1. Pendampingan Dalam Masyarakat Tradisional
                                                                                14
pendampingan memiliki
arti kegiatan
kemitraan, bahu
membahu, menemani,
membagiberbagi dengan tujuan saling menumbuhkan dan mengutuhkan. Istilah  pastoral  berasal  dari  kata  pastor  dalam  Bahasa  Latin  atau  dalam  bahasa
Yunani  disebut  poimen  yang  artinya  gembala.  Secara  tradisional  dalam  kehidupan  gerejawi hal  ini  merupakan  tugas  pendeta  yang  harus  menjadi  gembala  bagi  jemaat  atau  dombaNya.
Pengistilahan ini dihubungkan dengan diri Yesus Kristus dan karyaNya sebagai “Pastor Sejati atau  Gembala  Yang  Baik”.  Istilah  pastor  dalam  konotasi  praktisnya  berarti  merawat  atau
memelihara.
23
Dalam pendampingan pastoral ada hubungan timbal balik antara orang yang akan di tolong dan yang akan menolong sehingga timbul suatu relasi antar keduanya. Pendampingan
dapat  dilakukan  oleh  semua  orang.  Wiryasaputra  mengatakan  pendampingan  tidak  hanya melakukan tindakan penyembuhan, melainkan juga pencegahan, peningkatan, pemulihan, dan
pemberdayaan.
24
Penulis menarik kesimpulan bahwa pendampingan merupakan hal yang luas yang dapat dilakukan oleh siapa saja tidak hanya orang  yang beragama Kristen yang ingin
melayani  sesama  secara  lebih  manusiawi.  Pendampingan  pastoral  merupakan  sesuatu  yang
lebih  khusus  lagi  dari  pendampingan.  Hal  ini  dikarenakan  pendampingan  pastoral  lebih bercirikan Kristen, seperti memakai referensi utama dalam mendampingi yaitu Alkitab.
Penulis  juga  menyimpulkan  pendampingan  pastoral  adalah  proses  pertolongan kepada sesama manusia  secara utuh mencakup  aspek fisik, mental, spiritual dan sosial  yang
bersifat  pastoral  yaitu  menyembuhkan,  menopang,  membimbing,  mendamaikan  dan memberdayakan.  Hal  ini  dihubungkan  dengan  diri  Yesus  Kristus  yang  memiliki  sifat
merawat dan memelihara manusia dengan baik sehingga pendampingan pastoral tidak hanya memiliki aspek antar sesama manusia tetapi juga antara manusia dan Tuhannya.
2. 1. 2. Pendampingan Dalam Masyarakat Tradisional
23
Aart Van Beek, Pendampingan Pastoral Jakarta : BPK Gunung Mulya, 2007, hal. 9-10
24
Totok S.Wiryasaputra, Ready to Care, hal.63-73
15
Dalam  perspektif  sejarah  peradaban  manusia,    sesungguhnya  usia  pendampingan setua umur manusia di bumi. Semangat, sikap dan tindakan memedulikan dan mendampingi
sesama  yang  mengalami  krisis  melekat  erat  dengan  sejarah  keberadaban  dan  peradaban manusia.
25
Semangat,  sikap  dan  tindakan  memedulikan  dan  mendampingi  sesama  yang mengalami  krisis  dapat  kita  lihat  dalam  setiap  komunitas  yang  ada  di  masyarakat.  Setiap
komunitas  menciptakan  perangkat  sosial  dan  keagamaan  untuk  mewujudkan  semangat memedulikan  dan  mendampingi.  Berbagai  perangkat  sosial  dan  keagamaan  yang  diciptakan
tadi diwariskan, dipelihara, disesuaikan, dan direvitalisasi dari zaman ke zaman. Dalam setiap komunitas,  kita  melihat  kebiasaan  saling  memberi,  mengunjungi,  menyumbang,  menolong,
merawat,  menguatkan,  menghibur,  dan  menasihati.  Selanjutnya,  beragam  perangkat  sosial keagamaan, adat, pekerjaan, jabatan, obat, mantra, doa, kata sakti, nyanyian, puisi, cerita, dan
lain-lain  diciptakan  dan  dipelihara  oleh  setiap  komunitas  sebagai  sarana  untuk  saling mendampingi.
26
Pendampingan  terutama  mengacu  pada  semangat,  tindakan,  memedulikan  dan mendampingi  secara  generik.  Pendampingan  bisa  dihubungkan  dengan  sikap  dan  tindakan
yang  dilakukan  oleh  orang  yang  tidak  berprofesi  bantuan  psikologi  secara  penuh  waktu, namun menginginkan layanannya lebih manusiawi. Pendampingan mengacu pada hubungan
diantara  dua  subjek,  yakni  orang  yang  “mendampingi”  dan  “didampingi”  dalam  posisi sederajat.
27
Dalam  masyarakat  tradisional,  seluruh  anggota  komunitas  terlibat  dalam pendampingan.  Tidak  ada  yang  monopoli  dalam  pendampingan.  Namun  dalam
perkembangannya,  sebagian  besar  dari  mereka,  berubah  menjadi  pengikut  atau  bahkan penonton. Peranan aktif diambil alih orang yang oleh komunitas dianggap memiliki karisma.
Muncullah  spesialisasi.  Akhirnya  tindakan  kependampingan  diserahkan  sepenuhnya  kepada
25
Ibid., hal. 17
26
ibid., hal. 18
27
Ibid., hal.18-19
16
tokoh yang secara kultural dan religius dipandang mempunyai kedudukan istimewa, misalnya orang yang diyakini memiliki kemampuan khusus, misalnya berhubungan dengan dunia gaib
dunia roh nenek moyang.
28
Dalam kehidupan masyarakat tradisional,  pendidikan dan pelatihan formal, dengan kaidah ilmiah tentu tidak perlu. Biasanya, kemampuan memedulikan dan mendampingi orang
yang  mengalami  krisis  diyakini  sebagai  bakat  sejak  lahir,  anugerah  gaib  dunia  atas  atau mukjizat. Kepedulian dan pendampingan merupakan hasil proses kultural dan diperoleh dari
pengalaman.  Pengakuan  masyarakat  juga  muncul  secara  kultural  dan  alamiah.  Dengan  kata lain, dalam masyarakat tradisional, hubungan antara orang yang ditolong dan yang menolong
berdasar pada kepercayaan.
29
                