ANALISA PLURALISME HUKUM ADAT DALAM SIST

ANALISA PLURALISME HUKUM ADAT DALAM SISTEM
KETATANEGARAAN INDONESIA

Oleh:
Saparuddin
A01112156

UNIVERSITAS TANJUNGPURA
PONTIANAK
KALIMANTAN BARAT

ANALISA PLURALISME HUKUM ADAT DALAM SISTEM
KETATANEGARAAN INDONESIA
BAB I
LATAR BELAKANG
A. PENDAHULUAN
Indonesia merupakan negara kepulauan yang terdiri dari 17.456 pulau, yang 1/3nya
merupakan daratan, dari ujung sabang hingga ujung marauke di pisahkan oleh lautan, dengan
berbagai suku bangsa yang sangat bervariasi dengan menghormati nilai-nilai luhur yang sejak
dulu berkembang hidup di masyarakat, di dalamnya sangat terikat dalam suatu sistem tatanan
hukum masyarat yang berbeda-beda. Dengan adanya norma kesopanan dan kesusilaan

memiliki keterikatan dan tradisi yang berbeda-beda.
Hukum di Indonesia merupakan campuran dari sistem hukum hukum Eropa, hukum
Agama dan hukum Adat. Sebagian besar sistem yang dianut, baik perdata maupun pidana,
berbasis pada hukum Eropa kontinental, khususnya dari Belanda karena aspek sejarah masa
lalu Indonesia yang merupakan wilayah jajahan dengan sebutan Hindia Belanda
(Nederlandsch-Indie). Hukum Agama, karena sebagian besar masyarakat Indonesia
menganut Islam, maka dominasi hukum atau Syari'at Islam lebih banyak terutama di bidang
perkawinan, kekeluargaan dan warisan. Selain itu, di Indonesia juga berlaku sistem hukum
Adat yang diserap dalam perundang-undangan atau yurisprudensi, yang merupakan
penerusan dari aturan-aturan setempat dari masyarakat dan budaya-budaya yang ada di
wilayah Nusantara dan Negara Kesatuan Republik Indonesia adalah sebuah negara kepulauan
dengan wilayah yang batas-batas dan hak-haknya ditetapkan dalam undang-undang (Pasal
25A UUD 1945).
Tapi yang akan lebih jauh dikaji ialah hukum adat, yang merupakan Hukum yang
sudah ada sebelum datangnya penjajah di tanah air. Walaupun tidak tertulis di sebuah buku
aturan yang jelas, tapi setiap orang yang mengetahui dan memahaminya akan selalu patuh
dibawahnya, karena hukum adat adalah sesuatu yang sakral dan harus diikuti selama tidak
menyimpang dari rasa keadilan. Dalam sistem ketatanegaraan Negara Kesatuan Republik
Indonesia, Hukum adat sudah tercermin didalam peraturan perundang-undangan
Sebagai contoh ialah pasal 5 dalam UU Nomor 5 tahun 1960 tentang Peraturan Dasar

Pokok-pokok Agraria, yang menyatakan :
"Hukum agraria yang berlaku atas bumi, air dan ruang angkasa ialah Hukum Adat, sepanjang
tidak bertentangan dengan kepentingan nasional dan negara, yang berdasarkan atas persatuan
bangsa dengan sosialisme Indonesia serta aturan perundangan lainnya, segala sesuatu dengan
mengindahkan unsur-unsur yang bersandarkan pada hukum agama".[1]
Dari pasal diatas membuktikan bahwa hukum adat juga memiliki peran yang sangat
penting dalam kehidupan berbangsa dan bernegara di Negara Kesatuan Republik Indonesia.

B. RUMUSAN MASALAH
1. Apakah hukum adat ?
2. Bagaiamana penerapan hukum adat di Indonesia saat ini?
C. TUJUAN PENULISAN
1. Untuk lebih mengetahui tentang hukum adat yang hidup di Indonesia
2. Agar lebih memahami tentang peran hukum adat dalam system ketatnegaraan yang ada
di Indonesia.
BAB II
PEMBAHASAN
A. PENGERTIAN
Secara bahasa hukum adat terbagi dari dua kata yakni hukum dan adat. Hukum adalah
kumpulan aturan atau norma yang apabila dilanggar akan dikenai sanksi, dan yang membuat

hukum adalah orang yang memiliki kewenangan atasnya. Sedangkan kata adat, menurut Prof.
Amura, istilah ini berasal dari bahasa Sansekerta karena menurutnya istilah ini telah
dipergunakan oleh orang Minangkabau kurang lebih 2000 tahun yang lalu.
Menurutnya adat berasal dari dua kata, a dan dato. A berarti tidak dan dato berarti sesuatu
yang bersifat kebendaan.
Pada tahun 1660 pengertian Hukum Adat sudah pernah ditulis oleh Jalaluddin Tunsam
(orang Arab yang tinggal di Aceh). "Adat" berasal dari bahasa Arab artinya"kebiasaankebiasaan dari masyarakat". Kebiasaan-kebiasaan yang dimaksud ada yang "baik" dan ada
pula yang "jelek" , kebiasaan-kebiasaan itu antara lain: gotong royong, tolong-menolong,
musyawarah. Kebiasaan yang merupakan pribadi bangsa Indonesia, diawali dari
"Kebudayaan Melayu Indonesia", umumnya sama seperti di Malaysia, Philipina. Kemudian
Hukum Adat berbeda di tiap daerah karena pengaruh :
1. Agama : Hindu, Budha, Islam, Kristen dan sebagainya Misalnya; Pulau Jawa dan Bali
dipengaruhi agama Hindu; Aceh dipengaruhi Agama Islam; Ambon, Maluku dipengaruhi
agama Kristen.
2. Kerajaan seperti antara lain: Sriwijaya, Airlangga, Majapahit.
3. Masuknya bangsa-bangsa Arab, China, Eropa.
Jadi Hukum Adat adalah hukum bangsa Indonesia, baik tertulis maupun tidak.[2]
Dalam kepustakaan selain istilah-istilah tadi seringkali digunakan istilah lain misalnya
:
1. Volksrecht (hukum rakyat), berasal dari Mr. Beseler

2. Maleischt Polynesisrecht, pernah digunakan oleh Prof. C. Van Vollenhoven.
Istilah ini oleh van Vollenhoven dimaksudkan untuk menamakan, Hukum Indonesia
yang paling asli.[3]
Secara definitif atau istilah, menurut Prof. Mr. Cornelis van Vollenhoven, hukum adat
adalah keseluruhan aturan tingkah laku positif yang disatu pihak mempunyai sanksi (hukum)
dan dipihak lain dalam keadaan tidak dikodifikasi (adat). Tingkah laku positif memiliki
makna hukum yang dinyatakan berlaku disini dan sekarang. Sedangkan sanksi yang
dimaksud adalah reaksi (konsekuensi) dari pihak lain atas suatu pelanggaran terhadap norma
(hukum).

B. LINGKUNGAN HUKUM ADAT
Prof. Mr. Cornelis van Vollenhoven membagi Indonesia menjadi 19 lingkungan hukum adat
(rechtsringen). Satu daerah yang garis-garis besar, corak dan sifat hukum adatnya seragam disebutnya
sebagai rechtskring. Setiap lingkungan hukum adat tersebut dibagi lagi dalam beberapa bagian yang
disebut Kukuban Hukum (Rechtsgouw). Lingkungan hukum adat tersebut adalah sebagai berikut :

1.
2.
1.
2.

3.

Aceh (Aceh Besar, Pantai Barat, Singkel, Semeuleu)
Tanah Gayo, Alas dan Batak
Tanah Gayo (Gayo lueus)
Tanah Alas
Tanah Batak (Tapanuli)
1. Tapanuli Utara; Batak Pakpak (Barus), Batak karo, Batak Simelungun,

Batak Toba (Samosir, Balige, Laguboti, Lumbun Julu)
2. Tapanuli Selatan; Padang Lawas (Tano Sepanjang), Angkola,

Mandailing (Sayurmatinggi)
3. Nias (Nias Selatan)

3.
4.
5.
1.
2.

3.
4.
5.
6.
7.
8.

Tanah Minangkabau (Padang, Agam, Tanah Datar, Limapuluh Kota, tanah Kampar, Kerinci)
Mentawai (Orang Pagai)
Sumatera Selatan
Bengkulu (Renjang)
Lampung (Abung, Paminggir, Pubian, Rebang, Gedingtataan, Tulang Bawang)
Palembang (Anak lakitan, Jelma Daya, Kubu, Pasemah, Semendo)
Jambi (Batin dan Penghulu)
Enggano
Tanah Melayu (Lingga-Riau, Indragiri, Sumatera Timur, Orang Banjar)
Bangka dan Belitung
kalimantan (Dayak Kalimantan Barat, Kapuas, Hulu, Pasir, Dayak, Kenya, Dayak
Klemanten, Dayak Landak, Dayak Tayan, Dayak Lawangan, Lepo Alim, Lepo Timei, Long
Glatt, Dayat Maanyan, Dayak Maanyan Siung, Dayak Ngaju, Dayak Ot Danum, Dayak

Penyambung Punan)
9. Gorontalo (Bolaang Mongondow, Boalemo)
10. Tanah Toraja (Sulawesi Tengah, Toraja, Toraja Baree, Toraja Barat, Sigi, Kaili, Tawali, Toraja
Sadan, To Mori, To Lainang, Kep. Banggai)
11. Sulawesi Selatan (Orang Bugis, Bone, Goa, Laikang, Ponre, Mandar, Makasar, Selayar,
Muna)
12. Kepulauan Ternate (Ternate, Tidore, Halmahera, Tobelo, Kep. Sula)
13. Maluku Ambon (Ambon, Hitu, Banda, Kep. Uliasar, Saparua, Buru, Seram, Kep. Kei, Kep.
Aru, Kisar)
14. Irian

15. Kep. Timor (Kepulauan Timor, Timor, Timor Tengah, Mollo, Sumba, Sumba Tengah, Sumba
Timur, Kodi, Flores, Ngada, Roti, Sayu Bima)
16. Bali dan Lombok (Bali Tanganan-Pagrisingan, Kastala, Karrang Asem, Buleleng, Jembrana,
Lombok, Sumbawa)
17. Jawa Pusat, Jawa Timur serta Madura (Jawa Pusat, Kedu, Purworejo, Tulungagung, Jawa
Timur, Surabaya, Madura)
18. Daerah Kerajaan (Surakarta, Yogyakarta)
19. Jawa Barat (Priangan, Sunda, Jakarta, Banten)
Didalam daerah-daerah tersebut terdapat perkumpulan masyarakt hukum adat yang

menjaga agar hukum adat tersebut tetap lesatari yang menurut Ter Haar, masyarakat hukum
adalah : "Kelompok-kelompok masyarakat yang tetap dan teratur dengan mempunyai
kekuasaan sendiri dan kekayaan sendiri baik berwujud atau tidak berwujud".[4]
C. PENGAKUAN HUKUM ADAT DI INDONESIA
Setelah amandemen UUDNRI 1945, kedudukan hukum adat semakin diakui
keberadaannya, terbukti dalam Pasal 18B ayat (2) yang menyatakan :
“Negara mengakui dan menghormati kesatuan-kesatuan masyarakat hukum adat
beserta hak-hak tradisionalnya sepanjang masih hidup dan sesuai dengan perkembangan
masyarakat dan prinsip negara Kesatuan Republik Indonesia, yang diatur dalam undangundang”.[5]
Selain itu dalam pengaturan pertanahan nasional juga menggunakan hukum adat
sebagai dasarnya, hal itu tercantum dipasal 5 dalam UU Nomor 5 tahun 1960 tentang
Peraturan Dasar Pokok-pokok Agraria.

D. PENERAPAN HUKUM ADAT DALAM NKRI
Menurut Soerojo, setidaknya terdapat tiga hal pokok yang menunjukkan perbedaan
antara sistem hukum barat dengan sistem hukum adat :
1. Pertama, sistem hukum barat mengenal pembedaan zakelijk rechten dan persoonlijk rechten,
sedangkan sistem hukum adat tidak mengenal pembedaan hak sebagaimana demikian. Hak
menurut sistem hukum adat ditentukan menurut konteks keadaannya.
2. Kedua, dalam system hukum adat tidak mengenal klasifikasi atau pembidangan hukum

seperti halnya dikotomi menurut Ulpianus yang dianut dalam sistem hukum barat yakni yang
membagi ruang hukum menjadi dua yaitu hukum publik dan hukum privat.

3. Ketiga, jika dalam sistem hukum barat dikenal pembedaan pelanggaran hukum menjadi
pelanggaran hukum pidana dan pelanggaran hukum perdata, maka dalam sistem hukum adat
tidak mengenal pembedaan pelanggaran hukum sebagai demikian. Pelanggaran hukum dalam
sistem hukum adat hanya satu, yakni yang disebut dengan delik adat.[6]
BAB III
PENUTUP
A. SIMPULAN
 Hukum adat adalah keseluruhan aturan tingkah laku positif yang disatu pihak mempunyai







sanksi (hukum) dan dipihak lain dalam keadaan tidak dikodifikasi (adat). Hukum adat ini
sudah diakui keberadaannya, khususnya dalam Pasal 18 B (2) UUDNRI 1945.

Hukum adat bersumber pada nilai-nilai keadilan dan nilai-nilai luhur.
Pemuka adat adalah penegak hukum adat
Terdapat 19 lingkungan hukum adat (rechtsringen)
Hukum adat yang beraneka ragam dapat diterima didalam peraturan perundangundangan, salah satu bentuk penerimaan tersebut tercantum dalam Pasal 3 UUPA.
Masyarakat hukum adalah Kelompok-kelompok masyarakat yang tetap dan teratur
dengan mempunyai kekuasaan sendiri dan kekayaan sendiri baik berwujud atau tidak
berwujud.

B. SARAN
Pemerintah dan seluruh masyarakat hukum adat seyogyanya saling bahu-membahu
untuk mempertahankan dan melestarikan hukum adat. Karena hukum adat merupakan aturan
yang hidup dari nilai-nilai yang baik dan luhur, sehingga keberadaannya di Indonesia patut
diperjuangkan. Selain itu, hukum adat merupakan hukum yang sudah ada, dan merupakan
aturan asli yang berasal dari komunitas masyarakat hukum adat Indonesia, jadi hukum adat
adalah hukum asli Indonesia.

DAFTAR PUSTAKA
BUKU



Djaren Saragih, 1984, Pengantar Hukum Adat Indonesia Edisi II, TARSITO, Bandung.








Rehngena Purba, 1999, Laporan Hasil Penelitian Sejarah Asal-Usul Desa Serta
Masyarakat Hukum Adat (Studi Kasus di Kabupaten Karo Rumah Kabanjahe Kec.
Kabanjahe).
Soerjo W, 1984, Pengantar dan Asas-asas Hukum Adat, P.T. Gunung Agung. Jakarta.
Undang Undang No. 5 Tahun 1960 Tentang : Peraturan Dasar Pokok-pokok Agraria
Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945
Wignjodipuro, Surojo, “Pengantar dan Asas-Asas Hukum Adat,” Alumni, Bandung,
1979.

WEBSITE





http://id.wikipedia.org/wiki/Hukum_Adat_di_Indonesia
http://id.wikipedia.org/wiki/Hukum_Indonesia
http://www.gunungmaskab.go.id/informasi/ucapan-dirgahayu-ke-8-kab-gunung-masdari-pemprov-kalteng.html

 [1] Undang Undang No. 5 Tahun 1960 Tentang : Peraturan Dasar Pokok-pokok Agraria
 [2] Rehngena Purba, 1999, Laporan Hasil Penelitian Sejarah Asal-Usul Desa Serta Masyarakat Hukum
Adat (Studi Kasus di Kabupaten Karo Rumah Kabanjahe Kec. Kabanjahe).

 [3] Djaren Saragih, 1984, Pengantar Hukum Adat Indonesia Edisi II, TARSITO, Bandung, hal 5-6
 [4] Soerjo.W, 1984, Pengantar dan Asas-Asas Hukum Adat, PT Gunung Agung, hal 77
 [5] Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945 Pasal 18 B ayat (2)
 [6] Wignjodipuro, Surojo, “Pengantar dan Asas-Asas Hukum Adat,” Alumni, Bandung, 1979.h.75.