25 dikarenakan anak yang mendapat stimulasi yang terarah dan teratur akan
lebih cepat berkembang dibandingkan dengan anak yang kurang atau tidak mendapatkan stimulasi.
4 Ukuran Keluarga. Anak tunggal atau anak dari keluarga kecil biasanaya
berbicara lebih awal dan lebih baik ketimbang anak dari keluarga besar. Hal ini dikarenakan orangtua mereka dapat menyisihkan waktu yang lebih banyak
untuk mengajari mereka berbicara. 5
Urutan Keluarga. Dalam keluarga yang sama, anak pertama lebih cepat berbicara dibandingkan dengan anak yang lahir kemudian. Hal ini
dikarenakan orangtua dapat menyisihkan waktu yang lebih banyak untuk mengajar dan mendorong anak yang lahir pertama dalam belajar dibanding
dengan anak yang lahir kemudian. 6
Metode Pelatihan. Metode pelatihan ini menyatakan bahwa anak-anak dalam keluarga otoriter yang menekankan bahwa “anak harus dilihat bukan
didengar” cenderung akan mengalami keterlambatan belajar. Sedangakan keluarga dengan kebebasan dan demokratis cenderung akan mendorong anak-
anak mereka untuk belajar berbicara. 7
Hubungan dengan Teman Sebaya. Semakin banyak hunugan anak dengan teman sebayanya semakin bersar pula keinginan mereka untuk dapat diterima
sebagai anggota kelompok sebaya. Hal ini dapat memberikan manfaat yang positif terhadap motivasi anak untuk belajar berbicara.
8 Kepribadian. Anak yang dapat menyesuaikan diri dengan baik cenderung
mempunyai kemampuan bahasa yang lebih baik, baik secara kuantitaif
26 maupun secara kualitatif. Sehingga pada akhirnya kemampuan berbahasa juga
dapat dijadikan sebagai petunjuk untuk mendeteksi kesehatan mental anak. Dari beberapa penjabaran tentang aspek lingkungan di atas, keluarga
sebagai lingkungan pertama bagi anak mempunyai peran yang sangat besar dalam proses pemerolehan bahasa awal. Sebuah penelitian yang dilakukan oleh
Lemonda dan Rodrigues 2009: 2 menyatakan bahwa terdapat tiga aspek keluarga yang telah disorot sebagai pusat bahasa awal dan pembelajaran anak-
anak. Ketiga aspek keluarga tersebut meliputi frekuensi partisipasi anak dalam kegiatan belajar rutin misalnya, membaca buku bersama, mendongeng, kualitas
pengasuhan dan keterlibatan anak misalnya, stimulasi kognitif dan sensitivitas respon dari orang tua, dan penyediaan fasilitas yang sesuai dengan usia bahan
pembelajaran misalnya, buku, dan mainan. Ketiga aspek tersebut merupakan bagian dari tindakan dan perilaku orangtua terhadap anak. Tindakan dan perilaku
orangtua ini selanjutnya dikenal dengan pengasuhan atau pola asuh, yaitu perilaku umum yang digunakan orangtua dalam mengasuh anaknya.
Dari beberapa pendapat di atas, dapat disimpulkan bahwa faktor keterampilan berbicara terdiri dari dua aspek yaitu aspek biologis dan aspek
lingkungan. Asepk biologis meliputi kesehatan, kecerdasan, jenis kelamin, dan kelahiran kembar. Sedangkan aspek lingkungan terdiri atas keadaan sosial
ekonomi orang tua, keinginan berkomunikasi, dorongan, ukuran keluarga, metode pelatihan, hubungan dengan teman sebaya, dan kepribadian. Selanjutnya aspek
lingkungan merujuk pada pola asuh orangtua, dimana keluarga khususnya orangtua merupakan lingkungan yang pertama dan utama bagi anak.
27
B. Pola Asuh Demokratis 1.
Pengertian Pola Asuh Demokratis
Casmini 2007: 47 menyatakan bahwa pola asuh adalah bagaimana orangtua memperlakukan anak, mendidik, membimbing dan mendisiplinkan serta
melindungi anak dalam mencapai proses kedewasaan, hingga kepada upaya pembentukan norma-norma yang diharapkan oleh masyarakat pada umumnya.
Tujuan pengasuhan menurut Hurlock dalam Casmini 2007: 47 adalah untuk mendidik anak agar dapat menyesuaikan diri terhadap lingkungan sosialnya atau
dapat diterima oleh masyarakat. Baumrind dalam Santrock, 2002: 257 menjelaskan bahwa pola asuh
demokratis mendorong anak-anak agar mandiri tetapi masih menetapkan batas- batas dan pengendalian atas tindakan-tindakan mereka. Musyawarah verbal yang
ekstensif dimungkinkan dan orangtua memperlihatkan kehangatan serta kasih sayang kepada anak. Pengasuhan yang otoritatif diasosiasikan dengan kompetensi
sosial anak. Menurut
Hurlock 2010:
93 metode
demokratis menggunakan
penjelasan, diskusi dan penalaran untuk membantu anak mengerti mengapa perilaku tertentu diharapkan. Metode ini lebih menekankan aspek edukatif dari
disiplin dari pada aspek hukumannya. Pada pola asuh ini menggunakan hukuman dan penghargaan, dengan penekanan yang lebih besar pada penghargaan.
Hukuman tidak pernah keras dan biasanya tidak berbentuk hukuman badan. Hukuman hanya digunakan bila terdapat bukti bahwa anak-anak secara sadar
menolak melakukan apa yang diharapkan dari mereka. Bila perilaku anak
28 memenuhi
standar yang
diharapkan, orangtua
yang demokratis
akan menghargainya dengan pujian atau persetujuan orang lain.
Dengan cara demokratis ini pada anak akan tumbuh rasa tanggungjawab untuk memperlihatkan sesuatu tingkah laku dan selanjutnya memupuk rasa
percaya dirinya. Anak akan mampu bertindak sesuai norma dan menyesuaikan diri dengan lingkungannya Gunarsa, 2008: 84. Efek pengasuhan demokratis, yaitu
anak mempunyai kompetensi sosial percaya diri, dan bertanggung jawab secara sosial. Juga tampak ceria, bisa mengendalikan diri dan mandiri, berorientasi pada
prestasi, mempertahankan hubungan ramah dengan teman sebaya, mampu bekerja sama dengan orang dewasa, dan mampu mengatasi stres dengan baik
Soetjiningsih, 2012: 217. Anak dari orangtua yang demokratis ceria, bisa mengendalikan diri dan
mandiri, dan berorientasi pada prestasi, mereka cenderung untuk mempertahankan hubungan yang ramah dengan teman sebaya, bekerja sama dengan orang dewasa,
dan bisa mengatasi stres dengan baik Santrock, 2002: 167. Baumrind dalam Agoes Dariyo, 2007: 206-208, berpendapat bahwa pola asuh demokratis
authoritative merupakan gabungan antara pola asuh permisif dan otoriter dengan tujuan untuk menyeimbangkan pemikiran, sikap dan tindakan antara anak dan
orang tua. Baik orangtua maupun anak mempunyai kesempatan yang sama untuk menyampaikan suatu gagasan, ide atau pendapat untuk mencapai suatu keputusan.
Menurut Lighter dalam Moh. Shochib, 2000: 45, pola asuh demokratis sangat penting dalam menentukan pertumbuhan dan perkembangan seorang anak.
Pola asuh demokratis merupakan sikap orangtua dalam berinteraksi dengan anak-
29 anaknya. Orangtua sangat berperan penting dalam memelihara, mendidik,
membimbing, memberikan perhatian dan proses sosialisasi serta mengarahkan anak untuk membentuk perilaku mencapai perkembangan yang maksimal.
Dari pendapat para ahli di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa pola asuh demokratis adalah sikap orangtua dalam berinteraksi dengan anak-anaknya
dimana menciptakan komunikasi yang baik, menyamakan persepsi, dan mencapai kesepakatan bersama untuk membentuk perilaku mencapai perkembangan yang
maksimal.
2. Aspek-aspek Pola Asuh Demokratis
Dalam menerapkan pola asuh terdapat unsur-unsur penting yang dapat mempengaruhi pembentukan pola asuh pada anak. Hurlock 2010: 85,
mengemukakan bahwa pola asuh orangtua memiliki aspek-aspek berikut ini: a. Peraturan. Peraturuan bertujuan untuk membekali anak dengan pedoman
perilaku yang disetujui dalam situasi tertentu. Hal ini berfungsi untuk mendidik anak bersikap lebih bermoral. Karena peraturan memiliki nilai
pendidikan mana yang baik serta mana yang tidak, peraturan juga akan membantu mengekang perilaku yang tidak diinginkan. Peraturan haruslah
mudah dimengerti, diingat dan dapat diterima oleh anak sesuai dengan fungsi peraturan itu sendiri.
b. Hukuman. Hukuman, yang merupakan sanksi pelanggaran. Hukuman memiliki tiga peran penting dalam perkembangan moral anak. Pertama,
hukuman menghalangi pengulangan tindakan yang tidak diinginkan oleh masyarakat. Kedua, hukuman sebagai pendidikan, karena sebelum anak tahu
30 tentang peraturan mereka dapat belajar bahwa tindakan mereka benar atau
salah, dan tidakan yang salah akan memperoleh hukuman. Ketiga, hukuman sebagai motivasi untuk menghindari perilaku yang tidak diterima oleh
msayarakat. c. Penghargaan. Bentuk penghargaan yang diberikan tidaklah harus yang berupa
benda atau materi, namun dapat berupa kata-kata, pujian, senyuman, dan ciuman. Biasanya hadiah diberikan setelah anak melaksanakan hal yang
terpuji. Fungsi penghargaan meliputi penghargaan mempunyai nilai yang mendidik, motivasi untuk mengulang perilaku yang disetujui secara sosial
serta memperkuat perilaku yang disetujui secara sosial, dan tiadanya penghargaan melemahkan keinginan untuk mengulang perilaku itu.
d. Konsistensi. Konsistensi, berarti kestabilan atau keseragaman. Sehingga anak tidak bingung tentang apa yang diharapkan pada mereka. Fungsi konsistensi
adalah mempunyai nilai didik yang besar sehingga dapat memacu proses belajar, memiliki motivasi yang kuat dan mempertinggi penghargaan terhadap
peraturan dan orang yang berkuasa. Oleh karena itu, kita harus konsisten dalam menetapkan semua aspek disiplin agar nilai yang kita miliki tidak
hilang. Dari beberapa pendapat di atas, dapat disimpulkan bahwa aspek-aspek
pola asuh orangtua terdiri dari empat aspek yaitu peraturan, hukuman,
penghargaan, dan konsistensi.
31
3. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Pola Asuh Demokratis
Dalam memberlakukan pola asuh di lingkungan keluarga, orangtua dipengaruhi oleh beberapa hal. Setiap orang mempunyai sejarahnya sendiri-
sendiri dan latar belakang yang sering kali sangat jauh berbeda. Entah itu latar belakang keluarga, lingkungan tempat tinggal atau pengalaman pribadinya.
Perbedaan ini sangat memungkinkan pola asuh yang berbeda terhadap anak. Hurlock 2010: 95, menjelaskan faktor-faktor yang mempengaruhi pola asuh
anak antara lain: a. Kesamaan dengan disiplin yang digunakan orang tua. Jika orangtua mereka
memberikan pola asuh yang baik maka akan mereka tetapkan juga pada anak mereka, namun sebaliknya jika kurang sesuai maka akan digunakan cara yang
berlawanan. b. Penyesuaian dengan cara yang disetujui kelompok. Semua orangtua lebih
dipengaruhi oleh apa yang oleh anggota kelompok mereka dianggap sebagai cara “terbaik”, daripada oleh pendirian mereka sendiri mengenai apa yang
terbaik. c. Usia orangtua. Orangtua yang lebih muda cenderung demokratis dan permisif
dibandingkan dengan mereka yang tua. Mereka cenderung mengurangi kendali ketika anak beranjak remaja.
d. Pendidikan untuk menjadi orangtua. Orangtua yang belajar cara mengasuh anak dan mengerti kebutuhan anak akan lebih menggunakan pola asuh yang
demokratis daripada orangtua yang tidak mengerti.