prohormon yang memiliki fungsi utama mengatur keseimbangan kalsium tubuh. Sebagai imunoregulasi, vitamin D memiliki dua fungsi penting
sebagai hormon sekosteroid pada regulasi hemostasis kalsium pada tubuh dan sebagai zat esensial organik yang sangat penting terhadap
respons imun. Vitamin D sebagai imunomodulator berfungsi untuk mengembalikan dan memperbaiki keadaan patologik menjadi normal
kembali dengan cara menekan fungsi imun yang berlebihan imunosupresi.
5
Beberapa studi mendapatkan efek vitamin D terhadap dermatitis atopik pada anak. Penelitian di Mesir tahun 2011 melaporkan hubungan
defisiensi vitamin D terhadap derajat keparahan dermatitis atopik.
7
Hata dkk menerangkan pemberian diet vitamin D dapat meningkatkan fungsi
imunitas bawaan pada kulit dermatitis atopik dibuktikan secara in vitro bahwa vitamin D dapat merangsang pembentukan AMP pada tubuh.
8
Pemberian vitamin D oral memberikan reaksi dalam menurunkan ekspresi sitokin Th-2 dengan dijumpainya peningkatan vitamin D pada serum.
7
1.2. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang diatas, maka dapat dirumuskan pertanyaan yaitu:
Apakah pemberian vitamin D bermanfaat mengurangi derajat keparahan dermatitis atopik pada anak dibandingkan dengan plasebo?
Universitas Sumatera Utara
1.3. Hipotesis
Pemberian vitamin D bermanfaat dalam mengurangi derajat keparahan dermatitis atopik pada anak.
1.4. Tujuan
1.4.1. Tujuan Umum Untuk mengetahui efek vitamin D pada derajat keparahan
dermatitis atopik pada anak. 1.4.2. Tujuan Khusus
1. Untuk mengetahui efek pengobatan vitamin D dalam mengurangi derajat keparahan dermatitis atopik pada anak
1.5. Manfaat
1. Di bidang akademik ilmiah: meningkatkan pengetahuan peneliti dalam hal efektifitas vitamin D terhadap derajat keparahan dermatitis
atopik pada anak. 2. Di bidang pelayanan masyarakat: meningkatkan usaha pelayanan
kesehatan anak khususnya di bidang alergi-imunologi anak tentang efektifitas vitamin D pada dermatitis atopik .
3. Di bidang pengembangan penelitian: memberikan masukan terhadap bidang alergi-imunologi anak, khususnya dalam pengembangan
penelitian tentang dermatitis atopik pada anak.
Universitas Sumatera Utara
4. Di bidang farmakoterapi untuk mengetahui peranan dari vitamin D sebagai imunomodulator pada derajat keparahan dermatitis atopik.
Universitas Sumatera Utara
BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Dermatitis Atopik 2.1.1. Definisi
Dermatitis atopik atau eksema atopik merupakan penyakit kulit kronik yang sering dijumpai pada bayi dan anak yang didasari oleh faktor
herediter dan lingkungan dengan gejala eritema, papula, vesikel, krusta, skuama dan pruritus yang hebat.
Pada kebanyakan penderita dermatitis atopik terdapat reaksi kulit yang didasari oleh immunoglobulin E IgE dan
mempunyai kecenderungan untuk menderita asma, rhinitis atau keduanya dikemudian hari dan dikenal sebagai allergic-march.
10,11
Kriteria diagnosis dermatitis atopik adalah bila dijumpai kondisi kulit yang gatal sesuai laporan orang tuapengasuh mengenai riwayat
menggaruk pada anak dengan tiga atau lebih kriteria minor sesuai dengan usia anak.
10
2.1.2. Epidemiologi
Angka kejadian dermatitis atopik masih cukup tinggi, 15 sampai 25 terjadi pada anak-anak dan 3 pada dewasa.
1
Prevalensi dermatitis atopik sekitar 18,1 pada anak usia 3 sampai 5 tahun.
3
Dermatitis atopik menyebabkan morbiditas dan memiliki efek terhadap kualitas hidup.
2
Sekitar 85 pasien dengan dermatitis atopik muncul pada masa kanak-
Universitas Sumatera Utara
kanak dan 70 pasien dengan dermatitis atopik berat berkembang menjadi asma atau rhinitis.
1
2.1.3. Patogenesis
Dari penelitian-penelitian
didapatkan 4
peranan yang
mempengaruhi terjadinya dermatitis atopik yaitu defek barier kulit, alergi, autoimun dan kolonisasi agen mikroba.
12
Ada dua hipotesis mengenai awal terjadinya dermatitis atopik yaitu hipotesis inside-outside dan
hipotesis outside-inside. Hipotesis inside-outside dikatakan karena pada dermatitis atopik terjadi defek barier kulit yang merupakan reaksi sekunder
pada respons inflamasi terhadap iritan dan alergen. Dan hipotesis outside- inside dikatakan karena pada serosis dan permeabilitas barier yang tidak
normal dapat menimbulkan inflamasi pada dermatitis atopik.
12,13
Lapisan kulit pada dermatitis atopik dijumpai defisien molekul lipid dan peptida antimikroba seperti cathelicidin yang menunjukkan
pertahanan pertama pada segala agen infeksi. Barir kulit yang abnormal
mengakibatkan hilangnya cairan transdermal sehingga meningkatkan penetrasi alergen dan mikroba pada kulit. Staphylococcus aureus S.
Aureus merupakan kolonisasi bakteri yang paling infeksius pada pasien dermatitis atopik.
2
Universitas Sumatera Utara
2.1.4. Diagnosis
Diagnosis dermatitis atopik ditegakkan berdasarkan riwayat penyakit dan manifestasi klinis yang dijumpai. Beberapa kriteria diagnosis
digunakan untuk mendiagnosis dermatitis atopik tanpa harus melakukan tes invasif dan memiliki spesifitas dan sensitivitas yang tinggi yaitu kriteria
Hanifin dan Rajka.
14
Gejala umum dermatitis atopik muncul sebelum bayi berumur 6 bulan dan dapat sembuh dengan bertambahnya usia akan
tetapi dapat juga menetap bahkan memberat sampai dewasa.
11
Manifestasi klinis yang muncul pada dermatitis atopik bervariasi berdasarkan usia, karena gatal pada dermatitis atopik berkelanjutan setiap
harinya dan akan memberat pada malam hari sehingga menyebabkan gangguan tidur yang sangat mempengaruhi kualitas hidup.
2
Indeks SCORing Atopic Dermatitis SCORAD adalah alat klinis yang digunakan
untuk menilai keparahan dermatitis atopik . Penilaian indeks SCORAD
berupa gejala objektif yang terdiri dari persentase area dan intensitas yang sering muncul berupa eritema, papul, krusta, ekskoriasi, xerosis dan
likenifikasi. Gejala subjektif yang dinilai adalah pruritus dan insomnia yang didapatkan dari orang tua dan dinilai dengan angka nol sampai 10. Dari
indeks SCORAD dapat dikelompokkan derajatnya yaitu ringan, sedang dan berat. Dikatakan ringan bila nilai indeks SCORAD kurang dari 25,
sedang bila nilai indeks SCORAD 25 sampai 50 dan dikatakan berat bila nilai indeks SCORAD lebih dari 50.
15
Gejala dermatitis atopik berdasarkan usia adalah bentuk infantil, bentuk anak dan bentuk dewasa.
10
Selain indeks SCORAD, pengukuran derajat keparahan dermatitis atopik dapat
menggunakan Eczema Area and Severity Index EASI, Investigator
Universitas Sumatera Utara
Global Assessment IGA atau Three Item Severity Scale TISS. EASI menilai derajat keparahan dermatitis atopik dengan mengukur area yang
terlibat kepala dan leher, badan termasuk daerah genitalia, anggota gerak atas dan bawah dengan 4 gejala eritema, ketebalan, ekskoriasi dn
likenifikasi. IGA merupakan sistem penilaian derajat keparahan dermatitis atopik dengan menilai gejala inflamasi tidak dijumpai skor 0, skor 1 bila
eritema dan papul , skor 2 dijumpai eritema dengan papul ringan, skor 3 dijumpai eritema dengan papul sedang, skor 4 ditemukan eritema dan
papul yang berat dan skor 5 bila dijumpai eritema berat dengan krusta. TISS sistem penilaian sederhana yang menggunakan tiga item intensitas
indeks SCORAD yaitu eritema, edema dan ekskoriasi dengan masing
masing gejala dinilai pada skala 0 sampai 3.
Bentuk Infantil
Bentuk ini berlangsung sampai usia 2 tahun, merupakan bentuk dermatitis akut eksudatif, predileksi daerah muka terutama pipi dan
daerah ekstensor ekstremitas. Pada bayi lebih muda, predileksi lebih sering di muka dan pada bayi yang sudah merangkak predileksi lebih
sering pada daerah ekstensor. Lesi paling menonjol adalah vesikel, papula serta garukan yang menyebabkan krusta terkadang infeksi
sekunder. Gatal adalah gejala yang mencolok sehingga bayi gelisah dan rewel dengan tidur yang terganggu. Pada sebagian penderita disertai
infeksi bakteri maupun jamur.
Universitas Sumatera Utara
Bentuk Anak
Bentuk ini lebih sering merupakan lanjutan infantile. Gejala ditandai dengan kulit kering xerosis yang bersifat kronik dengan predileksi daerah
fleksura antekubiti, poplitea, tangan, kaki dan periorbita.
Bentuk Dewasa
Bentuk ini terjadi pada usia lebih dari 20 tahun, berlokasi di daerah lipatan, muka, leher, badan bagian atas dan ekstremitas. Lesi berbentuk
dermatitis kronik dengan gejala utama likenifikasi dan skuamasi. Tabel 2.1. Kriteria Diagnostik Dermatitis Atopik Hanifin dan Rajka:
14
Kriteria mayor 3 dari 4 temuan Pruritus
Morfologi dan distribusi lesi kulit Dermatitis kronik atau dermatitis relaps
Riwayat atopic Kriteria minor 3 dari 23 temuan
Xerosis Iktiosis
Reaktivitas cepat uji kulit Peningkatan IgE
Onset yang cepat Mudah terinfeksi kulit
Mudah muncul dermatitis pada tangan dan kaki Eksema puting susu
Cheilitis Konjungtivitis berulang
Lipatan infra orbita dennie morgan Keratoconus
Katarak anterior subcapsular Kehitaman di daerah mata
Pucat pada wajaheritema Pityriasis alba
Lipatan leher bagian depan Gatal saat berkeringat
Intoleransi terhadap wool dan larutan lemak Perfollicular accentuation
Faktor lingkunganemosional White demographismdelayed blanch
Universitas Sumatera Utara
2.1.5. Tatalaksana
Dermatitis atopik umumnya tidak dapat disembuhkan akan tetapi dapat dikontrol.
10
Dari patogenesis dermatitis atopik dijumpai keterlibatan pada reaksi alergi, agen infeksius, iritan, lingkungan fisik dan stres
emosional yang sangat penting dalam memulai pengobatan. Pengobatan
dermatitis atopik dibagi atas 2 bentuk yaitu pengobatan topikal dan sistemik.
13
Mandi disarankan untuk pasien dermatitis atopik sebagai bagian dari terapi dan perawatan walaupun tidak ada standard berapa kali atau
berapa lama waktu yang digunakan untuk pasien deramatitis atopik.
16
Dengan mandi dapat mengurangi alergen pada lapisan kulit dan mengurangi kolonisasi kuman S. aureus. Penggunaan emollient yang
dikombinasi dengan hidrasi membantu dalam memperbaiki barier stratum korneum dan mengurangi penggunaan salep kortikosteroid. Penggunaan
kortikosteroid topikal maupun sistemik untuk jangka panjang sebaiknya diamati efek samping yang mungkin terjadi. Pilihan yang cukup aman
menurut dermatologi dengan penggunaan calcineurin inhibitor seperti salep tacrolimus 0,03 dan 0,1 dan salep pimecrolimus 1 sebagai zat
non steroid yang digunakan untuk mengurangi efek samping jangka panjang steroid topikal.
13
Pengobatan sistemik diberikan untuk mengurangi rasa gatal dengan memberikan antihistamin H1 seperti difenhidramin atau
Universitas Sumatera Utara
terfenadin atau antihistamin nonklasik lain. Kombinasi antihistamin H1 dengan H2 dapat menolong pada kasus tertentu.
10,13
2.2. Vitamin D 2.2.1. Sumber Vitamin D
Vitamin D didapat dari makanan dan suplemen. Dari sumber makanan dan suplemen seperti pada tabel 2.
4
Tabel 2.2. Sumber Vitamin D dari Makanan dan Suplemen Makanan
Jumlah Vitamin D IU
Minyak hati ikan cod, 1 sendok makan
1,360 Salmon, dimasak,
3,5 ons 360
Mackarel, dimasak, 3,5 ons
345 Sarden, kaleng
1,75 ons 250
Ikan tuna, kaleng 3 ons
200 Susu, vitamin D fortifikasi
1 cup 98
Margarin, fortifikasi 1 sendok makan
60 Sereal siap saji
0,75-1 cup 40
Telur 1 butir
20 HatiDaging
3,5 ons 15
Keju, swiss 1 ons
12
Suplemen
Vitamin D2 ergocalciferol 50.000 IU capsul
Vitamin D2 cair 8.000 IUmL
1,25-dihydroxyvitamin D Rocaltriol 0,25 atau 0,5mcgcapsul
1,25-dyhidroxyvitamin D Calcijex 1 mcgmL injeksi
Vitamin D3 Cholecalciferol 400, 800, 1000, 2000 IUtablet
Vitamin D merupakan vitamin yang larut dalam lemak merupakan prohormon dan memiliki fungsi utama mengatur keseimbangan kalsium
tubuh.
13
Ada 2 bentuk vitamin D yaitu, ergocalsiferol atau vitamin D
2
terdapat pada tanaman dan cholecalciferol atau vitamin D
3
yang disintesis oleh kulit dengan adanya paparan sinar matahari.
17
Bentuk aktif vitamin D
Universitas Sumatera Utara
diikat oleh vitamin D receptor VDR yang ada dalam tulang, usus, ginjal, paratiroid dan jaringan hematopoetik, sel sistem imun, prostat pada laki-
laki dan lokasi lain yang berhubungan. Biosintesis vitamin D melewati
beberapa tahap mulai dari bentuk kolesterol yang dioksidasi menjadi provitamin D dan kemudian diubah menjadi 7-hydrocalciferol oleh sinar
ultraviolet UV diikuti dengan konversi menjadi pre-vitamin D. Konversi ini terjadi karena adanya konversi suhu yang reversible terhadap vitamin D
3
pada kulit yang dikenal sebagai cholecalciferol. Mekanisme ini berfungsi untuk mencegah produksi vitamin D
3
yang berlebihan bila terpapar sinar matahari saat vitamin D
3
dikonversi menjadi bentuk yang tidak aktif. Vitamin D Binding Protein VDBP mengikat vitamin D
3
dalam darah dan membawa ke hati untuk dikonversi menjadi 25-hydroxycholecalciferol 25-
OHD
3
. Kemudian masuk ke aliran darah menuju ginjal yang kemudian diubah menjadi 1,25-dihydroxycholecalciferol 1,25-OH2D
3
yang merupakan vitamin D aktif dan 24,25-dihydroxycholecalciferol yang
merupakan vitamin D tidak aktif.
18
2.2.2. Distribusi Vitamin D dalam Tubuh
Vitamin D mempunyai aktivitas seperti hormon, disimpan di hati dan di ekskresi melalui feses, dosis yang berlebihan dapat menimbulkan efek
toksik. Vitamin D dalam bentuk aktif memiliki peranan penting pada sistem
reproduksi terutama metabolisme prostat dan sistem imun.
17
Fungsinya
Universitas Sumatera Utara
terhadap homeostasis kalsium pada usus, absorpsi fosfat dan menurunkan kalsium dan eksresi kalsium melalui ginjal.
Vitamin D disimpan dalam bentuk inert di dalam tubuh dan untuk menjadi bentuk
aktif vitamin D harus dimetabolisme lebih dahulu melalui rangkaian proses hidroksilasi di ginjal dan di hati. Dalam sirkulasi vitamin D diikat oleh α–
globulin yang khusus dan selanjutnya disimpan pada lemak tubuh untuk waktu lama dengan
masa paruh 19 sampai
25 jam.
25- hidroksikolekalsiferol mempunyai afinitas yang lebih besar terhadap
protein pengikat sehingga masa paruh dapat mencapai 19 hari.
19
2.2.3. Kebutuhan Vitamin D
Institute of Medicine IOM menentukan kebutuhan nutrisi kalsium dan vitamin D di Amerika utara sesuai dengan review yang komprehensif
terhadap hasil yang didapat pada skeletal dan ekstraskeletal. Berdasarkan pada tulang yang sehat untuk kebutuhan vitamin D, Recommended
Dietary Allowances RDA untuk usia 1 sampai 70 tahun adalah 600 IU perhari, RDA ini ditentukan berdasarkan minimalnya paparan sinar ultra
UV yang berhubungan dengan sintesis vitamin D dan risiko terjadinya kanker kulit.
18
Risiko terjadinya gejala asma pada neonatus berhubungan pada asupan makanan ibu saat hamil, dengan banyaknya asupan makanan,
susu, keju dan kasium menunjukkan penurunan risiko gejala asma.
19
Universitas Sumatera Utara
2.3. Vitamin D dan Dermatitis Atopik
Vitamin D merupakan vitamin yang larut dalam lemak yang merupakan
prohormon dan
memiliki fungsi
utama mengatur
keseimbangan kalsium tubuh.
20
Vitamin D sebagai imunomodulator merupakan zat yang berperan dalam usaha mengembalikan dan
memperbaiki keadaan patologik menjadi normal kembali dengan cara menekan fungsi imun yang berlebihan imunosupresi.
5
Defisiensi vitamin D berhubungan dengan kerentanan terhadap infeksi yang meningkat oleh
gangguan imunitas non spesifik dan hipersensitivitas tipe lambat. Imunomodulator adalah obat-obatan yang dapat mengembalikan
ketidakseimbangan sistem imun. Imunosupresi atau disebut juga down
regulation merupakan usaha menekan respons imun sebagai kontrol negatif atau reaktivitas imunologik. Imunorestorasi dan imunostimulasi
disebut juga imunopotensiasi atau upregulation merupakan usaha untuk memperbaiki fungsi sistem imun dengan menggunakan bahan yang
merangsang sistem imun. Imunorestorasi ialah suatu cara untuk mengembalikan fungsi sistem imun yang terganggu dengan memberikan
berbagai komponen sistem imun. Imunosupresi adalah usaha untuk menekan respons imun,
berfungsi sebagai kontrol negatif atau regulasi reaktivitas imunologik. Pada sistem imun dan respons imun, peranan vitamin D didapat melalui
reseptor vitamin D pada hampir semua sel pada sistem imun termasuk limfosit T, neutrofil dan antigen presenting cel APC seperti makrofag dan
Universitas Sumatera Utara
sel dendritik.
21
Metabolit aktif vitamin D, 1,25D merupakan inhibitor pematangan sel dendritik yang merupakan APC paling poten dan bekerja
langsung pada limfosit T dalam menghambat proliferasi sel T.
5
Metabolit vitamin D menekan aktivasi antigen dan pengambilan Th-1 dengan efek
polarisasi respon T helper menjadi Th-2 yang dianggap sebagai komponen penting dalam menekan respons imun yang diaktivasi oleh Th-
1.
7
Pada barier kulit yang abnormal vitamin D berperan pada ekspresi cathelicidin oleh makrofag yang merupakan peptide antimikroba berperan
untuk membunuh kuman. Gambar dibawah ini menerangkan peranan vitamin D melalui VDR yang berperan sebagai imunomodulator.
Gambar 2.1. Mekanisme Vitamin D dalam Fungsi Nonskeletal
20
Pada suatu penelitian menjelaskan bahwa asupan vitamin D yang tinggi pada tahun pertama kehidupan berhubungan dengan onset
manifestasi atopik lambat yaitu saat usia 6 tahun.
22
Didapatkan juga peningkatan prevalensi dermatitis atopik pada bayi yang lahir dari ibu
dengan asupan rendah vitamin D atau rendah ikan selama kehamilan.
Universitas Sumatera Utara
Pada satu studi didapatkan level serum vitamin D yang rendah pada penderita asma dan defisiensi vitamin D banyak dijumpai pada anak
dengan asma, rhinitis alergi, dermatitis atopik, urtikaria akut dan alergi makanan dimana defisiensi vitamin D disertai dengan peningkatan IgE.
23
Vitamin D dapat menekan produksi IL-12, mengurangi respons Th- 1 dan berpontensial secara langsung meningkatkan proliferasi alergi oleh
Th-2. Dengan stimulasi oleh vitamin D, sel T CD4+ menunjukkan respons terhadap Th-2 dengan meningkatkan produksi IL-4, IL-5, dan IL-10. Pada
satu studi pemberian vitamin D membantu konversi sel T CD4+ menjadi sel T-reg yang memiliki peranan menurunkan mekanisme
alergi.
24
Beberapa studi menjelaskan efek vitamin D sebagai sitokin proinflamasi, regulasi sel T. Studi cross-sectional Costa Rican Children
menjelaskan rendahnya kadar 25 OHD disertai dengan peningkatan IgE dan eosinofil sama seperti peningkatan kejadian asma pada pasien yang
di rawat di rumah sakit dengan pemberian anti inflamasi.
13
Vitamin D memiliki fungsi yang penting pada imunitas bawaan dan imunitas didapat
melalui rangsangan T-toll like reseptor, meningkatkan produksi sitokin pro- inflamasi dan memudahkan respons Th-2.
25
Pada dermatitis atopik dijumpai defek pada imunitas bawaan karena kurangnya antimicrobial peptide AMP pada daerah kulit yang
meradang. Pemberian vitamin D pada dermatitis atopik dapat meningkatkan ekspresi AMP pada kulit. Penelitian Hata, dkk
menerangkan pemberian diet vitamin D dapat meningkatkan fungsi
Universitas Sumatera Utara
imunitas bawaan pada kulit dermatitis atopik semenjak dibuktikan secara in vitro bahwa vitamin D dapat merangsang pembentukan AMP pada
tubuh.
9
Pemberian vitamin D oral memberikan reaksi dalam menurunkan ekspresi sitokin Th-2 dengan dijumpainya peningkatan vitamin D pada
serum.
9
Pada regulator sel Th-17 fungsi vitamin D belum jelas, tetapi dilakukan satu studi pada binatang dengan penyakit radang saluran cerna
colitis menunjukkan bahwa dengan pemberian 1,25OH2D
3
mengurangi ekspresi IL-17 yang merupakan sitokin yang dibentuk oleh Th-17 yang
merupakan sel T repertoire dengan karaketristik mirip Th-1 atau Th-2, memiliki peranan penting pada kuman patogen berhubungan dengan
kerusakan jaringan dan radang.
26
Universitas Sumatera Utara
Kerangka Konseptual
Alergen
APC
Proliferasi Limfosit T
Sel T h
Th-1 Th-2
IL-2 IL -13
Ig E
Dermatitis Atopik Indeks SCORAD sebelum pemberian
Indeks SCORAD sesudah pemberian Sel T
Vitamin D Penurunan
respons imun
Universitas Sumatera Utara
BAB 3. METODOLOGI
3.1. Desain