Masa ‘Umar bin al-Khat tāb ra. Masa ‘Usmān bin Affān r.a.

B u k u S i s w a K e l a s X 28 Perhatikan perbedaan kondisi hadis pada masa Abū Bakar as ̣-Ṣiddīq, ‘Umar bin al-Khatthāb, ‘Usmān bin Affān, dan ‘Ali bin Abi Ṭālib ra. dengan membaca materi di bawah ini

1. Masa Abū Bakar aṣ-Ṣiddīq ra.

Sikap hati-hati terhadap periwayatan hadis ditunjukkan oleh khalifah pertama, Abū Bakar as ̣-Ṣiddīq. Khalifah pertama ini menunjukkan perhatian yang serius dalam memelihara hadis. Abū Bakar mengambil kebijakan mempeketat periwayatan hadis agar tidak disalahgunakan oleh orang-orang munaik. Sikap ketat dan kehati-hatian Abū Bakar tersebut juga ditunjukkan dengan tindakan konkret, yakni dengan membakar catatan-catatan hadis yang beliau miliki. Hal ini sebagaimana dinyatakan oleh ‘Aisyah, putri Abū Bakar, bahwa Abū Bakar telah membakar catatan yang berisi sekitar lima ratus hadis. Tindakan Abū Bakar tersebut lebih dilatarbelakangi oleh kekhawatiran beliau berbuat salah dalam meriwayatkan hadis. Di lain kesempatan, Abū Bakar juga tidak serta merta menerima begitu saja riwayat suatu hadis, sebelum meneliti terlebih dahulu periwayatannya. Untuk membuktikan suatu hadis benar-benar berasal dari Rasulullah, beliau meminta kepada periwayat hadis untuk mendatangkan saksi. Sebagai konsekuensi sikap kehati-hatian Abū Bakar ini, hadis-hadis yang diriwayatkan beliau relatif sedikit jumlahnya meskipun beliau merupakan sahabat Nabi yang paling dekat dan akrab dengan Nabi Saw. Selain itu, ada beberapa hal yang menyebabkan sedikitnya riwayat dari Abu Bakar antara lain; pertama, beliau selalu sibuk ketika menjabat sebagai khalifah; kedua, kebutuhan akan hadis tidak sebanyak pada zaman sesudahnya; dan ketiga, jarak antara meninggalnya beliau dengan meninggalnya Nabi Muhammad Saw. sangat singkat. Dengan demikian, dapat diketahui bahwa aktivitas periwayatan hadis pada masa khalifah Abū Bakar as ̣-Ṣiddīq ra. masih sangat terbatas dan belum menonjol. Pada masa ini pula umat Islam dihadapkan pada peristiwa-peristiwa yang sangat menyita waktu, seperti adanya berbagai pemberontakan yang dapat merongrong kewibawaan pemerintahan sepeninggal Rasulullah Saw. Namun akhirnya, keseṃuanya itu dapat diatasi oleh Abū Bakar dengan baik.

2. Masa ‘Umar bin al-Khat tāb ra.

Sikap dan tindakan hati-hati Abū Bakar as ̣-Ṣiddīq menginspirasi tindakan yang dilakukan oleh khalifah kedua, ‘Umar bin al-Khat ̣t ̣āb. ‘Umar dalam hal ini juga terkenal sebagai orang yang sangat berhati-hati dalam meriwayatkan suatu hadis. Beliau tidak mau menerima suatu riwayat apabila tidak disaksikan oleh sahabat yang lain. Sebagian ahli hadis mengemukakan bahwa Abū Bakar as ̣-Ṣiddīq ra. dan ‘Umar menggariskan bahwa periwayatan hadis dapat diterima apabila disertai saksi atau 29 Hadis-Ilmu Hadis Kurikulum 2013 setidak-tidaknya periwayat berani disumpah. Sikap kehati-hatian Umar yang seolah- olah melarang sahabat lain untuk memperbanyak periwayatan hadis ini harus ditafsiri bahwa selain kaum muslimin harus berhati-hati dalam meriwayatkan hadis, juga supaya perhatian mereka terhadap Al-Qur’an tidak terganggu. Hal ini tentunya dapat dipahami karena memang pada saat itu, naskah Al-Qur’an masih sangat terbatas jumlahnya dan belum menyebar ke daerah-daerah kekuasaan Islam. Sehingga dikhawatirkan umat Islam yang baru memeluk Islam saat itu tidak bisa membedakan antara Al-Qur’an dan hadis. Meskipun demikian, pada masa khalifah ‘Umar ini periwayatan hadis juga telah banyak dilakukan oleh kaum muslimin. Yang tentunya, dalam periwayatan tersebut tetap menggunakan prinsip kehati-hatian. Sikap hati-hati yang dilakukan ‘Umar ini di samping untuk menghindarkan kekeliruan dalam meriwayatkan hadis juga dapat menghalangi orang yang tidak bertanggung jawab melakukan pemalsuan pemalsuan hadis.

3. Masa ‘Usmān bin Affān r.a.

Pada masa kekhalifahan ‘Usmān bin Affān, periwayatan hadis tetap dilakukan dengan cara yang sama dengan dua khalifah pendahulunya. Sikap hati-hati dalam menyampaikan dan menerima periwayatan hadis selalu dipegang oleh ‘Usmān bin Affān. Hanya saja, usaha yang dilakukan oleh ‘Uśmān bin Affān tidak setegas yang dilakukan oleh ‘Umar bin al-Khat ̣t ̣āb ra. Sikap kehati-hatian ‘Usmān ini dapat dilihat, misalnya, pada saat beliau berkhutbah, di mana beliau meminta kepada para sahabat untuk tidak banyak meriwayatkan hadis yang mereka tidak pernah mendengar hadis tersebut pada masa Abū Bakar as ̣-Ṣiddīq ra dan ‘Umar bin al-Khat ̣t ̣āb ra. Dengan pernyataan ini, ‘Uśmān ingin menunjukkan bahwa dalam persoalan periwayatan hadis dirinya ingin juga bersikap hati- hati seperti yang dilakukan oleh khalifah pendahulunya. Sikap kehati-hatian yang dilakukan ‘Uśmān ini tentunya juga berpengaruh kepada banyak sedikitnya beliau meriwayatkan hadis. Ahmad bin H ambal misalnya, meriwayatkan hadis Nabi yang diriwayatkan oleh ‘Umān bin Affān ini tidak lebih dari empat puluh buah hadis. Itupun banyak matan hadis yang terulang karena perbedaan sanad. Atau dengan kata lain, jumlah hadis yang diriwayatkan oleh ‘Uśmān bin Affān tidak sebanyak jumlah hadis yang diriwayatkan oleh ‘Umar Walaupun ‘Uśmān dalam khutbahnya menyerukan umat Islam untuk berhati- hati dalam meriwayatkan hadis, pada zaman ini kegiatan umat Islam dalam meriwayatkan hadis telah lebih banyak jika dibandingkan dengan kegiatan periwayatan hadis pada zaman dua khalifah sebelumnya. Hal ini disebabkan karena selain pribadi ‘Uśmān yang tidak sekeras ‘Umar, juga karena semakin luasnya wilayah Islam sehingga mengakibatkan bertambahnya kesulitan pengendalian periwayatan hadis secara ketat. B u k u S i s w a K e l a s X 30

4. Masa ‘Alī bin Abī Ṭālib r.a.