1. 3. Manusia a Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Ritual Kematian Suku Sabu (Kajian Pastoral terhadap Ritual Kematian Bagi Orang Sabu) T2 752010006 BAB II

16 tokoh yang secara kultural dan religius dipandang mempunyai kedudukan istimewa, misalnya orang yang diyakini memiliki kemampuan khusus, misalnya berhubungan dengan dunia gaib dunia roh nenek moyang. 28 Dalam kehidupan masyarakat tradisional, pendidikan dan pelatihan formal, dengan kaidah ilmiah tentu tidak perlu. Biasanya, kemampuan memedulikan dan mendampingi orang yang mengalami krisis diyakini sebagai bakat sejak lahir, anugerah gaib dunia atas atau mukjizat. Kepedulian dan pendampingan merupakan hasil proses kultural dan diperoleh dari pengalaman. Pengakuan masyarakat juga muncul secara kultural dan alamiah. Dengan kata lain, dalam masyarakat tradisional, hubungan antara orang yang ditolong dan yang menolong berdasar pada kepercayaan. 29

2. 1. 3. Manusia a

Manusia sebagai Makhluk Holistik Orang yang didampingi adalah makhluk holistik yang sedang mengalami krisis. Ini berarti bahwa orang yang didampingi pertama-tama harus dilihat dalam persepektif kesatuan dan keseluruhan sebelum melihat aspek-aspeknya yang lebih rinci. Pendamping juga merupakan makhluk holistik. Kata holistik berasal dari kata sifat wholistic dalam bahasa Inggris. Kata holistik berasal dari kata benda whole yang berarti keseluruhan, utuh, lengkap, dan sempurna. Secara konkret, ketika menghadapi orang yang sedang mengalami krisis, kita harus melihatnya secara lengkap, utuh dalam keseluruhan sebagai manusia, dan bukan sebagai kasus penyakit atau masalah tertentu. Orang dapat disebut sehat bukan hanya karena “tidak adanya penyakit tertentu”, melainkan mampu hidup sehat secara utuh, fisik, mental, spiritual, dan sosial. Seseorang dikatakan sehat bila dia dapat hidup dan bertumbuh secara penuh, sempurna dalam seluruh 28 Ibid., hal. 22 29 Ibid., hal. 23 17 aspek kehidupannya. Begitu pula orang dikatakan hebat bila dia mampu berelasi dan berinteraksi secara dinamis, penuh, selaras, dan seimbang dengan dirinya, sesamanya, dan Tuhannya. Dalam pandangan holistik, manusia tidak bisa direduksi menjadi kasus atau penyakit tertentu. Fokus dan sasaran pelayanan tetap pada manusia. Yang kita tangani bukan penyakit atau persoalan, melainkan manusi dalam keutuhannya. Kemudian, manusia juga tidak dapat dipersempit hanya ke dalam aspek tertentu secara parsialistik, misalnya hanya melihat aspek fisik tanpa memperhatikan aspek kehidupan yang lain juga seperti mental, spritual, dan sosial. Aspek hidup manusia, dapat digolongkan ke dalam empat aspek utama, yakni fisik, mental, spiritual dan sosial. i. Aspek Fisik Aspek ini berkaitan dengan bagian yang tampak dari hidup kita. Aspek ini terutama mengacu pada hubungan manusia dengan bagian luar dirinya. Dengan aspek fisik ini manusia dapat dilihat, diraba, disentuh, dan diukur. ii. Aspek Mental Aspek ini berkaitan dengan pikiran, emosi, dan kepribadian manusia. Aspek ini juga berkaitan dengan cipta, rasa, karsa, motivasi, dan integrasi diri manusia. Selanjutnya, aspek mental mengacu pada hubungan seseorang dengan bagian dalam dirinya batin, jiwa. Sesungguhnya aspek ini tidak tampak, sehingga tidak dapat diraba, disentuh, dan diukur. Aspek mental memampukan manusia berhubungan dengan diri sendiri dan lingkungannya secara utuh, memberadakan, membuat jarak distansi, membedakan diri, dan bahkan dengan diri sendiri. iii. Aspek Spiritual 18 Aspek ini berhubungan dengan jati diri manusia. Manusia secara khusus dapat berhubungan dengan sang Pencipta sejati, Allah. Aspek ini mengacu pada hubungan manusia dengan sesuatu yang berada jauh di luar jangkauannya.Inilah aspek vertikal dari kehidupan manusia. Aspek ini juga tidak tampak. Dalam hal ini manusia bergaul dengan sesuatu yang agung, yang berada di luar dirinya, dan mengatasi kehidupannya. Aspek ini memungkinkan manusia berhubungan dengan dunia lain, misalnya dunia gaib. iv. Aspek Sosial Aspek ini berkaitan dengan keberadaan manusia yang idak mungkin berdiri sendiri. Manusia harus dilihat dalam hubungan dengan pihak luar secara horizontal, yakni dunia sekelilingnya. Manusia selalu hidup dalam sebuah interelasi dan interaksi yang berkesinambungan. Manusia tidak dapat tumbuh tanpa relasi dan interaksi. Aspek ini memampukan manusia tidak hanya berelasi dan berinteraksi dengan sesama manusia, melainkan juga dengan makhluk ciptaan lain : udara, air, tanah, tumbuhan, binatang, dan sebagainya. Seluruh aspek hidup manusia saling berkaitan dan mempengaruhi secara sistematik dan sinergik membentuk eksistensi manusia sebagai keutuhan yang bertumbuh mencapai kepenuhannya. Kita dapat membedakan satu aspek dari aspek yang lain, namun pada dasarnya kita tidak dapat memisahkannya, karena keempat aspek tersebut saling berkaitan dan mempengaruhi. 30 b Manusia sebagai Makhluk Keperjumpaan Pandangan ini merupakan konsekuensi logis dari pandangan tentang manusia holistik. Hal ini terutama mengacu pada aspek sosial keberadaan manusia. Pada dasarnya 30 Ibid., hal. 34-45 19 manusia selalu berada oleh, untuk dan dengan sesuatu atau orang lain. Manusia selalu sedang berelasi dan berinteraksi dengan dirinya sendiri internal dan dengan sesuatu yang berada di luar dirinya eksternal, baik secara fisik, mental, spiritual, dan sosial. Hakikat dasar keberadaan manusia adalah bersama dengan sesuatu atau seseorang yang lain, bahkan pada waktu orang sendirian pun, sebenarnya “tidak sendirian”. Sesungguhnya, manusia bertumbuh dalam proses menjumpai dan dijumpai. Tanpa menjumpai dan dijumpai, manusia tidak akan bertumbuh. Melalui perjumpaan, orang selalu dalam proses menumbuhkan dan ditumbuhkan. Ia bertumbuh melalui proses memberi dan diberi, melukai dan dilukai, dan memakai dan dipakai. Dengan kata lain, kita bertumbuh melalui proses perjumpaan.Tanpa proses perjumpaan, manusia sesungguhnya tidak pernah akan bertumbuh. Pertumbuhan dicapai bila seseorang bersedia untukmemasuki dan dimasuki kehidupan yang lain. Pendampingan lahir sebagai akibat langsung dari hakikat perjumpaan manusia. Pendampingan adalah miniatur perjumpaan sejati antarmanusia untuk saling menumbuhkan. 31

2. 1. 4. Fungsi Pendampingan

Dokumen yang terkait

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Pebale Rau Kattu Do Made: narasi tempat dan identitas kultural dalam ritual kematian orang Sabu Diaspora T1 752015025 BAB II

0 1 26

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Pebale Rau Kattu Do Made: narasi tempat dan identitas kultural dalam ritual kematian orang Sabu Diaspora T1 752015025 BAB V

0 0 4

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Pebale Rau Kattu Do Made: narasi tempat dan identitas kultural dalam ritual kematian orang Sabu Diaspora

0 0 13

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Pebale Rau Kattu Do Made: narasi tempat dan identitas kultural dalam ritual kematian orang Sabu Diaspora T2 752015025 BAB I

0 3 11

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Ritual Kematian Suku Sabu (Kajian Pastoral terhadap Ritual Kematian Bagi Orang Sabu)

0 0 10

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Ritual Kematian Suku Sabu (Kajian Pastoral terhadap Ritual Kematian Bagi Orang Sabu) T2 752010006 BAB I

0 0 10

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Ritual Kematian Suku Sabu (Kajian Pastoral terhadap Ritual Kematian Bagi Orang Sabu) T2 752010006 BAB IV

0 0 5

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Ritual Kematian Suku Sabu (Kajian Pastoral terhadap Ritual Kematian Bagi Orang Sabu) T2 752010006 BAB V

0 0 5

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Ritual Kematian Suku Sabu (Kajian Pastoral terhadap Ritual Kematian Bagi Orang Sabu)

0 0 11

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Makna Ritual “Nyadiri” Bagi Kehidupan Suku Dayak Ngaju T2 752010016 BAB II

0 0 26