan. Artinya, mahasiswa profesi ners dan mahasiswa profesi dokter memiliki aspek kesediaan yang merupakan salah satu aspek yang dapat menggambarkan kesiapan dalam berkolaborasi. Yusuf (2002) menjelaskan bahwa kesiapan memiliki tiga aspek, yaitu aspek pemahaman, aspek penghayatan, dan aspek kesediaan. Aspek pemahaman, yaitu kondisi dimana seseorang mengetahui dan mengerti kejadian yang dialaminya bisa dijadikan sebagai saah satu jaminan bahwa dia akan merasa siap menghadapi hal-hal yang terjadi. Aspek penghayatan, yaitu kondisi dimana seseorang siap secara alami bahwa segala hal yang terjadi secara alami hamper menimpa semua orang adalah segala sesuatu yang wajar, normal, dan tidak perlu dikhawatirkan. Aspek kesediaan, yaitu kondisi dimana seseorang sanggup atau rela untuk berbuat sesuatu sehingga dapat mengalami secara langsung segala hal yang seharusnya dialami sebagai salah satu proses kehidupan.

Sesuai dengan teori tersebut dan disesuaikan dengan hasil penelitian, maka dapat dikatakan bahwa mahasiswa profesi ners dan profesi dokter memiliki kondisi fisik, psikologis, maupun emosional yang baik untuk melaksanakan kolaborasi, serta mempunyai tiga aspek yang diperlukan untuk melaksanakan kolaborasi.


(61)

3. Hambatan dalam penelitian

Dalam penelitian ini peneliti masih menemukan keterbatasan penelitian seperti keterbatasan pengumpulan data. Pengumpulan data menggunakan kuesioner mempunyai dampak yang sangat subjektif sehingga kebenaran data tergantung pada kejujuran dari responden. Ditambah lagi sampel dalam penelitian ini ada dua, yaitu mahasiswa profesi ners dan mahasiswa profesi dokter sehingga peneliti mendapatkan kesulitan saat mengumpulkan responden sesuai dengan jumlah yang dibutuhkan dalam penelitian ini.

Hal lain yang menjadi kendala dalam penelitian ini adalah perbedaan stresor. Ketika dilakukan pengumpulan data, mahasiswa profesi ners berada di stase komunitas sedangkan mahasiswa profesi dokter mayoritas berada di rumah sakit. Hal ini menyebabkan adanya perbedaan stres pada mahasiswa.


(62)

pada BAB 1 dapat diambil kesimpulan mengenai mekanisme koping dan kesiapan melaksanakan kolaborasi pada mahasiswa profesi ners dan mahasiswa profesi dokter USU.

1. Kesimpulan

Hasil penelitian menunjukkan bahwa mekanisme koping mahasiswa profesi ners berfokus pada emosi sedangkan mekanisme koping pada mahasiswa profesi dokter berfokus pada masalah. Kesiapan mahasiswa profesi ners dan mahasiswa profesi dokter dalam melaksanakan kolaborasi adalah baik, artinya baik mahasiswa profesi ners maupun mahasiswa profesi dokter siap untuk melaksanakan kolaborasi saat memberikan pelayanan kesehatan. Maka peneliti menyimpulkan bahwa mayoritas mahasiswa profesi ners dan mahasiswa profesi dokter menggunakan koping yang berbeda namun masih dalam penggolongan koping yang baik, serta memiliki kesiapan yang baik dalam menghadapi situasi tertentu yakni kolaborasi yang dapat dilihat dari aspek pemahaman, penghayatan, dan kesediaan.


(63)

2. Saran

a. Bagi praktik keperawatan

Hasil penelitian ini memberikan informasi bahwa upaya yang dilakukan seseorang dalam menghadapi suatu stresor dan kesiapannya untuk menghadapi suatu kondisi perlu dikaji terlebih dahulu. Perawat dengan dokter yang melaksanakan praktik di rumah sakit pasti akan ada saatnya saling bersinggungan, namun dengan adanya pemahaman sebelumnya mengenai kolaborasi akan membantu dalam memberikan pelayanan yang bermutu.

b. Bagi pendidikan keperawatan

Kolaborasi adalah hubungan kerja diantara berbagai profesi kesehatan dalam memberikan pelayanan kesehatan kepada pasien/klien. Menjalin kolaborasi yang baik diperlukan mekanisme koping dan kesiapan yang baik sejak dini. Maka, peneliti menyarankan kepada mahasiswa keperawatan untuk mencari informasi mengenai hal-hal yang perlu dipersiapkan sebelum melaksanakan kolaborasi di rumah sakit untuk menambah wawasan dan berlatih untuk mempersiapkan diri menjadi lebih baik ketika menjadi bagian dari pemberi pelayanan kesehatan.

c. Bagi penelitian keperawatan

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan bagi penelitian tentang mekanisme koping dan kesiapan melaksanakan kolaborasi yang selanjutnya. Sebagai rekomendasi untuk peneliti berikutnya, diharapan penelitian ini dapat dikembangkan menjadi hubungan mekanisme koping dengan kesiapan dalam


(64)

melaksanakan kolaborasi pada berbagai profesi kesehatan dalam meningkatkan mutu pelayanan kesehatan.


(65)

http://www.jamanetwork.com diakses pada tanggal 19 Januari 2015 pukul 11:10

Arikunto, S. (2010). Prosedur Penelitian: Suatu Pendekatan Praktik. (edisi revisi). Jakarta: Rineka Cipta.

Chaplin, J. P. (2006). Kamus Lengkap Psikologi. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada. Cooper, R. A. (2007). New directions for nurse practitioners and physician assistants

in the era of physician shortages. Academic medicine, 9, 827–828. Available from: http://www.ncbi.nlm.nih.gov diakses pada tanggal 18 Januari 2015 pukul 13.25

Curtis K. and Tzannes A. (2011). How to talk to doctors – a guide for effective communication. International Nursing Review, 58, 13–20. Available from: http://www.onlinelibrary.wiley.com diakses pada tanggal 18 Januari 2015 pukul 13.15

Fauziah, F. ( 2010). Analisis Gambaran Persepsi dan Kesiapan Mahasiswa Profesi Terhadap Interprofessional Education di tatanan pendidikan klinik. Skripsi S1 Keperawatan Fakultas Kedokteran Universitas Gadjah Mada. http://www.repository.ugm.ac.id diakses pada tanggal 17 September 2014 pukul 17:00

Interprofessional Education Collaborative Expert Panel. (2011). Core competencies for interprofessional collaborative practice: Report of an expert panel. Washington, D.C.: Interprofessional Education Collaborative. Available from: http://www.aacn.nche.edu/education-resources/ipecreport.pdf diakses pada tanggal 16 September 2014 pukul 10:55

Keith, K. M. (2008). Effective Collaboration: the key to better healthcare. Canadian Journal of Nursing Leadership, 21(2): 51-61. Available from: http://www.ncbi.nlm.nih.gov diakses pada tanggal 18 September 2014 pukul 13.25

Lait et al., (2010). can interprofessional collaboration provide health human resources solution: Report of knowledge synthesis. Canada: on behalf of the research team. Available from:


(1)

32 4 4 3 3 3 3 3 2 3 4 4 3 3 4 3 3 3 3 4 1 3 3 4 4 4 4 4 4 3 4 33 3 3 3 2 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 2 2 4 3 3 3 3 2 3 34 4 2 2 2 3 4 4 4 4 4 4 3 4 4 3 3 3 3 4 2 2 3 4 4 4 4 4 2 3 4 35 4 2 2 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 4 3 3 3 3 3 2 3 3 3 4 3 3 3 4 4 4 36 4 2 2 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 4 2 4 3 3 3 2 2 2 3 3 3 3 3 4 4 4 37 4 4 3 3 4 4 4 3 3 4 4 4 4 4 2 4 4 4 4 1 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 38 2 2 1 2 3 2 3 3 3 2 3 4 3 2 3 2 4 4 4 4 1 4 4 4 4 4 4 4 4 2 39 3 3 3 3 4 4 4 4 4 4 4 4 4 3 3 2 3 2 4 4 1 4 3 4 4 4 4 4 3 4 40 4 4 3 3 3 3 4 3 3 3 4 4 4 4 2 3 3 3 3 4 3 3 3 4 3 3 4 4 4 3 41 2 3 2 2 4 2 3 3 3 1 4 3 1 2 3 3 1 3 1 3 2 3 3 2 3 3 3 2 3 1 42 3 3 2 3 3 2 2 3 1 3 3 3 3 3 3 3 3 2 3 2 3 4 2 2 2 3 3 2 3 4 43 1 2 3 3 2 3 3 3 3 3 3 3 3 3 2 2 3 3 2 3 3 3 1 3 3 1 1 2 2 2 44 4 4 4 3 2 3 3 4 3 4 4 3 3 4 2 3 4 3 3 4 3 2 3 4 4 4 4 4 4 4 45 3 3 3 4 3 4 4 3 3 3 3 2 2 3 2 2 3 3 2 4 3 4 4 4 3 3 3 4 3 4 46 4 3 4 3 3 3 3 2 2 3 3 2 2 3 3 3 3 4 3 2 2 2 3 4 4 3 1 3 3 4 47 3 4 3 3 3 3 3 3 2 3 3 3 3 4 2 3 3 3 4 3 3 3 3 4 4 3 3 2 2 4 48 3 3 3 4 3 3 3 3 2 3 3 2 3 3 2 3 3 2 2 3 2 3 2 4 3 3 3 2 2 4 49 3 3 3 4 4 3 2 3 3 2 3 3 3 4 3 3 3 2 3 3 3 3 2 4 2 3 3 3 3 4 50 3 2 2 2 4 4 4 4 3 4 4 3 3 4 4 3 3 3 4 1 4 4 4 2 3 3 3 4 4 4 51 4 2 1 2 3 4 3 3 3 3 3 3 4 4 4 3 4 4 4 1 4 4 4 4 4 4 4 1 1 4 52 4 4 4 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 2 3 3 3 3 3 3 3 2 4 4 53 3 3 3 4 3 3 4 3 3 4 3 3 4 4 3 3 4 3 4 2 2 4 4 4 4 4 3 3 3 4 54 3 1 2 3 3 3 4 2 2 1 4 2 2 2 3 3 1 2 2 2 2 3 3 2 3 3 2 2 1 1 55 3 3 2 2 3 3 3 3 4 3 3 3 2 3 2 3 1 2 4 1 3 1 3 1 2 2 2 1 1 4 56 3 2 2 2 3 3 3 3 2 3 4 2 2 3 2 3 3 1 2 2 3 3 3 3 1 3 3 2 1 2 57 4 4 4 2 4 4 4 4 4 4 4 3 4 4 4 4 4 4 4 4 3 3 3 4 4 4 4 1 4 4 58 4 4 4 4 3 4 4 3 3 3 3 3 4 3 3 3 4 4 3 3 4 3 3 4 4 4 3 3 4 4 59 4 2 2 2 3 3 2 1 2 3 3 1 2 3 3 3 2 3 3 1 3 3 3 2 2 3 3 2 3 1 60 4 3 4 2 4 3 1 4 3 2 4 1 1 2 2 2 3 3 1 2 3 2 1 2 2 1 3 1 3 3


(2)

Lampiran 15

Tabel kesiapan melaksanakan kolaborasi pada mahasiswa profesi ners USU

Sampel Pernyataan

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10

1 4 4 4 4 3 3 4 3 3 3

2 4 4 4 3 3 4 4 4 4 4

3 3 4 4 4 1 3 3 3 3 3

4 4 4 4 3 3 4 4 4 4 4

5 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3

6 4 3 3 4 2 3 3 4 3 3

7 3 4 4 4 1 3 3 3 3 3

8 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3

9 4 4 4 2 3 4 4 3 4 4

10 4 4 4 2 3 4 4 3 4 4

11 4 4 4 3 2 4 4 4 3 3

12 4 4 4 2 3 4 4 3 4 4

13 3 3 3 2 2 3 3 3 3 3

14 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3

15 4 4 4 3 3 4 4 4 4 4

16 4 4 4 3 3 4 4 3 3 2

17 2 1 2 2 1 3 2 3 3 3

18 1 2 2 2 2 3 3 2 3 2

19 2 2 3 1 1 4 2 3 2 3

20 2 3 2 1 1 2 1 4 3 2


(3)

Lampiran 15

Tabel kesiapan melaksanakan kolaborasi pada mahasiswa profesi dokter USU

Sampel Pernyataan

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10

1 4 3 4 4 3 3 3 4 2 3

2 4 4 4 3 4 3 4 4 4 4

3 3 3 3 4 1 3 3 3 3 3

4 3 3 3 3 2 3 3 3 3 3

5 3 3 4 3 3 3 4 4 3 3

6 3 3 3 4 3 3 4 4 4 3

7 4 3 4 4 2 3 3 4 3 4

8 4 3 1 3 3 4 3 2 3 1

9 4 4 4 3 3 3 4 4 4 4

10 4 4 4 4 2 3 4 4 3 4

11 4 4 4 4 2 3 4 4 3 4

12 4 4 4 4 3 3 4 3 3 3

13 4 4 4 4 3 4 4 4 4 4

14 4 4 4 3 4 3 4 4 3 4

15 4 4 4 4 2 3 4 4 3 4

16 4 4 3 3 3 3 4 3 3 3

17 4 3 3 3 2 3 4 3 4 4

18 4 4 4 4 3 4 4 4 4 4

19 3 3 3 3 2 3 3 3 3 3

20 4 3 2 3 3 2 3 3 3 3

21 3 3 3 4 3 4 3 3 4 3

22 4 4 4 3 3 4 4 4 4 4


(4)

32 2 1 2 1 2 3 4 2 3 4

33 2 3 4 4 3 1 2 2 1 1

34 1 4 1 3 2 2 2 3 1 4

35 3 4 4 4 1 2 2 1 2 1

36 2 1 3 2 1 2 4 2 3 3

37 3 4 3 4 1 2 1 3 1 3

38 1 1 2 4 2 2 4 3 3 2

39 2 3 3 3 1 4 2 2 1 3

40 1 1 2 2 1 4 3 3 3 3

41 4 4 4 3 2 2 1 2 2 1

42 1 1 3 1 2 4 2 3 3 4

43 3 5 4 2 1 1 3 2 2 4

44 1 2 3 3 1 4 2 2 2 3

45 4 4 3 2 2 1 1 2 3 2

46 2 4 3 2 2 2 1 2 4 3

47 2 2 3 1 1 4 2 3 2 3

48 2 3 2 1 1 2 1 4 3 2

49 3 4 2 2 1 1 1 2 3 2

50 1 1 2 3 2 4 4 1 3 2

51 4 4 4 4 3 4 4 4 4 4

52 4 3 3 4 4 4 4 3 3 4

53 3 4 4 4 3 3 4 3 3 3

54 3 3 3 4 3 3 4 3 4 3

55 3 3 3 3 2 3 3 3 3 3

56 4 4 4 3 2 3 4 3 3 3

57 4 4 4 4 4 3 4 4 4 4

58 4 4 4 3 2 4 4 4 3 3

59 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3

60 4 4 4 2 3 4 4 3 4 4

61 4 4 4 3 2 3 3 3 4 4

62 4 4 4 3 3 4 4 4 4 3


(5)

ampiran 16

Jadwal Penelitian

N

o

Aktivitas Penelitian

September

2014

Oktober

2014

November

2014

Desember

2014

Januari

2015

Februari

2015

Maret

2015

April

2015

Mei

2015

Juni

2015

Juli

2015

Agustus

2015

Minggu Ke-

1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4

1

Pengajuan judul

penelitian

2

Menyusun Bab 1

3

Menyusun Bab 2

4

Menyusun Bab 3

5

Menyusun Bab 4

6

Menyerahkan proposal

penelitian

7

Ujian sidang proposal

8

Revisi proposal penelitian

9

Uji Validitas &

Reliabilitas

10 Pengumpulan data

responden

11 Analisa data


(6)

Lampiran 17

RIWAYAT HIDUP

Data Diri

Nama

: Astuti Lubis

Tempat/Tanggal lahir : Padangsidimpuan, 12 Februari 1993

Alamat

: Jalan Djamin Ginting Gg. Sarmin No.18 Padang Bulan

e-mail

: tutilbs@gmail.com

Data Keluarga

Nama orang tua

a.

Ayah

: H. Sayuti Lubis

b.

Ibu

: Asmina Rangkuti

Alamat

: Jalan Sutan Mhd. Arif Gg. Lurah No.10 Padangsidimpuan

Riwayat Pendidikan

1.

SD Negeri 200119 Padangsidimpuan

Tamat 2005

2.

MTsN Model Padangsidimpuan

Tamat 2008

3.

SMA Swasta Nurul Ilmi Padangsidimpuan

Tamat 2011

4.

Fakultas Keperawatan Universitas Sumatera Utara

2011 – sekarang

Riwayat organisasi

:

1.

Anggota bidang ilmi FORKIS RUFAIDAH Fakultas Keperawatan periode 2011-2012

2.

Anggota bidang Dana dan Usaha PEMA Fakultas Keperawatan periode 2013-2014