THE INFLUENCE OF SHOPPING ENVIRONMENT RESPONSES, SHOPPING LIFESTYLE, IN-STORE PROMOTION AND SERVICE QUALITY TOWARD IMPULSE BUYING (Study at Chandra Departement Store Tanjung Karang) PENGARUH RESPON LINGKUNGAN BELANJA, SHOPPING LIFESTYLE, IN-STORE PROMOTIO

(1)

ABSTRACT

THE INFLUENCE OF SHOPPING ENVIRONMENT RESPONSES, SHOPPING LIFESTYLE, IN-STORE PROMOTION AND SERVICE

QUALITY TOWARD IMPULSE BUYING (Study at Chandra Departement Store Tanjung Karang)

By

TERRA EKA YUSTICIA

The purpose of this research is to find out the effect of the shopping environment responses, shopping lifestyle, in-store promotion and service quality toward impulse buying. The type of this research is hypothesis examining. The population in this research is the consumers of Chandra Departement Store with samples of this research are 100 respondents who shop at Chandra Departement Store using accidental sampling. This research uses questionnaire as a measurement instrument. While the data analysis used is multiple regression analysis and the classical assumptions test. The results of data analysis by using multiple regression showing that the variable of shopping lifestyle, in-store promotion and service quality influenced significantly to impulse buying. All four variables are simultaneously influenced toward impulse buying. The practical implications for the retailers should be more focus on doing in-store promotion programs and stimulate consumers for doing shopping lifestyle to increase the impulse buying.

keyword: impulse buying, shopping environment responses, shopping lifestyle, in-store promotion, service quality.


(2)

PENGARUH RESPON LINGKUNGAN BELANJA, SHOPPING LIFESTYLE, IN-STORE PROMOTION DAN KUALITAS LAYANAN

TERHADAP PEMBELIAN IMPULSIF

(studi pada Chandra Departement Store Tanjung Karang)

Oleh

TERRA EKA YUSTICIA

Studi ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh respon lingkungan belanja,

shopping lifestyle, in-store promotion dan kualitas layanan terhadap pembelian impulsif. Jenis penelitian ini adalah penelitian pengujian hipotesis. Populasi dalam penelitian ini adalah konsumen dari Chandra Departement Store dengan jumlah sampel penelitian ini sebanyak 100 orang responden yang berbelanja di Chandra

Departement Store dengan menggunakan accidental sampling. Penelitian ini menggunakan kuesioner sebagai instrument pengukuran. Sementara analisis data dengan analisis regresi berganda dan uji asumsi klasik. Hasil dari analisis data dengan menggunakan regresi berganda menunjukan bahwa variabel shopping lifestyle, in-store promotion dan kualitas layanan berpengaruh signifikan terhadap pembelian impulsif. Keempat variabel berpengaruh secara simultan terhadap pembelian impulsif. Implikasi praktis untuk peritel sebaiknya peritel lebih fokus melakukan program in-store promotion dan menstimulus konsumen untuk melakukan shopping lifestyle dalam upaya meningkatkan pembelian impulsif.

Kata kunci : pembelian impulsif, respon lingkungan belanja, shopping lifestyle, in-store promotion, kualitas layanan.


(3)

PENGARUH RESPON LINGKUNGAN BELANJA, SHOPPING LIFESTYLE, IN-STORE PROMOTION DAN KUALITAS LAYANAN

TERHADAP PEMBELIAN IMPULSIF

(Studi Pada Chandra Departement Store Bandar Lampung)

Oleh

TERRA EKA YUSTICIA

Skripsi

Sebagai Salah Satu Syarat untuk Mencapai Gelar SARJANA ADMINISTRASI BISNIS

Pada

Jurusan Ilmu Administrasi Bisnis Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

UNIVERSITAS LAMPUNG

BANDAR LAMPUNG

2014


(4)

PENGARUH RESPON LINGKUNGAN BELANJA, SHOPPING LIFESTYLE, IN-STORE PROMOTION DAN KUALITAS LAYANAN

TERHADAP IMPULSE BUYING

(Studi Pada Chandra Departement Store Bandar Lampung)

Oleh

TERRA EKA YUSTICIA

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

UNIVERSITAS LAMPUNG

BANDAR LAMPUNG

2014


(5)

(6)

(7)

(8)

Penulis merupakan anak pertama dari pasangan Hi. Roni Sugiri Yacub S.H dan Ella Wati. Lahir di Bogor, 29 juni 1992. Pendidikan Sekolah Dasar di SD Kartika II-5 Bandar Lampung diselesaikan pada tahun 2004. Selanjutnya penulis melanjutkan pendidikan Sekolah Menengah Pertama di SMP Negeri 25 Bandar Lampung yang diselesaikan pada tahun 2007 dan menyelesaikan Sekolah Menengah atas di SMA Negeri 4 Bandar Lampung pada tahun 2010.

Tahun 2010 penulis terdaftar sebagai mahasiswa Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Lampung melalui Ujian Mandiri Universitas Lampung (UM UNILA). Penulis turut serta dan aktif di lembaga organisasi kemahasiswaan diantaranya, Himpunanan Mahasiswa Jurusan (HMJ) Administrasi Bisnis Universitas Lampung.


(9)

Moto

T

here is a will there is a way”

“Kesuksesan yang baik tidak

pernah datang secara instant”

“Hanya perlu 1 langkah

untuk menghancurkan masa

depan tetapi memerlukan

ribuan langkah untuk


(10)

Kedua Orang Tuaku yang

kucintai;

Adikku yang kusayangi dan

kubanggakan;

Pria yang setia menemani

perjalanku;


(11)

SANWACANA

Alhamdulillah, segala puji dan syukur kehadirat Allah SWT atas kasih sayang dan pertolongan-Nya maka skripsi ini dapat diselesaikan.

Skripsi dengan judul “Pengaruh Respon Lingkungan Belanja, Shopping Lifestyle,

In-store Promotion Dan Kualitas Layanan Terhadap Pembelian Impulsif Studi Pada Pembeli di Chandra Departement Store Tanjung Karang” Yang merupakan salah satu syarat untuk menyelesaikan program sarjana (S1) di Fakultas Ilmu Sosial Dan Ilmu Politik Universitas Lampung.

Penulis menyadari bahwa terselesaikannya skripsi ini tidak terlepas dari bantuan dan dukungan berbagai pihak, untuk itu dengan segala kerendahan hati pada kesempatan kali ini penulis ingin mengucapkan banyak terima kasih kepada pihak-pihak yang telah membantu dalam penyusunan skripsi ini khususnya kepada :

1. Allah SWT, atas segala limpahan rahmat, nikmat dan hidayahnya yang telah memberikan banyak sekali nikmat kepada penulis sehingga dapat menyelesaikan skripsi ini.

2. Bapak Drs. H. Agus Hadiawan, M. Si selaku Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Univeritas Lampung

3. Bapak Drs. A Efenndi, M.M. selaku PD I Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Lampung.

4. Bapak Dr. Suripto, S.Sos., M.A.B., selaku Ketua Jurusan Ilmu Administrasi Bisnis.


(12)

selalu membantu penulis dalam menyelesaikan skripsi. Terima Kasih atas segala bimbingan, ilmu, arahan, waktu dan kesabaran yang telah diberikan kepada penulis.

6. Bapak Hartono, S,Sos, M.A., selaku pembimbing yang selalu membantu penulis dalam menyelesaikan skripsi. Terima Kasih atas segala bimbingan, ilmu, arahan, waktu dan kesabaran yang telah diberikan kepada penulis. 7. Ibu Dr. Baroroh Lestari, S.sos, M.A.B., selaku dosen penguji yang selalu

memberikan masukan yang sangat berguna dan kebaikan hatinya.

8. Ibu Mediya Destalia, S.A.B, M.A.B., selaku dosen pembimbing akademik. 9. Bapak dan Ibu Dosen Ilmu Administrasi Bisnis FISIP Unila.

10.Staf jurusan Ibu Merta yang telah banyak membantu penulis.

11.Kedua orang tua penulis, H. Roni Sugiri Yacub S.H (ayah) dan Ella Wati

(ibu) terima kasih untuk semua kasih sayang, perhatian dan do’a yang

selalu diberikan. Terima kasih atas dukungannya selama ini, aku berjanji tidak akan mengecewakan ayah dan ibu. You’re the reason to me to struggle in this life only for make both of you happy.

12.Riswan Ariadi, S.E, M.M., thank you for your support during this time, always beside me when I need you, always make me laugh and bring the happiness into my life. Thank you for everything...

13.Muhammad Makki, My big bro. Semoga kakak dan kamu dapat memberikan kebahagiaan dan membanggakan ayah dan ibu.


(13)

14.Keluarga besar H. Ahmad Syukur (papa), Hj. Elly yanti (mama), Zulfiana Riswanda, Bang Alfi, Kak Sari dan little princess faza.Terima Kasih telah menerima penulis didalam keluarga dengan baik. Terima kasih atas semua dukungan, kebahagiaan dan kebersamaan yang telah kita bersama lewati. 15.My Grandma, Oma. Thanks you for all you prays and for your support. I

hope Allah SWT give along life, health, and happiness. I Love You, oma. 16.Keluarga Besar Masri (alm. Kakek), Titi Karwati (nenek) dan semua

keluarga yang ada di Sumedang. Semoga nenek selalu diberi kesehatan amin. I Love You, nek..

17.Citra Afnovinsa Putri, Almira Raina Marza dan Hani Prastikasari, Hilda Elsa Putri dan Claudya Phylosa Wijaya. Thank you so much for support.

18.Sahabat-sahabat ku Abdil Hafizh, Agnesya Dwitia, Fitria Arsyad, Kurnia Adhari, Luvita Mayang Sari, Olla meria Amalia, Sarah PD, Widya Anggraeni Putri, Windi Tohir. You’re the rock guys!Don’t ever change be

different, always be yourself.

19.Sahabatku Indah meri Diana, Puji Lestari Damayanti, Ratna Ariani, Septi Susanti. Pertemuan kita memang hanya sebentar tapi percayalah kenangan manis kita selama kuliah tidak akan pernah terlupakan. I will miss all of you, guys.

20.Teman-teman seperjuangan Ilmu Administrasi Bisnis 2010. papau, wenny, nisa, mba meika, merlinda, tiara, ncum, mala, eman, elita, solihin, cety, juwita, devi damanik, duo desi, aga, mika, dayu, susi, rose, dian novita, olla, mba tria, melisa, devi melisa, dian santika, ade, deris, nurul, fahmi, intan, hari, mba yulia, meri, lisa, ranis, lala, natalia, lidya, ari, rizky, mba


(14)

21.Keluarga besar KKN Desa Sukajaya. Kec. Semaka, kab. Tanggamus. Bapak dan Ibu Lurah, Terima kasih juga untuk teman-teman sekelompok Ayu, Dece, Wiwi, Mbakar, Fadli, David, Rio, Eka dan terkahir Kordes tersayang Yanu. Kenangan bersama kalian tidak akan pernah terlupakan. 22.Manajemen Chandra Departement Store dan Seluruh responden, yang

telah bersedia meluangkan waktunya bagi penulis. Terima kasih yang sedalam-dalamnya penulis ucapkan.

23.Kepada semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu yang telah berkenan memberikan bantuan kepada penulis. Kiranya Allah yang akan membalas kebaikan anda semua.

Penulis menyadari sepenuhnya bahwa skripsi ini masih jauh dari sempurna. Karena keterbatasan waktu, tenaga, pikiran, kemampuan lain yang ada pada diri penulis pada saat penyusunan skripsi ini. Oleh karena itu kritik dan saran sangat diharapkan demi kesempurnaan skripsi ini.

Akhir kata dengan segala kerendahan hati, penulis berharap semoga tulisan ini dapat bermanfaat bagi penulis sendiri khususnya, bagi almamater, dan bagi ilmu pengetahuan.

Bandar Lampung, Mei 2014 Penulis,


(15)

i DAFTAR ISI DAFTAR ISI DAFTAR TABEL DAFTAR GAMBAR DAFTAR LAMPIRAN

I. PENDAHULUAN ... 1

1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Rumusan Masalah ... 9

1.3 Tujuan Penelitian ... 10

1.4 Kegunaan Penelitian ... 11

II. TINJAUAN PUSTAKA ... 12

2.1 Landasan Teori... 12

2.1.1 Perilaku Konsumen ... 13

2.1.2 Pembelian Impulsif (Impulse Buying) ... 14

2.1.2.1 Lingukungan Belanja... 17

A. Respon Lingkungan Belanja ... 18

B. Hubungan antara Variabel ... 19

2.1.2.2Gaya Hidup ... 19

A. Shopping Lifestyle ... 20

B. Hubungan antara Variabel ... 21

2.1.2.3Promosi ... 21

A. In-Store Promotion ... 22

1. Iklan ... 23

2. Promosi penjualan (Sales promotion) ... 23

3. Penjualan Personal (Personal Selling) ... 25

4. Display Toko (Store Display) ... 27

B. Hubungan antara Variabel ... 28

1. Iklan dan Pembelian Impulsif ... 28

2. Promosi Penjualan dan Pembelian Impulsif ... 29

3. Penjualan Personal dan Pembelian Impulsif ... 29

4. Display Toko dan Pembelian Impulsif ... 30

2.1.2.4Layanan ... 30

A. Kualitas Layanan ... 31

B. Hubungan antara Variabel ... 32

2.2 Saluran Distribusi ... 33

2.2.1 Ritel (Retail) ... 34

2.3 Kerangka Penelitian ... 35

2.4 Hipotesis ... 37


(16)

ii

A.Pembelian Impulsif ... 39

B.Respon Lingkungan Belanja ... 39

C.Shopping Lifestyle ... 39

D.In-store Promotion ... 39

E. Kualitas Layanan ... 40

3.3Variabel Penelitian ... 40

3.4Metode Penelitian... 41

3.5Populasi ... 42

3.6Lokasi Penelitian ... 42

3.7Sampel Penelitian ... 43

3.8Metode Penentuan Sampel ... 43

3.9Data ... 44

A.Data Primer ... 44

B.Data Sekunder ... 44

3.10Definisi Operasional Variabel ... 44

3.11Metode Pengupulan Data ... 47

A.Kuesioner ... 47

3.12Skala Pengukuran... 47

3.13Uji Validitas dan Uji Reliabilitas ... 48

1. Uji Validitas ... 48

2. Uji Reliabilitas ... 51

3.14Teknik Analisis Data ... 53

3.14.1 Uji Asumsi Klasik ... 52

A. Uji Normalitas ... 52

B. Uji Heterokedastisitas ... 53

C. Uji Multikolineritas ... 54

3.14.2 Analisis Regresi Linier Berganda ... 54

3.14.3 Uji Hipotesis ... 55

1. Uji R2 (koefisien determinasi) ... 55

2. Uji Parsial (Uji t) ... 56

3. Uji Simultan (F) ... 57

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN ... 58

4.1Gambaran Umum Lokasi Penelitian ... 58

4.2Analisis Deskriptif ... 59

4.2.1 Deskripsi Umum Responden ... 59

4.2.1.1Deskripsi Berdasarkan Jenis Kelamin ... 59

4.2.1.2Deskripsi Berdasarkan Kelompok Usia ... 60

4.2.1.3Deskripsi Berdasarkan Pekerjaan ... 61

4.2.1.4Deskripsi Berdasarkan Penghasilan ... 63

4.2.1.5Deskripsi Berdasarkan Pengeluaran ... 64

4.2.2 Distribusi Jawaban Per Variabel ... 65

A. Variabel Pembelian Impulsif ... 65

B. Variabel Respon Lingkungan belanja ... 66

C. Variabel Shopping Lifestyle ... 68


(17)

iii

1. Variabel Iklan ... 69

2. Variabel Sales Promotion ... 70

3. Variabel Personal Selling ... 71

4. Variabel Store Display ... 72

E. Variabel Kualitas Layanan ... 73

4.3Analisis Inferensial... 75

4.3.1 Uji Asumsi Klasik ... 75

A. Uji Normalitas ... 75

B. Uji Heterokedestisitas ... 77

C. Uji Multikolineritas ... 78

4.3.2 Hasil Uji Regeresi Berganda ... 79

4.3.3 Hasil Uji Hipotesis ... 80

A. Hasil Uji R2 ... 80

B. Hasil Uji t ... 81

1. Hasil Pengujian Hipotesis 1 ... 81

2. Hasil Pengujian Hipotesis 2 ... 82

3. Hasil Pengujian Hipotesis 3 ... 82

4. Hasil Pengujian Hipotesis 4 ... 83

C. Hasil Uji F ... 83

4.4Pembahasan ... 84

1. Pengaruh Respon Lingkungan Belanja ... 84

2 Pengaruh Shopping lifestyle ... 86

3 Pengaruh In-store Promotion ... 88

4 Pengaruh Kualitas Layanan ... 92

V. KESIMPULAN DAN SARAN ... 96

5.1 Kesimpulan ... 96

5.2 Saran ... 97


(18)

iv

DAFTAR TABEL

No Keterangan Halaman

Tabel 1.1 Presentasi Pengeluaran Makanan dan bukan Makanan ... 2

Tabel 1.2 Pertumbuhan Ritel di Indonesia ... 4

Tabel 1.3 Data Perusahaan Ritel Modern di Bandar lampung ... 5

Tabel 3.1 Definisi Operasional Variabel ... 45

Tabel 3.2 Hasil Uji Validitas ... 50

Tabel 3.3 Hasil Uji Reliabilitas ... 51

Tabel 4.1 Jumlah Responden Berdasarkan Jenis Kelamin... 59

Tabel 4.2 Jumlah Responden Berdasarkan Usia ... 60

Tabel 4.3 Jumlah Responden Berdasarkan Pekerjaan... 62

Tabel 4.4 Jumlah Responden Berdasarkan Penghasilan ... 63

Tabel 4.5 Jumlah Responden Berdasarkan Pengeluaran... 64

Tabel 4.6 Jawaban Responden tentang Pembelian Impulsif ... 66

Tabel 4.7 Jawaban Responden tentang Respon Lingkungan Belanja ... 67

Tabel 4.8 Jawaban Responden tentang Shopping Lifestyle ... 68

Tabel 4.9 Jawaban Responden tentang Iklan ... 69

Tabel 4.10 Jawaban Responden tentang Sales Promotion ... 70

Tabel 4.11 Jawaban Responden tentang Personal Selling ... 71

Tabel 4.12 Jawaban Responden tentang Store Display ... 72

Tabel 4.13 Jawaban Responden tentang Kualitas Layanan ... 73

Tabel 4.14 Nilai VIF ... 78


(19)

v

DAFTAR GAMBAR

No Keterangan Halaman

Gambar 2.1 Model Konseptual Pemikiran ... 37

Gambar 4.1 Grafik Histogram... 75

Gambar 4.2 Grafik Normal Probability Plot ... 76


(20)

vi

DAFTAR LAMPIRAN

No Keterangan Lampiran 1. Kuesioner penelitian

Lampiran 2. Input Code Lampiran 3 Hasil Uji Validitas Lampiran 4 Hasil Uji Reliabilitas

Lampiran 5 Tabel F Frekuensi Responden Lampiran 6 Tabel F Frekuensi Kuesioner Lampiran 7 Hasil Uji Regresi Berganda Lampiran 8 Tabel f


(21)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG

Dewasa ini kebutuhan sehari-harinya manusia semakin lama semakin meningkat di harinya. Masyarakat Indonesia merupakan masyarakat yang menganut pola konsumtif dalam memenuhi kebutuhannya. Kebutuhan (need) adalah suatu keadaan merasa tidak memiliki kepuasaan dasar, sedangkan keinginan manusia (want) adalah hasrat akan pemuasan tertentu dari kebutuhan tersebut. Dapat lihat pada Tabel 1.1 maka di setiap harinya manusia membutuhkan berbagai macam jenis barang yang fungsinya adalah untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari.

Data BPS menunjukan bahwa terjadi peningkatan dan penurunan pengeluaran masyarakat Indonesia di setiap tahunnya berdasarkan masing-masing provinsi, terlihat pada Tabel 1.1 berikut yang merupakan beberapa contoh dari masing-masing provinsi yang mengalami peningkatan dan penurunan. Hal ini dapat dilihat dari Tabel 1.1 dari tingginya tingkat pembelian masyarakat Indonesia terhadap kebutuhan pokok maupun kebutuhan tambahan lainnya. Setelah perusahaan berhasil menciptakan produk (barang dan jasa), berikutnya adalah bagaimana produk tersebut dapat sampai ke tangan konsumen. Ada beberapa


(22)

alternatif yang dapat dipilih dalam mendistribusikan produk kepada konsumen, salah satunya adalah melalui pasar.

Tabel 1.1 Presentasi Pengeluaran Rata-rata Perkapita Sebulan untuk Makanan dan bukan Makanan Menurut Provinsi 2010 dan 2011

Provinsi Konsumsi makanan Konsumsi bukan makanan

2010 2011 2010 2011

Pulau Sumatera

Aceh 61.03% 59.43% 38.97% 40.57%

Riau 52.95% 51.14% 47.05% 48.86%

Lampung 53.48% 53.35% 46.58% 46.65%

Pulau Jawa

DKI Jakarta 38.94% 33.76% 61.06% 66.24%

Jawa Barat 52.33% 48.89% 47.67% 51.11%

Bali dan Nusa Tenggara

Nusa Tenggara Barat 58.96% 57.96% 41.04% 42.04%

Bali 44.78% 41.56% 55.22% 58.44%

Pulau Kalimantan

Kalimantan Tengah 59.95% 58.45% 40.05% 41.55%

Kalimantan Timur 47.21% 45.35% 52.79% 54.65%

Pulau Sulawesi

Sulawesi Selatan 55.66% 59.06% 44.34% 40.94%

Gorontalo 51.58% 49.61% 48.42% 50.39%

Maluku

Maluku 57.98% 50.19% 42.02% 49.81%

Maluku Utara 54.50% 53.20% 45.50% 46.80%

Papua

Papua 61.10% 59.46% 38.90% 40.54%

Papua Barat 56.80% 49.03% 43.20% 50.97%

Sumber: BPS, Susanas Panel 2010 dan Susenas 2011 Triwulan I

Pasar merupakan kegiatan penjual dan pembeli yang melayani transaksi jual-beli. Berdasarkan jenisnya pasar dibagi menjadi dua yaitu pasar tradisional dan pasar modern. Pasar tradisional merupakan tempat bertemunya penjual dan pembeli serta ditandai dengan adanya transaksi penjual pembeli secara langsung, bangunan biasanya terdiri dari kios-kios atau gerai, dan dasaran terbuka yang dibuka oleh penjual maupun suatu pengelola pasar.


(23)

3

Pasar modern tidak banyak berbeda dari pasar tradisional, namun pasar jenis ini penjual dan pembeli tidak bertransakasi secara langsung melainkan pembeli melihat label harga yang tercantum dalam barang (barcode), berada dalam bangunan dan layanannya dilakukan secara mandiri (swalayan) atau dilayani oleh pramuniaga. Setiap perusahaan yang melakukan penjualan secara langsung kepada konsumen akhir baik produsen, grosir, maupun pengecer dapat dikatakan bertindak dalam bisnis ritel/eceran.

Semakin banyak kemunculan pasar-pasar modern atau yang biasa disebut sebagai ritel dewasa ini, maka produk yang ditawarkan dipasaran pun akan semakin banyak dan beragam jenisnya. Hal terpenting saat ini, menurut Kotler et al (2000) adalah kenyataan bahwa pasar berubah lebih cepat daripada pemasaran. Bisnis ritel tidak sekedar hanya membuka toko dan mempersiapkan barang-barang yang lengkap tetapi lebih dari itu. Pengelolaan bisnis ritel harus melihat dan mengikuti perkembangan teknologi agar dapat berhasil dan mempunyai keunggulan bersaing (Amir, 2004).

Bisnis ritel di Indonesia telah berkembang menjadi industri tersendiri, di mana dalam perkembangannya industri ritel dipengaruhi oleh perubahan yang terjadi di dalam masyarakat. Peningkatan pendapatan masyarakat saat ini merupakan faktor yang paling berpengaruh di dalam perkembangan industri ritel, di mana peningkatan pendapatan masyarakat menyebabkan perubahan daya beli dan gaya hidup masyarakat. Dalam periode tiga tahun terakhir, dari tahun 2010-2012 jumlah gerai ritel modern di Indonesia mengalami pertumbuhan. Pada tahun 2010, jumlah usaha ritel di Indonesia masih sebanyak 15.538 gerai, kemudian pada


(24)

tahun 2011 mencapai 18.152 gerai tersebar di hampir seluruh kota di Indonesia (www.abufarros.wordpress, diakses 4 April 2013). Pada tabel 1.2 menjelaskan pertumbuhan ritel di Indonesia:

Tabel 1.2 Pertumbuhan Ritel di Indonesia

Tahun Penjualan Ritel Pertumbuhan 2010-2012

(%)

2010 80 Triliun - 2011 120 Triliun 33% 2012 138 Triliun 13% Sumber: Asosiasi Pengusaha Ritel Indonesia (APRINDO), Data Diolah 2013.

Pesatnya perkembangan retail modern ini didasarkan pada keinginan perusahaan untuk memenuhi kebutuhan pelanggannya. Keunggulan yang dimiliki masing-masing pengusaha ritel ditujukan untuk memenuhi kebutuhan dan keinginan pelanggannya. Perkembangan bisnis ritel di Indonesia diikuti pula oleh perkembangan bisnis ritel di provinsi Lampung lebih tepatnya di kota Bandar Lampung. Sebagai ibu kota dari provinsi Lampung, Bandar Lampung menjadi pusat perkembangan ekonomi yang sangat pesat. Banyak pendatang yang berkunjung ke Bandar Lampung dikarenakan posisi provinsi Lampung yang merupakan penghubung antara pulau Sumatera dan pulau Jawa.

Utami dalam Ramadhan (2012) menjelaskan Supercenter dan hypermarket

merupakan 2 jenis ritel modern yang memiliki luas antara 150.000-300.000 m2. Penekanan utama kepada One Stop Shopping. Berdasarkan kriteria tersebut, terdapat beberapa ritel modern di Bandar Lampung yang memenuhi kriteria tersebut


(25)

5

Tabel 1.3 Data Perusahaan Ritel Modern di Bandar Lampung

No Nama ritel modern Nama Department Store Pemilik Department

Store

1. Mall Kartini Center Point Department Store

PT. CenterPoint Putra Sejahtera

2. Central plaza Lampung Matahari Department Store PT. Matahari Department Store Tbk

3. Chandra Superstore Tanjung Karang

Chandra Department Store Chandra group 4. Chandra Superstore

Teluk Betung

Chandra Department Store Chandra group 5. Mall Lampung Ramayana Department

Store

PT. Ramayana Lestari Sentosa Tbk

6. Bandar Lampung Plaza Ramayana Department Store

PT. Ramayana Lestari Sentosa Tbk

Sumber: Diskoperindag Prov. Lampung, 2012

Meningkatnya retail modern di Bandar Lampung ini mendorong persaingan dunia bisnis yang sangat ketat. Dari sekian banyak perusahaan ritel yang ada di Bandar Lampung hanya Chandra Superstore yang merupakan perusahaan ritel asli yang berasal dari Lampung. Merupakan prestasi tersendiri bagi Chandra Superstore

karena perusahaan ritel tersebut dapat bersaing dengan perusahaan-perusahaan ritel lainnya yang ada di Bandar Lampung yang sudah bertaraf Nasional. Chandra Group sendiri saat ini telah memiliki 6 supermarket & Departement Store dan 21 Chamart (mini market). Chandra Superstore berada dibawah naungan Chandra Group, didirikan pada 7 Januari 1998.

Ritel modern yang beralamat di Jl. Hayam Wuruk – Pemuda I Tanjung Karang Bandar Lampung menjadi merupakan pusat perbelanjaan di Bandar Lampung yang menyediakan berbagai macam kebutuhan sehari-hari dari kebutuhan primer (makanan, minuman, pakaian, dan lain-lain), kebutuhan sekunder (peralatan rumah tangga, peralatan elektronik, dan lain-lain), hingga kebutuhan tersier (mobil mewah).


(26)

Ritel modern dewasa ini mengutamakan konsep kenyamanan, kemanan, kebersihan lokasi, kualitas produk yang baik, serta kelengkapan dan variasi produk untuk bersaing dalam industri ritel di Indonesia. Berdasarkan konsep tersebut, memberikan pengaruh yang besar bagi Chandra Superstore. Keunggulan yang dapat dilihat secara nyata dari Chandra Superstore adalah tempatnya yang strategis yang berada di pusat kota dengan fasilitas yang terbaik, tempatnya yang sangat luas dan besar menjadikan Chandra Superstore sebagai pilihan utama masyarakat Bandar Lampung dalam menentukan tempat berbelanja.

Kegiatan pemasaran saat ini tidak bisa lepas dari perilaku konsumen yang menjadi target pasar suatu perusahaan. Perusahaan harus bisa mengenali karakter konsumen agar konsumen tersebut dapat menjadi pembeli yang potensial. Akibat persaingan tersebut menyebabkan semakin memanasnya iklim persaingan di antara pengusaha yang bergerak dalam bisnis eceran, seperti harga yang kian murah, layanan barang, layanan yang paling baik dan lokasi yang strategis.

Pada saat ini dalam perilaku pelanggan telah terjadi pergeseran perilaku (perubahan perilaku). Perilaku orang yang berbelanja dengan terencana menjadi tidak terencana. Sebagian besar konsumen Indonesia memiliki karakter

unplanned. Mereka biasanya suka bertindak “last minute”. Jika berbelanja, mereka sering menjadi impulse buyer. Impulse buying merupakan tindakan membeli yang sebelumnya tidak diakui secara sadar sebagai hasil dari pertimbangan, atau niat membeli yang terbentuk sebelum memasuki toko. Atau bisa juga dikatakan suatu desakan hati yang tiba-tiba dengan penuh kekuatan,


(27)

7

bertahan dan tidak direncanakan untuk membeli sesuatu secara langsung, tanpa banyak memperhatikan akibatnya (Mowen dan Minor, 2002).

Menurut survey yang dilakukan AC Nielsen (2007) ternyata 85 % pembelanja di ritel modern Indonesia cenderung berbelanja sesuatu yang tidak direncanakan. Fenomena impluse buying tidak hanya terjadi di Indonesia, tapi juga di negara-negara lain. Di negara-negara seperti India, dimana keberadaan pasar modern masih terbatas, pembelanja lebih berdisiplin untuk berbelanja sesuai dengan rencana. Indeks rata-ratanya mencapai 28% dibandingkan dengan Indonesia yang hanya 15%, namun impulse buying di Indonesia cenderung lebih besar dibandingkan dengan negara-negara lain di Asia Tenggara (Setiawan, 2007).

Terjadinya impulse buying pada konsumen dapat dipengaruhi oleh banyak faktor eksternal. Beberapa faktor eksternal yang mempengaruhi terjadinya impulse buying diantaranya adalah respon lingkungan belanja dan kualitas layanan. Penelitian yang dilakukan oleh Semuel (2005) bahwasanya pengaruh respon lingkungan belanja berpengaruh positif terhadap pembelian impulsif (impulse buying). Sama hal nya seperti Semuel (2005) penelitian Park dan Lennon (2006) juga mengemukakan bahwa respon lingkungan belanja memengaruhi pembelian impulsif. Dari hasil penelitian tersebut memperlihatkan bahwa lingkungan toko dan pelayan toko di dalam toko ritel mampu memengaruhi pembelian impulsif.

Begitu pun penelitian yang dilakukan oleh Koski dalam Kharis (2011) menunjukkan bahwa kualitas layanan mempengaruhi pembelian impulsif (impulse buying). Didalam kualitas layanan sendiri terdapat 5 dimensi service quality (SERVQUAL) yaitu, Keandalan (Reliablility), Keresponsifan (Responsiveness),


(28)

Jaminan (Assurance), Bukti Fisik (Tangibles), Empathy. Didalam kuesioner sendiri hanya 4 dari 5 dimensi yang dimasukan yaitu, Keandalan (Reliablility), Keresponsifan (Responsiveness), Jaminan (Assurance), Empathy, dikarenakan yang meliputi Bukti Fisik adalah fasilitas gedung, teknologi dan penampilan pramuniaganya. Yang terlihat jelas di Chandra Departement Store pramuniaganya tidak menggunakan teknologi apapun. Fasilitas gedung dan penampilan pramuniaganya kemungkinan besar sangat tidak mempengaruhi para pengunjung untuk melakukan pembelian impulsif.

Tidak hanya respon lingkungan belanja dan kualitas layanan yang mempengaruhi terjadinya impulse buying adalah shopping lifestyle sendiri merupakan cara seseorang untuk mengalokasikan waktu dan uang untuk membeli berbagai produk, karena itu kemungkinan besar konsumen rela menghabiskan uang nya demi membeli suatu produk yang pada akhirnya akan cenderung lebih mudah terjadinya impulse buying.

Dan faktor eksternal yang paling mempengaruhi konsumen dalam melakukan

impulse buying adalah promosi yang dilakukan ritel tersebut atau yang biasa di sebut sebagai in-store promotion. Didalam in-store promotion Lewison dan Delozier (1989) menjelaskan terdapat 5 jenis promosi yang biasanya dilakukan oleh para peritel yaitu, iklan (advertising), promosi penjualan (sales promotion), penjualan personal (personal selling), display toko (store display) dan publisitas (publicity). Tetapi dalam penelitian ini, hanya iklan (advertising), promosi penjualan (sales promotion), penjualan personal (personal selling), display toko (store display) yang dipilih, dikarenakan publisitas (publicity) adalah salah satu


(29)

9

cara ritel mempromosikan produk mereka tetapi menggunakan media cetak dan elektronik. Seperti yang dijelaskan oleh Boone & Kurtz (2002) mendefinisikan publisitas (publicity) adalah rangsangan umum terhadap permintaan untuk sebuah produk, jasa, tempat, ide, acara, orang, atau organisasi melalui penempatan, berita-berita penting pada media cetak dan elektronik. Seperti penelitian yang dilakukan Yusriyati (2008) menjelaskan bahwa kegiatan promosi yang dilakukan di dalam toko memiliki pengaruh besar terhadap pembelian impulsif.

Pada dasarnya banyak faktor eksternal yang mempengaruhi konsumen untuk mengambil keputusan melakukan pembelian yang tidak terencana atau pembelian impulsif (impulse buying). Berdasarkan latar belakang tersebut maka peneliti mengambil judul penelitian sebagai berikut:

“Pengaruh Respon Lingkungan Belanja, Shopping Lifestyle, In-store Promotion dan Kualitas Layanan terhadap Impulse Buying Studi pada Chandra Department Store Bandar Lampung“

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas, maka rumusan masalah sebagai berikut:

1. Seberapa besar pengaruh respon lingkungan belanja terhadap pembelian impulsif (impulse buying)?

2. Seberapa besar pengaruh shopping lifestyle terhadap pembelian impulsif (impulse buying)?

3. Seberapa besar pengaruh in-store promotion terhadap pembelian impulsif (impulse buying)?


(30)

4.

Seberapa besar pengaruh kualitas layanan terhadap pembelian impulsif (impulse buying)?

5.

Seberapa besar pengaruh respon lingkungan belanja, shopping lifestyle, in-store promotion dan kualitas layanan terhadap pembelian impulsif (impulse buying)?

1.3 Tujuan Penelitian

Berdasarkan latar belakang dan rumusan masalah diatas, maka tujuan penelitian ini adalah untuk:

1. Mengetahui dan menginterpretasikan besarnya pengaruh respon lingkungan belanja terhadap pembelian impulsif (impulse buying)

2. Mengetahui dan menginterpretasikan besarnya pengaruh shopping lifestyle

terhadap pembelian impulsif (impulse buying)

3. Mengetahui dan menginterpretasikan besarnya pengaruh in-store promotion terhadap pembelian impulsif (impulse buying)

4.

Mengetahui dan menginterpretasikan besarnya pengaruh kualitas layanan

terhadap pembelian impulsif (impulse buying).

5.

Mengetahui dan menginterpretasikan besarnya pengaruh respon lingkungan belanja, shopping lifestyle, in-store promotion dan kualitas layanan terhadap pembelian impulsif (impulse buying).


(31)

11

1.4 Kegunaan Penelitian

Berdasarkan tujuan penelitian diatas, maka kegunaan yang diharapkan adalah sebagai berikut:

1. Secara teoritis

a. Untuk memperkaya bahan bacaan di perpustakaan dalam menambah ilmu pengetahuan.

b. Penelitian ini dapat menambah pengetahuan tentang faktor-faktor yang secara potensial dapat menyebabkan konsumen melakukan impulse buying.

2. Secara praktis

Kegunaan praktis dari hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi salah satu referensi atau bahan pertimbangan dan evaluasi bagi pihak manajemen perusahaan yaitu Chandra Superstore di Lampung, dalam menentukan pengembangan dan arah kebijakan perusahaan di masa yang akan datang.


(32)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Landasan Teori

Pemasaran merupakan salah satu dari kegiatan pokok yang dilakukan oleh para pengusaha dalam usahanya untuk mempertahankan kelangsungan perusahaan untuk berkembang dan mendapat laba. Kotler dan Amstrong (2001) pemasaran adalah sesuatu yang meliputi seluruh sistem yang berhubungan dengan tujuan untuk merencanakan dan menentukan harga sampai dengan mempromosikan dan mendistribusikan barang dan jasa yang bisa memuaskan kebutuhan pembeli aktual maupun potensial. Peran ritel adalah sebagai saluran distribusi yang menghubungkan produsen kepada konsumen. Perilaku konsumen yang menarik di dalam toko ritel adalah adanya perilaku pembelian impulsif (impulse buying).

Perilaku belanja impulsif merupakan fenomena yang memberikan banyak kontribusi meningkatnya pendapatan untuk toko-toko ritel. Sewaktu masuk ke dalam toko konsumen biasanya mengambil keputusan bersifat mendadak dan spontan karena tertarik melihat barang-barang dagangan yang terpajang menarik, sehingga tanpa memikirkan konsekuensi selanjutnya. Ada banyak faktor yang mendukung terjadinya pembelian impulsif, dan berikut merupakan penjelasan mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi pembelian impulsif (impulse buying).


(33)

13

2.1.1 Perilaku Konsumen

Memahami perilaku konsumen tidaklah mudah. Terkadang mereka tidak memahami motivasi mereka secara mendalam, sehingga sering pula mereka mengubah pikiran mereka pada menit-menit terakhir sebelum akhirnya melakukan keputusan pembelian. Karena itu pemasar perlu mempelajari keinginan, persepsi, preferensi dan perilakunya dalam berbelanja. Istilah perilaku kosumen erat hubungannya dengan objek yang studinya diarahkan pada permasalahan manusia.

The American Marketing Association dalam Setiadi (2003) mendefiisikan perilaku konsumen merupakan interaksi dinamis antara afeksi & kognisi, perilaku dan lingkungannya dimana manusia melakukan kegiatan pertukaran dalam hidup mereka. Menurut Setiadi (2003) untuk memahami kosumen dan mengembangkan strategi pemasaran yang tepat harus memahami apa yang mereka pikirkan (kognisi) dan mereka rasakan (pengaruh), apa yang mereka lakukan (perilaku) dan apa serta dimana (kejadian di sekitar) yang mempengaruhi serta dipengaruhi oleh apa yanng dipikirkan, dirasakan, dan dilakukan konsumen. Sumarwan (2002) menjelaskan bahwa perilaku konsumen merupakan proses pengambilan keputusan dan aktivitas fisik dalam mengevaluasi, memperoleh, menggunakan dan menghabiskan barang atau jasa. Perilaku konsumen dapat didefinisikan sebagai perilaku yang menampilkan konsumen dalam mencari, membeli, menggunakan, mengevaluasi, dan membuang produk dan jasa yang mereka harapkan akan memuaskan kebutuhan mereka (Kotler, 2001).

Sopiah dan Syihabudhin (2008) menjelaskan perlunya mempelajari perilaku konsumen :


(34)

a. Konsumen dengan perilakunya (terutama perilaku beli) adalah wujud dan kekuatan tawar yang merupakan salah satu kekuatan kompetitif yang menentukan intensitas persaingan dan profitabilitas perusahaan.

b. Analisi konsumen adalah landasan manajemen pemasaran yang akan membantu manajer dalam :

1) Merancang bauran pemasaran. 2) Menetapkan segmentasi.

3) Merumuskan posisioning dan pembedaan produk. 4) Memformulasikan analisis lingkungan bisnisnya. 5) Mengembangkan riset pemasarannya.

6) Mengembangkan produk baru maupun inovasi produk lama.

c. Analisis konsumen memainkan peran penting dalam pengembangan kebijakan publik

d. Pengetahuan mengenai perilaku konsumen bisa meningkatkan kemampuan pribadi seseorang untuk menjadi konsumen yang lebih efektif.

e. Analisis konsumen memberikan pemahaman tentang perilaku manusia.

2.1.2 Pembelian Impulsif (Impulse buying)

Pembelian impulsif didefinisikan sebagai tindakan membeli yang sebelumnya tidak diakui secara sadar sebagai hasil dari suatu pertimbangan, atau niat membeli yang terbentuk sebelum memasuki toko (Mowen dan Minor, 2002). Pembelian impulsif adalah adalah satu yang mendorong calon pelanggan untuk bertindak karena daya tarik atas sentimen atau gairah tertentu (Manning dan Reece, 2001). Daya tarik disini berkaitan dengan pemajangan barang yang menarik sehingga seseorang berhasrat untuk melakukan suatu pembelian. Dari definisi ini terlihat bahwa impulse buying merupakan sesuatu yang alamiah dan merupakan reaksi cepat. Impulse buying terjadi pada saat konsumen masuk ke toko ritel dan ternyata membeli produk ritel itu tanpa merencanakan sebelumnya. Menurut Mowen dan Minor (2002) definisi pembelian impulsif (impulse buying) adalah tindakan


(35)

15

membeli yang dilakukan tanpa memiliki masalah sebelumnya atau maksud/niat membeli yang terbentuk sebelum memasuki toko. Intinya pembelian impulsif dapat dijelaskan sebagai pilihan yang dibuat pada saat itu juga karena perasaan positif yang kuat mengenai suatu benda.

Verplanken & Herabadi (2001) mengatakan terdapat dua elemen penting dalam

impulse buying yaitu: 1. Kognitif

Elemen ini fokus pada konflik yang terjadi pada kognitif individu yang meliputi:

a. Tidak mempertimbangan harga dan kegunaan suatu produk b. Tidak melakukan evaluasi terhadap suatu pembelian produk

c. Tidak melakukan perbandingan produk yang akan dibeli dengan produk yang mungkin lebih berguna.

2. Emosional

Elemen ini fokus pada kondisi emosional konsumen yang meliputi : a. Timbulnya dorongan perasaan untuk segera melakukan pembelian. b. Timbul perasaan senang dan puas setelah melakukan pembelian.

Lebih jauh pembelian yang merencanakan untuk membeli produk tetapi belum memutuskan fitur dan merek yang dibutuhkan dapat juga dikelompokkan sebagai pembeli impulsif (Rook, 1985). Selanjutnya menurut Rook, (1985), dalam situasi seperti ini, konsumen akan menggunakan toko ritel dan promosi penjualan sebagai alat mendapatkan informasi, mngembangkan alternatif, membandingkan produk, kemudian melakukan keputusan pembelian yang diinginkan.

Menurut Mowen dan Minor (2002) pembelian impulsif adalah tindakan membeli yang sebelumnya tidak diakui secara sadar sebagai hasil dari pertimbangan, atau niat membeli yang terbentuk sebelum memasuki toko. Menurut penelitian Rook dalam Engel et al (1995), pembelian impulsif mungkin memiliki satu atau lebih karakteristik berikut ini:


(36)

1. Pembelian ini tidak diharapkan dan memotivasi konsumen untuk membeli sekarang, sering sebagai respons terhadap stimulasi visual yang langsung di tempat penjualan.

2. Dorongan untuk membeli dengan segera. Ada motivasi untuk mengesampingkan semua yang lain dan bertindak dengan seketika.

3. Kesenangan dan stimulasi. Desakan mendadak untuk membeli sering disertai dengan emosi.

4. Ketidak pedulian akan akibat. Desakan untuk membeli dapat menjadi begitu sulit ditolak sehingga akibat yang mungkin negatif diabaikan.

Rook dan Fisher (1985) mendefinisikan impulse buying sebagai kecenderungan konsumen untuk membeli secara spontan, sesuai dengan suasana hati. Seperti yang sebagian besar orang alami mereka seringkali berbelanja melebihi apa yang direncanakan semula Adapun tipe-tipe dari pembelian tidak terncana menurut Stern (1962) :

a. Pure Impulse (pembelian Impulse murni)

Sebuah pembelian menyimpang dari pola pembelian normal. Tipe ini dapat dinyatakan sebagai novelty / escape buying.

b. Suggestion Impulse (Pembelian impuls yang timbul karena sugesti)

Pada pembelian tipe ini, konsumen tidak mempunyai pengetahuan yang cukup terlebih dahulu tentang produk baru, konsumen melihat produk tersebut untuk pertama kali dan memvisualkan sebuah kebutuhan untuk benda tersebut.

c. Reminder Impulse (pembelian impulse karena pengalaman masa lampau) Pembeli melihat produk tersebut dan diingatkan bahwa persediaan di rumah perlu ditambah atau telah habis.

d. Planned Impulse (Pembelian impulse yang terjadi apabila kondisi penjualan tertentu diberikan)

Tipe pembelian ini terjadi setelah melihat dan mengetahui kondisi penjaulan. Misalnya penjualan produk tertentu dengan harga khusus, pemberian kupon dan lain-lain. Menurut Rook dalam Engel et al (1995), impulse buying memiliki beberapa karakteristik, yaitu sebagai berikut :


(37)

17

1) Spontanitas

Pembelian ini tidak diharapkan dan memotivasi konsumen untuk membeli sekarang, sering sebagai respons terhadap stimulasi visual yang langsung ditempat penjualan.

2) Kekuatan, kompulsi, dan intensitas

Mungkin ada motivasi untuk mengesampingkan semua yang lain dan bertindak seketika.

3) Kegairahan dan stimulasi

Desakan mendadak untuk membeli sering disertai emosi yang dicirikan sebagai “menggairahkan”,”menggetarkan” atau “liar”.

4) Ketidak pedulian akan akibat

Desakan untuk membeli dapat menjadi begitu sulit ditolak sehingga akibat yang mungkin negatif diabaikan.

Maka dapat disimpulkan bahwa impulse buying merupakan sebagai pilihan yang dibuat pada saat itu juga karena perasaan positif yang kuat mengenai suatu produk. Ada banyak faktor yang memicu terjadinya pembelian secara impulsif (impulse buying), beberapa diantaranya adalah faktor respon lingkungan belanja, faktor gaya hidup berbelanja, faktor in-store promotion dan faktor kualitas layanan.

2.1.2.1Lingkungan belanja (store environment)

Peter & Olson (2000) lingkungan belanja (store environment) adalah semua karakteristik fisik dan sosial dari dunia eksternal konsumen, termasuk didalamnya objek fisik (produk dan toko), hubungan keruangan (lokasi toko dan produk toko), dan perilaku sosial orang lain (siapa yang berada disekitar dan apa yang mereka lakukan). Lingkungan Belanja (Store environment) lingkungan yang relatif tertutup yang dapat menimbulkan dampak berarti pada afeksi, kognisi dan perilaku konsumen. Dune & Lusch (2005) lingkungan belanja (Store


(38)

environment) merupakan unsur yang penting dalam retailing mengingat bahwa 70% dari pembelian ternyata merupakan impulse buying atau pembelian yang tidak direncanakan. Situasi pembelian mengacu pada latar belakang dimana konsumen memperoleh produk dan jasa, pengaruh situasi sangat lazim selama pembelian. Melalui elemen-elemen yang ada yang ada di dalam lingkunga belanja (store environmen)t, pemasar dapat menciptakan stimuli-stimuli yang akan memicu atau mengerakkan pelanggan untuk membeli lebih banyak barang diluar yang mereka rencanakan.

A. Respon lingkungan belanja

Mehrabian and Russel (1984) menyatakan bahwa respons afektif lingkungan atas perilaku pembelian dapat diuraikan oleh 3 (tiga) variabel yaitu:

1) Senang (pleasure)

Senang (pleasure) adalah suatu bentuk kesenangan yang diukur atas penilain reaksi lisan ke lingkungan. Senang (pleasure) mengacu pada tingkat dimana individu merasakan baik, penuh kegembiraan, bahagia yang berkaitan dengan situasi tersebut. Senang (pleasure) mengacu pada sejauh mana konsumen merasa meluap-luap.

2) Bergairah (Arousal)

Bergairahan (arousal) ialah suatu respon lingkungan yang dimana individu merasakan tertarik, siaga atau aktif. Arousal lahir dari stimulus yang diberikan oleh lingkunga. Bergairahan (arousal) mengacu pada tingkat dimana seseorang merasakan siaga, digairahkan, atau situasi aktif.Arousal adalah keadaan

perasaan yang menggambarkan situasi sosial. Bergairahan (arousal) waspada, atau aktif di dalam toko.

3) Menguasai (Dominance)

Dominance ditandai oleh perasaan yang direspon konsumen saat mengendalikan atau dikendalikan oleh lingkungan (interaksi). Perasaan

dominance ditandai dengan laporan responden yang merasa dikendalikan dan dipengaruhi serta sebaliknya. Mengasu pada sejauh mana konsumen merasa dikontrol atau bebas berbuat sesuatu dalam toko.


(39)

19

B. Hubungan antara Respon Lingkungan Belanja dan Pembelian Impulsif

Secara umum, konsumen telah merencanakan apa yang hendak dibeli. Pola belanja konsumen yang lain yaitu pembelian tidak terencana. Sebuah faktor kunci menjelaskan kebiasaan konsumen impulsif dipertinggi oleh emosi arousal (Rook, 1987). Respon lingkungan belanja (pleasure, arousal, dan dominance) dalam lingkungan yang menyenangkan dapat berubah menjadi pembelian tidak terencana. Beberapa penelitian terdahulu yang dilakukan oleh mugiati (2003), Semuel (2005) dan Hidayat (2012) tentang hubungan respon lingkungan belanja dan impulse buying menyatakan bahwa respon lingkungan belanja berpengaruh positif terhadap impulse buying.

2.1.2.2 Gaya Hidup

Untuk merencanakan program pemasaran, yaitu mulai dari merancang produk, mengkomunikasikannya kepada konsumen dan mendistribusikannya kepada pemakai akhir, pemasar dapat menggunakan faktor gaya hidup. Jadi, gaya hidup seseorang juga bisa dilihat pada apa yang disenangi dan disukainya. Gaya hidup ditunjukan oleh perilaku tertentu sekelompok orang atau masyarakat yang menganut nilai-nilai dan tata hidup yang hampir sama.

Gaya hidup seseorang juga bisa ditunjukan dengan melihat pada pendapatnya terhadap obyek tertentu. Gaya hidup seseorang adalah pola hidup di dunia yang diekspresikan oleh kegiatan, minat dan pendapatan seseorang. Gaya hidup menggambarkan “seseorang secara keseluruhan” yang berinteraksi dengan lingkungan. Setiadi (2003) gaya hidup secara luas diidentifikasikan sebagai cara


(40)

hidup yang diidentifikasikan oleh bagaimana orang menghabiskan waktu mereka (aktivitas) apa yang mereka anggap penting dalam lingkungannya (ketertarikan) dan apa yang mereka pikirkan tentang diri mereka sendiri dan juga dunia disekitarnya (pendapat).

A. Shopping lifestyle

Menurut Japarianto & Sugiharto (2009) Shopping lifestyle secara luas diidentifikasikan sebagai cara hidup yang diidentifikasikan oleh bagaimana orang menghabiskan waktu mereka, apa yang mereka pikirkan tentang diri mereka sendiri dan juga dunia disekitarnya. Shopping lifestyle mengacu pada pola konsumsi yang mencerminkan pilihan seseorang tentang bagaimana cara menghabiskan waktu dan uang (Lumintang, 2012). Dalam arti ekonomi, shopping lifestyle menunjukkan cara yang dipilih oleh seseorang untuk mengalokasikan pendapatan, baik dari segi alokasi dana untuk berbagai produk dan layanan, serta alternatif-alternatif tertentu dalam pembedaan kategori serupa (Zablocki dan Kanter, 1976).

Berdasarkan beberapa definisi di atas, dapat disimpulkan bahwa shopping lifestyle

adalah cara seseorang untuk mengalokasikan waktu dan uang untuk berbagai produk, layanan, teknologi, fashion, hiburan dan pendidikan. Shopping lifestyle ini juga ditentukan oleh beberapa faktor antara lain sikap terhadap merek, pengaruh iklan dan kepribadian.


(41)

21

B. Hubungan antara shopping lifestyle dan pembelian impulsif

Lifestyle dari masa ke masa dan shopping menjadi salah satu lifestyle yang paling digemari, untuk memenuhi lifestyle ini masyarakat rela mengorbankan sesuatu demi mencapainya dan hal tersebut cenderung mengakibatkan impulse buying. Ketika terjadi pembelian impulsif akan memberikan pengalaman emosional lebih dari pada rasional, sehingga tidak dilihat sebagai suatu sugesti, dengan dasar ini maka pembelian impulsif lebih dipandang sebagai keputusan rasional dibanding irasional. Berdasarkan hasil penelitian Japarianto & Sugiharto (2009) dan Lumintang (2012) shopping lifestyle berpengaruh signifikan terhadap pembelian impulsif.

2.1.2.3 Promosi (promotion)

Boone & Kurtz (2002) promosi (promotion) terdiri dari dua komponen aktivitas, aktivitas penjualan pribadi dan penjualan non pribadi yang dikombinasikan oleh pemasar untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan dari pelanggan yang menjadi target perusahaan dan untuk mengkomunikasikan pesannya secara efektif dan efisien kepada konsumen. Pemasar mengembangkan promosi (promotion) untuk mengkomunikasikkan informasi tentang produk mereka dan mempengaruhi konsumen untuk membelinya. Pada penelitian yang dilakukan oleh Semuel (2005) promosi secara positif dan signifikan mampu mendorong mereka untuk melakukan pembelian yang tidak direncanakan.


(42)

Boone & Kurtz (2002) menjelaskan 5 tujuan dari promosi (promotion) adalah: a) Menyediakan informasi

Pemasar berusaha menyediakan informasi suatu produk untuk para konsumen agar konsumen mengetahui informasi yang terkandung didalam produk tersebut.

b) Mendiferensiasikan sebuah produk

Pemasar biasanya mengembangkan strategi-strategi promosi untuk

mendiferensiasikan produk dan jasa perusahaan mereka dengan produk-produk dan jasa-jasa pesaing.

c) Menaikkan penjualan

Menaikkan volume penjualan adalah tujuan paling umum dari suatu strategi promosi. Beberapa strategi berkonsentrasi pada merangsang permintaan primer, walaupun sebagian besarnya berfokus pada permintaan selektif. d) Menstabilkan penjualan

Stabilisasi penjualan adalah tujuan lain dari strategi promosi. Perusahaan biasanya mempromosikan kontes penjualan selama periode penurunan penjualan dan memotivasi tenaga penjualan dengan menawarkan hadiah-hadiah.

e) Menonjolkan nilai produk

Sejumlah strategi promosi ditujukan untuk menonjolkan nilai produk dengan menjelaskan manfaat-manfaat kepemilikan dari produk yang kurang dikenali kepada pembeli.

A. In-store Promotion

Tidak banyak yang menyangkal bahwa promosi secara efektif mempengaruhi perilaku konsumen. Lewison dan Delozier (1989) mengemukakan dalam industri ritel, bauran promosi terdiri dari periklanan (advertising), promosi penjualan (sales promotion), penjualan personal (personal selling), dan display toko (store display). Keempat jenis promosi tersebut bersama-sama menjadi bagian dari sebuah bauran promosi yang ingin dikelola secara strategis oleh para pemasar untuk dapat mencapai tujuan organisasi.


(43)

23

1. Iklan (advertising)

Peter & Olson (2000) Iklan adalah penyajian informasi nonpersonal tentang suatu produk, merek, perusahaan, atau toko yang dilakukan dengan bayaran tertentu. Kotler, et al (2000) iklan adalah presentasi dan promosi dalam bentuk apa pun mengenai suatu ide atau sesuatu barang perdagangan ataupun jasa, oleh sponsor yang telah dikenal. Pada iklan biasanya ditampilkan perusahaan yang mensposorinya. Iklan ditujukan untuk mempengaruhi afeksi dan kognisi konsumen. Park, et al (1986) dalam prakteknya, iklan telah dianggap sebagai manajemen citra (image management) menciptakan dan memelihara citra dan maksa dalam benak konsumen.

Tujuan utama iklan adalah bagaimana mempengaruhi perilaku pembelian konsumen. Iklan dapat ditampilkan melalui berbagai macam media seperti TV, radio, media cetak (majalah, surat kabar), papan billboard, papan tanda dan macam-macam media lain seperti balon udara. Terdapat tiga tujuan utama dari periklanan, yaitu menginformasikan, membujuk, dan mengingatkan.

2. Promosi penjualan (Sales promotion)

Iklan menawarkan alasan untuk membeli, sedangkan promosi penjualan menawarkan intentif untuk membeli. Para ahli mendefinisikan promosi penjualan (sales promotion) sebagai suatu kegiatan pemasaran yang berfokus pada tindakan yang tujuannya adalah mendapatkan dampak langsung pada perilaku seorang konsumen perusahaan.


(44)

Ma’ruf (2005) mengatakan sales promotion adalah program promosi peritel dalam rangka mendongkrak terjadinya penjualan atau untuk meningkatkan penjualan atau dalam rangka mempertahankan minat pelanggan untuk tetap berbelanja padanya. Promosi penjualan adalah sebuah kegiatan atau materi (atau keduanya) yang bertindak sebagai ajakan, memberikan nilai tambah atau insentif untuk membeli produk, kepada para pengecer, penjualan atau konsumen. (Lee dan Johnson, 1999). Definisi lain diungkapkan oleh Marbun (2003) Promosi Penjualan (Sales Promotion) adalah cara yang digunakan perusahaan bersama-sama dengan bauran pemasaran yang lain (iklan, penjualan perorangan dan lain-lain) untuk meningkatkan penjualan produk-produk mereka. Selanjutnya Lovelock dan Wirtz (2004) Sales promotion for service firms may take such forms as samples, coupons and other discounts, gift,sign-uprebates, and prize promotions. Artinya sales promotion yang dikemukakan di atas lebih menekankan pada jasa bukan barang. Jasa dalam hal ini berkaitan dengan layanan yang diberikan suatu perusahaan pada konsumen yang membeli.

Peter & Olson (1999) menjelaskan ada beberapa jenis promosi penjualan (sales promotion), berikut merupakan penjelasannya:

a) Contoh gratis/sampel (sampling)

Sampel produk yang diberikan secara cuma-cuma yang tujuannya adalah memberikan gambaran baik dalam manfaat, rupa ataupun bau dari produk yang dipromosikan. Konsumen diberi contoh dalam jumlah yang lebih kecil atau bahkan dalam porsi yang sama dengan yang akan dijual, baik gratis maupun dengan harga nominal.

b) Potongan Harga (discount)

Konsumen diberi potongan harga dari harga normal. Potongan harga (discount) merupakan kebijakan pengurangan harga yang dilakukan pemasar yang diberikan kepada konsumen pada waktu-waktu tertentu guna menarik perhatian dan merangsang hasrat konsumen untuk membeli produk tertentu dengan sesegera mungkin.


(45)

25

c) Undian dan kontes (sweepstakes and contests)

Konsumen diberikan kesempatan untuk memenangkan uang tunai atau hadiah melalui undian atau permainan ketangkasan. Kontes adalah kegiatan kompetisi yang memperebutkan hadiah yang disediakan dengan cara memenangkan permainan (game) yang biasanya materi perlombaan berkaitan dengan nilai suatu produk.

d) Hadiah (premium)

Jumlah belanja menjadi faktor untuk memperoleh hadiah. Caranya adalah diberikan langsung tanpa menunggu jumlah poin tertentu dan hadiah diberikan bersama-sama dengan pembelian produk.

e) Kupon (coupons)

Kupon adalah bentuk reward yang diberikan peritel secara umum dengan memilki kriteria sesuai ketentuan yang diterapkan perusahaan. Para pembeli yang memiliki kupon dapat menggunakannya untuk berbelanja di gerai ritel yang bersangkutan dan mendapatkan diskon. Konsumen mendapatkan potongan beberapa harga atau intensif jika membeli produk tertentu.

f) Frequent shoper program

Program pelanggan setia para pelanggan diberi poin atau diskon berdasarkan banyaknya belanja mereka. Jika dalam bentuk poin, poin itu dikumpulkan hingga mencapai jumlah tertentu yang kemudian dapat ditukarkan dengan barang.

3. Penjualan Personal (personal selling)

Penjualan personal merupakan alat promosi yang sifatnya secara lisan, baik kepada seseorang maupun lebih calon pembeli dengan maksud untuk menciptakan terjadinya transaksi pembelian yang saling menguntungkan bagi kedua belah pihak, dengan menggunakan manusia sebagai alat promosinya (Arifianti, 2009). Boone & Kurtz (2002) mendefinisikan Penjualan personal (personal selling) adalah bentuk dasar dari promosi: presentasi promosi tatap muka langsung kepada seorang calon pembeli. Penjualan personal melibatkan interaksi personal langsung antara seorang pembeli potensial dengan seorang salesman.

Peter & Olson (2000) mengatakan penjualan personal dapat menjadi metode promosi yang hebat paling tidak untuk dua alasan berikut. Pertama, komunikasi personal dengan salesman dapat meningkatkan keterlibatan konsumen dengan


(46)

produk dan/atau proses pengambilan keputusan. Konsumen dapat lebih termotivasi untuk masuk dan memahami informasi yang disajikan salesman tentang suatu produk. Kedua, situasi komunikasi saling silang/interaktif memungkinkan salesman mengadaptasi apa yang disajikan agar sesuai dengan kebutuhan informasi setiap pembeli potensial.

Ritel seperti hypermarket biasanya menggunakan Sales Promotion Girl

(pramuniaga) sebagai orang pertama yang berinteraksi dengan konsumen secara langsung (tatap muka). SPG merupakan faktor yang signifikan meningkatkan total kesan konsumen (Lewison dan Delozier, 1989). Penjualan personal merupakan salah satu alat promosi yang paling efektif terutama dalam bentuk preferensi, keyakinan dan tindakan pembeli. Menurut Saladin (2004) penjualan personal mempunyai enam tugas utama, yaitu:

1) Mencari calon pembeli (prospekting)

Penjualan personal setuju untuk mencari pelanggan bisnis baru yang kemudian dijadikan sebagai pelanggan bisnis potensial bagi perusahaannya.

2) Komunikasi (communicating)

Penjualan personal memberikan informasi yang dibutuhkan oleh pelanggan bisnis tentang produk yang jelas dan tepat.

3) Penjualan (selling)

Penjualan personal harus tahu seni menjual, mendekati kosumen, mempresentasikan produk, menjawab pertanyaan yang diajukan konsumen, dan menutup penjualan.

4) Mengumpulkan informasi (information gathering)

Penjualan personal melakukan riset pasar sehingga mendapatkan informasi tentang pelanggan bisnis dan keadaan pasar serta membuat laporan kunjungan baik yang akan dilakukan maupun yang telah dilakukan.

5) Layanan (servising)

Penjualan personal melakukan layanan kepada konsumen, mengkomunikasikan masalah konsumen dan memberikan bantuan teknis dan melakukan pengiriman.

6) Pengalokasian (allocation)

Penjualan personal setuju untuk memutuskan pelanggan bisnis mana yang akan lebih dulu memperoleh produk bila terjadi kekurangan produk pada produsen.


(47)

27

4. Display Toko (store display)

Peter & Olson (2000) Display toko mempunyai dua tujuan, yaitu pertama adalah untuk mengidentifikasikan suatu toko dengan memajang barang-barang yang ditawarkan, misalnya toko sepatu. Tujuan kedua adalah menarik konsumen untuk masuk. Dalam membuat pajangan yang baik harus dipertimbangkan mengelola ukuran jendela. Jumlah barang yang akan dipajang karena bentuk, tema dan frekuensi penggantiannya. Display yang baik yaitu display yang dapat menarik perhatian pengunjung dan membantu mereka agar mudah mengatasi, memeriksa dan memilih barang-barang dan akhirnya melakukan pembelian. Ketika konsumen masuk ke dalam toko ada banyak yang akan mempengaruhi persepsi mereka pada toko tersebut (Hartanto & Haryanto, 2012).

Menurut Ma’ruf (2005) dalam penataan barang mengenal tiga macam display,

yaitu:

1) Window Display (Penataan bagian depan toko)

Yaitu memajangkan barang-barang, gambar-gambar dan kartu harga, simbol-simbol dibagian depan toko yang disebut etalase. Dengan demikian calon konsumen yang lewat didepan toko-toko diharapkan akan tertarik oleh barang-barang tersebut dan ingin masuk ke dalam toko tersebut.

2) Interior Display (Penataan bagian dalam toko)

Yaitu memajangkan barang-barang, gambar-gambar, kartu-kartu harga atau poster didalam toko. Misalnya dilantai, meja, rak-rak dan sebagainya.

3) Eksterior Display (Penataan bagian luar toko)

Ini dilaksanakan dengan memajangkan barang-barang diluar toko misalnya pada waktu mengadakan obral, pasar malam, bazzar dan lain-lain.

Menurut Ma’ruf (2005) pada umumnya di dalam ritel modern dapat ditemukan berbagai macam jenis store display, yaitu:

a) Vertikal Display

Vertikal display adalah cara penataan produk dengan posisi susunan barang tegak dalam rak.


(48)

b) Floor Display

Floor display adalah suatu cara pemajangan produk dengan menggunakan lantai sebagai dasarnya tanpa terikat suatu rak tertentu.

c) Merchandising Mix display

Merchandising mix display yaitu pemajangan untuk menawarkan produk lain kepada pelanggan yang berhubungan dengan produk yang dibelinya, cara pemajangan ini menggabungkan dua atau lebih produk yang saling berhubungan.

d) Impulse buying Product Display

Impulse buying product display merupakan display produk pada tempat strategis yang mudah dijangkau pembeli, biasanya berada di daerah dekat dengan kasir.

e) Ends Display

End display adalah pameran atau pemajangan barang di ujung lorong atau gondola. Tempat ini sangat cocok untuk produk-produk yang high impulse atau produk yang memiliki margin cukup besar.

f) Special Display

Special display atau display produk secara khusus biasanya digunakan untuk produk-produk musiman atau produk yang dijual secara obral.

g) Island Display

Island display merupakan display barang secara terpisah dan digunakan untuk menarik perhatian pembeli.

h) Cut Cases Display

Cut cases display adalah display barang tanpa gondola atau rak, melainkan menggunakan kotak atau karton kemasan besar yang dipotong dan disusun secara rapi.

i) Jumbled Display

Jumbled display adalah pemajangan barang secara berkumpul dan sembarangan, digunakan untuk barang yang tidak mudah pecah atau rusak, misalnya buah, pakaian, dan sepatu.

j) Multy Product

Multy product yaitu display barang yang diberi harga promosi (bukan obral) dan ditempatkan bersama-sama dengan barang lain yang juga promosi.

B. Hubungan antara in-store promotion dan pembelian impulsif 1. Hubungan antara iklan (advertising) dan pembelian impulsif

Distribusi massa pada self service outlet terhadap pemasangan iklan besar-besaran dan material yang akan didiskon. Hawkins et al (2007) juga menambahkan mengenai ketersediaan informasi dimana hal ini meliputi suatu format yang secara langsung berhubungan dengan penggunaan informasi. Bagaimanapun juga, terlalu


(49)

29

banyak informasi dapat menyebabkan informasi yang berlebihan dan penggunaan informasi berkurang. Dalam penelitian Astuti (2011) iklan berpengaruh signifikan terhadap pembelian impulsif (impulse buying). Pemasangan iklan, pembelian barang yang dipamerkan, website, penjaga toko, paket-paket, konsumen lain, dan sumber yang bebas seperti laporan konsumen adalah sumber utama dari informasi konsumen.

2. Hubungan antara promosi penjualan (sales promotion) dan pembelian impulsif

Promosi penjualan (sales promotion) adalah suatu kegiatan perusahaan untuk menjajakan produk yang dipasarkan sedemikian rupa sehingga konsumen akan lebih mudah untuk melihatnya dan bahkan dengan cara penempatan dan pengaturan (Lubis, 2004). Promosi penjualan (sales promotion) merupakan program penawaran khusus dalam jangka pendek yang dirancang untuk memikat para konsumen yang terkait agar mengambil keputusan pembelian yang positif. Berdasarkan penelitian Hidayat (2012) dan Arifianti (2009) promosi penjualan (sales promotion) berdampak positif bagi konsumen karena memberikan daya tarikkepada konsumen untuk melakukan pembelian impulsif.

3. Hubungan antara penjualan personal (personal selling) dan pembelian impulsif

Kegiatan penjualan personal (personal selling) merupakan bagian dari kegiatan promosi yaitu cara untuk memperkenalkan dan menarik minat konsumen terhadap produk yang ditawarkan secara tatap muka. Promosi ini merupakan salah satu


(50)

variabel di dalam marketing mix yang sangat penting untuk dilaksanakan oleh perusahaan dalam menawarkan produknya.

4. Hubungan antara display toko (store display) dan pembelian impulsif

Posisi barang yang dipamerkan dan lokasi toko yang menonjol turut mempengaruhi impulse buying. Hawkins et al (2007) juga menambahkan bahwa jumlah, lokasi, dan jarak antara toko barang eceran di pasar mempengaruhi jumlah kunjungan konsumen ke toko sebelum pembelian. Karena kunjungan ke toko membutuhkan waktu energi, dan uang, jarak kedekatan dari toko seringkali akan meningkatkan aspek ini dari pencarian di luar.

2.1.2.4 Layanan

Layanan adalah kunci keberhasilan berbagai usaha atau kegiatan dalam menjalankan suatu usaha (Istianto & Tyar, 2011). Perannya akan sangat lebih besar dan bersifat menentukan manakala dalam kegiatan-kegiatan di masyarakat terdapat kompetisi didalam merebut pangsa pasar atau langganan. Menurut Istianto dan Tyar (2011) dengan adanya kompetisi seperti ini maka akan menimbulkan dampak positif dalam perusahaan, yaitu mereka bersaing dalam pelaksanaan layanan, melalui berbagai cara, tehnik dan metode yang dapat menarik lebih banyak orang yang menggunakan atau memakai produk atau jasa yang ditawarkan.

Menurut Moenir (2000) Layanan adalah proses pemenuhan kebutuhan melalui aktivitas orang lain yang langsung. Menurut Supranto (2001) layanan merupakan


(51)

31

suatu kinerja penampilan, tidak berwujud dan cepat hilang, lebih dapat dirasakan daripada dimiliki serta pelanggan dapat berpartisipasi aktif dalam proses penggunaan layanan.

A. Kualitas Layanan

Kualitas merupakan kemampuan sebuah produk atau jasa untuk memuaskan kebutuhan atau tuntutan dari pelanggan Parasuraman et al (2001). Meningkatnya kualitas produk atau jasa merupakan tantangan dari kompetitif kritis yang dihadapi oleh perusahaan yang bergerak di pasar. Ditinjau dari pandangan konsumen, secara subyektif kebanyakan orang mengatakan bahwa kualitas adalah sesuatu yang cocok dengan selera. Produk atau jasa tersebut mempunyai kecocokan penggunaan bagi dirinya. Pandangan lain mengatakan bahwa kualitas adalah barang atau jasa yang dapat menaikkan status pemakai.

Menurut Kotler (2001) kualitas adalah seperangkat gambaran produk yang dapat menimbulkan kepusaan pada pelanggan dan kualitas juga dapat memberikan nilai tambah pada produk. Menurut Lovelock (2001) mendefinisikan kualitas sebagai proses dari sebuah produk. Dalam sebuah proses terdapat input data output, tetapi dalam hal ini input dan output dari layanan adalah orang atau pelanggan sebagai obyeknya.

Menurut Kotler (2001), Kualitas terdiri dari beberapa komponen yaitu teknis, fungsional dan sociery. Menurut Parasuraman et al (2001) disimpulkan bahwa terdapat lima dimensi kualitas layanan Service Quality (SERVQUAL) Keandalan


(52)

(Reliability), Keresponsifan (Responsiveness), Jaminan (Assurance), Bukti fisik (Tangibles), Empathy.

a) Keandalan (Reliability), yaitu kemampuan perusahaan untuk memberikan layanan sesuai yang dijanjikan secara akurat dan terpercaya. Kinerja harus sesuai dengan harapan pelanggan yang berarti ketepatan waktu, layanan yang sama untuk semua pelanggan tanpa kesalahan, sikap yang simpatik, dan dengan akurasi yang tinggi.

b) Keresponsifan (Responsiveness), yaitu suatu kemampuan untuk membantu dan memberikan layanan yang cepat (responsit) dan tepat kepada pelanggan, dengan penyampaian informasi yang jelas. Membiarkan konsumen menunggu tanpa adanya suatu alasan yang jelas menyebabkan persepsi yang negatif dalam kualitas layanan.

c) Jaminan (Assurance), atau kepastian yaitu pengetahuan, kesopansantunan dan kemampuan para pegawai perusahaan untuk menumbuhkan rasa percaya para pelanggan kepada perusahaan. Terdiri dari beberapa komponen antara lain komunikasi (communication), kredibilitas (credibility), keamanan (security),

kompetensi (competence), dan sopan santun (courtesy).

d) Bukti fisik (Tangibles), yaitu kemampuan suatu perusahaan dalam menunjukkan eksistensinya kepada pihak eksternal. Penampilan dan kemampuan sarana dan prasarana fisik perusahaan dan keadaan lingkungan sekitarnya adalah bukti nyata dari layanan yang diberikan oleh pemberi jasa. Yang meliputi fasilitas fisik (gedung, gudang, dan lain-lain), perlengkapan dan peralatan yang dipergunakan (teknologi), serta penampilan pegawainya.

e) Empathy, yaitu memberikan perhatian yang tulus dan bersifat individual atau pribadi yang diberikan kepada para pelanggan dengan berupaya memahami keinginan konsumen. Dimana suatu perusahaan diharapkan memiliki pengertian dan pengetahuan tentang pelanggan, memahami kebutuhan pelanggan secara spesifik, serta memiliki waktu pengoperasian yang nyaman bagi pelanggan.

B. Hubungan antara Kualitas Layanan dan pembelian impulsif (impulse buying)

Jika kualitas layanan yang diterima oleh pelanggan sesuai dengan harapannya, maka mereka berpandangan bahwa layanan tersebut memiliki kualitas yang bagus. Apabila pelanggan mendapatkan kualitas yang bagus, maka hak ini akan menjadi pengalaman tersebut dengan produk.


(53)

33

Penelitian yang dilakukan oleh Koski dalam Kharis (2011) dan Astuti (2011) menunjukkan bahwa kualitas layanan mempengaruhi pembelian impulsif (impulse buying).

2.2 Saluran distribusi

Distribusi merupakan bauran pemasaran yang bertanggung jawab untuk memindahkan barang dan jasa dari produsen ke pembeli. Fungsi-fungsi pemasaran dan perantara-perantara yang terspesialisasi di dalam saluran distribusi telah membangun jembatan yang menghubungkan pembeli dengan organisasi yang menciptakan produk sesuai keinginan pembeli. Distribusi sendiri merupakan proses memindahkan barang dan jasa dari produsen kepada pembeli. Saluran distribusi merupakan jalur dimana produk dan kepemilikan secara hukum mengalir dari produsen ke konsumen (Boone&Kurtz, 2002).

Dalam mengambil keputusan pertama tentang pemilihan saluran distribusi, pemasar memilih tipe mana yang akan paling memenuhi tujuan pemasaran perusahaan sekaligus kebutuhan konsumennya. Menurut Lubis (2004) Terdapat beberapa tipe didalam saluran distribusi, yaitu:

1. Saluran distribusi langsung (direct distribution chanel)

Yang membawa barang secara langsung dari produsen ke konsumen atau pengguna bisnis atau saluran distribusi yan melibatkan beberapa perantara pemasaran yang berbeda.

2. Saluran distribusi menggunakan perantara pemasaran (marketing internediary) Atau middleman adlah perusahaan bisnis yang bertugas memindahkan barang antara produsen dan konsumen atau pengguna bisnis. Pengecer (retail stores) merupakan salah satu perantara pemasaran.


(54)

2.2.1 Ritel (retail)

Kata ritel sendiri berasala dari bahasa Perancis “retailler” yang berarti memotong atau memecahkan. Bisnis ritel merupakan suatu bisnis menjual barang dan jasa layanan yang telah diberi nilai tambah untuk memenuhi kebutuhan pribadi, keluarga, atau penggunaan akhir lainnya (Dunne & Lusch, 2005).

Lewison and Delozier (1989) Pengecer (retailer) adalah setiap pendiri bisnis yang melakukan pemasaran langsung kepada konsumen akhir dengan tujuan untuk menjual barang atau jasa. Menurut Rook (1985) ritel adalah usaha bisnis yang menjual barang-barang terutama ke konsumen rumah tangga untuk digunakan secara non-bisnis. Definisi dari Rook diperjelas oleh Utami (2010) yang mendefinisikan ritel sebagai semua kegiatan yang terlibat dalam penjualan barang atau jasa secara langsung kepada konsumen akhir untuk penggunaan pribadi dan bukan penggunaan bisnis.

Utami (2010) menjelaskan jenis ritel dibagi menjadi beberapa jenis, yaitu:

a. Super center yaitu supermarket yang mempunyai luas lantai 15.000 hingga 22.000 m2dengan variasi produk makanan sebesar 30-40% dan produk non makanan sebesar 60-70%. Persediaan atau stok yang dimiliki antara 100.000-150.000 item. Kelebihan lainnya yakni sebagai one stop shopping sehingga banyak pengunjung yang datang dari tempat jauh.

b. Hypermarket juga merupakan supermarket yang memiliki luas antara 100.000-300.000 m2 dengan kombinasi produk makanan 60-70% dan produk-produk umum sebesar 30-40%. Hypermarket merupakan salah satu bentuk supermarket yang memiliki stok lebih sedikit dari pada super center,yaitu 40.000-60.000 item.

c. Mini Market salah satu supermarket yang memiliki luas 2.000-3.000 m2 berdasarkan perbedaan persediaan produknya menekankan pada kebutuhan sehari-hari.

d. Convenience Store juga merupakan salah satu supermarket yang hampir tidak memiliki perbedaan karakteristik dengan Mini Market. Perbedaan nya dengan


(55)

35

menyediakan makanan cepat saji yang dapat langsung di konsumsi oleh pelanggan.

Berdasarkan beberapa definisi tersebut maka bisa disimpulkan bahwa ritel adalah keseluruhan aktivitas bisnis yang terkait dengan penjualan dan pemberian layanan kepada konsumen untuk penggunaan yang sifatnya individu sebagai pribadi maupun keluarga.

2.3 Kerangka Pemikiran

Pertumbuhan bisnis ritel di Indonesia masih menunjukkan prospek cerah di masa depan. Seperti yang dikemukakan oleh Dune & Lusch (2005) bahwa 70% pembelian yang terjadi di pasar modern atau ritel ternyata merupakan pembelian impulsif (impulse buying). Bertentangan dengan paradigma “manusia ekonomi

yang rasional”, pada kenyataannya banyak kegiatan belanja sehari-hari yang tidak

didasari oleh pertimbangan yang matang atau yang biasa disebut dengan pembelian impulsif (impulse buying). Banyak hal yang mempengaruhi terjadi nya pembelian impulsif diantaranya faktor eksternal yaitu respon lingkungan belanja, hasil penelitian yang dilakukan oleh Semuel (2005) disimpulkan bahwa variabel respon lingkungan belanja berpengaruh terhadap pembelian tidak terencana.

Ada pula faktor shopping lifestyle karena para konsumen yang melakukan pembelian impulsif tidak bersikap rasional ketika membeli suatu produk. Lalu ada faktor kualitas layanan, Koski dalam Kharis (2011) menunjukkan bahwa kualitas layanan mempengaruhi pembelian impulsif (impulse buying). Selanjutnya in-store promotion, seperti yang di kemukakan oleh Lewison dan Delozier (1989) terdiri dari iklan, penjualan pribadi, promosi penjualan, display toko dan publisitas.


(1)

98

1. Diharapkan hasil penelitian ini dapat membantu pihak Chandra Departement Store dalam memahami perilaku konsumen agar dapat lebih meningkatkan pembelian impulsif. Pihak Chandra Departement Store perlu memperhatikan kenyaman konsumen ketika berbelanja dengan cara menjaga lingkungan belanja dengan baik, memberikan lagu-lagu yang fungsinya adalah membuat konsumen tenang dalam berbelanja, serta lebih memperhatikan kinerja pramuniaga-pramuniaga yang ada agar membuat para konsumen yang berbelanja di Chandra Departement Store dapat lebih merasa nyaman dengan adanya pramuniaga.

2. Pihak Chandra Departement Store juga diharapkan dapat meningkatkan strateginya dengan cara lebih banyak menaruh televisi yang fungsinya adalah menampilkan iklan tentang fungsi dari suatu produk. Diharapkan pihak Chandra Departement Store mampu lebih sering menghadirkan undian dan kontes yang merupakan salah satu elemen dari sales promotion dengan cara konsumen diberikan kesempatan untuk memenangkan uang tunai atau hadiah disediakan dengan cara memenangkan permainan (game) yang biasanya materi perlombaan berkaitan dengan suatu produk.

3. Untuk penelitian selanjutnya diharapkan perlu ditambahkan lagi faktor-faktor yang mempengaruhi pembelian impulsif dari dalam yang itu faktor internal seperti emosi positif, hedonic pleasure, cognitive, affective.


(2)

DAFTAR PUSTAKA

A.C. Nielsen. 2007. Asia Pasific Retail and Shopper Trends 2007, http://www.acnielsen.de/pubs/documents/Retailand

ShopperTrendsAsia2007.pdf. (diakses pada tanggal 22 Oktober 2011) Amir, M. Taufik. 2004. Manajemen Retail. Penerbit PPM, Jakarta

Arifianti, Ria. 2009. Pengaruh Promosi Penjualan terhadap Impulse Buying pada Hypermarket di Kota Bandung.

Arikunto, Suharsimi. 2002. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek, PT.Rineka Cipta, Jakarta.

Astuti, H.P Noeniek. 2011. Analisis Pengaruh harga, Iklan, Kualitas Pelayanan terhadap Perilaku Impulse Buying pada Produk Pariwisata. Jurnal, Universitas Pembangunan Nasional “Veteran”, Jawa Timur. Tidak Untuk Dipublikasikan.

Marbun, BN. 2003. Kamus Manajemen. Pustaka Sinar Harapan, Jakarta.

Boone, E. Louis dan David L. Kurtz. 2002. Pengantar Bisnis. Jilid 2. Erlangga, Jakarta.

Setiawan, Budhi Yadi. 2007. Konsumen Indonesia Sangat Sembrono. Marketing. Jakarta.

Dunne, P. M and Lusch, R.F. 2005. Retailing (5th Ed.). Ohio: South Western, A Division of Thomson Learning.

Engel, JF,RD Blackwell dan P.W Miniardi. 1995. Costumer Behavior Jilid 2 (terjemahan). 6th edition. Binarupa Aksara Jakarta.

Ghozali, Iman. 2005. Analisis Multivariate dengan SPSS. Semarang: BP Undip. Hartanto, Adrian dan Haryanto, Jony Oktavian. 2012. Pengaruh Display,


(3)

Pembelian dan Pembelian tidak Terencana. Fakultas Ekonomika dan Bisnis Universitas Kristen Satya Wacana. Tidak Untuk Dipublikasikan.

Hawkins, K. Black, Florian L, Rouse M. 2007. Achievement and Iinclusion in School. Routledge, London.

Hidayat, Taufik. 2012. Pengaruh Personal Selling Sales Promotion Store Display dan Emosi Positif serta Respon Lingkungan Belaja Terhadap Impulse Buying. Srikpsi, Universitas Lampung FISIP Adm. Bisnis. Tidak Untuk Dipublikasikan.

Indriyanto, N. dan B. Suporno. 1999. Metode Penelitian Bisnis Untuk Akuntansi dan Manajemen. Yogyakarta: BPFE.

Istianto, John Hendra dan Tyra, Maria Josephine. 2011. Analisis Pengaruh Kualitas Layanan terhadap Kepuasan Pelanggan Rumah Makan Ketty Resto. Jurnal Ekonomi dan Informasi Akuntansi (JENIUS), Vol.1 No.3

Japarianto, Edwin dan Sugiono Sugiharto. 2009. Pengaruh Shopping Lifestyle dan Fashion involvement terhadap Impulse Buying Behavior masyarakat High Income Surabaya. Fakultas Ekonomi, Universitas Kristen Petra. Tidak Untuk Dipublikasikan.

Jogiyanto. 2009. Metodologi Penelitian Bisnis: Salah Kaprah dan Pengalaman-pengalaman. Yogyakarta: BPFE-Yogyakarta.

Kharis, F. Ismu. 2011. Studi mengenai impulse buying dalam penjualan online. Kotler, Philip. 2001, Dasar Dasar Pemasaran Edisi Keenam. Intermedia, Jakarta. Kotler, P dan G. Amstrong. 2001. Prinsip Prinsip Pemasaran Jilid 1 edisi 8 .

Erlangga, Jakarta.

Kotler, Philip, Swee Hoon Ang, Siew Meng Leong dan Chin Tiong Tan. 2000. Manajemen pemasaran perspektif Asia (terjemahan). Edisi I. Penerbit Andi, Yogyakarta.

Lee, Monle. Carla Johnson. 1999. Principles of Advertising : A Global Perspective. The Haworth. Press.

Lewison, Dale. M dan M. Wayne Deloizer. 1989. Retailing Management. 4th Edition. Mc Graw Hill Irwin, New York.


(4)

Lovelock, Christopher dan Jochen Wirtz. 2004. Service Marketing. Pearson Prentice Hall, America.

Lovelock, Cristopher dan Lauren Wright, 2005. Manajemen Pemasaran Jasa: alih Bahasa, Agus Widyantoro. PT Indeks Jakarta.

Lubis, Arlina Nurbaity. 2004. Peran saluran Distribusi Dalam Pemasaran.

Lumintang, F. Fenny. 2012. Pengaruh Hedonic Motives terhadap Impulse Buying melalui Browsing dan Shopping Lifestyle pada Online Shop. Artikel Vol 1, No 6.

Manning, L. Gerald and Barry L. Reece. 2001. Selling today: building quality partnerships. Prentice Hall.

Marbun, B.N. 2003, Kamus Manajemen. Pustaka Sinar Harapan, Jakarta.

Ma’ruf, Hendri. 2005. Pemasaran Ritel. PT Gramedia Pustaka Utama. Jakarta.

Mehrabian A. and Russell, J.A. 1984. An Approach to Environmental Psychology in Fisher, Feffrey D., Paul A. Bell, and Andrew Baum (1984). Environmental Psycholog. 2nd ed. New York: Holt, Rinehart and Winston.

Moenir, Mursid. 2000. Manajemen Pemasaran, Edisi Kesatu, Cetakan Kedua. Bumi Aksara, Jakarta.

Mowen, JC dan Minor. 2002. Prilaku konsumen Jilid 2, Ed 5. Erlangga, Jakarta. Mugiyati. 2003. Respon Lingkungan Berbelanja Sebagai Stimulus Pembelian Tidak

Terencana Pada Toko Seba Ada (Studi Kasus Pada Saga Mall Abepura). Universitas Yapis Papua. Jayapura. Tidak Untuk Dipublikasikan.

Nazir, Mohammad. 2005. Metode Penelitian. Ghalia Indonesia. Bogor.

Parasuraman, A., Zeithaml, V.A., & Berry, L.L. 2001. A Conceptual Model of Service Quality And Its Implications for Future Research. The Journal of Marketing, 49.

Park, C. Whan, Bernand J. Jaworski dan Deborah J. MacInnis. 1986. Strategic Brand Concept Image Management. Journal of Marketing.

Park, Jihye dan Sharron J. Lennon. 2006. Psychological environmental antencendent of impulse buying tendency in the multichannel shopping context. Journal of Consumer Marketing. Vol. 23.


(5)

Peter. JP. Dan J. C. Olson. 2000. Consumer Behavior : Perilaku Konsumen dan strategi Pemasaran. Jilid 2. 4th ed, Jakarta: Erlangga.

--- 1999. Consumer Behavior : Perilaku Konsumen dan strategi Pemasaran. Jilid 1. 4th ed, Jakarta: Erlangga.

Priyanto, Dwi. 2008. Mandiri Belajar SPSS Untuk Analisis Data dan Uji Statistik. Mediakom.

Ramadhan, Sahron. 2012. Peran Hedonic Pleasure, Cognitive dan Affective terhadap Pembelian Impulsif di GM Toserba Bandar Lampung. Srikpsi, Universitas Lampung FISIP Adm. Bisnis. Tidak Untuk Dipublikasikan. Rook, D. W and Hoch S.J. 1985. A Consuming Impulse, advances in consumer

Research, Vol 12 ed. Moris B. Holbrook and Elizabeth C. hirshman, Provo, UT : association for Consumer research.

Rook, D.W., 1987, The Buying Impulse. Journal of Consumer Research.

Rutoto, Sabar. 2007. Pengantar Metedologi Penelitian. FKIP: Universitas Muria Kudus

Saladin, Djaslim. 2004. Manajemen pemasaran. Linda Karya, Bandung.

Semuel, Hatane. 2005. Respon lingkungan Belanja Sebagai stimulus Pembelian tidak terencana pada toko serba ada. Jurnal Manajemen dan kewirausahaan, Vol 7

Setiadi J. Nugroho. 2003. Perilaku konsumen: konsep dan implikasi untuk strategi dan penelitian pemasara. Prenada media, Jakarta.

Sopiah dan Syihabudhin. Manajemen bisnis ritel. 2008. Andi Penerbit, Yogyakarta. Stern, H., 1962, A the signature of impulse buying today, journal of Marketing, Vol

26.

Sugiono. 2007. Metode Penelitian Bisnis. Bandung : Alfabeta.

Sugiono. 2009. Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif dan R & D. Bandung, Alfabeta.

Sumarwan, Ujang. 2002. Perilaku Konsumen: Teori dan Penerapan dalam Pemasaran, Ghalia Indonesia, Jakarta.

Supranto, J. 2001. Pengukuran Tingkat Kepuasan Pelanggan Untuk Menaikkan Pangsa Pasar. Rineka Cipta, Jakarta.


(6)

Utami. Christian Widya. 2010. Manajemen Ritel: Starategi dan implementasi Operasional Bisnis Ritel Modern di Indonesia edisi 2. Salemba Empat. Jakarta.

Verplanken, B dan Herabadi A. 2001. Individual Differences in Impulse Buying Tendency: Feeling snd no thinking. European Journal of Personality.

Yusriyati. Ade. 2008. Pengaruh Instore Promotion Terhadap Keputusan Impulse buying Pada Konsumen Giant Hypermarket. Institut Pertanian Bogor.

Zablocki, Benjamin D and Rosabeth Mass Kanter. 1976. The differentiation of Lifestyle. Annual Review of Sociology.

Sumber lain:

www.abufarros.wordpress.com, diakses 4 April 2013. www.bps.go.id.

http://lampung.bps.go.id Diskoperindag Prov. Lampung