Hubungan Tingkat Pengetahuan dengan Tindakan Pencegahan Blepharoptosis Akibat Pemakaian Lensa Kontak pada Mahasiswa FK USU

(1)

LAMPIRAN 1

DAFTAR RIWAYAT HIDUP

DATA PRIBADI

Nama Lengkap : Handayani

Jenis Kelamin : Perempuan

Tempat Tanggal Lahir : Medan, 18 Agustus 1993

Warga Negara : Indonesia

Status : Belum Menikah

Status dalam keluarga : Anak pertama dari tiga bersaudara

Agama : Buddha

Alamat asal : Jalan Pandu no. 2c

Alamat di Medan : Jalan Pandu no. 2c

Mobile phone : 0822 7687 9731

E-mail

Golongan darah : O

Motto : Tetap semangat

Riwayat Pendidikan :

No Nama Sekolah Tahun

1. TK Methodist-3 1998 s.d 1999

2. SD Methodist-3 1999 s.d 2005

3. SMP Methodist-3 2005 s.d 2008

4. SMA Sutomo-1 2008 s.d 2011

5. Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara


(2)

LAMPIRAN 2

LEMBAR PENJELASAN

Dengan hormat,

Saya, Handayani, mahasiswa yang sedang menjalani pendidikan dokter di Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara, sedang mengadakan penelitian dengan judul “Hubungan Tingkat Pengetahuan dengan Tindakan Pencegahan Blepharoptosis Akibat Pemakaian Lensa Kontak pada Mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara”.

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui adanya hubungan antara tingkat pengetahuan dengan tindakan pencegahan blephatoptosis akibat pemakaian lensa kontak. Oleh karena itu, saya mengharapkan kesediaan Saudara/i untuk berpartisipasi dalam penelitian ini dengan menjawab pertanyaan-pertanyaan dalam kuesioner. Penelitian in bersifat sukarela dan tidak akan memberikan dampak yang membahayakan. Semua informasi yang Saudara/i berikan akan dirahasiakan dan hanya digunakan dalam penelitian ini. Saya juga sangat mengharapkan kesediaan Saudara/i mengisi kuesioner ini dengan jujur dan tanpa tekanan.

Apabila di kemudian hari terjadi hal-hal yang tidak diinginkan sehubungan dengan keikutsertaan Saudara/i dalam penelitian ini maka Saudara/i dapat menghubungi saya, Handayani (087880430492). Demikian informasi ini saya sampaikan. Atas bantuan, partisipasi, dan kesediaan waktu Saudara/i saya ucapkan terima kasih.

Medan, 2014 Peneliti,


(3)

LAMPIRAN 3

Judul Penelitian : Hubungan Tingkat Pengetahuan dengan Tindakan Pencegahan Blepharoptosis Akibat Pemakaian Lensa Kontak pada Mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara.

Nama Peneliti Utama : Handayani

Jenis Penelitian : Analitik dengan desain cross sectional Jangka Waktu Penelitian : September 2014

Dengan ini saya menyatakan bersedia mengikuti penelitian tersebut secara sukarela sebagai subjek penelitian.

Medan, ………..2014

Peneliti Yang membuat pernyataan

(Handayani) (

SURAT PERNYATAAN PERSETUJUAN SETELAH PENJELASAN MENGIKUTI PENELITIAN (INFORMED CONSENT)

Saya yang bertanda tangan dibawah ini, Nama :

Usia : Alamat :

Setelah membaca dan mendapat penjelasan serta saya memahami sepenuhnya tentang penelitian,

_____________________ ) Nama dan Tanda Tangan


(4)

LAMPIRAN 4

KUESIONER PENELITIAN A. Karakteristik Responden

1. Nama Responden :

2. Stambuk :

3. Kelas :

B. Pertanyaan Pengetahuan

Jawablah pertanyaan dibawah ini dengan cara disilang atau dilingkari pada jawaban yang menurut kamu benar.

I. Soal Pilihan Ganda

1. Apakah yang dimaksud dengan blepharoptosis (ptosis) ? a. Disebabkan oleh kelainan refraksi mata

b. Keadaan dimana kelopak mata atas (palpebra superior) turun di bawah posisi normal saat membuka mata c. Keadaan bola mata yang cekung ke dalam

2. Menurut Anda, manakah faktor resiko penting pada terjadinya

blepharoptosis?

a. Usia

b. Riwayat trauma, inflamasi kronis c. Ras, jenis kelamin

3. Apakah gejala dari blepharoptosis?

a. Amblyopia (mata malas) dan strabismus (mata juling) b. Bola mata tertarik ke dalam

c. Cenderung menaikkan alis ketika melihat pada posisi normal

4. Manakah berikut ini yang berisiko menderita blepharoptosis? a. Pengguna lensa kontak

b. Pekerja yang sering terpapar polusi c. Pemakai kacamata

5. Jika blepharoptosis tak diobati, maka akan menyebabkan a. Pembengkakan pada mata

b. Kehilangan penglihatan c. Sakit parah pada mata

6. Pengobatan definitif blepharoptosis adalah a. Tetes mata

b. Tindakan operatif konstruksional c. Tidak ada pengobatan

7. Pengobatan blepharoptosis bertujuan untuk a. Menghentikan sakit kepala

b. Mencegah hilangnya penglihatan c. Kecantikan (kosmesis) mata

8. Blepharoptosis memiliki prognosis

a. Baik bila didiagnosa secepatnya dan dilakukan tindakan operatif yang benar


(5)

b. Tidak bisa sembuh meskipun telah didiagnosa secepatnya dan dilakukan tindakan operatif yang benar

c. Buruk dan mengancam jiwa

9. Manakah dari profesional perawatan mata berikut ini yang paling dapat mendiagnosa dan mengobati blepharoptosis?

a. Ahli kacamata b. Dokter mata c. Ahli optik

10.Blepharoptosis disebabkan oleh

a. Kelemahan otot kelopak mata atas b. Kelainan refraksi

c. Berkurangnya reseptor asetilkolin karena proses autoimun

II. Ya/Tidak

1. Apakah pemakaian lensa kontak yang tidak benar merupakan faktor resiko terjadinya blepharoptosis?

a. Ya b. Tidak

2. Bila ya, lensa kontak apa? (Hard Contact Lens / Soft Contact Lens / kedua-duanya?)

Jb.

3. Berdasarkan etiologinya, blepharoptosis terdiri dari blepharoptosis kongenitaldan blepharoptosis didapat (Acquired blepharoptosis)

a. Ya b. Tidak

4. Pada blepharoptosis didapat ( acquired blepharoptosis),

blepharoptosis terdiri dari empat jenis, yaitu : neurogenik,

miogenik, mekanikal, dan aponeurotik a. Ya

b. Tidak

5. Blepharoptosis didapat (acquired blepharoptosis) kebanyakan

disebabkan oleh jenis blepharoptosis aponeurotik. Hal ini terjadi melalui disinsersi dan penurunan levator aponeurosis

a. Ya b. Tidak

6. Apakah komplikasi yang diakibatkan blepharoptosis itu menetap? a. Ya

b. Tidak

7. Lensa kontak mengakibatkan blepharoptosis karena ketika pelepasan lensa kontak terjadi traksi rekuren pada aponeurosis.

a. Ya b. Tidak

8. Penggunaan lensa kontak lunak (Soft Contact Lens) juga dapat menyebabkan blepharoptosis.

a. Ya b. Tidak


(6)

9. Blepharoptosis dapat diakibatkan dari inflamasi kronis pada mata. a. Ya

b. Tidak

10.Blepharoptosis dapat diakibatkan dari trauma pada kelopak mata

atas. a. Ya b. Tidak

11.Salah satu gejala klinis pasien blepharoptosis adalah kecenderungan untuk mengangkat dagu ketika melihat.

a. Ya b. Tidak

12.Blepharoptosis dapat diturunkan

a. Ya b. Tidak

13.Blepharoptosis dapat menular

a. Ya b. Tidak

C. Pertanyaan Tindakan

1. Mengapa Anda menggunakan lensa kontak? a.Supaya penglihatan jelas

b.Supaya mata lebih cantik dan cerah c.Supaya terlihat gaul dan percaya diri

2. Berikut merupakan cara pemakaian lensa kontak yang baik : a.Selalu melakukan senam mata sebelum memasang lensa

kontak

b.Selalu mencuci tangan sebelum menyentuh lensa kontak c.Selalu membuka kelopak mata selebar-lebarnya ketika

memasang lensa kontak

3. Berapa lama sekalikah Anda mencuci lensa kontak Anda? a.Setiap kali setelah pemakaian

b.Seminggu sekali c.Tiga hari sekali

4. Cairan apakah yang Anda pakai untuk mencuci lensa kontak? a.Air keran

b.Air distilasi

c.Cairan saline (Multipurpose solution)

5. Berapa kalikah Anda menggunakan cairan lensa kontak yang telah dipakai?

a.Lima kali b.Tiga kali

c.Satu kali (tidak pernah menggunakannya untuk kedua kali) 6. Kapan Anda menggunakan lensa kontak?

a.Saat olahraga, termasuk berenang b.Saat membaca


(7)

7. Kapan Anda akan meneteskan obat tetes mata pada mata?

a.Minimal satu kali setelah 12 jam penggunaan lensa kontak b.Setelah melepaskan lensa kontak

c.Saat melepaskan lensa kontak

8. Apa yang Anda lakukan jika mata terasa tidak nyaman atau memerah ketika pemakaian lensa kontak?

a.Tetap memakainya saja

b.Segera melepaskan lensa kontak c.Meminum obat

9. Apakah Anda memeriksa mata Anda secara teratur ? a.Ya

b.Tidak

10.Bila ya, berapa lama sekalikah Anda memeriksanya ? Jb.

11.Apakah Anda sering-sering meneteskan larutan tetes mata saat pemakaian lensa kontak, apalagi bila mata terasa kering?

a.Ya b.Tidak

12.Apakah Anda mengganti tempat lensa kontak secara teratur? a.Ya

b.Tidak

13.Bila ya, berapa lama sekalikah Anda menggantinya ? Jb.


(8)

LAMPIRAN 5

VALIDITAS DAN REALIBILITAS

Variable Nomor Pertanyaan

Total Pearson Correlation

Status Nilai alpha

Status

Pengetahuan 1a 0,565 Valid 0,829 Reliable

2a 0,547 Valid Reliable

3a 0,535 Valid Reliable

4a 0,711 Valid Reliable

5a 0,509 Valid Reliable

6 0,552 Valid Reliable

7a 0,785 Valid Reliable

8a 0,804 Valid Reliable

9a - Tidak valid Reliable

10a 0,456 Valid Reliable

1b 0,473 Valid Reliable

2b 0,536 Valid Reliable

3b 0,233 Tidak valid Reliable

4b 0,130 Tidak valid Reliable

5b 0,275 Tidak valid Reliable

6b 0,399 Tidak valid Reliable

7b 0,509 Valid Reliable

8b 0,430 Tidak valid Reliable

9b 0,347 Tidak valid Reliable

10b 0,680 Valid Reliable

11b 0,007 Tidak valid Reliable

12b 0,216 Tidak valid Reliable


(9)

Case Processing Summary

N %

Cases Valid 20 100.0

Excludeda 0 .0

Total 20 100.0

a. Listwise deletion based on all variables in the procedure.

Reliability Statistics

Cronbach's

Alpha N of Items

.829 37

Variable Nomor Pertanyaan

Total Pearson Correlation

Status Nilai alpha

Status

Tindakan 1c 0,474 Valid 0,829 Reliable

2c 0,467 Valid Reliable

3c 0,455 Valid Reliable

4c 0,479 Valid Reliable

5c 0,459 Valid Reliable

6c 0,530 Valid Reliable

7c 0,459 Valid Reliable

8c 0,492 Valid Reliable

9c 0,473 Valid Reliable

10c 0,498 Valid Reliable

11c 0,230 Tidak valid Reliable

12c 0,638 Valid Reliable


(10)

No Nama Score SP Kel.

ST

Kel. Pengetahuan Tindakan

1 Ivana.Y. 1 0 1 1 0 1 1 1 1 1 1 0 1 1 1 1 1 1 1 0 0 0 1 1 9 9 baik baik 2 Charles 1 1 1 1 0 1 0 1 1 1 1 1 0 0 1 0 1 1 1 1 1 1 0 0 10 7 baik sedang 3 Yenty.O 1 1 0 1 0 1 0 1 1 1 0 1 0 1 1 1 1 1 1 1 0 0 1 1 8 9 sedang baik 4 Yuri.S 1 1 0 1 0 0 0 0 1 1 0 0 0 1 1 1 1 1 0 1 1 1 0 0 5 8 sedang sedang 5 Burhan 1 1 0 1 0 1 0 1 1 1 0 1 1 1 0 1 0 1 0 1 1 0 1 1 8 8 sedang sedang 6 Rajeven 1 1 1 1 0 1 0 1 1 1 0 1 0 1 1 1 1 1 0 1 0 0 1 0 9 7 baik sedang 7 Fie Fie 1 0 0 0 0 1 0 1 0 0 0 0 1 1 1 1 1 0 0 1 0 0 1 0 3 7 buruk sedang 8 Wilson 1 1 1 1 1 0 0 1 1 1 0 1 1 1 1 0 1 0 0 0 0 0 0 0 9 4 baik buruk 9 Rahayu.S 1 1 0 1 0 1 0 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 0 1 0 0 0 0 9 7 baik sedang 10 Angelia 1 1 0 0 0 1 0 1 1 1 0 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 0 7 11 sedang baik 11 Vidya C 1 1 0 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 0 0 11 10 baik baik 12 Shierly 1 1 0 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 0 1 1 1 1 1 11 11 baik baik 13 Cindy.A 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 0 0 0 12 9 baik baik 14 Kezya.N 1 1 0 1 1 0 1 1 0 1 1 1 1 1 1 1 1 1 0 1 1 0 0 0 9 8 baik sedang 15 Citra.A 1 1 1 1 0 1 0 1 1 1 0 1 1 1 1 1 1 1 0 1 1 1 0 0 9 9 baik baik 16 Trinidia 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 0 1 0 1 1 1 1 0 1 1 0 0 1 0 11 7 baik sedang 17 Rahma.S 1 1 0 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 0 1 1 1 1 1 1 1 11 11 baik baik 18 Joke.R 1 1 0 1 1 1 1 1 1 1 1 1 0 1 1 1 1 1 0 1 0 0 1 0 11 7 baik sedang 19 Widya.M 1 1 0 1 1 1 1 1 1 0 1 1 0 1 1 1 1 1 0 1 0 1 0 0 10 7 baik sedang 20 Fitriyan 1 1 0 1 1 1 1 1 1 1 1 1 0 1 1 1 1 0 1 1 0 0 0 0 11 6 baik sedang 21 Alfian 1 1 1 0 0 1 0 1 1 1 0 1 1 1 1 1 0 1 0 0 0 0 0 0 8 5 sedang sedang


(11)

22 Dewi.N 1 1 0 1 0 1 0 1 1 1 1 0 0 1 1 1 0 1 0 0 0 0 0 0 8 4 sedang buruk 23 Mega 1 1 0 1 0 1 0 1 1 1 1 1 0 1 1 1 1 0 1 1 1 1 0 0 9 8 baik sedang 24 Chris 1 0 1 1 0 1 1 1 1 1 1 1 0 1 1 1 1 0 0 1 0 0 0 0 10 5 baik sedang 25 Michelle 1 1 1 1 0 1 0 1 1 1 0 1 1 1 1 1 1 1 1 1 0 0 0 0 9 8 baik sedang 26 Febrinka 1 0 1 1 0 1 0 1 1 1 1 1 0 1 0 1 0 1 0 1 0 0 0 0 9 4 baik buruk 27 Raisya 1 1 0 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 0 1 1 0 0 0 0 11 7 baik sedang 28 Yeni 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 1 1 1 0 1 1 0 1 1 1 0 0 0 8 buruk sedang 29 Sanny 0 1 0 1 1 1 1 1 0 1 0 1 1 1 0 1 0 1 1 1 0 0 0 0 8 6 sedang sedang 30 Tria.R 1 1 1 1 1 1 1 1 0 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 0 0 1 0 11 9 baik baik 31 Michael 1 0 1 1 1 1 1 1 1 0 1 1 1 1 1 1 0 1 1 1 0 0 0 0 10 7 baik sedang 32 Dea 1 1 0 0 1 1 1 1 1 0 0 1 1 1 1 1 1 1 1 1 0 0 0 1 8 9 sedang baik 33 Lily 1 1 1 1 0 1 0 0 1 1 1 1 1 0 0 1 0 1 0 1 0 0 0 0 9 4 baik buruk 34 Azmi 1 1 1 0 1 1 1 0 0 1 0 1 0 0 1 1 1 0 1 1 0 0 1 0 8 6 sedang sedang 35 Saqinah 1 0 0 1 0 1 0 1 1 0 0 0 1 1 1 0 1 1 0 1 1 0 1 1 5 9 sedang baik 36 Christin 1 0 0 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 0 0 1 1 10 10 baik baik 37 Vania 1 1 1 1 0 0 0 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 0 1 0 0 0 0 9 7 baik sedang 38 Dewi.M 1 1 0 1 0 1 0 0 1 1 1 1 0 1 1 1 1 1 0 1 1 1 0 0 8 8 sedang sedang 39 Miranty 0 1 1 1 1 0 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 0 1 0 0 1 0 10 8 baik sedang 40 Gracia 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 0 0 1 1 12 10 baik baik 41 Micheala 0 1 0 1 0 0 0 1 0 1 0 1 1 1 1 1 0 1 1 1 0 0 0 0 5 7 sedang sedang 42 Maggy 0 1 1 1 0 1 0 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 0 0 0 0 9 8 baik sedang 43 Marcella 0 1 0 1 1 0 1 0 0 1 0 1 1 1 1 1 1 1 1 1 0 0 0 0 6 8 sedang sedang 44 Jay 0 1 0 1 1 0 0 1 1 1 0 1 0 1 1 1 1 1 1 1 0 0 0 1 7 8 sedang sedang


(12)

45 Hesti 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 0 1 0 1 1 1 0 1 1 1 0 0 1 0 11 7 baik sedang 46 Cindy.A 1 1 1 0 0 1 0 0 1 1 0 1 0 1 1 1 0 1 1 1 0 0 1 0 7 7 sedang sedang 47 Talitha 1 1 0 1 1 0 1 1 0 1 1 1 0 1 1 1 1 0 1 1 0 0 0 0 9 6 baik sedang 48 Cynthia 1 1 0 1 0 1 0 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 0 0 0 1 1 9 9 baik baik 49 Stella.D 1 1 1 0 0 1 0 1 1 1 0 1 0 1 1 1 0 1 0 0 0 0 0 0 8 4 sedang buruk 50 Clarissa 1 1 1 1 0 1 0 0 1 1 1 1 1 0 0 1 0 1 0 1 0 0 0 0 9 4 baik buruk 51 Christya 1 1 1 0 1 1 1 0 0 1 0 1 0 0 1 1 1 0 1 1 0 0 1 0 8 6 sedang sedang 52 Jenny 1 0 0 1 0 1 0 1 1 0 0 0 1 1 1 0 1 1 0 1 1 0 1 1 5 9 sedang baik 53 Jessica 1 0 0 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 0 0 1 1 10 10 baik baik 54 Novelia 1 1 1 1 0 0 0 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 0 1 0 0 0 0 9 7 baik sedang 55 Inggit.L 1 1 0 1 0 1 1 1 1 1 0 0 1 1 1 1 1 1 1 1 1 0 1 1 8 11 sedang baik 56 Chindy.T 1 1 1 0 0 0 1 1 0 1 0 1 1 1 1 1 1 1 1 1 0 0 0 0 7 8 sedang sedang 57 Dara.N 1 1 1 1 1 1 1 1 0 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 0 0 0 0 11 8 baik sedang 58 Alsya.D 1 1 1 0 0 1 0 0 0 0 0 0 1 0 1 1 0 1 1 1 0 0 0 0 4 6 buruk sedang 59 Rijena 1 1 0 0 0 1 1 1 1 1 1 1 0 1 1 1 1 1 1 1 1 1 0 0 9 9 baik baik 60 Tania.S 1 1 0 1 1 1 1 1 1 1 0 1 1 1 1 1 1 1 0 1 0 0 0 0 10 7 baik sedang 61 Herlina 1 1 1 1 0 0 0 1 1 1 0 0 1 1 1 1 0 1 0 1 0 0 0 0 7 6 sedang sedang 62 Fannia 1 0 0 1 0 1 0 1 1 1 1 1 0 1 1 1 0 1 1 1 0 0 0 0 8 6 sedang sedang 63 Rahmad 1 1 0 1 0 1 1 1 1 1 0 0 1 1 1 1 1 1 1 1 1 0 1 1 8 11 sedang baik 64 Sarah.S 1 1 1 0 0 0 1 1 0 1 0 1 1 1 1 1 1 1 1 1 0 0 0 0 7 8 sedang sedang 65 Fauzi 1 1 1 1 1 1 1 1 0 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 0 0 0 0 11 8 baik sedang 66 Rezky.I 1 1 1 0 0 1 0 0 0 0 0 0 1 0 1 1 0 1 1 1 0 0 0 0 4 6 buruk sedang 67 Destine 1 0 0 1 0 1 0 0 0 0 0 0 1 1 1 1 0 1 0 1 0 0 0 0 3 6 buruk sedang


(13)

68 Femmy 1 0 0 1 0 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 0 1 1 0 0 1 1 9 9 baik baik 69 Grace.E 1 0 0 1 0 1 1 1 1 1 0 1 0 0 1 1 1 0 1 1 0 0 1 0 8 6 sedang sedang 70 Vinda.S 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 0 1 1 1 1 1 1 1 0 1 0 0 1 1 11 9 baik baik 71 Nabilah 1 1 0 1 1 0 1 1 0 1 0 1 1 1 1 1 1 1 0 1 0 0 0 0 8 7 sedang sedang 72 Siti.H 1 1 0 1 1 0 1 1 0 1 1 1 1 1 1 1 1 1 0 1 0 0 0 0 9 7 baik sedang 73 Inggrid 1 1 0 1 0 1 1 1 1 1 1 1 0 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 10 11 baik baik 74 Tinavath 1 1 1 1 0 0 1 1 0 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 0 1 1 9 11 baik baik 75 Alam 1 1 0 1 0 0 1 0 1 0 0 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 0 1 0 6 10 sedang baik 76 Manmeet 1 0 1 1 1 1 1 1 0 1 1 0 0 1 1 1 1 0 0 0 1 1 1 1 9 8 baik sedang 77 Justika 0 1 0 0 0 1 1 1 0 0 0 1 0 1 1 1 0 1 0 1 0 0 0 0 5 5 sedang sedang 78 Mercinna 1 0 0 1 1 1 1 1 0 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 0 0 9 10 baik baik 79 Cynthia 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 0 1 1 1 1 0 0 1 1 12 9 baik baik 80 Sanni 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 0 1 1 1 1 1 1 1 1 1 0 0 0 0 11 8 baik sedang 81 Sharshin 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 0 1 1 1 1 0 0 1 1 12 9 baik baik 82 Dia. A 1 1 0 1 1 0 1 1 0 1 0 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 0 0 8 10 sedang baik 83 Intan.F 0 1 0 1 1 1 1 1 0 0 0 0 0 1 1 1 1 1 0 1 0 0 1 1 6 8 sedang sedang 84 Christin 0 1 1 0 1 1 1 1 0 1 0 1 1 1 1 1 1 1 0 1 0 0 0 0 8 7 sedang sedang


(14)

Distribusi Frekuensi Pengetahuan mahasiswa FK USU tentang Blepharoptosis Akibat Pemakaian Lensa Kontak

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Valid Baik 48 57.1 57.1 57.1

rendah 5 6.0 6.0 63.1

sedang 31 36.9 36.9 100.0

Total 84 100.0 100.0

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent Valid laki-laki 13 15.5 15.5 15.5

perempuan 71 84.5 84.5 100.0

Total 84 100.0 100.0

Distribusi Frekuensi Tahun Angkatan responden

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Valid 2012 29 34.5 34.5 34.5

2013 29 34.5 34.5 69.0

2014 26 31.0 31.0 100.0


(15)

Distribusi Frekuensi Pengetahuan Mahasiswa FK USU tentang CLIP berdasarkan Tahun Angkatan

SPkel

Total baik buruk sedang

Angkatan 2012 18 2 9 29

2013 17 1 11 29

2014 13 2 11 26

Total 48 5 31 84

Distribusi Frekuensi Tingkat Tindakan Pencegahan Mahasiswa FK USU tentang CLIP berdasarkan Tahun Angkatan

STkel

Total baik buruk sedang

Angkatan 2012 0 8 3 18 29

2013 0 9 3 17 29

2014 6 9 0 11 26

Total 6 26 6 46 84

Distribusi Frekuensi Tindakan Pencegahan mahasiswa FK USU tentang Blepharoptosis Akibat Pemakaian Lensa Kontak

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Valid Baik 28 33.3 33.3 33.3

kurang 6 7.1 7.1 40.5

sedang 50 59.5 59.5 100.0


(16)

Distribusi Frekuensi Hubungan Pengetahuan dengan Tindakan Pencegahan mahasiswa FK USU angkatan 2012, 2013, dan 2014 tentang Blepharoptosis akibat pemakaian lensa kontak

Stkel

Total

Baik kurang Sedang

SPkel Baik 19 4 25 48

Rendah 0 0 5 5

Sedang 9 2 20 31

Total 28 6 50 84

Chi-Square Tests

Value df

Asymp. Sig. (2-sided) Pearson Chi-Square 4.827a 4 .306

Likelihood Ratio 6.603 4 .158

N of Valid Cases 84

a. 5 cells (55,6%) have expected count less than 5. The minimum expected count is ,36.


(17)

LAMPIRAN 7


(18)

LAMPIRAN 8


(19)

DAFTAR PUSTAKA

Anderson, D.M., 2007. Dorland’s Illustrated Medical Dictionary. 31th ed. Philadelphia: Saunders.

Bosch & Lemij, 2012. Eyelid Ptosis. In: Efron, N. Contact Lens

Complications 3rd ed. China : Elsevier.

Brincatt, B & Willshaw, H, 2009. Paediatric blepharoptosis : a 10-year review.

Paediatric Blepharoptosis, 1554-1559.

Cohen, A.J et all, 2013. Adult Ptosis. Available from :

emedicine.medscape.com/article/1212082-Overview[Accessed 20 May

2014].

Goldberg, R.A. 2012. Upper eyelid blepharoplasty. In: Spaeth, G.L. et all.

Ophthalmic Surgery Principles and Practice 4th ed, Elsevier.

Groos, E.B, 2006. Complications of Contact Lenses. In: Duane’s

Ophthalmology on CD-ROM, 2006 Edition. USA : Williams & Wilkins.

Hadiwijaya, T.H. 2013.Perilaku Pemakaian Lensa Kontak pada Mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara Tahun Angkatan 2010, 2011, dan 2012.

Hashemi, H, 2010. The Prevalance of Eyelid Ptosis in Tehran Population : The Tehran Eye Study. Iranian Journal of Ophthalmology, 3-6.

Kalaiyarasan. 2004. Contact lens fitting. AECS Illumination 2(4): 20-24. Kiat, L.M. 2012. Tingkat Pengetahuan tentang Lensa Kontak pada Mahasiswa

Stambuk 2012 Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara. Klinik Mata Nusantara, 2008. Lensa Kontak. Division of ANJ HealthCare. Liesegang T.J. 1997. Contact lens-related microbial keratitis: Part I:

epidemiology. Cornea 16(2): 125-131.

Notoatmodjo, S. 2003. Pendidikan dan Perilaku kesehatan. Jakarta : Rineka Cipta.

Notoatmodjo, S. 2007. Pendidikan dan Perilaku kesehatan cetakan 2. Jakarta : Rineka Cipta.


(20)

Notoatmodjo, S. 2012. Promosi Kesehatan dan Perilaku Kesehatan. Jakarta : Rineka Cipta.

Putterman, E.G. 1981. Acquired Blepharoptosis Secondary to Contact-Lens Wear.Am J. Ophthlmol, 634-639.

Riordan, P.E., & Whitcher, J. P. (2007). Vaugan and Asbury’s General

Opthalmology. 145-146 (Chapter 6).

Sastroasmoro, S. 2011. Dasar-dasar Metodologi Penelitian Klinis. Jakarta : Sagung Seto

Shin, S. K. 2008. Results of Long-Term Follow-Up Observation of Blepharoptosis Correction Using the Palmaris Longus Tendon. Aesth

Plast Surg, 614-619.

Skarf, Barry, 2008. Normal and Abnormal Eyelid Function. In: Miller, Neil et all, ed. Walsh and Hoyt’s Clinical Neuro-Ophthalmoloy 6thed. USA : Williams & Wilkins, 1177-1182.

Somanathan, S., 2009. Prevalance of Contact Lenses User and Associated Complications In Relation to Misuse among Medical Students of Batch

2006 till 2008, Medical Faculty of University of Sumatra Utara.

Sudhakar, Padmaja, 2009. Upper Eyelid Ptosis Revisited. American Journal of Clinical Medicine, 5-14

Swanson, M.W. 2012. A Cross-Sectional Analysis of U.S. Contact Lens User Demographics. Optometry and Vision Science. US : 839-848.

Virgana, R. 2008. Penanganan Pasien dengan Ptosis Kongenital Ringan dengan Teknik Pemendekan Aponeurosis Levator Palpebare.Bandung : 614-619.

Wahyuni, A.S., 2007. Metode Penarikan Sampel dan Besar Sampel. In: Wahyuni, A.S.,ed. Statistika Kedokteran. Jakarta : Bamboedea Communication, 108-112.

Watanabe, A et all, 2006. Histopathology of Blepharoptosis Induced by prolonged Hard Contact Lens Wear. Histopathology of Blepharoptosis, 1092-1096.


(21)

BAB 3

KERANGKA KONSEP DAN DEFINISI OPERASIONAL

3.1. Kerangka Konsep Penelitian

Kerangka konsep penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan tingkat pengetahuan dengan tindakan pencegahan Mahasiswa FK USU tentang

blepharoptosis akibat pemakaian lensa kontak. Berdasarkan latar belakang,

tinjauan pustaka, dan tujuan penelitian di atas maka kerangka konsep dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

Variabel independen Variabel dependen

3.2. Definisi Operasional 3.2.1. Pengetahuan

Pengetahuan adalah kemampuan responden dalam menjawab pertanyaan yang terkait dengan blepharoptosis yaitu tentang pengertian blepharoptosis, faktor resiko blepharoptosis, gejala klinis blepharoptosis, cara pencegahan, terapi definitifnya serta adanya hubungan kejadian blepharoptosis dengan penggunaan lensa kontak. Pengetahuan tentang blepharoptosis yang baik akan menyebabkan mahasiswa mampu mencegah (tindakan preventif) terjadinya blepharoptosis akibat pemakaian lensa kontak dengan benar dan mampu mengobati pasien

blepharoptosis dengan benar.

3.2.2. Tindakan pencegahan

Tindakan pencegahan adalah perbuatan yang dilakukan oleh responden dalam menghindari suatu kejadian atau penyakit, pada penelitian ini kejadian tersebut adalah blepharoptosis akibat pemakaian lensa kontak.

Kuesioner pada penelitian ini berisi bagian awal yaitu data pribadi responden, bagian kedua berisi pertanyaan pengetahuan untuk menilai tingkat pengetahuan responden tentang blepharoptosis akibat memakai lensa kontak, dan

Pengetahuan mahasiswa FK USU tentang blepharoptosis akibat pemakaian lensa kontak


(22)

bagian ketiga berisi pertanyaan tindakan untuk menilai tingkat tindakan responden dalam mencegah terjadinya blepharoptosis akibat pemakaian lensa kontak.

3.2.3. Aspek Pengukuran

Tabel 3.1 Aspek Pengukuran Variabel Definisi

Operasional

Alat Ukur Cara Ukur Hasil Ukur Skala Ukur Tingkat pengetahu an Pengetahuan Mahasiswa FK USU tentang blepharoptosis akibat pemakaian lensa kontak Kuesioner yang dinilai menggunakan jumlah skor. Penilaian dibagikan kepada 3 kategori yaitu pengetahuan tinggi, sedang dan rendah.

Angket Baik(9-12), Sedang(5-8), dan Buruk(0-4) Ordinal Tingkat Tindakan pencegaha n perbuatan yang dilakukan oleh mahasiswa dalam menghindari terjadinya blepharoptosis akibat pemakaian lensa kontak

Kuesioner Angket Baik(9-12), Sedang(5-8), Kurang(0-4) Ordinal

3.3. Hipotesis

a. Hipotesis Nol (Ho) : Tidak ada hubungan antara tingkat pengetahuan dengan tindakan pencegahan pada mahasiswa tentang blepharoptosis akibat memakai lensa kontak

b. Hipotesis Alpha (Ha) : Ada hubungan antara tingkat pengetahuan dengan tindakan pencegahan pada mahasiswa tentang blepharoptosis akibat memakai lensa kontak


(23)

BAB 4

METODE PENELITIAN 4.1. Jenis Penelitian

Jenis penelitian ini adalah penelitian analitik, yaitu untuk mengetahui hubungan tingkat pengetahuan dengan tindakan pencegahan mahasiswa FK USU tentang blepharoptosis akibat pemakaian lensa kontak. Desain studi penelitian yang akan digunakan adalah desain cross-sectional study, yaitu penelitian dilakukan pada satu saat tertentu.

4.2.Ruang Lingkup Penelitian 4.2.1.Ruang Lingkup Penelitian

Ruang lingkup keilmuan ini adalah Ilmu Penyakit Mata khususnya tentang blepharoptosis akibat penggunaan lensa kontak.

4.2.2.Waktu Penelitian

Penelitian direncanakan dilakukan dari April 2014 sampai Januari 2015. Pengumpulan data direncanakan dilakukan selama 3 bulan yaitu dari September sampai Desember 2014.

4.2.3.Tempat Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara, Medan. Pemilihan lokasi ini dilakukan karena belum pernah dilakukan penelitian tentang hubungan tingkat pengetahuan dengan tindakan pencegahan

blepharoptosis akibat pemakaian lensa kontak di kawasan tersebut.

4.3. Subjek Penelitian 4.3.1. Populasi

Populasi kasus dalam penelitian ini adalah mahasiswa FK USU angkatan 2012, 2013, 2014 yang memakai lensa kontak.

4.3.2. Sampel

Sampel diambil dari mahasiswa FK USU angkatan 2012, 2013, 2014 yang sudah memenuhi kriteria inklusi dan kriteria eksklusi. Teknik pengambilan sampel yang digunakan adalah purposive sampling. Purposive sampling merupakan salah satu jenis non-probability sampling dimana responden dipilih berdasarkan pada pertimbangan subjektif dan praktis, bahwa responden tersebut


(24)

dapat memberikan informasi yang memadai untuk menjawab pertanyaan penelitian (Sastroasmoro, 2011). Pada penelitian ini, untuk menilai tingkat pengetahuan dan tingkat tindakan pencegahan mahasiswa tentang blepharoptosis akibat penggunaan lensa kontak, dipilih mahasiswa yang pernah memakai lensa kontak sehingga dapat memberi keterangan yang lebih akurat.

Sampel

Populasi yang telah memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi. i. Kriteria Inklusi

- Mahasiswa FK USU yang sedang atau pernah memakai lensa kontak - Mahasiswa FK USU yang bersedia mengisi kuesioner

ii. Kriteria Eksklusi

- Responden menolak berpartisipasi dalam mengisi kuesioner

4.4. Teknik Pengumpulan Data A.Data yang Dikumpulkan

Data yang dikumpulkan berupa data primer yang diperoleh langsung dari responden dengan menggunakan alat ukur kuesioner yang telah diuji validasi dan realibilitas sebelumnya.

B.Prosedur Pengambilan Data

1. Mempersiapkan alat dan bahan terlebih dahulu, yakni alat tulis dan lembar kuesioner yang telah diuji validasi dan reabilitasinya

2. Meminta persetujuan responden apakah bersedia menjadi subjek penelitian (responden mengisi informed-consent)

3. Apabila responden bersedia, meminta responden untuk mengisi lembar kuesioner sesuai dengan tingkat pengetahuan mereka

4. Mengumpulkan semua hasil pemeriksaan 5. Mencatat semua hasil pemeriksaan

6. Menghitung hasil pemeriksaan menggunakan alat hitung SPSS 7. Menyimpulkan hasil pemeriksaan

4.4.1. Uji Validitas dan Reliabilitas

Suatu alat ukur harus memiliki kriteria validitas dan reliabilitas.


(25)

Teknik yang digunakan untuk mengetahui validitas angket menggunakan rumus Pearson Product Moment, setelah itu dilihat penafsiran dari indeks korelasinya (rtabel).

Rumus Pearson Product Moment :

Keterangan :

�xy : koefisien korelasi

∑� : Jumlah skor item

∑� : Jumlah skor total N : jumlah responden

Pengujian validitas dengan bantuan program SPSS For Windows menghasilkan nilai korelasi dan signifikansi.

2. Reliabilitas

Untuk mencari reliabilitas angket digunakan rumus Alpha Cronbach:

Keterangan :

�11 : realibilitas instrument

k : banyaknya butir pertanyaan atau banyaknya soal (Arikunto, 2006)

4.5. Pengolahan dan Analisis Data 1. Pengolahan Data

Data dari setiap responden akan dimasukkan ke dalam komputer oleh peneliti, dengan bantuan program statistik. Kemudian, data diolah dengan menggunakan analisis bivariat/analitik. Pengolahan data dilakukan melalui beberapa tahapan ; yaitu


(26)

1. editing (tahap pertama) yaitu pemeriksa nama dan kelengkapan identitas maupun data responden serta memastikan bahwa semua jawaban telah diisi sesuai petunjuk,

2. coding (tahap kedua) yaitu memberi kode atau angka tertentu pada

kuesioner untuk mempermudah waktu mengadakan tabulasi dan analisa,

3. entry (tahap ketiga) yaitu melakukan proses data dengan cara meng-entry

kuesioner ke paket program komputer agar data dapat dianalisis.

4. cleaning (tahap keempat) yaitu memeriksa kembali data yang telah di entry

untuk mengetahui ada kesalahan atau tidak.

2. Analisis Data

Analisis data adalah proses penyederhanaan data ke dalam bentuk yang lebih mudah dibaca dan diinterpretasikan. Analisis data yang akan dilakukan adalah analisis bivariat, yaitu analisis yang dilakukan terhadap dua variabel yang diduga berhubungan atau berkorelasi. Analisis bivariat bertujuan untuk mengetahui hubungan antara variabel bebas dengan variabel terikat. Dalam penelitian ini menggunakan Uji Chi Square karena untuk mengetahui hubungan antara data kategorik dengan data kategorik.


(27)

BAB 5

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 5.1. Deskripsi Lokasi

Penelitian ini dilakukan di Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara (USU). Universitas yang beralamat di Jalan Dr. T. Mansyur No.9, Medan ini merupakan salah satu universitas terbaik di Pulau Sumatera. Universitas ini diresmikan pada tanggal 20 November 1957 oleh Dr. Ir. Soekarno sebagai universitas negeri ketujuh di Indonesia dan merupakan universitas pertama di Pulau Sumatera yang mempunyai Fakultas Kedokteran. Fakultas ini berlokasi di Kelurahan Padang Bulan, Kecamatan Medan Baru dengan batas wilayah:

a. Batas Utara : Jalan dr. Mansyur, Padang Bulan b. Batas Selatan : Fakultas Kesehatan Masyarakat USU c. Batas Timur : Jalan Universitas, Padang Bulan d. Batas Barat : Fakultas Psikologi USU

Kampus ini memiliki luas sekitar 122 Ha, dengan zona akademik seluas 100 Ha yang berada di tengahnya. Fakultas ini memiliki berbagai ruangan yaitu kelas kuliah dan tutorial, ruang administrasi, ruang laboratorium, ruang skills lab, ruang seminar, perpustakaan, pendopo, mushola, kedai mahasiswa, ruang PEMA, ruang POM, kantin, kamar mandi, tempat fotokopi, dan parkir. Fakultas ini menerima mahasiswa baru lebih dari 400 orang dengan setiap tahunnya yang dapat masuk melalui jalur PMP, UMB, Kemitraan, UMB-SPMB, SNMPTN, Mandiri, dan Internasional dengan syarat-syarat yang telah ditetapkan oleh pihak universitas.

5.2. Deskripsi Karakteristik Responden

Jumlah responden dalam studi ini adalah sebanyak 84 responden yang berumur 17-23 tahun dengan karakteristik berdasarkan jenis kelamin dan tahun angkatan. Karakteristik responden yang dipilih adalah mahasiswa FK USU angkatan 2012, 2013, 2014 yang memakai lensa kontak.


(28)

5.3. Hasil Penelitian

Setelah melakukan pengumpulan data maka dilakukan pengolahan data dan analisa data. Adapun hasil dari pengolahan data tersebut dapat dilihat pada tabel berikut ini :

5.3.1. Karakteristik responden

Distribusi frekuensi jenis kelamin responden dapat dilihat pada tabel 5.1. Tabel 5.1 Distribusi Frekuensi Jenis Kelamin Responden Pengguna Lensa Kontak

Pada tabel 5.1. ditunjukkan bahwa mayoritas mahasiswa yang memakai lensa kontak adalah perempuan, yaitu sebanyak 71 orang (84,5%). Sementara jumlah responden pria sebanyak 13 orang (15,5%).

Sementara Distribusi frekuensi tahun angkatan responden dapat dilihat pada tabel 5.2.

Tabel 5.2 Distribusi Frekuensi Tahun Angkatan Responden Pengguna Lensa Kontak

Tahun Angkatan Jumlah (orang) Persentase (%)

2012 29 34,5

2013 29 34,5

2014 26 33,0

Total 84 100,0

Pada tabel 5.2. ditunjukkan bahwa berdasarkan tahun angkatan, diketahui bahwa mahasiswa angkatan 2012 yang memakai lensa kontak sebanyak 29 orang (34,5 %), mahasiswa angkatan 2013 juga sebanyak 29 orang (34,5%), sedangkan hanya terdapat 26 orang (31%) mahasiswa angkatan 2014 yang memakai lensa kontak.

Jenis Kelamin Jumlah (orang) Persentase (%)

Laki-laki 13 15,5

Perempuan 71 84,5


(29)

5.3.2. Tingkat Pengetahuan Mahasiswa FK USU angkatan 2012, 2013, 2014 tentang Blepharoptosis Akibat Pemakaian Lensa Kontak

Tingkat pengetahuan mahasiswa FK USU tentang Blepharoptosis Akibat Pemakaian Lensa Kontak dapat dilihat pada tabel 5.3 sebagai berikut:

Tabel 5.3 Distribusi Frekuensi Pengetahuan Mahasiswa FK USU tentang

Blepharoptosis Akibat Pemakaian Lensa.

Kategori Pengetahuan Jumlah (orang) Persentase (%)

Baik 48 57,1

Sedang 31 36,9

Rendah 5 6,0

Total 84 100,0

Berdasarkan tabel diatas diketahui bahwa dari 84 responden, mayoritas berpengetahuan baik sebanyak 48 orang (57,1%), 31 orang (36,9%) berpengetahuan sedang, dan minoritas berpengetahuan kurang sebanyak 5 orang (6%).

Salah satu faktor yang mempengaruhi pengetahuan seseorang adalah tingkat pendidikan seseorang. Semakin tinggi tingkat pendidikan seseorang, maka seseorang tersebut akan lebih mudah dalam menerima hal-hal baru sehingga akan lebih mudah pula menyelesaikan hal-hal baru tersebut. (Notoatmodjo, 2007). Dengan demikian, distribusi tingkat pengetahuan responden berdasarkan tahun angkatan dapat dilihat pada tabel 5.4 sebagai berikut :

Tabel 5.4 Distribusi Frekuensi Pengetahuan Mahasiswa FK USU tentang CLIP berdasarkan Tahun Angkatan

Tingkat Pengetahuan

Total

Baik Sedang Buruk

Tahun Angkatan

2012 18 9 2 29

2013 17 11 1 29

2014 13 11 2 26


(30)

Pada tabel 5.4. ditunjukkan bahwa berdasarkan tahun angkatan, diketahui bahwa mahasiswa angkatan 2012 bermayoritas memiliki pengetahuan baik dengan jumlah responden sebanyak 18 orang (21,4 %), mahasiswa angkatan 2013 juga bermayoritas memiliki pengetahuan baik dengan jumlah responden sebanyak 17 orang (20,2 %), sedangkan hanya terdapat 13 orang (15,4%) mahasiswa angkatan 2014 yang memiliki pengetahuan baik.

Tabel 5.5 Distribusi jumlah orang yang menjawab dengan benar tiap pertanyaan pengetahuan dari 84 orang responden

No. Pertanyaan N Persentase (%)

1 Definisi blepharoptosis 74 88,1

2 Faktor resiko blepharoptosis 68 81

3 Gejala blepharoptosis 39 46,4

4 Kerentanan pemakai lensa kontak dengan blepharoptosis

68 81

5 Komplikasi blepharoptosis 39 46,4

6 Tata laksana blepharoptosis 65 77,4

7 Tujuan pengobatan blepharoptosis 50 59,5

8 Prognosis blepharoptosis 71 84,5

9 Penyebab blepharoptosis 58 69

10 Hubungan lensa kontak dengan blepharoptosis

71 84,5

11 Hubungan lensa kontak dengan blepharoptosis

42 50

12 Mekanisme Lensa kontak menyebabkan Hubungan lensa kontak dengan

blepharoptosis

69 82,1

Berdasarkan tabel 5.4 didapatkan bahwa pertanyaan yang paling banyak dapat dijawab responden dengan benar adalah pertanyaan nomor satu dengan sebanyak 74 orang (88,1%), sedangkan pertanyaan yang paling sedikit dapat


(31)

dijawab responden dengan benar adalah pertanyaan nomor tiga dan nomor lima dengan jumlah responden 39 orang (46,4%).

Tingkat Tindakan Pencegahan mahasiswa FK USU tentang

Blepharoptosis Akibat Pemakaian Lensa Kontak dapat dilihat pada tabel 5.6

sebagai berikut:

Tabel 5.6 Distribusi Frekuensi Tindakan Pencegahan Mahasiswa FK USU tentang

Blepharoptosis Akibat Pemakaian Lensa

Kategori Tindakan Jumlah (orang) Persentase (%)

Baik 28 33,3

Sedang 50 59,5

Kurang 6 7,1

Total 84 100,0

Berdasarkan tabel diatas diketahui bahwa dari 84 responden terdapat 28 orang (33,3%) yang melakukan tindakan pencegahan secara baik, sementara 50 orang (59,5%) melakukan tindakan pencegahan dengan skor cukup, sedangkan hanya 6 orang (7,1%) yang melakukan tindakan pencegahan dengan skor kurang. Tabel 5.7 Distribusi Frekuensi Tindakan Pencegahan Mahasiswa FK USU

tentang CLIP berdasarkan Tahun Angkatan

Tindakan Pencegahan

Total

Baik Sedang Kurang

Tahun Angkatan

2012 8 18 3 29

2013 9 17 3 29

2014 9 11 0 26

Total 26 46 6 84

Pada tabel 5.7. ditunjukkan bahwa berdasarkan tahun angkatan, diketahui bahwa mahasiswa angkatan 2012 bermayoritas memiliki tindakan sedang dengan jumlah responden sebanyak 18 orang (21,4 %), mahasiswa angkatan 2013 juga bermayoritas memiliki tindakan sedang dengan jumlah responden sebanyak 17 orang (20,2 %), sedangkan hanya terdapat 11 orang (13,1%) mahasiswa angkatan 2014 yang memiliki tindakan sedang.


(32)

Tabel 5.8 Distribusi jumlah orang yang melakukan tindakan pencegahan dengan benar dari 84 orang responden

No. Pertanyaan N Persentase

(%)

1 Tujuan penggunaan lensa kontak 57 67,9

2 Cara pakai lensa kontak 76 90,6

3 Cara simpan lensa kontak 79 94

4 Cairan yang dipakai untuk lensa kontak 77 91,7

5 Cara simpan lensa kontak 65 77,4

6 Waktu penggunaan lensa kontak 71 84,5

7 Cara pakai lensa kontak 49 58,3

8 Cara menjaga kesehatan mata ketika memakai lensa kontak

77 91,7

9 Tindakan memeriksa mata secara teratur 24 28,6 10 Lama memeriksakan mata secara teratur

yang tepat

16 19

11 Cara simpan lensa kontak 34 40,5

12 Cara simpan lensa kontak 23 27,4

Berdasarkan tabel 5.8 didapatkan bahwa tindakan benar yang paling banyak dilakukan responden adalah tindakan nomor tiga dengan sebanyak 79 orang (94%), sedangkan tindakan benar yang paling sedikit dilakukan responden adalah tindakan nomor sepuluh dengan jumlah responden 16 orang (19%).

5.3.5. Hubungan Tingkat Pengetahuan dengan Tindakan Pencegahan

Hubungan tingkat pengetahuan dengan tindakan pencegahan mahasiswa FK USU angkatan 2012, 2013, dan 2014 tentang blepharoptosis akibat pemakaian lensa kontak dapat dilihat pada tabel 5.5 sebagai berikut:


(33)

Tabel 5.9 Distribusi Frekuensi Hubungan Pengetahuan dengan Tindakan Pencegahan Mahasiswa FK USU Angkatan 2012, 2013, dan 2014 tentang

Blepharoptosis Akibat Pemakaian Lensa Kontak

Tindakan Pencegahan

Total

Baik Sedang Kurang

Tingkat Pengetahuan

Baik 19 25 4 48

Sedang 9 20 2 31

Rendah 0 5 0 5

Total 28 50 6 84

Berdasarkan tabel diatas diketahui dari 84 orang, responden dengan pengetahuan baik, tindakan baik sebanyak 19 orang (22,6%), tindakan kurang 4 orang (4,8%), dan tindakan sedang 25 orang(29,7%), sedangkan pada responden dengan pengetahuan rendah terdapat tindakan sedang sebanyak 5 orang(5,9%), dan tidak ada yang berpengetahuan baik maupun kurang. Pada kelompok responden dengan pengetahuan sedang, tindakan baik sebanyak 9 orang(10,7%), tindakan kurang sebanyak 2 orang(2,4%), dan tindakan sedang sebanyak 50 orang(59,5%).

Hasil Chi square pada tingkat kepercayaan 95%, α 0,05 df = 4, diperoleh tingkat kesalahan 0,306 lebih besar dari 0,05 (P 0,306 > P 0,05). Artinya Hipotesis Nol/ Ho = gagal ditolak dengan kata lain Ho = diterima. Artinya : Tidak terdapat hubungan antara tingkat pengetahuan dengan tindakan pencegahan mahasiswa FK USU angkatan 2012, 2013, 2014 tentang blepharoptosis akibat pemakaian lensa kontak.

5.4. Pembahasan

5.4.1. Karakteristik responden

Dari hasil penelitian, diperoleh rata-rata pengguna lensa kontak di FK USU mayoritas merupakan perempuan. Hal ini menyerupai penelitian Hadiwijaya (2013) yang menyatakan mayoritas responden yang menggunakan lensa kontak adalah perempuan yaitu 106 orang (94,6%) dan 6 orang (5,4%). Hasil penelitian ini juga sesuai dengan data menurut National Eye Institute pada tahun 2012 yang


(34)

menyatakan prevalensi mayoritas pengguna lensa kontak merupakan perempuan, yaitu sebanyak 67%

5.4.2. Tingkat Pengetahuan Mahasiswa FK USU tentang Blepharoptosis Akibat Pemakaian Lensa Kontak

Pengetahuan seseorang dipengaruhi oleh berbagai faktor, salah satunya adalah pendidikan (Notoatmojo, 2003). Pendidikan merupakan sarana untuk mendapatkan informasi sehingga semakin tinggi pendidikan seseorang semakin banyak pula informasi yang didapatkan. Pada penelitian ini, pendidikan responden berdasarkan tahun angkatan.

Dari penelitian, didapati tingkat pengetahuan mahasiswa FK USU tentang

blepharoptosis akibat pemakaian lensa kontak secara keseluruhan tanpa

memperhatikan tahun angkatan adalah bermayoritas berpengetahuan baik dengan jumlah sebanyak 48 orang (57,1%). Padahal pada penelitian ini, peneliti memperkirakan ada sedikit perbedaan pada pengetahuan mahasiswa tahun angkatan 2012 berbanding mahasiswa tahun angkatan 2013 dan 2014 karena mereka telah diberi Blok Special Sense System. Namun setelah diberi kuesioner dan diproses dengan SPSS, tidak terdapat perbedaan yang signifikan antara mahasiswa tahun angkatan 2012, 2013, dan 2014 (tabel 5.4). Hal ini mungkin disebabkan meskipun mahasiswa tahun angkatan 2013 dan 2014 merupakan mahasiswa FK USU yang belum mempelajari bahan oftalmologi (Blok Special

Sense System), namun sebagian besar dari mereka telah mempelajari bidang ilmu

dasar kedokteran di tahun awal perkuliahan, misalnya anatomi, histologi, dll, sehingga pengetahuan mereka tentang dasar oftalmologi serta salah satu penyakit yang berkaitan dengannya, yakni blepharoptosis juga mayoritas baik.

Sementara itu, pada tabel distribusi jumlah responden dalam menjawab pertanyaan pengetahuan dengan benar (tabel 5.5), didapatkan pertanyaan pengetahuan dengan jumlah responden menjawab paling sedikit adalah pada pertanyaan nomor tiga dan pada pertanyaan nomor lima yaitu dengan jumlah responden 39 orang (46,4%). Pertanyaan nomor tiga yang merupakan pertanyaan tentang gejala blepharoptosis menunjukkan bahwa responden kurang mengetahui tentang gejala yang timbul akibat penggunaan lensa kontak yang tidak tepat, yang


(35)

seharusnya menjadi tanda-tanda yang harus diperhatikan dan tidak boleh dibiarkan apabila mereka memakai dan menyimpan lensa kontak secara tidak tepat, terlebih lagi ptosis tak dapat sembuh sendiri dan dapat menyebabkan mata hilang fungsinya karena tertutup oleh ptosis palpebrae, yang akan berakhir ke kebutaan. Hal ini sangat berdampak efeknya mengingat mata merupakan organ penting dalam mendapatkan kualitas hidup yang baik.

Berikutnya, pada pertanyaan nomor lima yang merupakan pertanyaan tentang komplikasi blepharoptosis menunjukkan minimnya pengetahuan mahasiswa tentang dampak yang akan diakibatkan oleh penggunaan lensa kontak yang tidak tepat tersebut.

Walaupun pada beberapa poin pertanyaan responden tidak begitu mengerti tetapi secara keseluruhan cukup banyaknya responden yang berpengetahuan baik tentang CLIP (tabel 5.5), seperti pada pertanyaan nomor sepuluh yang merupakan pertanyaan signifikan pada penelitian ini menunjukkan terdapat 71 orang (84,5%) yang mengetahui tentang adanya hubungan pemakaian lensa kontak yang salah dalam menginduksi terjadinya blepharoptosis.

Pemaparan diatas menunjukkan kesesuaian dengan penelitian Kiat yamg dilakukan pada tahun 2013 yang menyatakan tingkat pengetahuan tentang lensa kontak pada mahasiswa FK USU tahun angkatan 2012 bermayoritas baik.

5.4.3. Tingkat Tindakan Pencegahan Mahasiswa FK USU angkatan 2012, 2013, 2014 tentang Blepharoptosis Akibat Pemakaian Lensa Kontak

Dari penelitian yang dijalankan, hanya terdapat 28 orang (33,3%) melakukan tindakan pencegahan dengan baik (dilihat secara keseluruhan tanpa memperhatikan tahun angkatan). Hal ini menunjukkan masih kurangnya tindakan yang dilakukan mahasiswa dalam mencegah blepharoptosis melalui pemakaian lensa kontak yang tepat. Sementara itu bila ditinjau menurut tahun angkatan, persentase orang yang melakukan tindakan pemakaian lensa kontak yang tepat sebaliknya menurun seiring dengan semakin tingginya tahun angkatan (tabel 5.7).

Pada tabel distribusi jumlah responden melakukan tindakan dengan benar (tabel 5.5), didapatkan hanya 57 responden (67,8%) dari 84 responden yang menggunakan lensa kontak secara tepat indikasi, yaitu untuk menanggulangi


(36)

kelainan refraksi mata. Wawancara peneliti kepada beberapa responden terkait alasan menggunakan lensa kontak adalah untuk alasan coba-coba. Hal ini juga diperparah dengan tidak adanya tindakan memeriksa mata secara rutin ke dokter mata, yang dapat dilihat dari hanya 24 responden (28,6%) yang memeriksakan matanya ke dokter mata secara rutin. Padahal menurut American Optometric

Association bahwa jika ingin melakukan perawatan mata sedang/ setelah

menggunakan lensa kontak atau mengalami efek samping/komplikasi akibat dari penggunaan lensa kontak, maka sebaiknya pengguna lensa kontak memeriksakannya ke dokter mata. Hal ini juga sesuai dalam Wardani (2009) yang menyatakan harus dilakukan pemeriksaan mata secara berkala setiap 1 tahun atau sebelum 1 tahun bila terdapat keluhan.

Salah satu faktor terjadinya reaksi inflamasi pada adalah penggunaan lensa kontak ketika tidur. Sebanyak 71 responden (84,5%) mengerti dan tidak menggunakan lensa kontak ketika tidur maupun berenang. Sebanyak 15% mahasiswa mengaku kadang-kadang tidak melepas lensa kontak disebabkan lupa atau malas. Mahasiswa yang memakai lensa kontak saat tidur lebih rentan terhadap komplikasi mata yang disebabkan kontak lensa pada kornea pada jangka waktu yang lama akan mengakibatkan anoxia kornea yang akan berakhir ke peradangan mata.

Sementara itu, sebanyak 76 responden (90,6%) selalu mencuci tangan sebelum menyentuh dan memasang lensa kontak. Ini berdasarkan American

Optometric Association bahwa mencuci tangan sebelum menggunakan dan

melepaskan lensa kontak, dan melepaskan lensa kontak ketika mandi/berenang adalah sebagai prevensi untuk tidak terjadi komplikasi akibat penggunaan lensa kontak. Selain itu, masih berdasarkan American Optometric Association, membersihkan lensa kontak dengan jari-jari tangan dengan rutin, membilas lensa kontak dengan air bersih, dan menyimpannya di kotak penyimpanan merupakan perawatan lensa kontak yang benar. Penggantian tempat lensa kontak ini penting mengingat bisa timbulnya peradangan pada mata bila tempat lensa kontak tidak steril, dimana peradangan merupakan salah satu penyebab blepharoptosis. (nusantara, 2008). Sebanyak lebih dari 50% responden melakukan tindakan


(37)

tersebut. Disini terdeskripsi meskipun tingkat tindakan yang kurang baik dari responden secara keseluruhan, contoh tindakan kurang baik tersebut adalah terlihat hanya 23 responden (27,4%) yang melakukan penggantian tempat lensa kontak secara teratur, namun terdapat beberapa poin dimana responden ada melakukan tindakan pencegahan dengan tepat.

5.4.4. Hubungan Tingkat Pengetahuan dengan Tindakan Pencegahan

Menurut teori, semakin bagus pengetahuan, maka akan semakin bagus tindakan. Namun dari hasil statistik penelitian melalui chi-square dengan degree

of freedom (df) didapatkan nilai x2 dalam tabel (df=4) adalah 4,827 dengan

tingkat kepercayaan 0,05 (95%). Dan hasil x2 hitung (4,827) >x2 tabel (9,49) dengan nilai p= 0,306>0,05 artinya Hipotesis Nol/ Ho gagal ditolak, artinya tidak terdapat hubungan antara tingkat pengetahuan dengan tindakan pencegahantentang blepharoptosis akibat pemakaian lensa kontak. Kemungkinan ini adalah karena hasil pengetahuan mahasiswa yang mayoritas berpengetahuan baik, tidak diikuti tindakan baik yang seharusnya dilakukan mahasiswa. Hal ini dapat terlihat dari hanya 28 responden (33,3%) yang melakukan tindakan pencegahan dengan benar, sementara terdapat 48 responden (57,1%) yang berpengetahuan baik.

Meskipun pengetahuan (knowledge) merupakan domain yang sangat penting dalam membentuk tindakan seseorang (overt behavior) (Notoatmodjo, 2003), namun pengetahuan bukanlah satu-satunya faktor dalam membentuk tindakan. Untuk mewujudkan terjadinya suatu tindakan, diperlukan domain-domain lain yang mendukung terjadinya tindakan tersebut, yakni sikap, fasilitas (lingkungan), pendukung (support) dari pihak lain, dll. Pada kasus ini, tidak berkesinambungnya nilai pengetahuan dengan tindakan responden mungkin diakibatkan oleh belum terbentuknya sikap untuk menjaga kesehatan mata atau lingkungan responden yang tidak mendukung untuk terbentuknya sikap tersebut.


(38)

BAB 6

KESIMPULAN DAN SARAN 6.1. Kesimpulan

Berdasarkan hasil analisis dan pembahasan dalam penelitian, maka kesimpulan yang diperoleh adalah:

1. Tidak ada hubungan yang bermakna positif secara statistik antara tingkat pengetahuan dengan tindakan pencegahan mahasiswa FK USU tentang CLIP yang diperoleh melalui data kuesioner.

2. Sebagian besar mahasiswa FK USU angkatan 2012, 2013, 2014 yang memakai lensa kontak memiliki pengetahuan baik (nilai 9-12) tentang CLIP yaitu sebanyak 48 orang (57,1%).

3. Sebagian besar mahasiswa FK USU angkatan 2012, 2013, 2014 yang memakai lensa kontak memiliki kebiasaan memakai lensa kontak yang bermayoritas sedang yaitu sebanyak 50 orang (59,5%).

6.2. Saran

1. Bagi Responden

Mahasiswa kedokteran seharusnya mempunyai pengetahuan yang baik serta melakukan tindakan yang baik dengan kesadaran tentang penggunaan lensa kontak yang benar dalam menjaga kesehatan mata serta mencegah terjadinya penyakit akibat lensa kontak, yang salah satunya merupakan blepharoptosis. Mahasiswa kedokteran yang merupakan calon petugas kesehatan yang akan membantu dan melayani masyarakat merupakan contoh teladan bagi masyarakat dalam berperilaku hidup sehat, sehingga diharapkan agar mahasiswa dapat meningkatkan cara bertindak yang baik dalam menjaga kesehatan mata. Salah satunya adalah dari penggunaan lensa kontak yang tepat indikasi dan cara perawatannya yang tepat.

2. Bagi Peneliti

Penelitian yang dijalankan ini masih banyak kekurangannya. Peneliti berharap agar penelitian ini dapat diteruskan untuk memperbaiki dan menambah nilai yang ada. Bagi peneliti, pada masa akan datang dapat dilakukan penelitian dengan populasi yang lebih besar dan menyeluruh.


(39)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA 2.1Perilaku

Perilaku merupakan suatu respon seseorang yang dikarenakan adanya suatu stimulus/ rangsangan dari luar. Berdasarkan teori Bloom, perilaku dibagi menjadi tiga yaitu pengetahuan (knowledge), sikap (attitude), dan praktik/tindakan (Notoatmodjo, 2012).

2.1.1 Pengetahuan (knowledge) Definisi Pengetahuan

Pengetahuan merupakan hasil dari tahu yang terjadi setelah seseorang melakukan pengindraan terhadap objek tertentu. Pengindraan terjadi melalui pancaindra yang meliputi indra penglihatan, indra pendengaran, indra penciuman, indra perasa, dan indra peraba. Pengetahuan merupakan domain yang sangat penting untuk terbentuknya tindakan seseorang (Notoatmodjo, 2007).

Tingkat pengetahuan

Kognitif atau pengetahuan merupakan domain yang sangat penting dalam membentuk tindakan seseorang. Menurut Notoatmodjo (2007) secara garis besarnya tingkat pengetahuan dapat dibagi menjadi enam tingkatan, yakni:

1. Tahu (Know), diartikan sebagai mengingat suatu materi yang telah dipelajari sebelumnya. Termasuk didalamnya adalah mengingat kembali (recall) terhadap suatu yang spesifik dari seluruh bahan yang dipelajari atau rangsangan yang diterima.

2. Memahami (Comprehension), dapat diartikan sebagai suatu bentuk kemampuan dalam menjelaskan secara benar tentang objek yang diketahui, dan dapat menginterpretasikan materi tersebut secara tepat dan benar. Individu yang telah paham terhadap objek atau materi tersebut harus mampu menjelaskan, memberikan contoh, dan menyimpulkan objek yang dipelajarinya.


(40)

3. Aplikasi (Application), diartikan sebagai kemampuan untuk menggunakan materi yang telah dipelajari pada suatu kondisi riil (sebenarnya). Aplikasi di sini dapat diartikan dengan penggunaan hukum-hukum, rumus, metode, prinsip, dan sebagainya dalam konteks atau situasi lain.

4. Analisis (Analysis), adalah suatu kemampuan untuk menjabarkan materi atau suatu objek ke dalam komponen-komponen, tetapi masih dalam satu struktur organisasi tersebut, dan masih terkait satu sama lain. Kemampuan analisis ini dapat dilihat dari penggunaan kata-kata kerja, dimana dapat menggambarkan (membuat bagan atau tabel), membedakan, memisahkan, mengklasifikasikan, dan berbagai hal lainya.

5. Sintesis (Synthesis), menunjukkan suatu bentuk kemampuan dalam meletakkan atau menghubungkan bagian-bagian dalam suatu bentuk keseluruhan yang baru. Dengan kata lain, sintesis dapat diartikan sebagai suatu bentuk kemampuan untuk menyusun formula baru dari formula-formula yang telah ada sebelumya.

6. Evaluasi (Evaluation), berkaitan dengan kemampuan untuk melakukan penilaian terhadap suatu materi atau objek. Penilaian-penilaian tersebut berdasarkan suatu kriteria yang ditentukan sendiri, atau menggunakan kriteria-kriteria yang telah ada sebelumnya.

Cara Pengukuran Pengetahuan

Menurut Notoatmodjo (2007), pengukuran pengetahuan dapat dilakukan dengan wawancara atau angket yang menanyakan tentang isi materi yang diukur dari subjek penelitian atau responden. Kedalaman pengetahuan yang ingin kita ketahui atau kita ukur dapat kita sesuaikan dengan tingkat-tingkat tersebut diatas.


(41)

a. Alat ukur : Kuesioner dengan kriteria jawaban sebagai berikut :

Tiap-tiap pernyataan responden yang menyatakan pernyataan positif, maka diberi nilai untuk jawaban :

1. Nilai 1 untuk jawaban yang benar 2. Nilai 0 untuk jawaban yang salah

b. Cara ukur : Wawancara tertulis dengan menggunakan sepuluh pertanyaan dengan kriteria jawaban.

c. Hasil ukur :

Kalau mengajukan sepuluh pertanyaan terhadap responden maka nilai yang akan didapat adalah :

1. Pengetahuan baik, jika jumlah nilai 6-10 pertanyaan 2. Dikatakan tidak baik, jika jumlah nilai 0-5 pertanyaan

Faktor-faktor yang Mempengaruhi Pengetahuan

Faktor-faktor yang mempengaruhi pengetahuan menurut Notoatmodjo (2007), yaitu :

1) Tingkat pendidikan

Semakin tinggi tingkat pendidikan seseorang, maka seseorang tersebut akan lebih mudah dalam menerima hal-hal baru sehingga akan lebih mudah pula menyelesaikan hal-hal baru tersebut.

2) Informasi

Seseorang yang mempunyai sumber informasi yang lebih baik banyak akan memberikan pengetahuan yang jelas.

3) Budaya

Budaya sangat berpengaruh terhadap tingkat pengetahuan seseorang. Hal ini dikarenakan informasi-informasi baru akan disaring, kira-kira sesuai tidaknya dengan kebudayaan yang ada dan agama yang dianut.

4) Pengalaman

Pengalaman disini berkaitan dengan umur dan pendidikan individu yang artinya pendidikan yang tinggi, pengalaman yang luas sedang umur bertambah tua.


(42)

5) Status Ekonomi

Tingkatan seseorang untuk memenuhi kebutuhan hidup disesuaikan dengan penghasilan yang ada sehingga menuntut pengetahuan yang dimiliki harus dipergunakan semaksimal mungkin, begitupun dalam mencari bantuan ke sarana kesehatan yang ada, mereka sesuaikan dengan pendapatan keluarga.

2.1.2 Sikap (attitude)

Reaksi yang masih tertutup dari seseorang terhadap stimulus disebut sikap. Sikap belum merupakan suatu tindakan nyata, tetapi masih berupa persepsi dan kesiapan seseorang untuk bereaksi terhadap stimulus yang ada di sekitarnya. Sikap dapat diukur secara langsung dan tidak langsung. Pengukuran sikap merupakan pendapat yang diungkapkan oleh responden terhadap objek (Notoatmodjo, 2007).

Secara garis besar sikap terdiri dari komponen kognitif (ide yang dipelajari), komponen perilaku (berpengaruh terhadap respon sesuai atau tidak sesuai), dan komponen emosi (menimbulkan respon-respon yang konsisten) (Wawan & Dewi, 2011). Berikut akan disajikan skema terbentuknya sikap dan reaksi.


(43)

Tingkatan sikap menurut Notoatmodjo (2003) adalah sebagai berikut: a. Menerima (receiving)

Menerima dapat diartikan bahwa orang (subjek) mau mempertahankan stimulus yang diberikan (objek).

b. Merespon (responding)

Memberikan jawaban apabila ditanya, mengerjakan dan menyelesaikan tugas yang diberikan adalah suatu indikasi dari sikap. Karena dengan suatu usaha untuk menjawab pertanyaan atau mengerjakan tugas yang diberikan, terlepas dari pekerjaan itu benar atau salah, adalah berarti orang menerima ide tersebut.

c. Menghargai (valueing)

Indikasi sikap ketiga adalah mengajak orang lain untuk mengerjakan atau mendiskusikan suatu masalah.

d. Bertanggung jawab (responsible)

Sikap yang paling tinggi adalah bertanggungjawab atas segala sesuatu yang telah dipilihnya dengan segala resiko.

Pengukuran sikap dapat dilakukan secara langsung atau tidak langsung. Secara langsung dapat ditanyakan bagaimana pendapat atau pernyataan responden terhadap suatu objek. Sedangkan secara tidak langsung dapat dilakukan dengan pertanyaan-pertanyaan hipotesis, kemudian ditanyakan pendapat responden. Dan biasanya jawaban berada dalam rentang antara sangat setuju sampai sangat tidak setuju.

2.1.3 Praktik atau Tindakan

Notoatmodjo (2003) menyatakan bahwa suatu sikap belum otomatis terwujud dalam suatu tindakan (over behaviour). Untuk mewujudkan sikap menjadi suatu perbuatan nyata diperlukan faktor pendukung atau suatu kondisi yang memungkinkan, antara lain adalah fasilitas. Di samping faktor fasilitas, juga diperlukan faktor pendukung (support) dari pihak lain. Tindakan ini mempunyai beberapa tingkatan, yaitu :


(44)

a) Persepsi (perception), yaitu mengenal dan memilih berbagai objek sehubungan dengan tindakan yang akan diambil adalah merupakan praktek tingkat pertama.

b) Respon terpimpin (guided response), yaitu indikator praktek tingkat dua adalah dapat melakukan sesuatu sesuai dengan contoh.

c) Mekanisme (mechanism), yaitu apabila seseorang telah dapat melakukan sesuatu dengan benar secara otomatis, atau sesuatu itu sudah merupakan kebiasaan, maka ia sudah mencapai praktek tingkat tiga.

d) Adopsi (adoption), adalah suatu praktek atau tindakan yang sudah berkembang dengan baik. Artinya tindakan itu sudah dimodifikasinya tanpa mengurangi kebenaran tindakan tersebut.

2.1.4 Proses Adaptasi Perilaku

Dari pengalaman dan penelitian, terbukti bahwa perilaku yang didasari oleh pengetahuan akan lebih langgeng daripada perilaku yang tidak didasari oleh pengetahuan. Penelitian Rogers (1974) yang dikutip oleh Notoatmodjo (2007:121) mengungkapkan bahwa sebelum orang mengadopsi perilaku baru (berperilaku baru), di dalam diri orang tersebut terjadi proses yang berurutan, yakni:

1) Awareness (kesadaran)

Subjek tersebut menyadari dalam arti mengetahui stimulus (objek) terlebih dahulu.

2) Interest (tertarik)

Dimana subjek mulai tertarik terhadap stimulus yang sudah diketahui dan dipahami terlebih dahulu.

3) Evaluation (evaluasi)

Menimbang-nimbang baik atau tidaknya stimulus yang sudah dilakukan serta pengaruh terhadap dirinya.

4) Trial (percobaan)

Dimana subjek mulai mencoba untuk melakukan perilaku baru yang sudah diketahui dan dipahami terlebih dahulu.


(45)

5) Adoption

Dimana subjek telah berperilaku baru sesuai dengan pengetahuan, kesadaran dan sikapnya terhadap stimulus.

2.2 Anatomi Kelopak Mata

Kelopak mata terdiri dari tiga otot utama yang dipersarafi oleh tiga saraf yang berbeda. Otot levator palpebrae superioris merupakan otot utama yang berperan dalam membukanya kelopak mata dan dalam mempertahankan postur normal kelopak mata. Dua otot tambahan lainnya adalah otot muller yang dipersarafi oleh sistem saraf simpatetik dan otot frontalis.Sementara itu, penutupan kelopak mata dilakukan oleh kontraksi otot orbikularis okuli yang diinervasi oleh saraf fasialis.

Fisura palpebrae, pembukaan antara kelopak mata atas dan kelopak

mata bawah, merupakan jalan masuk menuju kantong konjungtiva yang dibatasi oleh batas-batas kelopak mata (gambar 2.1). Ketika kelopak mata membuka, fisura palpebrae berbentuk elips asimetris dengan panjang 22-30 mm dan tinggi 12-15 mm. Sulkus palpebrae superior atau yang biasa disebut lipatan kelopak mata atas berada 3-4 mm diatas batas atas kelopak mata dan merupakan lipatan mata yang paling jelas terlihat. Lipatan ini merupakan tempat melekatnya otot orbikularis okuli terhadap tarsus serta merupakan tempat levator aponeurosis berlekatan dengan kulit pretarsal.

Kelopak mata mempunyai struktur lempeng tarsal seperti kartilago. Struktur tersebut memberi bentuk pada kelopak mata dan berfungsi dalam memproteksi mata. Lempeng tarsus terbagi atas dua, yaitu lempeng tarsus superior dan lempeng tarsus inferior. Lempeng tarsus superior berukuran 29 mm dari medial ke lateral dan dengan tinggi 10 mm. Sementara itu, lempeng tarsus inferior mempunyai tinggi 3,5-5 mm dan ukuran medial ke lateral yang sama seperti ukuran lempeng tarsus superior. Lempeng tarsus mengandung kelenjar sebaseus yang disebut kelenjar meibomian.

Septum orbita merupakan lapisan mesodermal yang membentang dari batas tulang orbita sampai lempeng tarsus superior. Septum tersebut berlekatan


(46)

dengan levator aponeurosis sekitar 3-4 mm diatas batas atas tarsus. Septum orbita berfungsi sebagai tempat perlekatan aponeurosis ke kulit (Skarf, 2008).

Selain itu, kelopak mata juga mempunyai sebaris bulu mata yang sensitif terhadap sentuhan dan partikel yang dekat dengan mata dengan menstimulasi refleks berkedip. Kelopak mata juga mengandung kelenjar-kelenjar yang berfungsi untuk mempertahankan tear layer.

Secara embriologi, otot levator palpebrae superioris berasal dari

annulus of Zinn. Otot levator palpebrae superioris merupakan otot lurik yang

Gambar 2.2 Anatomi kelopak mata dilihat dari sisi l t l


(47)

dipersarafi oleh divisi superior dari saraf okulomotor (saraf cranialis III). Otot ini mempunyai panjang 40 mm. Otot tersebut membentang dari bagian atas orbital dan berjalan turun dimulai dari lesser wing tulang sphenoid menuju sisi anterior. Namun, pada batas ligamen Whitnall (juga disebut ligamentum transversum superioris), otot tersebut turun ke sisi posterior dari ligamen

Whitnall terlebih dahulu sebagai tendon. Berikutnya barulah tendon tersebut

berjalan menurun ke sisi anterior ligament Whitnall sebagai tendineus

aponeurosis. Aponeurosis yang memiliki panjang 14-20 mm ini bersatu

dengan septum orbita dan melekat ke tarsus superior. Aponeurosis ini juga melekat ke kulit dan membentuk lipatan pada kelopak mata atas. Ligamentum

Whitnall mengubah arah tarikan dari otot levator palpebrae dari horizontal ke

arah vertikal. Perlekatan levator pada ligamentum Whitnall merupakan komponen penting tenaga penutupan kelopak mata secara pasif (Skarf, 2008).

Sementara itu, otot muller yang memiliki panjang 12 mm berjalan dari bagian bawah levator superioris hingga memasuki bagian superior dari tarsal

border. Otot muller mengangkat kelopak mata sekitar 2 mm (Skarf, 2008).

Gambar 2.3 Anatomi otot levator palpebre superioris dan aponeurosisnya. A, Sisi anterior berhubungan dengan aponeurosis levator (D) terhadap tarsus superior (*) dan terhadap Ligamen Whitnall (B). A, kelenjar lakrimal; C, pembungkus tendon

obliqus superioris; E, sisi lateral dari aponeurosis levator; F, sisi medial dari aponeurosis levator; G, tendon kantus lateralis; H, tendon kantus medial; I, sakus lakrimalis; J, retraktor kelopak mata bawah; K, otot obliqus inferioris.


(48)

2.3 Lensa Kontak

2.3.1 Definisi Lensa Kontak

Lensa kontak merupakan lensa plastik tipis yang dipakai menempel pada kornea mata. Lensa kontak memiliki fungsi yang sama dengan kacamata, yaitu mengoreksi kelainan refraksi, kelainan akomodasi, terapi dan kosmetik. (nusantara, 2008)

2.3.2 Indikasi Penggunaan Lensa Kontak Indikasi Optik

Penggunaan Lensa Kontak atas indikasi optik antara lain: anisometropia, afakia unilateral, myopia berat, keratokonus, dan astigmatisma ireguler.

Keuntungan penggunaan lensa kontak dibandingkan dengan kacamata adalah dapat mengoreksi astigmatisma ireguler yang tidak dapat dikoreksi oleh kacamata baca, lensa kontak tetap mempertahankan lapangan pandang, menghindari terjadinya abrasi perifer pada penggunaan kacamata, hujan dan kabut tidak mengganggu penglihatan seperti pada penggunaan kacamata biasa; secara kosmetik penggunaan lensa kontak lebih dapat diterima oleh pasien, terutama pasien wanita, daripada menggunakan kacamata baca yang tebal pada gangguan refraksi tinggi.

Indikasi Terapeutik

Indikasi Terapeutik pada penggunaan lensa kontak antara lain;

a. Penyakit kornea; seperti ulkus kornea tanpa penyembuhan, keratopati bulosa, keratitis, sindrom erosi kornea rekuren.

b. Penyakit pada iris; seperti aniridia, koloboma, dan albinisme. c. Pada glaukoma, sebagai perantara masuknya obat glaukoma. d. Pada ambliopia, lensa kontak digunakan mencegah oklusi.

e. Lensa kontak lunak dapat digunakan pada keratoplasti dan perforasi mikrokornea.


(49)

Indikasi Preventif

Indikasi preventif penggunaan lensa kontak antara lain: mencegah simbleparon dan restorasi forniks pada luka bakar kimiawi, keratitis, dan trikiasis

Indikasi Diagnostik

Indikasi diagnostik penggunaan lensa kontak antara lain; gonioskopi, elektroretinografi, pemeriksaan fundus pada astigmatisma regular, fundus photoghrapy, Goldmann’s 3 mirror examination

Indikasi Operatif

Lensa kontak dapat digunakan pada operasi goniotomi pada glaucoma kongenital, vitektomi, dan fotokoagulasi endokuler.

Indikasi Kosmetik

Indikasi kosmetik penggunaan lensa kontak antara lain; pada skar kornea yang mengganggu penglihatan, ptosis, dan kosmetik lensa sclera pada ptosis bulbi.

Indikasi Okupasi

Indikasi okupasi penggunaan lensa kontak antara lain; pada atlet, pilot dan aktor.

2.3.3 Kontraindikasi Pemakaian Lensa Kontak

Kontraindikasi penggunaan lensa kontak antara lain a. Kontraindikasi Absolut

Kurangnya motivasi, keadaan peradangan seperti : blepharitis, konjungtivitis akut, dan keratitis.

b. Kontraindikasi Relatif

Penderita dengan gangguan kekebalan tubuh, penyakit mata yang mempengaruhi kornea, konjungtiva (seperti pinguecula, pterygium), dan yang mempengaruhi kelopak mata (seperti : kelemahan epitel, kegagalan endotel, dry eye, alergi), hypesthesia kornea, glaukoma tak terkontrol, vitreocorneal touch pada aphakia, intoleransi psikologis terhadap adanya foreign body di mata.


(50)

2.3.4 Jenis-jenis Lensa Kontak

Lensa Kontak Rigid (Rigid Contact Lens)

Lensa Kontak Rigid merupakan lensa kontak yang pertama dibuat. Lensa ini terbuat dari polymethyl metharylate (PMMA atau Perspex/Plexiglas). Karena tidak permeabel terhadap oksigen, lensa ini sulit dipakai untuk jangka panjang serta menyebabkan edema kornea dan rasa tidak enak pada mata. Namun demikian, lensa kontak rigid merupakan lensa kontak pertama yang benar-benar berhasil dan diterima secara luas sebagai pengganti kacamata. Pengembangan selanjutnya antara lain adalah lensa kaku yang permeable udara, yang terbuat dari asetat butirat selulosa, silicon atau berbagai polimer plastic hidrogel, semuanya memberikan kenyamanan yang lebih baik, tetapi risikonya terjadi komplikasi yang lebih besar.

Lensa kontak keras secara spesifik diindikasikan untuk koreksi astigmatisme regular, iregularitas kornea seperti pada keratokonus. Lensa kontak rigid lebih bertahan dibanding lensa kontak lunak dikarenakan sifatnya yang lebih inert secara kimiawi. Namun, karena strukturnya yang keras, lensa kontak rigid memerlukan waktu beradaptasi pasca pemakaian yang lebih lama dibandingkan pada lensa kontak lunak (Riordan & Whitcher, 2007).

Lensa Kontak Lunak (Soft Contact Lens)

Lensa kontak lunak tersedia untuk pemakaian jangka panjang dan pemakaian harian. Jenis lensa kontak lunak hanya membutuhkan waktu beberapa hari untuk penyesuaian. (nusantara, 2008)

Lensa kontak lunak terbagi beberapa jenis berdasarkan masa pakainya, yakni: harian, mingguan, 2 mingguan, bulanan dan setahun. Lensa kontak lunak ini dapat dilalui oleh oksigen dengan kadar yang berbeda tergantung dari bahan, kadar air, desain serta ketebalannya. Kelebihan dan kekurangan Lensa kontak lunak :

• Masa adaptasi yang singkat biasanya hanya beberapa hari

• Lebih kecil kemungkinan akan terlepas pada saat melakukan aktivitas yang berlebihan


(51)

• Mudah untuk memperolehnya serta lebih murah dibandingkan dengan RGP

• Karena kadar air yang tinggi sehingga lensa kontak lunak lebih mudah kotor

• Mudah robek

Lensa kontak lunak diklasifikasikan lagi menurut jadwal penggunaannya, yaitu sebagai berikut :

1. Daily wear contact lens merupakan lensa kontak yang dipakai hanya satu

hari dan dilepaskan ketika tidur.

2. Extended wear contact lens (atau disebut continuous wear) merupakan lensa

kontak yang didesain untuk penggunaan sepanjang malam, biasanya untuk penggunaan lebih dari enam malam. Lensa kontak ini dapat digunakan dalam jangka waktu yang lama tanpa dilepaskan karena permeabilitasnya yang tinggi terhadap oksigen. Saat mata terbuka, mata mendapat oksigen dari udara luar, sedangkan ketika tidur, oksigen disuplai dari pembuluh darah belakang kelopak mata. Extended wear contact lens memungkinkan transfer oksigen lima hingga enam kali lebih permeabel dibandingkan lensa kontak lunak konvensional. Hal ini memungkinkan mata tetap sehat meskipun lensa kontak dipakai semalaman.

Lensa Kaku Permeabel Gas (Rigid Gas Permeable Lens)

Lensa kontak RGP merupakan hasil pengembangan dari lensa kontak keras. Lensa kontak RGP bersifat mudah dilalui oksigen sehingga kornea dapat berfungsi dengan baik. Pada lensa kontak RGP,oksigen bukan hanya didapat pada saat mata berkedip, tapi juga dari udara bebas yang dapat melalui lensa untuk mencapai kornea. Hal ini menyebabkan lensa kontak RGP lebih nyaman dipakai dalam waktu yang lama. Namun, lensa kontak RGP memerlukan masa penyesuaian 2-4 minggu. Lensa kontak RGP memberikan penglihatan lebih tajam, mudah dirawat dan dibersihkan, masa pakai lebih lama, mampu mengoreksi astigmatisme yaitu kelainan refraksi yang disebabkan oleh ketidakteraturan kelengkungan permukaan kornea. Namun, lensa kontak RGP tidak senyaman lensa kontak lunak dan memerlukan adaptasi lebih lama. (nusantara, 2008)


(52)

Kelebihan dan kekurangan Rigid Gas Permeable Lens : 1. Tidak mudah robek

2. Diameter lebih kecil antara 8.5 – 10 mm 3. Transmisi oksigen yang lebih tinggi

4. Mudah dirawat dan dibersihkan karena RGP tidak mengandung air 5. Mampu mengoreksi astigmatisme

6. Memberikan penglihatan yang lebih tajam 7. Masa pakai lebih lama, lebih dari 2 tahun

8. Masa adaptasi yang lebih lama, biasanya memerlukan 2 minggu hingga 1 bulan

9. Apabila lebih dari seminggu tidak dipakai maka pada saat pemakaian kembali memerlukan penyesuaian/adaptasi

10.Harga lebih mahal dibandingkan dengan lensa kontak lunak

Lensa Lunak Torik (Toric Soft Contact Lens)

Lensa kontak torik adalah lensa kontak yang mempunyai kekuatan cylinder sehingga bisa digunakan untuk mengoreksi kelainan astigmatisma.

Prinsip dasar untuk semua jenis desain lensa kontak torik adalah untuk memberikan koreksi yang maksimal bagi semua penderita astigmatisma. Perbedaan kekuatan antara meredian yang satu dengan meredian yang lainnya menyebabkan terjadinya perbedaan ketebalan yang harus diperhatikan dalam menentukan desain torik yang nantinya disesuaikan dengan kondisi astigmatisma yang dimiliki oleh pasien.

2.3.5 Komplikasi Lensa Kontak

Pemakaian lensa kontak akan aman bila digunakan secara benar. Komplikasi yang dikarenakan penggunaan lensa kontak yang salah terjadi pada sekitar 5% dari pengguna lensa kontak tiap tahunnya. Penggunaan lensa kontak yang tidak benar akan mengiritasi kelopak mata, konjungtiva, dan kornea. Perawatan lensa kontak yang tidak benar juga akan memicu terjadiya infeksi dari berbagai mikroorganisme, seperti bakteri, jamur, dll.

Salah satu faktor utama penyebab komplikasi pada lensa kontak adalah bahwa lensa kontak merupakan barrier terhadap oksigen. Kornea mata yang


(53)

tidak memiliki sistem vaskularisasi mendapat suplai oksigen dari paparan udara ekternal ketika mata terbuka, sedangkan ketika tidur, kornea mendapat suplai oksigen dari pembuluh darah di belakang kelopak mata. Komplikasi yang dapat terjadi dikarenakan suplai oksigen yang sedikit dalam jangka waktu lama pada kornea adalah terjadinya neovaskularisasi kornea, peningkatan permeabiilitas epitel, perlekatan bakteri, mikrokista, edema kornea, endothelial

polymegathism, dan peningkatan resiko miopia (Groos, 2006).

Beberapa hal yang perlu diperhatikan oleh pemakai lensa kontak : (nusantara, 2008)

1. Selalu mencuci tangan sebelum menyentuh lensa kontak. 2. Cuci dan disinfeksi lensa kontak setiap kali setelah pemakaian.

3. Tempat lensa kontak dicuci dan dibiarkan kering setiap hari. Seminggu sekali, tempat lensa kontak didesinfeksi dengan air mendidih.

4. Gantilah tempat lensa kontak secara teratur.

5. Ikutilah petunjuk perawatan lensa kontak yang diberikan oleh dokter mata Anda.

6. Buanglah cairan yang telah dipakai segera, janganlah digunakan untuk kedua kalinya.

7. Janganlah menggunakan cairan saline yang dibuat sendiri.

8. Jangan menyimpan lensa kontak dalam cairan yang tidak steril seperti air keran atau air distilasi.

9. Jangan memakai lensa kontak yang rusak atau sudah lama. 10.Periksakan mata Anda secara teratur (minimal setahun sekali).

11.Periksa dengan dokter mata Anda sebelum menggunakan obat (larutan) tetes mata, karena ada larutan tetes mata (termasuk yang dijual bebas) yang dapat berinteraksi dengan lensa kontak.

12.Hentikan pemakaian lensa kontak segera jika mata merah atau tidak nyaman saat memakai lensa kontak.

Tata cara diatas hendaklah diketahui dan diterapkan oleh pengguna lensa kontak agar tidak menimbulkan komplikasi. Berikut adalah beberapa komplikasi yang dapat disebabkan oleh pemakaian dan pemeliharaan lensa


(54)

kontak yang salah, yaitu : kelainan pada kornea, mata merah, CLARE

(Contact-Lens Induced Acute Red Eye) ,transmisi HIV pada perawatan lensa

kontak. Bila pada penggunaan lensa kontak terjadi komplikasi seperti yang telah disebutkan diatas,maka segera untuk melepaskan lensa kontak dari mata dan melakukan pemeriksaan pada dokter spesialis mata.

2.3.6 Mekanisme Lensa Kontak menyebabkan Blepharoptosis (ptosis)

Terdapat banyak mekanisme yang dapat menyebabkan Contact

Lens-induced Ptosis (CLIP). Hal ini dikategorikan menjadi penyebab aponeurogenik

(mempengaruhi beberapa bentuk disfungsi aponeurosis) dan penyebab non-aponeurogenik.

Penyebab Aponeurogenik pada CLIP 1. Penekanan pada Kelopak Mata

“Forced Blinking” yang tidak alami ketika pelepasan lensa kontak rigid memaksa otot levator dan otot orbikularis. Karena pengguna lensa kontak keras diinstruksikan untuk membuka mata dengan lebar ketika melakukan kedipan yang kuat, maka baik otot levator dan otot orbikularis berkontraksi secara bersamaan. Dua aksi otot yang seharusnya bekerja berlawanan ini (antagosnistic contraction) menyebabkan peningkatan traksi (penarikan) pada levator aponeurosis. Hal ini memicu terjadinya disinsersi & penurunan pada levator.

2. Lateral Eyelid Stretching

Ketika pelepasan lensa kontak keras, pasien sering diinstruksikan untuk menarik di outer canthus. Hal ini dilakukan untuk meningkatkan tegangan pada kelopak mata sehingga tekanan yang lebih besar terbentuk dan memungkinkan lensa kontak dikedipkan keluar dari mata. Walaupun kejadian ini dapat menyebabkan disinsersi / dehiscence ligamen kantus lateralis atau tendon kantus medial, namun tidak akan sampai menyebabkan terjadinya disinsersi levator aponeurosis, kecuali jika terjadi bersamaan dengan kontraksi antagonis seperti yang telah dijelaskan diatas.


(55)

3. Berkedip memicu Lens Rubbing

Ketika lensa kontak rigid masih berada di dalam konjungtiva mata, setiap kedipan mata akan menyebabkan lensa menggores struktur kelopak mata, walaupun dampak yang diakibatkan tidak seburuk ketika pelepasan dan pemasangan lensa kontak. Goresan kronik ini ditambah dengan tindakan pelepasan lensa kontak yang akan menyebabkan penipisan dan peregangan dari levator aponeurosis maka cara pelepasan lensa kontak, ukuran, ketebalan, dan posisi lensa kontak mempengaruhi terjadinya CLIP.

4. Tenaga yang Berlebihan pada Pemasangan dan Pelepasan Lensa Kontak Lunak

Studi Reddy et all menyatakan bahwa metode pemasangan dan pelepasan lensa kontak lunak yang berlebihan akan menyebabkan ptosis.

Blepharoptosis terjadi pada pasien yang memberikan tenaga yang

berlebihan pada kelopak mata mereka ketika memasukkan atau melepaskan lensa kontak lunak.

Penyebab Non-Aponeurogenik pada CLIP 1. Oedema

Iritasi konstan pada kelopak mata akan menyebabkan inflamasi dan oedema. Oedema akan menyebabkan blepharoptosis karena terjadinya pembesaran fisik pada kelopak mata. Massa yang bertambah pada kelopak mata oedema ditambah dengan efek gravitasi akan menurunkan kelopak mata atas (blepharoptosis).


(1)

2.1.4 Proses Adaptasi Perilaku ... 10

2.2 Anatomi Kelopak Mata ... 11

2.3 Lensa Kontak ... 14

2.3.1 Definisi Lensa Kontak ... 14

2.3.2 Indikasi Penggunaan Lensa Kontak ... 14

2.3.3 Kontraindikasi Pemakaian Lensa Kontak ... 15

2.3.4 Jenis-jenis Lensa Kontak ... 16

2.3.5 Komplikasi Lensa Kontak ... 18

2.3.6 Mekanisme Lensa Kontak menyebabkan Blepharoptosis (ptosis) 20 2.4 Blepharoptosis ... 23

2.4.1 Definisi Blepharoptosis ... 23

2.4.2 Etiologi Blepharoptosis ... 23

2.4.3 Diagnosis Blepharoptosis ... 24

2.4.4 Komplikasi Blepharoptosis ... 25

2.4.5 Penatalaksanaan Blepharoptosis ... 26

BAB 3 ... 27

KERANGKA KONSEP DAN DEFINISI OPERASIONAL ... 27

3.1. Kerangka Konsep Penelitian ... 27

3.2. Definisi Operasional ... 27

3.2.1. Pengetahuan ... 27

3.2.2. Tindakan pencegahan ... 27

3.2.3. Aspek Pengukuran ... 28

3.3. Hipotesis ... 28

BAB 4 ... 30

METODE PENELITIAN ... 30


(2)

4.3. Subjek Penelitian ... 30

4.3.1. Populasi ... 30

4.3.2. Sampel ... 30

4.4. Teknik Pengumpulan Data ... 31

4.4.1. Uji Validitas dan Reliabilitas ... 31

4.5. Pengolahan dan Analisis Data ... 32

BAB 5 ... 34

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ... 34

5.1. Deskripsi Lokasi ... 34

5.2. Deskripsi Karakteristik Responden ... 34

5.3. Hasil Penelitian ... 35

5.3.1. Karakteristik responden ... 35

5.3.2. Tingkat Pengetahuan Mahasiswa FK USU angkatan 2012, 2013, 2014 tentang Blepharoptosis Akibat Pemakaian Lensa Kontak ... 36

5.3.5. Hubungan Tingkat Pengetahuan dengan Tindakan Pencegahan .... 39

5.4. Pembahasan ... 40

5.4.1. Karakteristik responden ... 40

5.4.2. Tingkat Pengetahuan Mahasiswa FK USU tentang Blepharoptosis Akibat Pemakaian Lensa Kontak ... 41

5.4.3. Tingkat Tindakan Pencegahan Mahasiswa FK USU angkatan 2012, 2013, 2014 tentang Blepharoptosis Akibat Pemakaian Lensa Kontak ... 42

5.4.4. Hubungan Tingkat Pengetahuan dengan Tindakan Pencegahan .... 44

BAB 6 ... 45

KESIMPULAN DAN SARAN ... 45

6.1. Kesimpulan ... 45

6.2. Saran ... 45

DAFTAR PUSTAKA ... 46


(3)

DAFTAR TABEL

Tabel 3.1 Aspek Pengukuran ... 28 Tabel 5.1 Distribusi Frekuensi Jenis Kelamin Responden Pengguna Lensa Kontak

... 35 Tabel 5.2 Distribusi Frekuensi Tahun Angkatan Responden Pengguna Lensa

Kontak ... 35 Tabel 5.3 Distribusi Frekuensi Pengetahuan Mahasiswa FK USU tentang

Blepharoptosis Akibat Pemakaian Lensa. ... 36 Tabel 5.4Distribusi Frekuensi Pengetahuan Mahasiswa FK USU tentang CLIP

berdasarkan Tahun Angkatan ... 36 Tabel 5.5 Distribusi jumlah orang yang menjawab dengan benar tiap pertanyaan

pengetahuan dari 84 orang responden... 37 Tabel 5.6 Distribusi Frekuensi Tindakan Pencegahan Mahasiswa FK USU tentang Blepharoptosis Akibat Pemakaian Lensa ... 37 Tabel 5.7 Distribusi Frekuensi Tindakan Pencegahan Mahasiswa FK USU tentang

CLIP berdasarkan Tahun Angkatan... 37 Tabel 5.8 Distribusi jumlah orang yang melakukan tindakan pencegahan dengan

benar dari 84 orang responden... 38 Tabel 5.9 Distribusi Frekuensi Hubungan Pengetahuan dengan Tindakan

Pencegahan Mahasiswa FK USU Angkatan 2012, 2013, dan 2014

tentang Blepharoptosis Akibat Pemakaian Lensa Kontak... 39


(4)

DAFTAR GAMBAR

Skema 2.1 Proses terbentuknya sikap dan reaksi ... 8

Skema 2.2 Mekanisme lensa kontak menyebabkan blepharoptosis ... 22

Gambar 2.1 Anatomi superfisial mata dan kelopak mata ... 12

Gambar 2.2 Anatomi kelopak mata dilihat dari sisi lateral ... 12

Gambar 2.3 Anatomi otot levator palpebre superioris dan aponeurosisnya. A ... 13

Gambar 2.4 Pasien dengan blepharoptosis kiri ... 23


(5)

DAFTAR SINGKATAN

CLIP : Contact-Lens Induced Ptosis

RGP : Rigid Gas Permeable Lens

CLARE : Contact-Lens Induced Acute Red Eye

MRD : Marginal Reflex Distance

FK : Fakultas Kedokteran

USU :Universitas Sumatera Utara


(6)

DAFTAR LAMPIRAN

LAMPIRAN 1 Daftar Riwayat Hidup

LAMPIRAN 2 Lembar Penjelasan

LAMPIRAN 3 Lembar Persetujuan (Informed Consent)

LAMPIRAN 4 Lembar Kuesioner

LAMPIRAN 5 Validitas dan Reabilitas Kuesioner

LAMPIRAN 6 Data Induk

LAMPIRAN 7 Lembar Surat Izin Melakukan Penelitian

LAMPIRAN 8 Lembar Ethical Clearance