Usaha Mikro dan Kecil UMK

6 yang dimiliki, dikuasai, atau menjadi bagian baik langsung maupun tidak langsung dari Usaha Menengah atau Usaha Besar yang memenuhi kriteria Usaha Kecil sebagaimana dimaksud dalam Undang - Undang ini. Sedangkan kriteria-kriteria usaha mikro dan kecil berdasarkan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2008 pasal 6 adalah sebagai berikut :  Usaha Mikro  Aset ≤ Rp50.000.00,00 Memiliki kekayaan bersih kurang dari atau sama dengan Rp50.000.000,00 lima puluh juta rupiah.  Omzet ≤ Rp300.000.000,00 Memiliki hasil penjualan tahunan kurang dari Rp300.000.000,00 tiga ratus juta rupiah.  Usaha Kecil  Rp50.000.000,00 Aset ≤ Rp500.000.000,00 Memiliki kekayaan bersih lebih dari Rp50.000.000,00 lima puluh juta rupiah sampai dengan paling banyak Rp500.000.000,00 lima ratus juta rupiah tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha; atau  Rp300.000.000,00 Omzet ≤ Rp2.500.000.000,00 Memiliki hasil penjualan tahunan lebih dari Rp300.000.000,00 tiga ratus ribu rupiah sampai dengan 7 paling banyak Rp2.500.000.000,00 dua milyar lima ratus juta rupiah. Menurut Badan Pusat Statistik BPS, kriteria usaha mikro berdasarkan jumlah karyawan adalah ≤ 4 orang, sedangkan untuk usaha kecil memiliki jumlah karyawan 5 – 19 orang.

2.2 Pencatatan Transaksi pada UMK

Usaha Mikro dan Kecil UMK memegang peranan yang penting dalam perekonomian di Indonesia. Usaha kecil biasanya melakukan akuntansi secara sederhana yang disebut pembukuan. Pembukuan adalah proses pencatatan transaksi-transaksi kejadian keuangan dalam buku- buku manual yang diperlukan seperti buku catatan, agenda atau bahkan dalam kertas-kertas lainnya Karyawati dalam Hermawan, 2010. Pencatatan yang dilakukan pada kertas-kertas juga harus didokumentasikan atau dikumpulkan sehingga dapat diarsipkan menjadi catatan pembukuan permanen. Tetapi sebagian besar dari UMK masih belum melakukan pencatatan transaksi. Kesadaran yang rendah akan pentingnya melakukan pencatatan transaksi menjadi salah satu penyebabnya. Apabila melakukan pencatatan transaksi, biasanya hanya mencatat transaksi penjualan saja barang apa saja yang terjual dan berapa banyak. Jika ada suatu pencatatan transaksi, biasanya hanya sekedar untuk formalitas saja. Pengelola usaha mikro dan kecil beranggapan bahwa mereka tidak membutuhkan pencatatan transaksi karena usaha yang mereka jalani masih 8 terbilang usaha mikro dan kecil sehingga mereka merasa tidak membutuhkan adanya suatu pencatatan Santosa, 2012. Pelaku usaha mikro dan kecil tidak memisahkan aktivitas usaha dengan aktivitas pribadi, misalnya biaya listrik, air, dan biaya yang tidak berkaitan langsung dengan aktivitas usaha Santosa,2012. Dalam pelaksanaannya para pelaku usaha menggunakan uang pinjaman kredit di bank atau pun uang pribadi sebagai sumber modal usaha. Pelaku usaha mikro dan kecil seringkali merasa tidak perlu untuk melakukan pencatatan transaksi karena modal berasal dari modal pribadi. Munculnya kebutuhan akuntansi pada UKM adalah untuk mencatat transaksi. Secara lebih spesifik, pencatatan transaksi memfasilitasi pengusaha UKM untuk mengevaluasi sejauh mana harapan akan keuntungan terpenuhi dengan menghitung keuntungan dari transaksi yang sudah terjadi dan mencari potensi keuntungan untuk transaksi berikutnya Waymire, 2009. Selain itu menurut Basu dan Waymire 2006 permintaan untuk melakukan pencatatan transaksi muncul ketika jumlah transaksi dalam sebuah usaha semakin lama semakin banyak dan kompleks, ketika itu pula kemampuan otak kita tidak mampu untuk mengingat semua transaksi yang terjadi. Penelitian mengenai penerapan akuntansi pada UKM telah dilakukan oleh Arifin 2010, Setiawati 2010 dan Hermawan 2010. Dalam penelitian yang dilakukan oleh Arifin 2010 di jalan Jendral Sudirman Salatiga ditemukan bahwa pencatatan yang dilakukan meliputi pencatatan penjualan 66,67, pembelian 64,70, persediaan