Arahan Pengembangan Komoditas Unggulan Pertanian Tanaman Pangan Di Kabupaten Boven Digoel, Provinsi Papua

(1)

ARAHAN PENGEMBANGAN KOMODITAS UNGGULAN

PERTANIAN TANAMAN PANGAN DI KABUPATEN BOVEN DIGOEL

PROVINSI PAPUA

MARIANUS KERATOROP

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR 2016


(2)

(3)

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN

SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA

Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul Arahan Pengembangan Komoditas Unggulan Pertanian Tanaman Pangan di Kabupaten Boven Digoel, Provinsi Papua adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam daftar pustaka dibagian akhir tesis ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

Bogor, Agustus 2016

Marianus Keratorop NIM A156120011


(4)

RINGKASAN

MARIANUS KERATOROP. Arahan Pengembangan Komoditas Unggulan Pertanian Tanaman Pangan di Kabupaten Boven Digoel, Provinsi Papua. Di bimbing oleh WIDIATMAKA dan SUWARDI.

Pembangunan pertanian bertujuan untuk meningkatkan taraf hidup petani dan kesejahteraan masyarakat. Sektor pertanian merupakan salah satu sektor yang memiliki peranan strategis dalam pembangunan perekonomian nasional maupun daerah. Sektor ini dapat menopang pertumbuhan perekonomian di Kabupaten Boven Digoel, Provinsi Papua. Data BPS Boven Digoel tahun 2012 menunjukkan bahwa berdasarkan Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Kabupaten Boven Digoel tahun 2012, kontribusi sektor pertanian sebesar 13,99%. Kontribusi ini berada pada urutan ketiga terhadap PDRB Kabupaten Boven Digoel. Pada sector pertanian tersebut, subsektor tanaman pangan memberikan kontribusi pertumbuhan ekonomi terhadap PDRB Kabupaten Boven Digoel sebesar 1,13%.

Kabupaten Boven Digoel memiliki bentang alam yang beragam antara dataran rendah, bergelombang, perbukitan sampai pegunungan dan memiliki potensi sumberdaya alam yang besar. Potensi sumberdaya alam tersebut merupakan peluang untuk pengembangan pertanian, baik di dataran rendah maupun dataran tinggi. Potensi lahan pertanian tersebut, saat ini baru tergarap untuk subsektor tanaman pangan seluas 250 ha (BPS Boven Digoel 2012). Komoditas pertanian tanaman pangan yang diusahakan adalah ubi kayu, ubi jalar, padi, jagung, kacang tanah dan kacang hijau. Luas panen ubi kayu saat ini adalah 16 ha dengan produksi 109 ton, ubi jalar memiliki luas panen 18 ha dengan produksi sebanyak 88 ton, tanaman padi seluas 22 ha dengan produksi 7 ton, dan kacang hijau seluas 4 ha dengan produksi 3 ton. Luas lahan yang sudah digarap saat ini sangat kecil dibandingkan dengan luas lahan keseluruhan. Perluasan pengusahaan pertanian tanaman pangan Kabupaten Boven Digoel diarahkan pada komoditas-komoditas strategis dan unggulan. Pengembangan komoditas unggulan pertanian tanaman pangan perlu dilakukan dengan mempertimbangkan aspek ekonomi, ekologi dan sosial agar mendukung keberlanjutan pembangunan sektor pertanian.

Tujuan utama penelitian ini adalah untuk memberikan arahan dan strategi pengembangan wilayah berbasis komoditas unggulan pertanian tanaman pangan di Kabupaten Boven Digoel. Untuk mencapai tujuan utama tersebut, ditetapkan 4 tujuan antara sebagai berikut: (1) mengidentifikasi dan menetapkan komoditas unggulan pertanian tanaman pangan, (2) mendelineasi lahan tersedia untuk pengembangan komoditas unggulan pertanian tanaman pangan, (3) menilai kesesuaian lahan pada lahan tersedia untuk pengembangan komoditas unggulan pertanian tanaman pangan, dan (4) menyusun arahan pengembangan komoditas unggulan pertanian tanaman pangan. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis Location Quotient (LQ) dan Differential Shitf (DS) dalam Shitf Share Analysis (SSA), analisis ketersediaan lahan, analisis kesesuaian lahan, analisis presepsi stakeholder dengan metode SWOT dan penyusunan arahan penggunaan lahan untuk komoditas unggulan pertanian tanaman pangan.

Hasil analisis LQ-DS dalam SSA menunjukkan bahwa komoditas unggulan pertanian tanaman pangan di Kabupaten Boven Digoel adalah ubi kayu, ubi jalar,


(5)

kacang tanah, padi dan jagung. Lahan tersedia untuk pengembangan komoditas unggulan pertanian tanaman pangan berdasarkan pada ketentuan formal pada pola ruang RTRWK dan peta status kawasan hutan adalah seluas 36.227 ha. Karena kecilnya lahan tersedia, diusulkan perubahan pada RTRWK dan pemanfaatan hutan produksi konversi. Usulan pertama adalah memasukkan hutan produksi yang dapat dikonversi (HPK) dalam peta status kawasan hutan sebagai lahan tersedia. Jika ini dapat dilakukan, maka berdasarkan usulan 1 ini, lahan yang tersedia untuk pengembangan komoditas tanaman pangan adalah seluas 43.401 ha. Usulan kedua adalah dengan memasukkan lahan HPK dari pola ruang dalam RTRWK Boven Digoel sebagai lahan tersedia. Jika ini dilakukan, maka lahan yang tersedia berdasarkan usulan 2 ini adalah seluas 610.990 ha. Kedua usulan tersebut berimplikasi pada usulan untuk merevisi RTRW Kabupaten Boven Digoel. Analisis kesesuaian lahan dilakukan pada lahan tersedia untuk komoditas unggulan pertanian tanaman pangan utama yaitu ubi kayu, ubi jalar dan padi. Hasil analisis menunjukkan bahwa kelas kesesuaian lahan pada komoditas utama pada lahan tersedia adalah kelas lahan sangat sesuai (S1), cukup sesuai (S2), sesuai marginal (S3) dan tidak sesuai (N).

Dalam hal arahan pengembangan komoditas unggulan pertanian tanaman pangan, komoditas ubi kayu diarahkan pengembangannya pada lahan tersedia di 11 distrik yaitu Distrik Arimop, Fofi, Iniyandit, Jair, Ki, Kombut, Mandobo, Mindiptana, Ninati, Subur dan Waropko. Komoditas ubi jalar diarahkan pada 9 distrik yaitu Distrik Ambatkwi, Arimop, Iniyandit, Jair, Kombut, Mandobo, Mindiptana, Ninati, dan Waropko. Komoditas padi diarahkan pengembangan pada 11 distrik yaitu Distrik Arimop, Fofi, Iniyandit, Jair, Ki, Kombut, Mandobo, Mindiptana, Ninati, Subur dan Waropko. Selain itu distrik yang diarahkan pengembangannya lebih dari satu jenis komoditas yaitu ubi kayu dan atau padi di Distrik Fofi, Jair, Ki, Mandobo, dan Subur. Komoditas ubi kayu dan atau ubi jalar pengembangannya diarahkan pada Distrik Iniyandit, Jair, Subur dan Waropko. Kata kunci: kesesuaian lahan, ketersediaan lahan, komoditas unggulan, pertanian


(6)

SUMMARY

MARIANUS KERATOROP. Direction of Development for Agricultural Commodities Crops in Boven Digoel Regency, Papua Province. Supervised by WIDIATMAKA and SUWARDI.

The development of agriculture is one of the goals to improve the living standard of farmers and people welfare. The agricultural sector has a strategic role in the development of national and regional economy. It is one sector that can sustain the economic growth in Boven Digoel Regency. Based on the Gross Regional Domestic Product (GRDP) of Boven Digoel in 2012, the contribution of the agricultural sector was 3.99%, lower than those of other sectors to GRDP. However, the agricultural sector still ranks third in the contribution to GRDP of Boven Digoel. In the GDP of the agricultural sector, the sub-sector of food crops contributed economic growth to the GRDP of Boven Digoel by 1.13% of the agricultural sector (BPS Digoel 2012).

Boven Digoel has a landscape varying from lowlands, undulating, and hills to mountains, which is potential natural resources. It is potential for the development of food crops on both lowland and highland. It covers a large area of potential agricultural land of 27108 ha, giving a tremendous opportunity for the agricultural commodity crops-based development of the region. The agricultural land already cultivated for food crops covers an area of 250 ha (BPS Digoel 2012). The food crops cultivated are cassava, sweet potatoes, rice, corn, peanuts and green beans, with the harvested area and production of food crops, respectively, 16 ha and 109 tons (cassava), 18 ha and 88 tons (sweet potato), 22 ha and 7 tons (rice), and 4 ha and 3 tons (green beans). These land acreage and the production of food crops that have been cultivated are at present not proportional to the condition of the land area. Expansion and increased production of food crops in Boven Digoel are directed or recommended toward strategic and high-priority commodities. The development of these commodities needs to consider the economic, ecological and social aspects for the sustainable development of the agricultural sector.

The purpose of this study in general is to provide directions and strategies for the regional development based on the leading commodity of food crops in the Boven Digoel Regency. This study set out four objectives to achieve the general goal: (1) to identify and determine the high-priority commodity of food crops, (2) to delineate the land available for the development of high-priority commodity of food crops, (3) to assess the suitability of the land available for the development of high-priority commodity of food crops and (4) to formulate directions or recommendations in the development of high-priority commodity of food crops in Boven Digoel Regency. The methods used in this research are the analysis of Location Quotient (LQ) and components of Differential Shift (DS) in Shift Share Analysis (SSA), land availability analysis, land suitability analysis, analysis of

stakeholder’s perception using the SWOT method and formulation of directions or

recommendation in land use for high-priority commodity of food crops.

The results of LQ-DS analysis in SSA showed that the high-priority commodity of food crops in Boven Digoel Regency are cassava, sweet potato, peanut, rice and corn. The land available for development of high-priority


(7)

commodities of food crops is based on the formal regulation on the pattern of the Spatial Planning in Boven Digoel Regency (RTRWK) and the forest area is 36,227 ha, while the first proposed land area is 43,401 ha and the second proposed area is 610,990 ha. The resulted analysis of the land suitability categories for the major foods indicated that the land is suitable for cassava, sweet potatoes and rice as high-priority commodities. The land suitability categories for the primary commodities are very suitable (S1), adequately suitable (S2), marginally suitable (S3) and not suitable (N). Cassava is on land of S1, S2 and S3 categories. The sweet potatoes are on land of S1, S2, S3 and N categories, while rice is only on land of S3 category (marginally suitable).

The directed or recommended development of high-priority commodities of food crops in Boven Digoel Regency on the existing land points to cassava, sweet potatoes and rice. Cassava is recommended for development on the available land in 11 Districts: namely, Arimop, Fofi, Iniyandit, Jair, Ki, Kombut, Mandobo, Mindiptana, Ninati, Subur and Waropko. Sweet potato is recommended in nine Districts: Ambatkwi, Arimop, Iniyandit, Jair, Kombut, Mandobo, Mindiptana, Ninati, and Waropko. Rice is recommended for development in 11 Districts: Arimop, Fofi, Iniyandit, Jair, Ki, Kombut, Mandobo, Mindiptana, Ninati, Subur and Waropko. In addition, the Districts recommended to develop more than one type of commodities, namely cassava and rice are Fofi, Jair, Ki, Mandobo, and Subur. Cassava and or sweet potatoes are directed for development in the Districts of Iniyandit, Jair, Subur and Waropko.

Keywords: land suitability, land availability, high-priority commodities, food crops.


(8)

© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2016

Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang

Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan IPB

Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB


(9)

Tesis

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains

pada

Program Studi Ilmu Perencanaan Wilayah

ARAHAN PENGEMBANGAN KOMODITAS UNGGULAN

PERTANIAN TANAMAN PANGAN DI KABUPATEN

BOVEN DIGOEL PROVINSI PAPUA

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR 2016


(10)

(11)

(12)

(13)

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Allah Yang Maha Kuasa atas segala berkat dan karunia-Nya sehingga tesis ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih pada tesis ini adalah Arahan Pengembangan Komoditas Unggulan Pertanian Tanaman Pangan di Kabupaten Boven Digoel Provinsi Papua. Penelitian ini dilaksanakan untuk menganalisis komoditas pertanian tanaman pangan unggulan, lahan tersedia dan kesesuaian lahan untuk pengembangan komoditas unggulan pertanian tanaman pangan, dan arahan pengembangan komoditas unggulan pertanian tanaman pangan di Kabupaten Boven Digoel.

Penulis menyampaikan rasa hormat dan ucapan terima kasih serta penghargaan sebesar-besarnya kepada:

1. Bapak Dr Ir Widiatmaka, DAA dan bapak Dr Ir Suwardi, M.Agr selaku dosen, ketua dan anggota komisi pembimbing dengan kesabaran dan ikhlas dalam membimbing sehingga membuka wawasan penulis dalam menyelesaikan tesis. 2. Ibu Dr Dra Khursatul Munibah, M.Sc selaku dosen penguji luar komisi yang

telah memberikan saran dan arahan untuk penyempurnaan tesis ini.

3. Bapak Dr Ir Ernan Rustiadi, M.Agr selaku Ketua Program Studi Ilmu Perencanaan Wilayah yang dengan ikhlas membimbing dan mengarahkan penulis selama perkuliahan dan penulisan tesis/karya ilmiah.

4. Bapak Ir Isran Noor, M.Si Bupati Kutai Timur, dengan iklas dan penuh kesabaran dalam memberikan biaya studi kepada penulis selama studi hingga penulis menyelesaikan tesis ini.

5. Pemerintah Kabupaten Jayapura yang telah memberikan tugas belajar kepada penulis untuk mengikuti pendidikan pascasarjana di IPB Bagor.

6. Bupati Boven Digoel yang telah mengizinkan penulis melaksanakan penelitian di wilayah Kabupaten Boven Digoel.

7. Rekan-rekan PWL 2012 kelas reguler dan semua pihak yang namanya tidak tercantum juga telah memberikan andil secara iklas membantu penulis dalam studi di IPB hingga penyelesaian tesis ini.

Terima kasih yang istimewa khusus penulis sampaikan kepada kedua orangtua Ayahanda Karolus M. Komanik (almarhum) dan Ibunda Katarina K. Mukuron, yang telah melahirkan, membesarkan, memelihara, mendidik, dan mendoakan, serta pengorbanan yang sangat besar dalam kehidupan penulis. Kepada kakanda Walter Djan Komanik (almarhum), Yosephina Komanik, dan adik-adik Selestina Komanik, Anselma Komanik, Antonia Komanik dan Agusta Komanik (almarhumah), bapak adik Lukas Komanik, Willem Komanik dan istri terkasih Ancelina K. Ukarop, S.Sos, MAP. Serta anak-anak keponakan Selviana Botowop, Selestinus N. Komanik, Loisa Beteop, Gerardus Beteop, dan Abraham Beteop, dimana semua keluarga, senantiasa memberikan dorongan, semangat serta doa sehingga penulis dapat menyelesaikan tesis ini dengan baik.

Semoga karya ilmiah ini dapat bermanfaat.

Bogor, Agustus 2016


(14)

(15)

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL ix

DAFTAR GAMBAR x

DAFTAR LAMPIRAN xi

1 PENDAHULUAN 1

Latar Belakang 1

Perumusan Masalah 3

Tujuan Penelitian 5

Manfaat Penelitian 5

Kerangka Pemikiran 5

2 TINJAUAN PUSTAKA 7

Konsep Pertanian 7

Komoditas Unggulan Pertanian Tanaman Pangan 7

Pengembangan Wilayah 9

Sistim Informasi Geografis 12

Evaluasi Kesesuaian Lahan 13

3 METODE PENELITIAN 15

Lokasi dan Waktu Penelitian 15

Bahan dan Alat 15

Jenis dan Sumber Data 15

Metode Pengumpulan Data 15

Metode Analisis Data 18

4 KEADAAN UMUM WILAYAH PENELITIAN 24

Sejarah Singkat Kabupaten Boven Digoel 24 Letak Geografis dan Administrasi Wilayah 25

Kondisi Fisik Wilayah 27

Kondisi Demografi 32 Potensi Sektor Pertanian Kabupaten Boven Digoel 33

Perekonomian Kabupaten Boven Digoel 34

5 HASIL DAN PEMBAHASAN 36

Komoditas Unggulan Pertanian Tanaman Pangan 36

Lahan Tersedia 39

Ketersediaan Lahan Pengembangan Komoditas Unggulan PertanianTanaman Pangan 44 Evaluasi Kesesuain Lahan Komoditas Unggulan Pertanian Tanaman Pangan

Arahan Wilayah dan Strategi Pengembangan Komoditas Unggulan

49 57


(16)

6 SIMPULAN DAN SARAN 66

Simpulan 66

Saran 67

DAFTAR PUSTAKA 68

LAMPIRAN 72


(17)

DAFTAR TABEL

1 2

Jenis data, sumber data, analisis dan hasil

Rata-rata luas panen komoditas tanaman pangan di Kabupaten Boven Digoel

17 20 3 Kriteria ketersediaan lahan berdasarkan peta RTRWK, peta status

kawasan hutan, penggunaan lahan eksisting Kabupaten Boven Digoel 21 4 Kualitas dan karakteristik lahan dalam evaluasi lahan 22

5 Matriks SWOT 24

6 Luas dan persentase wilayah Kabupaten Boven Digoel menurut distrik 26 7 Luas dan persentase wilayah menurut kemiringan kelas lereng 27 8 Curah hujan, suhu udara, dan kelembaban udara Kabupaten Boven

Digoel Tahun 2013 28

9 Panjang dan lebar sungai utama yang melintasi wilayah Kabupaten Boven Digoel

30

10 Jenis tanah di Kabupaten Boven Digoel 30

11 Luas dan persentase jenis tanah di Kabupaten Boven Digoel 31 12 Jumlah, jenis kelamin dan sebaran kepadatan penduduk menurut distrik

di Kabupaten Boven Digoel Tahun 2013 32

13 Luas panen dan produksi pertanian tanaman pangan di Kabupaten Boven

Digoel Tahun 2009 dan 2013 34

14 Luas panen dan produksi tanaman hortikultura di Kabupaten Boven

Digoel Tahun 2009 dan 2013 34

15 Distribusi dan persentase PDRB Kabupaten Boven Digoel, atas dasar

harga berlaku (ADHK) dirinci menurut lapangan usaha Tahun 2008-2012 35 16 Laju pertumbuhan PDRB Kabupaten Boven Digoel, atas dasar harga

berlaku (ADHK) dirinci menurut lapangan usaha Tahun 2008-2012 35 17 Nilai LQ dan DS dalam SSA komoditas unggulan pertanian tanaman

pangan Kabupaten Boven Digoel 37

18 Daftar komoditas unggulan pertanian tanaman pangan hasil LQ dan SSA 38 19 Jenis, luas dan persentase penggunaan lahan eksisting Kabupaten Boven

Digoel Tahun 2013 39

20 Jenis, luas dan persentase penggunaan lahan pola ruang RTRW

Kabupaten Boven Digoel Tahun 2011-2031 40

21 Jenis, luas dan persentase penggunaan lahan kawasan hutan Kabupaten

Boven Digoel Tahun 2012 43

22 Ketersediaan lahan untuk pengembangan komoditas unggulan pertanian

tanaman pangan, perdistrik di Kabupaten Boven Digoel 47 23 Kelas kesesuaian lahan komoditas ubi kayu pada lahan tersedia 50 24

25

Kelas kesesuaian lahan komoditas ubi jalar pada lahan tersedia Kelas kesesuaian lahan komoditas padi, pada lahan tersedia

53 55 26 Distrik dan luas arahan pengembangan komoditas unggulan pertanian

tanaman pangan pada lahan tersedia usulan 2 58

27 Faktor-faktor internal dan eksternal pengembangan komoditas unggulan


(18)

28 29

Hasil analisis matriks Internal Strategy Factors Analysis Summary (IFAS) Hasil analisis matriks Eksternal Strategy Factors Analysis Summary (EFAS)

61 62

DAFTAR GAMBAR

1 Kerangka pikir penelitian 6

2 Bagan alir penelitian dan pengolaan data 18

3 Foto penjara Boven Digoel yang dibangun Pemerintah Hindia Belanda 25

4 Peta administrasi Kabupaten Boven Digoel 26

5 Peta kelas lereng Kabupaten Boven Digoel 28

6 Peta curah hujan Kabupaten Boven Digoel 29

7 Grafik distribusi curah hujan Kabupaten Boven Digoel 29

8 Peta jenis tanah Kabupaten Boven Digoel 31

9 Matriks kuadran kombinasi analisis LQ-SSA 38

10 Peta penggunan lahan eksisting Kabupaten Boven Digoel Tahun 2013 41 11 Peta pola ruang RTRW Kabupaten Boven Digoel 2011-2031, Tahun 2011 41 12 Beberapa gambar penggunaan lahan eksisting Kabupaten Boven Digoel 42 13 Peta status kawasan hutan Kabupaten Boven Digoel Tahun 2012 44

14 Peta lahan tersedia 48

15 Peta lahan tersedia usulan 1 48

16 Peta lahan tersedia usulan 2 49

17 Peta sebaran kelas lahan komoditas ubi kayu pada lahan tersedia 51 18 Peta sebaran kelas lahan komoditas ubi kayu pada lahan tersedia usulan 1 51 19 Peta sebaran kelas lahan komoditas ubi kayu pada lahan tersedia usulan 2 52 20 Peta sebaran kelas lahan komoditas ubi jalar pada lahan tersedia 53 21 Peta sebaran kelas lahan komoditas ubi jalar pada lahan tersedia usulan 1 54 22 Peta sebaran kelas lahan komoditas ubi jalar pada lahan tersedia usulan 2 54 23 Peta sebaran kelas lahan komoditas padi pada lahan tersedia 55 24 Peta sebaran kelas lahan komoditas padi pada lahan tersedia usulan 1 56 25 Peta sebaran kelas lahan komoditas padi pada lahan tersedia usulan 2 56 26 Peta arahan komoditas unggulan pertanian tanaman pangan, pada lahan

tersedia 59

27 Hasil analisis matriks internal-ekternal 63

28 Hasil analisis matriks space 64

29 Hasil analisis matriks SWOT 65

DAFTAR LAMPIRAN

1 Kriteria lahan komoditas ubi kayu (Manihot esculenta) 73 2 Kriteria lahan komoditas ubi jalar (Ipomea batatas) 74

3 Kriteria lahan komoditas padi (Oryza sativa) 75

4 5 6

Peta sebaran pengambilan sampel tanah Kabupaten Boven Digoel Peta jenis tanah Kabupaten Boven Digoel pada lahan tersedia Peta SPL Kabupaten Boven Digoel pada lahan tersedia

76 76 77


(19)

7 8 9 10

Tabel data fisik lahan dan kimia tanah pada lokasi penelitian Hasil penilaian kesesuaian lahan komoditas ubi jalar

Hasil penilaian kesesuaian lahan komoditas ubi kayu Hasil penilaian kesesuaian lahan komoditas padi

78 80 81 82


(20)

(21)

1

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Pembangunan pertanian bertujuan untuk meningkatkan taraf hidup petani dan kesejahteraan masyarakat. Sektor pertanian merupakan sektor yang memiliki peranan strategis dalam pembangunan perekonomian nasional saat ini. Pembangunan selalu menitik beratkan pada pertumbuhan ekonomi, yang berimpit pada pemusatan pembangunan pada sektor yang dapat memberikan kontribusi pertumbuhan ekonomi. Pertumbuhan ekonomi merupakan salah satu indikator untuk melihat hasil pembangunan yang telah dilakukan dan bertujuan menentukan arah dan kebijakan pembangunan di masa yang akan datang. Salah satu sektor yang dapat mendukung dan menunjang pembangunan ekonomi adalah sektor pertanian. Pada sektor pertanian tersebut, subsektor pertanian tanaman pangan merupakan salah satu prioritas utama bagi negara-negara berkembang seperti Indonesia. Sektor pertanian ikut memberikan kontribusi dalam pembangunan perekonomian nasional dan daerah. Untuk itu, sudah sewajarnya sektor pertanian secara umum dan subsektor tanaman pangan secara khusus dijadikan sebagai motor penggerak pembangunan. Dengan kata lain, pembangunan ekonomi nasional maupun daerah harus diletakkan pada pembangunan sektor pertanian

sehingga benar-benar menghasilkan sektor pertanian yang kuat. Pertanian

memiliki peranan yang sangat penting dan strategis dalam kehidupan manusia, sebagai penyedia pangan bagi masyarakat agar tercipta ketahanan pangan nasional.

Pertanian dipandang sebagai suatu sektor yang memiliki kemampuan khusus dalam memadukan pertumbuhan dan pemerataan (growth with equity) atau pertumbuhan yang berkualitas (Daryanto dan Hafizrianda 2010). Menurut Alkadri (1999), pertanian dalam arti luas terdiri atas lima subsektor yaitu tanaman pangan, perkebunan, peternakan, perikanan dan kehutanan. Wilayah pedesaan yang bercirikan pertanian dapat difungsikan sebagai basis ekonomi, sedangkan wilayah perkotaan didominasi oleh aktivitas ekonomi sekunder seperti industri, perdagangan maupun jasa. Dengan sektor pertanian tanaman pangan yang kuat, maka pembangunan sektor industri yang didukung sektor pertanian juga akan semakin maju. Menurut Badan Litbang Pertanian (2003), bahwa komoditas unggulan merupakan komoditas andalan yang memiliki posisi strategis untuk dikembangkan di suatu wilayah yang penetapannya didasarkan pada berbagai pertimbangan, baik secara teknis (kondisi tanah dan iklim) maupun sosial ekonomi dan kelembagaan (pengusaan teknologi, kemampuan sumberdaya manusia, infrastruktur dan kondisi sosial budaya setempat). Menurut Syafaat dan Supena (2000), dan Ningsih (2010), konsep dan pengertian komoditas unggulan dapat dilihat dari dua sisi yaitu sisi penawaran (supply) dan sisi permintaan (demand). Dari sisi penawaran komoditas unggulan merupakan komoditas yang paling superior dalam pertumbuhannya pada kondisi biofisik, teknologi dan kondisi ekonomi petani disuatu wilayah tertentu. Kondisi sosial ekonomi ini mencakup penguasaan teknologi, kemampuan sumberdaya manusia, infrastruktur misalnya pasar dan kebiasaan petani setempat. Pengertian tersebut lebih dekat dengan locational advantages. Dari sisi permintaan, komoditas unggulan


(22)

2

merupakan komoditas yang mempunyai permintaan yang kuat baik untuk pasar domestik maupun pasar internasional dan keunggulan kompetitif.

Kabupaten Boven Digoel merupakan daerah otonom baru yang dibentuk pada tahun 2002 berdasarkan Undang-undang Republik Indonesia No. 26 Tahun

2002, melalui pemekaran dari Kabupaten Merauke. Karakteristik perekonomian

kabupaten didominasi oleh sektor pertanian (subsektor tanaman pangan, perkebunan, peternakan, perikanan darat dan kehutanan). Struktur perekonomian Kabupaten Boven Digoel yang digambarkan dari distribusi PDRB (Produk Domestik Regional Bruto) menunjukkan bahwa pertanian merupakan sektor yang masih menjadi unggulan. Meskipun demikian, sektor pertanian baru menduduki urutan ketiga berdasarkan lapangan usaha pada PDRB dalam memberikan nilai tambah bagi perekonomian kabupaten. Peranan sektor pertanian terhadap perekonomian Kabupaten Boven Digoel terhadap PDRB tahun 2012 sangat besar yakni sebesar 255.470,47 juta rupiah. Tingginya peranan sektor pertanian ditopang oleh beberapa subsektor yaitu perkebunan yang berkontribusi sebesar 45,84%, kehutanan dengan kontribusi sebesar 34,48%. Subsektor tanaman bahan makanan kontribusinya sebesar 8,64%, lebih tinggi dari subsektor lain seperti, peternakan dan perikanan. Hal ini menunjukkan bahwa sebagian besar penduduk di Kabupaten Boven Digoel masih mengandalkan pada sektor pertanian secara umum dan tanaman pangan secara khusus.

Data BPS Kabupaten Boven Digoel (2012) menunjukkan bahwa sebagian penduduk Kabupaten Boven Digoel memiliki mata pencaharian di sektor pertanian yaitu sebanyak 53,65% dari jumlah penduduk yang bekerja. Dengan demikian keberhasilan pembangunan daerah antara lain sangat ditentukan oleh sektor pertanian. Pentingnya sektor pertanian di Kabupaten Boven Digoel juga tercermin dari luas wilayah kabupaten yang sebagian besar merupakan lahan potensial untuk pengembangan pertanian. Kabupaten Boven Digoel memiliki potensi lahan pertanian yang cukup besar, namun lahan yang dialokasikan untuk pengembangan pertanian tanaman pangan berdasarkan peraturan daerah Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten (RTRWK) Boven Digoel tahun 2011 hanya seluas 20.979 ha. Secara teknis, Dinas Pertanian Kabupaten Boven Digoel (2013) menyebutkan bahwa baku lahan eksisting seluas 349.212 ha untuk lahan pertanian, terdiri dari lahan tanaman pangan seluas 328.931 ha, hortikultura seluas 134 ha dan baku lahan eksisting untuk perkebunan seluas 20.147 ha.

Potensi lahan pertanian yang tersedia di Kabupaten Boven Digoel sangat luas, sementara lahan yang sudah tergarap untuk subsektor tanaman pangan baru seluas 250 ha. Data BPS Kabupaten Boven Digoel (2012) menunjukkan bahwa luas panen komoditas pertanian tanaman pangan yang diusahakan yaitu ubi kayu, ubi jalar, padi, jagung, kacang tanah dan kacang hijau. Pengusahaan padi seluas 22 ha memberikan produksi 86 ton, ubi kayu seluas 16 ha dengan produksi 109 ton. Pengusahaan ubi jalar seluas 18 ha memproduksi 88 ton dan pengusahaan jagung dengan luas panen 20 ha menghasilkan produksi 29 ton. Komoditas kacang tanah diusakan dengan luas panen 9 ha dan mnemproduksi 7 ton. Sementara itu kacang hijau memiliki luas panen 4 ha dengan produksi hanya 3 ton. Dari gambaran tersebut terlihat bahwa luas lahan dan produksi komoditas tanaman pangan yang tergarap saat ini sangat tidak sebanding dengan kondisi luas lahannya.


(23)

3 Berdasarkan potensi lahan pertanian yang dimiliki Kabupaten Boven Digoel, maka pengembangan sektor pertanian tanaman pangan dapat dilakukan melalui pendekatan penetapan komoditas pertanian unggulan berdasarkan keunggulan komparatif dan keunggulan kompetitif yang dimiliki oleh setiap komoditas di setiap distrik. Dalam pengembangan komoditas unggulan, perlu diperhatikan kesesuaian biofisik lahan, dukungan sumberdaya, kebijakan pemerintah dan kesesuaian dengan prospektif makro ekonomi. Dengan kata lain, perencanaan pengembangan komoditas unggulan perlu dilakukan dengan mempertimbangkan aspek ekonomi, sosial dan ekologi agar kegiatan pertanian tanaman pangan dapat berkelanjutan (sustainable). Dalam pengembangan potensi wilayah untuk sektor pertanian, keragaman sifat lahan akan sangat menentukan jenis komoditas yang dapat diusahakan serta tingkat produktivitasnya. Menurut Djaenuddin et al. (2002) setiap jenis komoditas memerlukan persyaratan sifat lahan yang spesifik untuk dapat tumbuh dan berproduksi dengan optimal. Hal ini berarti suatu wilayah dapat saja hanya sesuai dengan komoditas tertentu, tetapi tidak dengan yang lain. Dengan demikian tidak selalu semua jenis komoditas dapat diusahakan di setiap wilayah apabila persyaratan tumbuhnya dari segi lahan tidak terpenuhi. Pengembangan komoditas pertanian tanaman pangan bertujuan untuk memperoleh produksi optimal secara fisik dan secara ekonomi menguntungkan sehingga perlu diusahan di lahan yang sesuai dan memiliki peluang pasar (Djaenuddin 2008; Akbar 2014).

Peningkatan produksi pertanian tanaman pangan Kabupaten Boven Digoel diarahkan pada komoditas-komoditas strategis dan unggulan untuk mendukung ketahanan pangan dan peningkatan produktivitas. Hal ini telah ditetapkan dalam strategi operasional Dinas Pertanian Tanaman Pangan Kabupaten Boven Digoel. Pengembangan komoditas pertanian tanaman pangan di Kabupaten Boven Digoel perlu dilakukan dengan mempertimbangkan aspek ekonomi, ekologi dan sosial sehingga dapat mendukung aspek keberlanjutan pembangunan sektor pertanian.

Perumusan Masalah

Kabupaten Boven Digoel memiliki luas wilayah 27.108,21 km2 (2.710.898 ha) dengan jumlah penduduk 57.691 jiwa (BPS Boven Digoel 2012). Setiap tahun, Kabupaten Boven Digoel mengalami penambahan penduduk 2,5%, sehingga berdampak kepada peningkatan kebutuhan penggunaan lahan disemua sektor pembangunan termasuk sektor pertanian. Melihat struktur perekonomian Kabupaten Boven Digoel pada PDRB Tahun 2012, peran sektor pertanian belum terlalu banyak menunjang perekonomian kabupaten, sehingga mestinya sektor pertanian lebih dikembangkan. Kondisi eksisting sumberdaya lahan pertanian yang tersedia cukup luas, namun dalam kenyataannya pemerintah daerah belum menunjukkan keberpihakan terhadap pembangunan pertanian dalam bentuk kebijakan dan program pembangunan pertanian. Tantangan pembangunan sektor pertanian kedepan semakin besar, sejalan dengan pertumbuhan ekonomi. Sementara pembangunan sektor non pertanian mendorong terjadinya konversi lahan pertanian, yang dapat mengakibatkan kurangnya lahan yang tersedia untuk pembangunan sektor pertanian. Konversi lahan di Kabupaten Boven Digoel saat ini memang belum nampak, namun perkembangan pembangunan saat ini perlu


(24)

4

diantisipasi. Oleh karena itu diperlukan kebijakan pemerintah menetapkan kawasan atau wilayah tertentu sebagai lahan yang disediakan untuk pengembangan subsektor pertanian tanaman pangan. Potensi lahan pertanian di Kabupaten Boven Digoel sangat luas sementara komoditas pertanian tanaman pangan yang diusahakan luasannya sangat sedikit dari luas lahan kabupaten dan belum ada komoditas pertanian yang menjadi komoditas andalan yang diusahakan secara kontinyu.

Pengembangan sektor pertanian memerlukan sumberdaya lahan yang memadai untuk peningkatan produksi pertanian tanaman pangan. Dalam rangka penyediaan bahan pangan, maka diperlukan perencanaan ketersediaan lahan sesuai Undang-undang No. 41 Tahun 2009. Untuk perencanaan pembangunan pertanian di Kabupaten Boven Digoel diperlukan penetapan kawasan atau wilayah tertuntu, sebagai wilayah pengembangan subsektor pertanian tanaman pangan. Perencanaan pengembangan pertanian memerlukan karakterisasi biofisik wilayah termasuk lahan yang tersedia dan sesuai. Ketersediaan lahan dan kesesuaian lahan merupakan hal yang mutlak untuk diketahui dalam perencanaan pembangunan komoditas pertanian tanaman pangan. Untuk itu diperlukan kajian lebih mendalam, untuk mengetahui kondisi agroekologi wilayah pengembangan pertanian tanaman pangan. Pengembangan pertanian tanaman pangan Kabupaten Boven Digoel dilakukan dengan memaksimalkan potensi sumberdaya lahan sehingga pengembangan wilayah dalam konteks pembangunan sektor pertanian dapat terlaksana dengan baik dan terencana. Upaya peningkatkan produksi dan produktivitas tanaman memerlukan dukungan sumberdaya lahan, sarana-prasarana dan infrastruktur yang memadai. Penyediaan sarana-prasarana dan infrastruktur pembangunan pertanian merupakan kewajiban pemerintah daerah untuk peningkatan produksi pertanian agar meningkatkan perekonomian daerah dan kesajahteraan bagi petani. Produksi dan produktivitas komoditas pertanian tanaman pangan ditentukan pula oleh beberapa faktor yaitu lahan yang tersedia, kesuburan tanah, iklim, kesesuaian lahan sehingga dapat menunjang pengembangan komoditas pertanian tanaman pangan.

Dinas Pertanian Kabupaten Boven Digoel memiliki program pengembangan berbagai ragam jenis komoditas pertanian. Hal ini untuk mendukung visi dan program pemerintah Kabupaten Boven Digoel. Dalam pelaksanaan program pengembangan komoditas pertanian tanaman pangan memerlukan kerjasama antara semua stakeholder. Peran dan partisipasi stakehoder sangat diperlukan untuk pengembangan pertanian tanaman pangan sesuai aspirasi dan keberlanjutan. Pengembangan komoditas pertanian memerlukan strategi dan arahan pengembangan komoditas unggulan, sehingga pendapat atau persepsi stakeholder perlu menjadi dasar pertimbangan. Berdasarkan pada hasil analisis komoditas unggulan, ketersediaan lahan dan tingkat kesesuaian lahan untuk pengembangan komoditas unggulan pertanian tanaman pangan, maka dapat disusun strategi dan arahan pengembangan komoditas unggulan pertanian tanaman pangan.

Berdasarkan latar belakang diatas, dirumuskan beberapa permasalahan yang menjadi permasalahan penelitiaan di Kabupaten Boven Digoel sebagai berikut:

1. Belum diketahuinya komoditas pertanian tanaman pangan yang merupakan komoditas unggulan.


(25)

5 2. Belum diketahuinya lahan tersedia untuk pengembangan komoditas

unggulan pertanian tanaman pangan.

3. Belum diketahuinya kesesuaian lahan komoditas pertanian tanaman

pangan .

4. Belum adanya arahan penggunaan lahan untuk pengembangan komoditas unggulan pertanian tanaman pangan.

Tujuan Penelitian

Tujuan utama yang ingin dicapai dari penelitian ini adalah untuk memberikan arahan dan strategi pengembangan wilayah berbasis komoditas unggulan pertanian tanaman pangan di Kabupaten Boven Digoel. Untuk mencapai tujuan utama tersebut, ditetapkan 4 (empat) tujuan antara yaitu:

1. Mengidentifikasi dan menetapkan komoditas unggulan pertanian tanaman pangan.

2. Mendelineasi lahan tersedia untuk pengembangan komoditas unggulan pertanian tanaman pangan.

3. Menilai kesesuaian lahan pada lahan tersedia untuk pengembangan komoditas unggulan pertanian tanaman pangan.

4. Menyusun arahan pengembangan komoditas unggulan pertanian tanaman pangan di Kabupaten Boven Digoel.

Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat sebagai tambahan ilmu pengetahuan dan teknologi bagi masyarakat dan semua stakeholder di Kabupaten Boven Digoel. Selain itu, hasil penelitian ini juga dapat menjadi bahan masukan kepada pemerintah daerah Kabupaten Boven Digoel sebagai pertimbangan dalam menyusun dan menetapkan arahan pengembangan pewilayahan komoditas unggulan pertanian tanaman pangan. Selain itu, hasil penelitian ini juga diharapkan dapat menjadi bahan acuan dalam penelitian-penelitian lanjutan di Kabupaten Boven Digoel.

Kerangka Pemikiran

Pelaksanaan penelitian ini dibangun atas dasar kerangka pemikiran yang berangkat dari permasalahan tujuan penelitian. Pembangunan pertanian pada dasarnya bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat atau petani, dengan memanfaatkan sumberdaya lahan yang tersedia. Wilayah Kabupaten Boven Digoel memiliki potensi lahan pertanian yang cukup luas untuk pembangunan sektor pertanian, baik sub-sektor tanaman pangan, perkebunan, peternakan maupun perikanan. Potensi sumberdaya lahan pertanian tersebut harus dimanfaat secara optimal untuk peningkatan perekonomian daerah. Sumberdaya lahan pertanian di Kabupaten Boven Digoel cukup luas, sehingga pembangunan sektor pertanian tanaman pangan perlu menjadi prioritas. Pengembangan komoditas unggulan pertanian tanaman pangan merupakan salah satu upaya


(26)

6

membangun sektor pertanian yang lebih kuat, berdaya saing tinggi dan berproduktivitas tinggi sehingga mencapai pembangunan pertanian yang berkelanjutan.

Pembangunan pertanian sebaiknya didasarkan pada kondisi biofisik wilayah yaitu tersedianya lahan yang sesuai. Lahan tersedia yang sesuai untuk komoditas pertanian merupakan faktor utama dalam peningkatan produksi dan produktivitas pertanian. Menurut Rustiadi et al. (2011), perencanaan pengembangan wilayah harus ditunjang oleh empat pilar pokok yaitu (1) inventarisasi, klasifikasi dan evaluasi sumberdaya, (2) aspek ekonomi, (3) aspek kelembagaan (institusi) dan (4) aspek lokasi atau spasial (ruang). Oleh sebab itu perencanaan pengembangan wilayah dalam aspek pembangunan pertanian hendaknya dimulai dari kajian potensi sumberdaya lahan yang dimiliki wilayah tersebut. Identifikasi sumberdaya lahan wilayah dapat dilakukan dengan mendeliniasi lahan tersedia, mengevalualiasi kesesuaian lahannya serta mengidentifikasi komoditas unggulan pertanian tanaman pangan secara komparatif dan kompetitif.

Dengan demikian pembangunan pertanian di Kabupaten Boven Digoel diharapkan dapat terbangun serta tercipta arahan yang terbaik untuk menyusun arahan pengembangan pertanian tanaman pangan berbasis kesesuaian sumberdaya lahan dan biofisik wilayah. Secara rinci kerangka pikir dari penelitian ini disajikan pada Gambar 1.

Gambar 1 Kerangka pikir penelitian Wilayah Pengembangan Sektor

Pertanian Tanaman Pangan

Arahan pengembangan komoditas unggulan

pertanian tanaman pangan

Komoditas unggulan pertanian tanaman

pangan Ketersediaan

lahan

Peta RTRWK Peta kawasan hutan. Peta penggunaan lahan eksisting.

Evaluasi kesesuaian lahan komoditas

unggulan Kriteria

tumbuh tanaman

Presepsi


(27)

7

2 TINJAUAN PUSTAKA

Konsep Pertanian

Pertanian memiliki peran yang sangat penting dan strategis dalam kehidupan manusia, sebagai penyedia pangan masyarakat untuk menciptakan ketahanan pangan nasional. Pertanian dipandang sebagai sektor yang memiliki kemampuan khusus dalam memadukan pertumbuhan dan pemerataan (growth with equity) atau pertumbuhan yang berkualitas (Daryanto dan Hafizrianda 2009). Pertanian dalam arti luas terdiri dari lima subsektor yaitu tanaman pangan, perkebunan, peternakan, perikanan, dan kehutanan. Sebagian besar hasil pertanian adalah bahan makanan terutama beras yang dikonsumsi sendiri dan seluruh hasil perkebunan adalah ekspor. Wilayah pedesaan yang bercirikan pertanian sebagai basis ekonomi sedangkan wilayah perkotaaan bercirikan aktivitas ekonomi sekunder baik yang sifatnya industri, perdagangan maupun jasa.

Dengan kemajuan yang dicapai sektor pertanian tanaman pangan, maka pembangunan sektor industri yang didukung sektor pertanian juga semakin maju (Alkadri 1999). Menurut Dumairy (1996) subsektor tanaman pangan juga disebut subsektor pertanian rakyat karena tanaman pangan biasanya diusahakan oleh rakyat bukan oleh perusahan atau pemerintah. Subsektor ini mencakup komoditas tanaman bahan makanan seperti jagung, padi, ketela pohon, ketela rambat, kacang tanah, kedelai, sayur-sayuran dan buah-buahan. Lahan pertanian memiliki peran dan fungsi strategis bagi masyarakat yang bercorak agraris, yang menggantungkan hidup pada sektor pertanian. Oleh karena itu lahan merupakan sumber daya pokok dalam usaha pertanian, terutama bagi yang sebagian besar bidang usahanya masih bergantung pada pola pertanian berbasis lahan.

Komoditas Unggulan Pertanian Tanaman Pangan

Pengalokasian dan pengembangan sumber daya alam berupa komoditas unggulan pertanian dapat dijadikan sebagai motor penggerak pembangunan suatu daerah untuk meningkatkan taraf hidup masyarakat. Suatu komoditas pertanian untuk dapat tumbuh dan berproduksi secara optimal memerlukan kualitas dan karakteristik lahan serta manajemen tertentu (FAO 1976; Djaenuddin et al. 2003).

Menurut Sudaryanto dan Syafa’at (2002) pengembangan komoditas pertanian

yang sesuai secara biofisik dan menguntungkan secara ekonomi sangat penting dalam perencanaan pengkajian teknologi untuk pengembangan komoditas unggulan dengan mempertimbangkan kemampuan sumberdaya alam, sumberdaya manusia, dan kelembagaan, sehingga pengembangan komoditas tersebut berkelanjutan. Konsep keunggulan komparatif merupakan ukuran daya saing (keunggulan) potensial dalam arti daya saing yang akan dicapai apabila perekonomian tidak mengalami distorsi. Komoditas yang memiliki keunggulan komparatif dikatakan pula memiliki efisiensi secara ekonomi.

Pewilayahan komoditas pertanian sesuai dengan daya dukung lahan dimaksudkan agar produktivitas lahan yang diusahakan mencapai tingkat optimal. Dalam mendukung kegiatan agribisnis, pengertian produktivitas lahan ditujukan untuk suatu tipe penggunaan lahan (Land Utilization Types) baik secara


(28)

8

campuran, (multiple land utilization types) maupun individual (compound utilization types) agar mampu berproduksi optimal (Djaenuddin et al. 2002). Keunggulan komparatif suatu komoditas bagi suatu negara atau daerah adalah bahwa komoditas itu lebih unggul secara relatif dengan komoditas lain di daerahnya. Pengertian unggul dalam hal ini adalah dalam bentuk perbandingan dan bukan dalam bentuk nilai tambah riil. Keunggulan komparatif adalah suatu kegiatan ekonomi yang secara perbandingan lebih menguntungkan bagi pengembangan daerah (Tarigan 2005). Sedangkan sektor unggulan menurut Tumenggung (1996) adalah sektor yang memiliki keunggulan komperatif dan keunggulan kompetitif dengan produk sektor sejenis dari daerah lain, serta memberikan nilai manfaat yang besar. Sektor unggulan juga memberikan nilai tambah dan produksi yang besar, memiliki multiplier effect yang besar terhadap perekonomian lain, serta memiliki permintaan yang tinggi baik pasar lokal maupun pasar ekspor (Mawardi 1997).

Ambardi (2002) mengemukakan bahwa ada beberapa ciri komoditas unggulan antara lain komoditas unggulan harus mampu menjadi penggerak utama (prime mover) pembangunan yang artinya mempunyai kontribusi yang menjanjikan pada peningkatan produksi dan pendapatan, memiliki keterkaitan kedepan yang kuat, baik secara komoditas unggulan maupun komoditas lainnya, mampu bersaing dengan produksi sejenis dari wilayah lain dipasar nasional baik dalam harga produk, biaya produksi, kualitas pelayanan, maupun aspek-aspek lainnya, memiliki keterkaitan dengan daerah lain baik dalam hal pasar (konsumen) maupun pemasok bahan baku, karena mampu menyerap tenaga kerja berkualitas secara optimal sesuai dengan skala produksinya. Pengembangan komoditas unggulan harus mendapat dukungan, misalnya sosial, budaya, informasi dan peluang pasar, kelembagaan, agar pengembangan komoditas unggulan berorientasi pada kelestarian sumberdaya alam dan lingkungan.

Pangan merupakan kebutuhan mendasar bagi manusia untuk mempertahankan hidup. Kecukupan pangan bagi setiap orang setiap saat merupakan hak azasi manusia maka pemenuhan kebutuhan pangan bagi seluruh penduduk menjadi sasaran utama kebijakan pemerintah (Suryana 2005). Menurut Badan Litbang Pertanian (2003) komoditas unggulan merupakan komoditas andalan yang memiliki posisi strategis untuk dikembangkan di suatu wilayah yang penetapannya didasarkan pada berbagai pertimbangan baik secara teknis (kondisi tanah dan iklim) maupun sosial ekonomi dan kelembagaan (penguasan teknologi, kemampuan sumberdaya manusia, infrastruktur, dan kondisi sosial budaya setempat. Selanjutnya menurut Saragih (2011) komoditas unggulan pertanian tanaman pangan diartikan sebagai komoditas basis adalah komoditas yang dihasilkan secara berlebihan dalam pengertian lebih untuk digunakan dalam suatu wilayah tertentu, sehingga kelebihan tersebut dapat dijual keluar wilayah tersebut.

Maxwell dan Frankenberger (1992) dalam Nainggolan (2011) mendefenisikan ketahanan pangan sebagai akses semua orang setiap saat terpenuhi kebutuhan pangan yang cukup untuk hidup sehat. Undang-undang No. 7 Tahun 1996 menyebutkan ketahanan pangan adalah kondisi terpenuhinya pangan bagi rumah tangga yang tercermin dari: (1) tersedianya pangan secara cukup, baik dalam jumlah maupun mutunya; (2) aman; (3) merata; (4) terjangkau. Dengan pengertian tersebut, mewujudkan ketahanan pangan dapat dipahami sebagai: (a) terpenuhinya pangan dengan kondisi ketersediaan yang cukup dalam arti


(29)

9 ketersediaan pangan yang mencakup pangan yang berasal dari tanaman, ternak dan ikan untuk memenuhi kebutuhan atas karbohidrat, protein, lemak, vitamin dan mineral serta turunannya yang bermanfaat bagi kesehatan. (b) terpenuhinya pangan dengan kondisi yang aman dalam arti bebas dari pencemaran biologis, kimia dan benda lain yang dapat mengganggu, merugikan dan membahayakan kesehatan manusia serta aman menurut kaidah agama, (c) terpenuhinya pangan dengan kondisi yang merata dalam arti pangan yang harus tersedia setiap saat dan merata diseluruh tanah air dan (d) terpenuhinya pangan dengan kondisi terjangkau dimana pangan mudah diperoleh rumah tangga dengan harga yang terjangkau. Friyatno (2001) menyatakan bahwa keberhasilan peningkatan produktifitas usahatani tanaman pangan dipengaruhi beberapa faktor yaitu (a) perbaikan teknologi usahatani; (b) tersedianya anggaran pemerintah yang cukup untuk membiayai berbagai proyek dan program pengembangan teknologi usahatani serta proses sosialisasi ditingkat petani dan (c) pengembangan infrastruktur seperti; irigasi, lembaga penyuluhan dan sebagainya.

Pengembangan Wilayah

Pengembangan wilayah (regional development) merupakan upaya untuk memacu perkembangan ekonomi, mengurangi kesenjangan antar wilayah, dan menjaga kelestarian lingkungan hidup pada suatu wilayah. Pengembangan wilayah sangat diperlukan karena kondisi sosial ekonomi, budaya dan geografis yang sangat berbeda antara suatu wilayah dengan wilayah lainnya. Pada dasarnya pengembangan wilayah harus disesuaikan dengan kondisi, potensi dan permasalahan wilayah yang bersangkutan (Riyadi. 2002). Menurut Firman (1999) pengembangan wilayah (regional development) juga merupakan upaya untuk memacu perkembangan sosio-ekonomi, mengurangi kesenjangan, dan menjaga kelestarian lingkungan hidup pada suatu wilayah, sangat diperlukan karena kondisi sosial-ekonomi, budaya dan geografis yang sangat berbeda antara suatu wilayah dengan wilayah lainnya. Utomo dan Sugeng (1999) mengemukan bahwa tujuan pengembangan wilayah mengandung dua sisi yang saling berkaitan. Dari sisi sosial ekonomi, pengembangan wilayah adalah upaya memberikan kesejahteraan kualitas hidup masyarakat, misalnya menciptakan pusat-pusat produksi, memberikan kemudahan prasarana, dan pelayanan logistik. Dari sisi lain secara ekologis, pengembangan wilayah juga bertujuan untuk menjaga keseimbangan lingkungan sebagai akibat dari campur tangan manusia terhadap lingkungan.

Konsep pengembangan wilayah berorientasi pada permasalahan pokok wilayah secara saling terkait. Penyusunan peta pewilayahan komoditas skala 1:50.000 Kabupaten Boven Digoel berdasarkan zona agro ekologi (ZAE) dilakukan dengan identifikasi dan karakterisasi sumberdaya lahannya melalui pendekatan analisis terrain, dengan mempertimbangkan karakteristik lahan yaitu relief, lereng, proses geomorfologi, litologi/bahan induk dan hidrologi sebagai parameter dalam analisis terrain (Van Zuidam 1986) dalam (Djufry 2010). Suatu perwilayahan pertanian harus didasarkan pada homogenan faktor alamiah dan non alamiah. Pemilihan komoditas yang akan diproduksi didasarkan atas sifat-sifat non alamiah, seperti jumlah penduduk, pengetahuan, ketrampilan (skill),


(30)

10

kelembagaan petani dan pasar. Sistem perwilayahan komoditas dapat meningkatkan efisiensi sistem produksi dan distribusi komoditas, karena perwilayahan komoditas pada dasarnya adalah suatu upaya memaksimalkan

comparative advantage” setiap wilayah.

Kebutuhan akan informasi yang akurat tentang potensi dan kondisi wilayah sangat diperlukan untuk dapat melakukan analisis wilayah. Dalam pemanfaatan potensi wilayah, perlu dipertimbangkan agar tidak mengeksploitasi sumberdaya tetapi lebih kepada upaya optimalisasi sumberdaya dengan tanpa mengorbankan sumberdaya dimasa mendatang (Munir 2002). Karenanya ada enam upaya penting yang perlu dilakukan yaitu: (1) melakukan deskripsi jenis-jenis potensi wilayah secara sistematis, misalnya potensi wilayah yang berkaitan dengan pertanian, pariwisata, kehutanan, perikanan, pertambangan dan tenaga kerja; (2) melakukan klasifikasi jenis-jenis potensi wilayah secara sistematis, misalnya pengelompokan potensi wilayah dibidang perikanan, pertanian, pariwisata; (3) melakukan deskripsi dimana setiap potensi wilayah berada, yaitu melakukan deskripsi dimana setiap potensi wilayah yang sudah diklasifikasikan tersebut; (4) melakukan deskripsi jumlah ketersediaan potensi wilayah, yaitu melakukan identifikasi dengan memberikan deskripsi berapa jumlah jenis potensi wilayah yang sudah diklasifikasikan disetiap lokasi; (5) melakukan deskripsi pengembangan potensi wilayah yaitu melakukan identifikasi dengan memberikan deskripsi pengembangan potensi wilayah yang telah dikembangkan dengan orientasi pemikiran akan adanya nilai tambah terhadap potensi wilayah; (6) melakukan deskripsi perubahan-perubahan atas potensi wilayah yang telah diidentifikasi, yaitu melakukan identifikasi dengan memberi deskripsi terhadap jenis potensi wilayah yang telah berubah (Munir 2002). Pengenalan wilayah merupakan hal penting agar dapat melakukan pengembangan wilayah, karena wilayah terbentuk melalui keterkaitan antar aktifitas yang ada didalamnya melalui suatu hubungan fungsional antar aktifitas tersebut. Dalam pengembangan wilayah setidak-tidaknya ada dua tujuan yang hendak dicapai yaitu pertumbuhan wilayah dan keseimbangan wilayah (Munir 2002).

Pengembangan wilayah perlu dilaksanakan dengan mengoptimalkan beberapa prinsip yaitu (1) mengoptimalkan penggunaan sumber daya yang tersedia, mulai dari sumberdaya alam, sumberdaya manusia, maupun sumberdaya sosial dengan tujuan keuntungan komparatif; (2) pengembangan wilayah memerlukan desentralisasi fungsi, yakni adanya distribusi kegiatan; (3) apabila pengembangan kegiatan ekonomi pada suatu wilayah ditujukan sebagai basis

ekspor dengan pemasaran luar negeri, diperlukan aksesibilitas yang tinggi. Dalam

pengembangan wilayah ada tiga sasaran utama yang banyak dicanangkan baik oleh pemerintah daerah maupun pemerintah pusat yaitu meningkatkan pertumbuhan ekonomi, memperluas kesempatan berusaha serta menjaga agar pembangunan dapat tetap berjalan secara berkesinambungan (Alkadri 1999).

Menurut Soekartawi (2003) pembangunan pertanian mempunyai peranan yang penting dalam pelaksanaan pembangunan di Indonesia, karena sebagian besar penduduk Indonesia masih bekerja disektor ini dan peranannya dalam meningkatkan pendapatan masih cukup besar. Pentingnya sektor pertanian bagi pembangunan antara lain dapat dilihat dari beberapa hal yaitu: (1) sektor pertanian mampu menyediakan keragaman menu pangan dan karenanya sangat mempengaruhi konsumsi dan gizi masyarakat; (2) sektor pertanian mampu


(31)

11 mendukung sektor industri, baik industri hulu maupun industri hilir. Karenanya sektor pertanian juga mampu menyediakan tenaga kerja yang bekerja disektor industri ini; (3) ekspor hasil pertanian yang semakin meningkat menyumbang devisa yang semakin besar.

Mosher (1966) dalam Arsyad (1999) mengemukan bahwa berjalannya pembangunan pertanian, ada beberapa persyaratan yang harus dipenuhinya. Persyaratan tersebut dapat mengelompokan menjadi syarat-syarat mutlak dan syarat-syarat pelancar. Syarat-syarat mutlak adalah: (1) adanya pasar untuk hasil-hasil usaha tani. Pemasaran hasil-hasil-hasil-hasil pertanian memerlukan adanya permintaan terhadap hasil-hasil pertanian, sistem pemasaran dan kepercayaan petani terhadap sistem pemasaran tersebut. Ketersediaan pasar diperlukan untuk menutupi biaya dan tenaga yang telah dikeluarkan untuk menghasilkan produk pertanian; (2) teknologi yang senantiasa berkembang. Teknologi pertanian diperlukan untuk menjamin keberlangsungan pembangunan pertanian, karenanya diperlukan inovasi dalam pengembangan teknologi pertanian. Teknologi pertanian disini berarti cara-cara bertani, termasuk didalamnya adalah bagaimana petani menebarkan benih dan pemeliharaan tanaman; (3) tersedianya bahan-bahan dan alat-alat produksi secara lokal. Pembangunan pertanian memerlukan penggunaan bahan-bahan dan alat-alat produksi yang tersedia diberbagai tempat dalam jumlah yang cukup banyak untuk memenuhi keperluan tiap petani yang mau menggunakannya; (4) adanya perangsang produksi bagi petani. Faktor perangsang yang bersifat ekonomis merupakan perangsang utama yang membuat petani bergairah untuk meningkatkan produksinya. Faktor perangsang tersebut meliputi harga hasil produksi pertanian yang menguntungkan, pembagian hasil yang wajar dan tersedianya barang-barang dan jasa yang ingin dibeli oleh para petani dan keluarganya; (5) tersedianya pengangkutan yang lancar dan kontinyu. Pemasaran hasil pertanian memerlukan ketersediaan pengangkutan yang efisien dan murah, dan ketersediaan pengangkutan yang bercabang luas diperlukan untuk membawa hasil pertanian kepasaran yang lebih luas dan membawa perlengkapan produksi pertanian ke usahatani. Adanya akses antara lain berupa jaringan jalan dapat meningkatkan terciptanya, pusat-pusat pemasaran hasil pertanian dipedesaan, meningkatkan interaksi antar kawasan, menghubungkan kawasan produksi pertanian dengan pusat koleksi dan distribusi. Di samping kelima syarat mutlak tersebut, terdapat syarat pelancar yang jika ada atau dapat diadakan, dapat memperlancar pembangunan pertanian (Mosher 1966 dalam Arsyad 1999) yaitu: (1) pendidikan pembangunan. Pembangunan pertanian di sini dititik beratkan pada pendidikan non formal yaitu berupa kursus, pelatihan dan penyuluhan, dengan tujuan untuk meningkatkan produktifitas petani; (2) kredit produksi. Pemberian kredit bagi petani untuk pembelian bibit unggul, obat-obatan pemberantas hama, pupuk dan alat-alat lainnya merupakan faktor pelancar yang penting dalam pembangunan pertanian; (3) kegiatan gotong royong petani. Kegiatan gotong royong petani biasanya dilakukan secara informal, seperti kerjasama dalam penanaman, memanen hasil pertanian, penanggulangan bencana dan sebagainya; (4) perbaikan dan perluasan tanah pertanian. Perbaikan mutu tanah yang telah menjadi usahatani dan pengusahaan tanah baru dapat mempercepat pembangunan pertanian; (5) perencanaan nasional pembangunan pertanian. Perencanan pertanian merupakan proses memutuskan apa yang hendak dilakukan pemerintah


(32)

12

mengenai tiap waktu kebijaksanaan dan kegiatan yang mempengaruhi pembangunan pertanian selama jangka waktu tertentu.

Sistem Informasi Geografis

Sistem Informasi Geografis (SIG) merupakan suatu cara baru yang berkembang saat ini untuk menyajikan dan melakukan analisis data spasial dengan komputer. Selain mempercepat proses analisis, SIG juga bisa membuat model yang dilakukan secara manual (Barus dan Wiradisastra 2000). Konsep dasar SIG merupakan suatu sistem yang terpadu yang mengorganisir perangkat keras (hardware), perangkat lunak (software) dan data yang selanjutnya dapat menggunakan sistem penyimpanan, pengolahan maupun analisis data secara simultan sehingga dapat diperoleh informasi yang berkaitan dengan aspek spasial. Elemen dasar SIG yang beroperasi pada sistem yang terpadu tersebut meliputi hardware, software, pemasukan data, serta sumberdaya manusia yang bertanggung jawab terhadap masalah desain, implementasi, dan penggunaan dari SIG. Keluaran yang dihasilkan dari keempat elemen tersebut berupa informasi keruangan yang jelas dalam bentuk peta, grafik, tabel ataupun laporan ilmiah.

SIG dapat mendukung fungsi sebagai berikut: (1) menyediakan struktur basis data untuk penyimpanan dan pengaturan data dalam area yang luas; (2) mampu mengumpulkan atau memisahkan data regional, landscap dan skala plot; (3) mampu membantu dalam pengalokasian plot studi dan atau secara ekologi area yang sensitif; (4) meningkatkan kemampuan ekstraksi informasi penginderaan jauh; (5) mendukung analisis statistik spasial pada distribusi ekologi dan (6) menyediakan input data/parameter untuk pemodelan ekosistem. Menurut Aronoff (1993) menguraikan SIG memiliki atas beberapa subsistem yang saling terkait yaitu (1) data input, yang bertanggungjawab dalam mengkonversi atau mentransformasikan format-format data kedalam format yang digunakan oleh SIG; (2) data output, sebagai subsistem yang menampilkan atau menghasilkan sebagian basis data baik dalam bentuk softcopy maupun hardcopy seperti tabel, grafik, peta dan lain-lain; (3) data manajemen, yang mengorganisasikan baik data spasial maupun atribut kedalam sebuah basis data sedemikian rupa sehingga mudah di update dan diedit, (4) data manipulasi dan analisis, sebagai subsistem yang menentukan informasi-informasi yang dihasilkan oleh SIG. Selain itu juga melakukan manipulasi dan permodelan data untuk menghasilkan informasi yang diharapkan. Penyajian data spasial dari fenomena geografis didalam komputer dapat dilakukan dalam dua bentuk yaitu raster (grid cell) dan vektor. Bentuk raster adalah penyajian obyek dalam bentuk rangkaian elemen gambar (pixel) yang menampilkan semua obyek dalam bentuk sel-sel. Sedangkan vektor disajikan dalam bentuk titik atau segmen garis karena model data vektor lebih banyak berkaitan dengan bentuk obyek pada peta.

Aplikasi SIG dalam pengambilan keputusan berkriteria ganda sangat besar peranannya dalam pengelolaan basis data, analisis berbasis spasial, penampilan luaran hasil analisis, dan fungsi-fungsi SIG lainnya (Baja 2002). Kegunaan SIG juga dapat untuk mengatasi masalah alokasi lahan melalui dua teknik: fuzzy logic dan multicriteria analysis, bahwa SIG sangat berguna dalam analisis data spasial


(33)

13 dan analisis multi-kriteria ideal dalam pengambilan keputusan dalam pengembangan wilayah.

Evaluasi Kesesuaian Lahan

Lahan merupakan sumberdaya fisik wilayah utama yang sangat penting untuk diperhatikan dalam perencanaan tataguna lahan (Hardjowigeno dan Widiatmaka 2007), sehingga evaluasi lahan sangat diperlukan untuk penggunaan lahan pertanian yang produktif dan lestari (Wirosoedarmo et al. 2011). Menurut FAO (1976) dalam Hardjowigeno dan Widiatmaka (2007) lahan adalah suatu lingkungan fisik yang meliputi tanah, iklim, relief, hidrologi dan vegetasi, dimana faktor-faktor tersebut mempengaruhi potensi penggunaannya. Menurut Undang-undang No. 41 Tahun 2009, lahan adalah bagian daratan dari permukaan bumi sebagai suatu lingkungan fisik yang meliputi tanah beserta segenap faktor yang mempengaruhi penggunaannya seperti iklim, relief, aspek geologi, dan hidrologi yang terbentuk secara alami maupun akibat pengaruh manusia. Kesesuaian lahan adalah perencanaan pertanian pangan berkelanjutan dan lahan cadangan pertanian pangan berkelanjutan yang dilakukan kepada lahan yang secara biofisik terutama dari aspek kelerengan, iklim, sifat fisik, kimia dan biologi cocok untuk dikembangkan pertanian pangan dengan memperhatikan daya dukung lingkungan. Menurut Djaenudin (2009) suatu komoditas pertanian dapat tumbuh dan berproduksi secara optimal memerlukan lahan dengan kualitas, karakteristik, dan menejeman tertentu.

Istilah kemampuan lahan (land capability) dan kesesuaian lahan (suitability) digunakan oleh banyak sistem klasifikasi lahan, terutama oleh Soil Conservation Service, USDA (Klingebiel & Montgomery 1961 dalam Hardjowigeno dan Widiatmaka 2007). Kemampuan lahan (land capability) merupakan kapasitas suatu lahan untuk berproduksi, sedangkan kesesuaian (suitability) merupakan kecocokan (adaptability) suatu lahan untuk penggunaan tertentu. Kemampuan lahan (land capability) adalah potensi lahan yang didasarkan atas kecocokan lahan untuk penggunaan pertanian secara umum yaitu daerah pertanian, padang penggembalaan (ternak), hutan, dan cagar alam. Sedangakan kesesuaian lahan (land suitability) adalah potensi lahan yang didasarkan atas kesesuaian lahan untuk penggunaan pertanian secara lebih khusus.

Kesesuaian lahan merupakan penggambaran tingkat kecocokan

(adaptability) sebidang lahan untuk suatu penggunaan tertentu (Permentan 2013).

Menurut Sitorus (2004) Evaluasi kesesuaian lahan pada hakekatnya berhubungan

dengan evaluasi untuk satu penggunaan tertentu seperti untuk budidaya padi, jagung, dan sebagainya. Hal ini dapat dilakukan dengan menginterpretasikan peta-peta yang dapat menggambarkan kondisi biofisik lahan seperti peta tanah, peta topografi, peta geologi, peta iklim dan sebagainya dalam kaitannya dengan kesesuaiannya untuk berbagai tanaman dan tindakan pengelolaan yang diperlukan. Sistem klasifikasi kesesuaian lahan yang banyak dipakai adalah berdasarkan sistem yang dikembangkan oleh FAO (1976). Berdasarkan sistem klasifikasi ini, tingkat kesesuaian suatu lahan ditunjukkan melalui empat kategori yang merupakan tingkatan yang bersifat menurun yaitu (1) ordo menunjukkan apakah suatu lahan sesuai atau tidak sesuai untuk penggunaan tertentu. Ordo


(34)

14

dibagi menjadi dua yaitu ordo S “sesuai” dan N “tidak sesuai”, (2) kelas

menunjukkan tingkat kesesuaian dari masing-masing ordo. Ada tiga kelas dari

ordo tanah yang sesuai yaitu S1 “sangat sesuai”, S2 “cukup sesuai” dan S3 “sesuai

marjinal/bersyarat”. Sedangkan untuk ordo yang tidak sesuai ada dua kelas yaitu

N1 “tidak sesuai saat ini” dan N2 “tidak sesuai permanen”, (3) sub kelas:

menunjukkan jenis faktor penghambat pada masing-masing kelas. Satu subkelas dapat mempunyai lebih dari satu faktor penghambat dan jika ini terjadi maka faktor penghambat yang paling dominan dituliskan paling depan; dan (4) unit: menunjukkan kesesuaian lahan dalam tingkat unit yang merupakan pembagian lebih lanjut dari sub-kelas berdasarkan atas besarnya faktor penghambat. Di lihat dari aspek ekonomi komoditas yang dihasilkan harus mempunyai peluang pasar, baik sebagai komoditas domestik maupun ekspor. Untuk mencapai tujuan tersebut, maka komoditas harus dikembangkan pada lahan yang paling sesuai sehingga akan mempunyai keunggulan komparatif dan kompetitif. Pada umumnya setiap tanaman dan atau kelompok tanaman mempunyai persyaratan tumbuh yang spesifik untuk dapat berproduksi secara optimal. Hal ini menunjukkan bahwa suatu wilayah kemungkinan hanya memiliki kesesuaian untuk komoditas tertentu tetapi tidak untuk yang lain. Sehingga apabila persyaratan tumbuhnya dari segi lahan tidak terpenuhi maka tidak selalu setiap jenis komoditas dapat diusahakan disetiap wilayah. Perbedaan karakteristik lahan yang mencakup iklim terutama suhu udara dan curah hujan, tanah (sifat fisik, morfologi, kimia tanah), topografi (elevasi, lereng), dan sifat fisik lingkungan lainnya dapat digunakan sebagai dasar pertimbangan untuk seleksi awal dalam menyusun zonasi pengembangan komoditas pertanian. Penyusunan tata ruang pertanian melalui pendekatan pewilayahan komoditas (Djufry 2010), dengan mempertimbangkan daya dukung lahan akan dapat menjamin produktivitas lahan yang berkelanjutan tanpa merusak lingkungan (Widiatmaka et al. 2015). Baehaqi (2010) melakukan penelitian untuk menentukan komoditas unggulan tanaman pangan di Kabupaten Lampung Tengah dengan menggunakan metode LQ, trend luas lahan dan analisis penyediaan dan konsumsi pangan yang menghasilkan komoditas tanaman pangan teripilih yaitu padi, ubi kayu, dan jagung. Selanjutnya dilakukan pula penentuan lahan tersedia dan kesesuaian lahan komoditas tersebut dengan arahan pengembangan komoditas terpilih yaitu padi, ubi kayu, dan jagung.


(35)

15

3

METODE PENELITIAN

Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian dilakukan di Kabupaten Boven Digoel, Provinsi Papua. Secara geografis Kabupaten Boven Digoel terletak pada koordinat 4ᴼ98´ dan 7ᴼ10 Lintang Selatan dan 139ᴼ90´ sampai 141ᴼ Bujur Timur. Penelitian dilaksanakan selama 8 bulan dimulai dari bulan april 2014 sampai bulan maret 2016, meliputi penyusunan proposal hingga penyelesaian tesis.

Bahan dan Alat

Bahan yang digunakan dalam penelitian ini mencakup beberapa bahan berupa data yang bersumber dari data primer dan data sekunder. Data primer diperoleh melalui pengisian kuisioner yang disebarkan kepada responden. Responden terdiri dari petani, petugas Dinas Pertanian Kabupaten Boven Digoel, BAPPEDA Kabupaten Boven Digoel, penyuluh pertanian, tokoh masyarakat, seluruhnya sebanyak 10 responden. Data sekunder bersumber dari BPS Kabupaten Boven Digoel, BAPPEDA, BMKG Kabupaten Boven Digoel, Dinas Pertanian Kabupaten Boven Digoel, citra Landsat 8 Tahun 2013, peta administrasi skala 1:250.000, peta tanah Kabupaten Boven Digoel skala 1:100.000, peta RTRWK Boven Digoel skala 1:50.000, peta lereng skala 1:100.000 dan data iklim (curah hujan) Kabupaten Boven Digoel, peta status kawasan hutan Kabupaten Boven Digoel skala 1:250.000. Alat yang digunakan dalam penelitian ini berupa alat tulis, printer, kamera digital dan seperangkat laptop yang telah terpasang softwareMicrosoft OfficeExcell 2010 dan ArcGIS 10.2

Jenis dan Sumber Data

Data yang digunakan terdiri atas data primer dan data sekunder. Data primer bersumber dari hasil kuesioner dari responden dan pengamatan langsung di lapangan, serta dokumentasi berupa gambar atau foto. Data sekunder diperoleh dari sumber tertulis yang di telaah dari instansi pemerintah Kabupaten Boven Digoel. Jenis data dan sumber data secara terperinci disajikan pada Tabel 1 dan alur analisis data disajikan pada Gambar 2.

Metode Pengumpulan Data

Urutan pengumpulan data adalah sebagai berikut:

1. Data primer: pengumpulan data dilakukan melalui kuisioner dan survey lapangan.

a. Kuisioner, pengisian kuisioner oleh stakeholder langsung di lapangan oleh responden yang benar-benar memahami tentang pengembangan pertanian tanaman pangan di Kabupaten Boven Digoel.


(36)

16

b. Survey lapangan dilakukan saat melaksanakan penelitian di lokasi secara

langsung dan melihat langsung keadaan lokasi terhadap pengembangan pertanian tanaman pangan didaerah penelitian.

Pengumpulan data primer dilakukan dengan menggunakan teknik porposive sampling untuk menentukan responden. Responden atau narasumber dari pihak pemerintah daerah adalah BAPPEDA, Dinas Pertanian, petugas penyuluh pertanian. Responden yang dipilih merupakan personil yang dinilai memiliki kompentesi dibidang pengembangan pertanian tanaman pangan. Kelompok responden mencakup: pemerintah daerah (kelompok yang menetapkan kebijakan pengembangan pertanian tanaman pangan), penyuluh pertanian (kelompok yang melakukan pendidikan (education) dan pelatihan pengembangan pertanian tanaman pangan), petani dan tokoh masyarakat (kelompok yang secara langsung melakukan kegiatan budidaya pertanian tanaman pangan), dengan jumlah responden 10 orang.

2. Data sekunder: data diperoleh melalui permohonan resmi dari peneliti kepada lembaga/instasi pemerintah atau swasta. Instansi atau lembaga pemerintah dan atau swasta yang dimaksud adalah instansi pemerintah Kabupaten Boven Digoel, Provinsi Papua, atau lembaga pemerintah pusat yang berkaitan dengan penelitian. Sumber data dari pemerintah Kabupaten Boven Digoel yaitu: BPS, Bappeda, Dinas Pertanian, BMKG, dan BPTP Papua.

3. Pengamatan lapangan dilakukan guna mendapatkan data primer. Pengamatan lapang dilakukan untuk mengecek hasil interpretasi penggunaan lahan, jenis tanah, lereng, dan untuk mengetahui kegiatan usaha pertanian yang dilakukan.


(37)

Tabel 1 Jenis data, sumber data, analisis dan output/hasil

No Tujuan Jenis Data Sumber Data Analisis Output yang

diharapkan 1 Mengidentifikasi dan menetapkan

komoditas unggulan pertanian tanaman pangan.

1.Luas panen pertanian tanaman pangan (data series). 2.Kabupaten Boven Digoel

dalam angka tahun 2009 dan 2013.

1.Dinas Pertanian Kabupaten Boven Digoel.

2.BPS Kabupaten Boven Digoel.

1.Analisis LQ 2.Analisis SSA

Diketahui komoditas unggulan pertanian tanaman pangan

2 Mendelineasi lahan tersedia untuk pengembangan komoditas unggalan pertanaian tanaman pangan.

1.Peta administrasi 2.Peta landuse

3.Peta pola ruang RTRWK 4. Peta status kawasan hutan

1.Bappeda Kabupaten Boven Digoel

2. Citra Landsat 8 Tahun 2013 4. Kementerian Kehutanan

Menggunakan analisis data spasial dengan software

ArcGis.10

Peta ketersediaan lahan untuk pengembangan komoditas unggulan pertanian tanaman pangan.

3 Menilai kesesuaian lahan pada lahan tersedia untuk pengembangan komoditas unggulan pertanian tanaman pangan

1. Peta ketersediaan lahan 2. Peta tanah

3. Peta lereng

4. Data iklim (curah hujan)

1. Bappeda Kabupaten Boven Digoel

2. BMKG Kabupaten Boven digoel

Analisis

kesesuaian lahan metode FAO

Peta kesesuaian lahan untuk pengembangan komoditas unggulan pertanian tanaman pangan di Kabupaten Boven Digoel.

4 Menyusun arahan dan strategi pengembangan komoditas unggulan pertanian tanaman pangan di Kabupaten Boven Digoel.

 Data primer  Hasil pengisian kuisioner

(responden) Analisis SWOT

Rumusan dan rekomendasi

pengembangan

komoditas unggulan pertanian berdasarkan potensi wilayah Kabupaten Boven Digoel.


(38)

18

Alur analisis penelitian di Kabupaten Boven Digoel.

Gambar 2 Bagan alir penelitian dan pengolaan data.

Metode Analisis Data

Metode analisis data yang digunakan dapat diuraikan sebagai berikut:

1. Identifikasi dan penetapan komoditas unggulan pertanian tanaman pangan di Kabupaten Boven Digoel.

Metode Location Quotient (LQ) dan komponen Differential Shift (DS) dalam Shift Share Analysis (SSA) digunakan untuk mengindentifikasi dan menetapkan komoditas pertanian tanaman pangan yang menjadi komoditas unggulan.

a. Analisis Location Quotient

Untuk mengetahui potensi aktivitas ekonomi yang merupakan basis dan non basis dapat digunakan metode LQ, yang merupakan perbandingan relatif antara kemampuan sektor yang sama pada daerah yang lebih luas dalam suatu wilayah

(Rustiadi et al. 2011). Analisis LQ merupakan salah satu pendekatan tidak

langsung yang digunakan untuk mengetahui apakah suatu sektor yang merupakan Peta kesesuaian lahan komoditas unggulan

pertanian tanaman pangan Komoditas unggulan pertanian

tanaman pangan Luas panen pertanian tanaman pangan Kabupaten Boven Digoel

Peta tanah Pete lereng Data iklim

Peta administrasi Peta RTRWK Peta kawasan hutan

Peta landuse

Analisis LQ dan SSA Overlay Overlay

Arahan pengembangan komoditas unggulan pertanian tanaman pangan Kabupaten Boven Digoel

Analisis kesesuaian lahan (matching)

Komoditas pertanian tanaman pangan

Satuan lahan. Peta ketersediaan lahan

Analisis SWOT

presepsi stakeholder


(39)

19

sektor basis atau non basis (Hendayana 2003). Nilai LQ akan memberikan

indikasi kemampuan suatu daerah dalam menghasilkan suatu komoditas.

Data yang digunakan dalam analisis LQ adalah data luas panen komoditas pertanian tanaman pangan per-distrik di Kabupaten Boven Digoel (Tabel 2). Secara matematis persamaan LQ (Hendayana 2003) adalah:

dimana:

LQ: Total aktifitas pada sub wilayah ke-i terhadap aktifitas total terhadap wilayah yang diamati. pi: Luas panen komoditas i pada tingkat distrik, pt: Total luas panen subsektor tanaman pangan pada tingkat distrik, Pt: Luas panen komoditas i pada tingkat kabupaten, Pi: Total luas panen subsektor tanaman pangan pada tingkat kabupaten. Menurut Hendayana (2003) kriteria yang muncul dari perhitungan LQ adalah: (1) Jika LQ >1: sektor basis; artinya komoditas i di daerah penelitian memiliki keunggulan komparatif. (2) Jika LQ = 1: sektor non basis; artinya komoditas i didaerah penelitian tidak memiliki keunggulan komparatif, produksinya hanya cukup untuk memenuhi kebutuhan di daerah penelitian sendiri dan (3) Jika LQ < 1: sektor non basis; artinya komoditas i didaerah penelitian tidak dapat memenuhi kebutuhan daerahnya sendiri sehingga diperlukan pasokan /impor dari luar daerah.

b. Shift ShareAnalysis

Shift Share Analysis (SSA) merupakan salah satu teknik kuantitatif yang biasa digunakan untuk menganalisis perubahan struktur ekonomi daerah relatif terhadap struktur ekonomi wilayah administratif yang lebih tinggi sebagai pembanding atau referensi. Keunggulan suatu komoditas perlu dievaluasi tidak hanya secara

komparatif tetapi dievaluasi juga secara kompetitf. Shift Share Analysis mampu

memberikan gambaran sebab-sebab terjadinya pertumbuhan suatu aktivitas disuatu wilayah (Panuju dan Rustiadi 2005). Untuk tujuan tersebut, analisis ini menggunakan 3 informasi dasar yang berhubungan satu sama lain yaitu:

1. Komponen laju pertumbuhan wilayah (regional growth). Komponen ini menyatakan pertumbuhan komoditas total wilayah pada dua titik waktu yang menunjukkan dinamika total wilayah.

2. Komponen pergeseran proporsional (komponen proporsional shift). Komponen ini menyatakan pertumbuhan komoditas total sektor/jenis output tertentu secara relatif, dibandingkan dengan pertumbuhan secara umum. 3. Komponen pergeseran differensial (differential shift). Ukuran ini menjelaskan

bagaimana tingkat kompetisi (competitiveness) suatu sektor/output tertentu dibandingkan dengan pertumbuhan total sektor/output tersebut dalam wilayah. Hubungan tersebut digambarkan dalam suatu formula, sebagai berikut (Rustiadi et al. 2011):


(1)

78

Lampiran 7 Tabel data fisik lahan dan kimia tanah pada lokasi penelitian.

Keterangan: SPL = Satuan Peta Lahan

Kode X Y Jenis Tanah SPL Relief Lendform Lereng Drainase

AD01 424591 9325504 Typic Paleudults 12 Brk Dataran tektonik berombak S

AD02 431977 9331566 Typic Paleudults 12 Brk Dataran tektonik berombak berombak S AD03 434195 9335991 Typic Paleudults 12 Brk Dataran tektonik berombak Berombak S AD04 438941 9341841 Typic Hapludults 21 Brk Dataran tektonik berombak Berombak S AD05 447431 9352186 Typic Dystrudepts 13 Brg Dataran tektonik bergelombang Bergelombang S AD06 457456 9350434 Typic Paleudults 8 D Dataran tektonik berombak Datar-cekung T AD07 467727 9350459 Typic Paleudults 13 Brg Dataran tektonik bergelombang Bergelombang S AD08 464651 9352153 Typic Endoaquepts 3 D Dataran tektonik bergelombang Datar-Cekung T AD09 466854 9354128 Typic Paleudults 16 Bbt Dataran tektonik bergelombang Bergelombang B AD10 468979 9357544 Typic Dystrudepts 11 Brk Dataran tektonik berombak Berombak S AD11 444605 9354385 Typic Paleudults 11 Brk Dataran tektonik berombak berombak S

AD12 430038 9317245 Typic Endoaquepts 3 D Rawa Belakang Datar-Cekung St

AD13 422994 9325973 Typic Dystrudepts 12 Brk Dataran tektonik berombak Berombak S

AD14 428816 9270123 Typic Endoaquepts 3 D Depresi Aluvial Cekung St

AD16 435964 9266953 Typic Endoaquepts 4 D Rawa Belakang Datar-Cekung St

AD17 435917 9266587 Typic Dystrudepts 12 Brk Dataran tektonik bergelombang Berombak At AD18 436891 9285962 Typic Dystrudepts 16 Bbt Dataran tektonik bergelombang Bergelombang At AD19 438867 9293812 Typic Paleudults 11 Brk Dataran tektonik berombak Berombak S AD20 438351 9308246 Typic Hapludults 15 Brg Dataran tektonik bergelombang Bergelombang S

AD21 464853 9352250 Typic Dystrudepts 9 D Dataran tektonik datar Datar B

AD22 464995 9352455 Typic Dystrudepts 12 Brk Dataran tektonik berombak Berombak B

AD23 465915 9352951 Typic Endoaquepts 8 D Datar Aluvial Datar Br


(2)

79

Lampiran 7 (Lanjutan).

pH C.organik Tekstur KTK Kedalaman efektif N-total P2O5 K2O Kelas Subkelas

4,7 5,47 L 28,46 Sdl(>140 cm) S R SR S3 S3 na/nr

4,7 1,51 L 9,26 Sdl(>140 cm) R S SR S3 S3 na/nr

4,1 8,52 Lb 23,26 Sdl(>140 cm) T SR S S3 S3 na

4,1 3,05 Lb 10,01 Dl (>75 cm) S S SR S3 S3 na

4,5 # Llb # Sdl(>140 cm) # # # S3 S3 na

4,5 7,09 Llb 16,04 Dl (>75 cm) ST S S S3 S3 na

4,5 5,39 Llb 15,35 Sdl(>140 cm) S S SR S3 S3 eh/na/nr

5,3 4,14 L 32,62 Dl (>75 cm) S R R S3 S3 na/nr

4,2 # Lb # Sdl(>140 cm) # # # S3 S3 eh/na

4,1 7,22 Lb 26,84 Dl (>75 cm) S S R S3 S3 na

4,7 # L # Sdl(>140 cm) # # # S3 S3 na

4,9 5,22 Lb 37,31 Dl (>75 cm) S S S S3 S3 na

4,1 # Lb # Dl (>75 cm) # # # S3 S3 na

5,3 1,58 L 10,99 Dl (>75 cm) R SR R S3 S3 nr

4,9 3,09 Lb 13,44 Sdl(>140 cm) S R S S3 S3 na/nr

4,1 # Lb # S (25-75 cm) # # # S3 S3 na

4,2 5,25 Lb 15,90 S (25-75 cm) S R R S3 S3 eh/na/nr

4,5 # Llb # Sdl(>140 cm) # # # S3 S3 na

4,1 # Lb # Dl (>75 cm) # # # S3 S3 na

6 # Lpb # Dl (>75 cm) # # # S2 S2 rc

5,5 # Lpb # Dl (>75 cm) # # # S2 S2 eh/rc

6 # Lpb # Dl (>75 cm) # # # S3 S3 oa

Sumber : Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Papua (BPTP, 2010). Keterangan:

(1)Relief: Brk =Berombak, Brg=Bergelombang, D=Datar, Bbt =Berbukit. (2) Drainase: S=Sedang, T=Terhambat, St=Sangat terhambat, Br=Buruk, B=Baik,

At=Agak terhambat. (3) Tekstur: L=Liat, Lb=Liat berdebu, Llb=Lempung liat berdebu, Lpb=Lempung berdebu, (4) Kedalam efektif: Dl=Dalam, Sdl=Sangat dalam, S=Sedang, (5) N-total: S=Sedang, R=Rendah, T=Tinggi, ST=Sangat tinggi, (6) P205: R=Rendah, SR=Sangat rendah, Sedang, (7) K20: S=Sedang, R=Rendah, SR=Sangat rendah, (8) #: Tidak ada data.


(3)

80

Lampiran 8 Hasil penilaian kesesuaian lahan komoditas ubi jalar.

No SPL Landform Relief Lereng

(%) Jenis Tanah

Ubi Jalar

Kelas Subkelas Faktor Pembatas

1 1 A.112 Agak datar 1-3 Typic Endoaquepts S3 oa/nr Ketersediaan oksigen, ketersediaan hara

2 5 A.13 Agak datar 1-3 Typic Endoaquepts N oa Ketersediaan oksigen

3 6.a A.15 Agak datar 1-3 Typic Dystrudepts, Typic Dystrudepts S1 6.b A.15 Agak datar 1-3 Aquic Dystrudepts, Aquic Dystrudepts S1 4 8 T.111 Datar <1 Typic Paleudults, Typic Dystrudepts S1

5 9 T.111 Agak datar 1-3 Typic Paleudults, Typic Dystrudepts S3 oa/nr Ketersediaan oksigen, ketersediaan hara 6 11.a T.112 Berombak 3-8 Typic Paleudults, Typic Dystrudepts S3 na/nr Hara tersedia, retensi hara

11.b T.112 Berombak 1-3 Typic Paleudults, Typic Dystrudepts S3 na/nr Hara tersedia, retensi hara

7 12 T112 Berombak 3-8 Typic Dystrudepts S2 eh/nr/rc Bahaya erosi, retensi hara, media perakaran 8 13 T113 Bergelombang 8-15 Typic Paleudults, Typic Dystrudepts S3 eh/na/nr Bahaya erosi, retensi hara, retensi hara

9 14 T113 Bergelombang 8-15 Typic Dystrudepts S3 eh Bahaya erosi

10 19 T.121 Berbukit 25-40 Typic Hapludults S3 eh Bahaya erosi

11 23 V.4 Berbukit 25-40 Typic Hapludox, Typic Kandiudults S3 eh/na/nr Bahaya erosi, hara tersedia, retensi hara

Keterangan: SPL = Satuan Peta Lahan


(4)

81

Lampiran 9 Hasil penilaian kesesuaian lahan komoditas ubi kayu

No SPL Landform Relief Lereng

(%)

Jenis Tanah Ubi Kayu

Kelas Subkelas Faktor Pembatas

1 1 A.112 Agak datar 1-3 Typic Endoaquepts S3 oa Ketersediaan oksigen

2 5 A.13 Agak datar 1-3 Typic Endoaquepts S3 oa Ketersediaan oksigen

3 6.a A.15 Agak datar 1-3 Typic Dystrudepts, Typic Dystrudepts S3 oa Ketersediaan oksigen 6.b A.15 Agak datar 1-3 Aquic Dystrudepts, Aquic Dystrudepts S1

4 8 T.111 Datar <1 Typic Paleudults, Typic Dystrudepts S1 5 9 T.111 Agak datar 1-3 Typic Paleudults, Typic Dystrudepts S1

6 11.a T.112 Berombak 3-8 Typic Paleudults, Typic Dystrudepts S2 eh/nr Bahaya erosi, rentensi hara 11.b T.112 Berombak 1-3 Typic Paleudults, Typic Dystrudepts S3 oa Ketersediaan oksigen

7 12 T112 Berombak 3-8 Typic Dystrudepts S3 na/rc Ketersediaan hara, media perakaran 8 13 T113 Bergelombang 8-15 Typic Paleudults, Typic Dystrudepts S3 eh/na Bahaya erosi, ketersediaan hara 9 14 T113 Bergelombang 8-15 Typic Dystrudepts S3 eh/nr Bahaya erosi, rentensi hara

10 19 T.121 Berbukit 25-40 Typic Hapludults S3 eh Bahaya erosi

11 23 V.4 Berbukit 25-40 Typic Hapludox, Typic Kandiudults S3 eh/na/nr Bahaya erosi, ketersediaan hara, retensi hara

Keterangan: SPL = Satuan Peta Lahan


(5)

82

Lampiran 10 Hasil penilaian kelas kesesuaian lahan komoditas padi

No SPL Landform Relief Lereng

(%) Jenis Tanah

Padi

Kelas Subkelas Faktor Pembatas 1 1 A.112 Agak datar 1-3 Typic Endoaquepts S3 na/nr Hara tersedia, retensi hara 2 5 A.13 Agak datar 1-3 Typic Endoaquepts S3 na/nr Hara tersedia, retensi hara 3 6.a A.15 Agak datar 1-3 Typic Dystrudepts, Typic Dystrudepts S3 nr Retentesi hara

6.b A.15 Agak datar 1-3 Aquic Dystrudepts, Aquic Dystrudepts S3 nr Retentesi hara

4 8 T.111 Datar <1 Typic Paleudults, Typic Dystrudepts S3 na/nr Hara tersedia, retensi hara 5 9 T.111 Agak datar 1-3 Typic Paleudults, Typic Dystrudepts S3 nr Retentesi hara

6 11.a T.112 Berombak 3-8 Typic Paleudults, Typic Dystrudepts S3 na Hara tersedia

11.b T.112 Berombak 1-3 Typic Paleudults, Typic Dystrudepts S3 na/nr Hara tersedai, retensi hara

7 12 T112 Berombak 3-8 Typic Dystrudepts S3 oa Ketersediaan oksegen

8 13 T113 Bergelombang 8-15 Typic Paleudults, Typic Dystrudepts S3 na Hara tersedia

9 14 T113 Bergelombang 8-15 Typic Dystrudepts S3 eh/nr Bahaya erosi, retensi hara

10 19 T.121 Berbukit 25-40 Typic Hapludults S3 na Hara tersedia

11 23 V.4 Berbukit 25-40 Typic Hapludox, Typic Kandiudults S3 eh/na/nr bahaya erosi, hara tersedia, retensi hara

Keterangan: SPL = Satuan Peta Lahan


(6)

83

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Kampung Wakeriop, Kabupaten Boven

Digoel Provinsi Papua, pada tanggal 21 September 1971. Dari

pasangan orangtua Bapak Kalorus M. Komanik (almahrum) dan

Ibu Katarina K. Mukuron. Penulis merupakan anak kedua dari 6

bersaudara. Pada tahun 1986 penulis menyelesaikan pendidikan

Sekolah Dasar (SD) YPPK Santo Andreas Wakeriop. Penulis

melanjutkan pendidikan SMP pada tahun 1986 dan lulus tahun

1990 di SMP Negeri Tanah Merah Kabupaten Boven Digoel.

Tahun 1990 penulis melanjutkan pendidikan SLTA pada Sekolah

Pertanian Pembangunan Daerah di Jayapura, lulus tahun 1993. Pada tahun 1994

penulis melanjutkan pendidikan Diploma Tiga (D3) pada Sekolah Tinggi Ilmu

Pertanian (STIPER) Sancto Thomas Aquinas Jayapura, lulus tahun 1998 dan pada

tahun 2008 penulis menyelesaikan pendidikan sarjana (S1) peternakan pada

perguruan tinggi yang sama.

Pada saat ini penulis bekerja sebagai Pegawai Negeri Sipil (PNS) sejak

tahun 1998 di Dinas Pertanian Tanaman Pangan dan Hortikultura, Pemerintah

Kabupaten Jayapura. Tahun 2012 penulis mendapat kesempatan tugas belajar di

sekaolah pascasarjana IPB Bogor pada Program Studi Ilmu Perencanaan Wilayah

(PWL), Departemen Ilmu Tanah dan Sumberdaya Lahan, Fakultas Pertanian.

Sebagian dari hasil penelitian ini telah dipublikasikan di

Jurnal

Pengelolaan Sumberdaya Alam dan Lingkungan (JPSL) volume 6 Nomor. 2

Tahun 2016. ID naskah JPSL-2016-06.131.