52
Good of Corporate Governance
5.  Setiap  pelampauan  batasan  harus  dapat  di  identifiksi  dengan segera  dan  ditindaklanjuti  oleh  Manajemen.    Pelampauan
batasan  ini  hanya  dapat  dilakukan  apabila  mendapat persetujuan dari pejabat yang berwenang.
B.  Kontinuitas Penerapan Manajemen Risiko Perusahaan
Kontinuitas Penerapan Manajemen Risiko adalah upaya memastikan dan  menjaga  efektifitas  penerapan  dan  perbaikan  yang  berkesinam-
bungan melalui monitoring dan review serta audit manajemen risiko. Unsur-unsur  yang  mempengaruhi  kontinuitas  penerapan  manajemen
risiko perusahaan adalah : 1
Risk  Governance,  dimana    dipastikan  kejelasan  akuntabilitas
dalam  melakukan  monitoring  dan  reviu  serta  macam  dan  jenis pelaksanaan monitoring dan reviu itu sendiri.
2 Budaya  Risiko,  yaitu  penyebaran  penerapan  manajemen  risiko
keseluruh  jajaran  perusahaan  dan  menjadikannya  bagian  yang tidak terpisahkan dari proses organisasi, sehingga timbul menjadi
suatu budaya “sadar risiko”. 3
Pengembangan  pemahaman  dan  teknologi  terkait  dengan
penerapan manajemen risiko perusahaan.
1  Risk Governance a  Akuntabilitas
Dewan  Komisaris  merupakan  penanggung  jawab  tertinggi dalam  pengawasan  kegiatan  strategis  dan  operasional
perusahaan,  dengan  demikian  mereka  juga  menjadi penanggung  jawab  tertinggi  dalam  memastikan  bahwa
manajemen risiko berjalan dengan baik, efektif dan efisien. Untuk  itu  Dewan  Komisaris  harus  membentuk  Komite
53
Good of Corporate Governance
Pemantau  Risiko  untuk  memastikan  bahwa  pelaksanaan manajemen risiko berjalan dengan baik, efektif dan efisien.
Direksi adalah
penanggung jawab
pengurusan perusahaan
pencapaian sasaran
perusahaan sebagaimana  ditetapkan  dalam  RUPS,  untuk  itu  Direksi
harus  melakukan  pemantauan  secara  berkala  terhadap kinerja manajemen risiko.
Selain  itu  Direksi  juga  harus  menciptakan
“tone  at  the top”  perilaku  keteladanan  sehingga  seluruh  jajaran
perusahaan  yakin  bahwa  penerapan  manajemen  risiko memang  menciptakan  value  added  dan  berguna  dalam
memberikan jaminan yang wajar atas pencapaian sasaran perusahaan.
Akuntabilitas Direksi
dalam kontinuitas
penerapan manajemen  risiko  perusahaan  dilakukan  dalam  dua  hal,
yaitu : 1  Pembentukan Fungsi Manajemen Risiko yang mandiri
2  Menghadiri  dan  melakukan  reviu  atas  kinerja penerapan  manajemen  risiko  perusahaan  secara
berkala, minimal tiga bulan sekali. Fungsi  Manajemen  Risiko  adalah  perpanjangan  tangan
Direksi  dalam  memastikan  bahwa  manajemen  risiko diterapkan
dengan baik,efektif
dan efisien
serta memberikan  nilai  tambah  melalui  jaminan  yang  wajar
dalam pencapaian sasaran perusahaan. Fungsi  Manajemen  Risiko  mempunyai  akuntabilitas
setidak-tidaknya memastikan bahwa :
54
Good of Corporate Governance
1  Prinsip,  Kerangka  kerja  dan  proses  manajemen  risiko perusahaan  telah  dipahami  dan  diterapkan  dengan
baik diseluruh perusahaan 2  Pelaporan  status  Profil  Risiko  Perusahaan  Company
Risk Profile dilaksanakan secara berkala, tepat waktu, dengan status terkini
3  Semua  risiko  yang teridentifikasi  telah  dapat  ditangani dengan baik.
b  Jenis Monitoring dan Reviu
Jenis  monitoring  pemantauan  dan  Reviu  telah  dibahas diatas  pada  bab  ini,  namun  pada  bagian  ini    ditekankan
ulang atas pelaksanaannya yaitu : 1  Evaluasi
penerapan manajemen
risiko harus
dilaksanakan  minimal  satu  kali  dalam  satu  tahu. Evaluasi  ini  untuk  memriksa,  tingkat  kematangan
penerapan  manajemen  risiko,  dan  kinerja  manajemen risiko sesuai dengan tujuan pembentukannya.
2  Laporan  fungsi  manajemen  risiko  setiap  triwulan terhadap  Direksi  dengan  tembusan  ke  Dewan
Komisaris atas : a.  Status
profil risiko
perusahaan terkini
dan kecenderungannya.
b.  Efektifitas pengendalian risiko-risiko besar  risiko- risiko kristis.
c.  Hasil  mitigasi-mitigasi  risiko  yang  dilakukan  dalam periode laporan tersebut.
55
Good of Corporate Governance
d.  Perubahan  lingkungan  eksternal  dan  internal  yang mempunyai potensi risiko bagi perusahaan.
e.  Observasi  kemampuan  pada  risk  Owners  dalam perusahaan  dalam  menangani  risiko-risiko  yang
menjadi tanggung jawabnya.
2  Budaya Risiko
Sasaran dari pengembangan budaya risiko secara sederhana dapat dikatakan bahwa dalam setiap pengambilan keputusan,
baik  keputusan  strategis  hingga  keputusan  yang  sederhana dalam  opersi  sehari-hari,  para  pengambil  keputusan  selalu
sadar  akan  potensi  risiko  yang  ada  saat  ini  maupun  potensi risiko  dalam  masa  yang  lebih  panjang.  Dengan  demikian
setiap  keputusan  akan  diambil  dengan  hati-hati  dan  penuh pertimbangan  informed  decfision  making.  Perilaku  hati-hati
dan  tidak  ceroboh  serta  penuh  pertimbangan  atas  informasi yang  ada  inilah  yang  menjadi  tujuan  terciptanya  budaya
sadar risiko. Dengan  tercapainya  budaya  sadar  risiko  dapat  diharapkan
timbulnya perilaku yang menunjukan pemahaman bahwa : ●  Pentingnya proses indentifikasi dan asesmen risiko dalam
setiap  kegiatan  proses  bisnis  perusahaan  saat  ini  yang direncanakan.
●  Pentingnya  mengkomunikasikan  dan  mengkonsultasikan semua potensi risiko yang mungkin terjadi.
●  Perlunya  memperhitungkan  keseimbangan  antara  risiko dan  manfaat  dalam  setiap  pengambilan  keputusan  bisnis,
baik tingkat strategis maupun operasi sehari-hari.
56
Good of Corporate Governance
“Tone from the Top”
Budaya  adalah  perilaku.  Oleh  karena  itu  bila  budaya  risiko dianggap  penting  bagi  perusahaan  maka  perilaku  ini  juga
harus  nampak  pada  Pimpinan  Puncak  perusahaan.  Perilaku ini  juga  harus  nampak  dari  dukungan  Pimpinan  dalam
menyediakan  sumber  daya  untuk  penerapan  manajemen risiko  perusahaan.  Peran  Top  Management  sebagai  Change
Leader  dalam  memimpin  perubahan  sangat  vital  yang  akan diikuti
oleh Middle
Management, kemudian
Middle Management  akan  menjadi  Change  Leader  yang  akan  diikuti
oleh  Line  Management  yang  akan  berfungsi  sebagai  Change Leader bagi seluruh karyawan.
Strategi Pengembangan Budaya Risiko a  Penciptaan
“critical mass”
Kesadaran  akan  pentingnya  manajemen  risiko  harus tersebar luas ke seluruh karyawan dan tidak terbatas pada
tingkatan manajemen
saja. Kesadaran
ini harus
dikembangkan  hingga  menjadi  budaya  risiko  yang  intinya adalah  perilaku  sadar  risiko  dalam  kegiatan  operasional
perusahaan. Oleh  karena  itu  perlu  sosialisasi  dan  pelatihan  yang
ekstensif ke  seluruh jajaran  perusahaan  sehingga  seluruh karyawan menjadi tahu apa itu risiko dan sadar apa artinya
manajemen  risiko  dalam  kegiatan  operasional  sehari-hari dalam  perusahaan  dan  akhirnya  melalui  pelatihan  yang
tepat  mereka  menjadi  mampu  dalam  menerapkan manajemen risiko tersebut.
57
Good of Corporate Governance
Merujuk  pada  prinsip-prinsip  manajemen  risiko  perusahaan
yang  diuraikan  pada  Bab  sebelumnya,  strategi  ini menganjurkan  agar  prinsip-prinsip  tersebut  dibagi  mana
yang  lebih  “milik”  para  pemangku  risiko  dan  mana  yang menjadi  “milik”  perusahaan  untuk  mengembangkannya.
Proses  pelaksanaannya  dilakukan  menurut  gambar
dibawah ini
Tataran individu
“risk Owener
TAHU
SADAR
MAMPU
MAU
PERUBAHAN PERILAKU
GOVERNANCE STRUCTURE
Tataran organisasi
SOSIALISASI
MANFAAT BAHAYA
PELATIHAN DUKUNGAN
INSENTIF  SANKSI
Strategi pengembangan budaya risiko
58
Good of Corporate Governance
Bagian  yang  menjadi  “milik”  para  pemangku  risiko  adalah prinsip-prinsip  ke  1,2,3,4,7  dan  9,  sedangkan  yang  menjadi
“tugas” perusahaan adalah prinsip-prinsip  ke 5,6,8,dan 10.
Pencapaian  critical  Mass penting  untuk  penciptaan  “bahasa”
yang  sama  dan  pemahaman  yang  serupa  tetnag  risiko,  serta membuat proses perubahan dapat mandirid dan berkelanjutan
sustainable
b  Penyelarasan dengan insentif dan sanksi
Unsur  terpenting  dalam  mendukung  terciptanya  budaya risiko  adalah  insentif  dan  sanksi.  Ini  adalah  upaya  untuk
merangsang  mendorong  dan mendukung  perilaku  budaya risiko  yang  diinginkan  dan  mencegah  serta  mempersulit
perilaku  budaya  risiko  yang  tidak  diinginkan.  Untuk  ini perlu
penyelarasan anatara
pencapaian sasaran
perusahaan dengan perilaku yang diinginkan, karena inilah yang  layak  untuk  mendapatkan  insentif,  selain  itu  perlu
menentukan dan
mencantumkan Key
Perfomance Indikator KPI terkait manajemen risiko pada setiap fungsi
perusahaaan. Hal  yang  perlu  diperhatikan  bahwa  insentif  tidak  hanya
semata-mata  diberikan  karena  hasil  mitigasi  risiko  saja tetapi  haruis  lebih  pada  penerapan  proses  manajemen
risiko  yang  baik  dan  benar,  serta  sesuai  dengan  prinsip- prinsip manajemen risiko yang telah dicanangkan. Insentif
terhadap  kompensasi  karyawan  merupakan  salah  satu saran  yang  efektif  dalam  merubah  perilaku,  tetapi
pemeberian  pebghargaan  lainnya  juga  perlu  diperhatikan
59
Good of Corporate Governance
dalam  mendorong  perubahan  menuju  budaya  risiko  yang diinginkan.
Untuk  proses  penerapan  insentif  dan  sanksi,  haruslah dilaksanakan  dengan  prinsip  keterbukaaan  prinsip  ke  9
untuk  lebih  mendorong  terciptanya  budaya  risiko  yang diinginkan.
3  Pengembangan Manajemen Risiko a  Pengembangan Sistem, Metoda dan Teknik
Penerapan  manajemen  risiko  perusahaan  merupakan perjalanan  bagaimana  perusahaan  menciptakan  nilai
tambah dalam situasi ketidakpastian. Hal ini direalisasikan dalam  bentuk  prinsip,  kerangka  kerja  dan  proses
manajemen  risiko.  Dinamika  perkembangan  bisnis  dan perubahan
situasi eksternal
sangatlah penuh
ketidakpastian,  sehingga  diperlukan  secara  terus  menerus untuk  mengembangkan  teknologi,  metoda  dan  alat  yang
mampu  untuk  mengikuti  perkembangan  tersebut  guna meningkatkan  daya  tahan  dan  keliatan  resilance
perusahaan. PTPN  2  harus  mengkaji  dan  mencari  teknik  yang  paling
cocok  untuk  meningkatkan  penerapan  manajemen  risiko. Hal  ini  dilakukan  dengan  mengacu  pada  proses  bisnis
utamanya bagimana
caranya meningkatkan
kemungkinan  pencapaian  sasaran  perusahaan. Ini  adalah acuan  utama  dalam  mengembangkan  teknik  manajemen
risiko,  karena  konteksnya  adalah  khas  untuk  setiap perusahaan. Dua hal yang dibahas sebelumnya, yaitu risk
governance    dan  budaya  risiko  perusahaan  akan  turut
60
Good of Corporate Governance
menentukan kemampuan
perusahaan dalam
mengembangkan kapabilitas manajemen risikonya.
b  Benchmarking
Benchmarking adalah
salah satu
upaya untuk
membandingkan  kapabilitas  dan  efektifitas  penerapan manajemen  risiko  perusahaan  yang  sudah  dilaksanakan
dengan  kapabilitas  dan  efektifitas  perusahaaan  lain. Dengan melakukan benchmarking kita dapat saling belajar
dan  bertukar  pengalaman  dengan  perusahaan  lainnya, baik dalam perusahaan sejenis maupun dari sektor industri
lainnya. Melalui benchmarking kita dapat memperbaiki dan bahkan
menemukan suatu teknik yang lebih cocok dengan kondisi kita  atau  modifikasi  suatu  teknik  yang  unggul  untuk
disesuaikan dengan kondisi perusahaan. Selain  benchmarking  juga  dapat  diusahakan  untuk
dibentuk s uatu “Forum Manajemen Risiko” atau bergabung
dengan suatu asosiasi profesional manajemen risiko untuk tetap  mengikuti  perkembangan  manajemen  risko  terkini,
Informasi  tentang  teknik  manajemen  risiko  terkini  yang diperoleh melalui forum ini dapat dipelajari lebih lanjut dan
dikaji kesesuaiannya untuk diterapkan di PTPN 2.
61
Good of Corporate Governance
BAB VII MANAJEMEN RISIKO UNTUK AKTIVITAS RUTIN
1.  Aktivitas Rutin adalah aktivitas dan atau transaksi usaha Perusahaan yang  telah  berjalan  secara  rutin  on-going  business    sesuai  dengan
proses  bisnis  Perusahaan  berdasarkan  prinsip  kelangsungan  usaha going concern.
2.  Manajemen  Risiko  dilakukan  dalam  setiap  proses  aktivitas  rutin dilaksanakan  oleh  Unit  Kerja  Operasional  sesuai  dengan  proses
bisnis Perusahaan dan tanggung jawab yang telah ditentukan. Proses bisnis Perusahaan meliputi antara lain :
a.  Pembangunan fasilitas produksi b.  Produksi
c.  Pemasaran d.  Aktivitas pendukung untuk masing-masing proses bisnis.
3.  Perubahan periode analisis sebagaimana dimaksud di atas ditentukan oleh Komite Manajemen Risiko.
4.  Satuan Kerja
Manajemen Risiko
bertanggung jawab
atas pelaksanaan  manajemen  risiko  dalam  setiap  proses  aktivitas  rutin
pada Unit Kerja Operasional terkait berdasarkan prinsip efisiensi dan efektifitas  biaya,  pencegahan  timbulnya  persepsi  negatif  terhadap
citra  Perusahaan  dan  minimalisasi  potensi  risiko  lainnya  serta maksimalisasi keuntungan Perusahaan.
5.  Tugas  dan  wewenang  Satuan  Kerja  Manajeme  Risiko  dalam pelaksanaan Aktivitas Rutin mengacu buku pedoman ini.
6.  Untuk  dapat  mengetahui  profil  risiko  risk  profile  dari  aktivitas  rutin Perusahaan,  PTPN  II  harus  melakukan  identifikasi  dan  pemetaan
risiko    risk  mapping  dari  seluruh  aktivitas  danatau  transaksi Perusahaan  serta  menetukan  tingkat  risikonya,
yang  disusun  dalam pedoman profil risiko yang merupakan bagian yang tidak terpisahkan
dari Pedoman Manajemen Risiko.