Analisis Pengaruh Tegangan Tidak Seimbang Terhadap Temperatur Motor Induksi Tiga Phasa
DAFTAR PUSTAKA
[1] Zuhal, “Dasar Teknik Tenaga Listrik dan Elektronika Daya”, Penerbit ITB, Bandung, 1988
[2] International Electrotechnical Commission, Rotating Electrical Machines. Part 26 (IEC 60034-26) Effect of Unbalanced Voltages on The Performance of Induction Motor. Ginegra. IEC 2002. 15 P
[3] NEMA Standard Publications No. MGI-1993. Motors and Generators, Published by National Electrical Manufactures Ascociation. Washington (1993), Part 21 PP. 9-10 and Part 30 PP. 1-2
[4] IEEE Guides: Test Procedures for Synchronus Machines, IEEE Std 115-1995 (R2002)
[5] Theraja, B.L. & Theraja, A.K., “A Text Book of Electrical Technology”, New Delhi, S.Chand and Company Ltd., 2001.
[6] Chapman Stephen J, “Electric Machinery Fundamentals”,Third Edition Mc Graw Hill Companies, New York, 1999.
[7] Wijaya Mochtar,”Dasar-dasar Mesin Listrik”, Penerbit Djambatan, Jakarta , 2001
(2)
27
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1 Tempat dan Waktu
Penelitian akan dilaksanakan pada Laboratorium Konversi Energi Listrik Departemen Teknik Elektro Fakultas Teknik Universitas Sumatera Utara. Penelitian akan dilaksanakan setelah selesai seminar proposal telah disetujui. Lama penelitian direncanakan selama 2 (dua) bulan.
3.2 Peralatan yang Digunakan 1. Motor induksi tiga phasa
Tipe : rotor belitan Spesifikasi :
- AEG Typ C AM 112MU 4RI - Δ / Υ 220/ 380 V ; 10,7/ 6,2 A - 2,2 Kw, cos ϕ 0,67
- Kelas Isolasi : B
2. Mesin DC
3. Amperemeter
4. Voltmeter 5. Tahanan Geser
6. Power Suplai ( AC dan DC )
7. Tachometer
(3)
28 3.3 Variable yang Diamati
Variable – variable yang diamati dalam penelitian ini meliputi :
- Persentasi ketidakseimbangan tegangan yang mencatu motor
- Lamanya waktu operasi motor
- Perubahan nilai resistansi motor yang diukur dengan percobaan DC test
pada saat perubahan persentasi ketidakseimbangan dan beban yang dipikul motor
- Perubahan yang terukur oleh thermometer infrared untuk setiap perubahan persentasi ketidakseimbangan dan beban yang dipikul motor
3.4 Prosedur Penelitian
Adapun prosedur pengambilan data dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Merangkai rangkaian percobaan
Sebelum melakukan percobaan, terlebih dahulu merangkai rangkaian percobaan sesuai dengan percobaan yang dilakukan. Adapun rangkaian percobaan yang akan digunakan seperti gambar yang terlihat berikut:
1.1 Rangakaian percobaan pengukuran suhu motor induksi tiga phasa dengan menggunakan thermometer infrared
(4)
29
Gambar 3.1 Rangakaian percobaan pengukuran suhu motor induksi tiga phasa dengan menggunakan thermometer infrared
1.2 Rangakaian percobaan pengukuran suhu motor induksi tiga phasa dengan menggunakan metode pengukuran resistansi
Gambar 3.2 Rangakaian percobaan pengukuran suhu motor induksi tiga phasa dengan menggunakan metode pengukuran resistansi
MI 3ϕ
V1 V2
V3 R S T n T A1
V4 RL
GEN DC
+ - PTDC 1
S1 S2
S3 A2 GA HB J K + - K1 K1 K1 K2 K2 PTDC 2 S3 V5 A2 MI 3ϕ
V1 V2
V3 R S T n T A1
V3 RL
GEN DC
+ - PTDC
S1 S2
S3 A2 GA HB J K P T A C
(5)
30
Gambar 3.3 Rangkaian kontrol pengukuran resistansi dengan DC test
2. Pengambilan data
Prosedur percobaan yang dilakukan yaitu sebagai berikut :
- Pengukuran suhu menggunakan thermometer infrared
1. Motor induksi tiga phasa dikopel dengan motor DC, kemudian rangkaian
pengukuran disusun seperti gambar 3.1
2. Seluruh switch dalam keadaan terbuka dan pengatur tegangan dalam
posisi minimum.
3. Switch S1 ditutup, kemudian PTAC dinaikkan sampai tegangan seimbang
(untuk percobaan tegangan seimbang) dan tegangan tidak seimbang (untuk percobaan tegangan tidak seimbang).
4. Switch S3 ditutup, kemudian PTDC dinaikkan hingga A2 menunjukkan
arus penguat nominal.
5. Switch S2 ditutup, kemudian tahanan RL dinaikkan dan dijaga konstan.
K1
K2 MCB
STOP T1 T2
L N
K1
(6)
31
6. Selama 30 menit untuk setiap kenaikan waktu 5 menit, suhu dicatat
dengan menggunakan thermometer infrared. 7. Percobaan selesai.
- Pengukuran suhu menggunakan metode pengukuran resistansi
1. Motor induksi tiga phasa dikopel dengan motor DC, kemudian rangkaian
pengukuran disusun seperti gambar 3.2 dan 3.3.
2. Seluruh switch dalam keadaan terbuka dan pengatur tegangan dalam posisi minimum.
3. Kemudian push button T1 pada rangkaian kontrol di tekan.
4. Switch S1 ditutup, kemudian PTAC dinaikkan sampai tegangan seimbang
(untuk percobaan tegangan seimbang) dan tegangan tidak seimbang (untuk percobaan tegangan tidak seimbang).
5. Switch S3 ditutup, kemudian PTDC dinaikkan hingga A2 menunjukkan
arus penguat nominal.
6. Switch S2 ditutup, kemudian tahanan RL dinaikkan dan dijaga konstan. 7. Selama 30 menit untuk setiap kenaikan waktu 5 menit, tekan push button
T2 pada rangkaian kontrol.
8. Naikkan tegangan PTDC 2 sampai arus yang tercatat pada A2 nominal,
kemudian catat tegangan pada V5. 9. Percobaan selesai.
Data yang di ambil pada percobaan adalah sebagai berikut:
- Temperatur yang tercatat pada thermometer infrared dalam kondisi
(7)
32
- Resistansi motor setiap kenaikan waktu tertentu baik dalam keadaan
seimbang maupun tidak seimbang.
3.5 Pelaksanaan Penelitian 3.5.1 Proses Pengumpulan Data
Adapun diagram alur dari proses pengambilan data terlihat pada gambar 3.4 berikut:
3.5.2 Melakukan Analisa Data
Data yang diperoleh dari hasil pengukuran lalu dianalisa untuk melihat keadaan temperatur motor induksi tiga phasa dengan suplai tegangan seimbang dan suplai tegangan tidak seimbang.
MULAI
MEMPERSIAPKAN PERALATAN PERCOBAAN
MERAINGKAI RANGKAIAN PERCOBAAN
MELAKUKAN PERCOBAAN
PENGAMBILAN DATA
APAKAH SESUAI PERCOBAAN DENGAN PERHITUNGAN
MENAMPAMPILKAN HASIL PENGUKURAN
DAN PERHITUNGAN
BERHENTI YA
(8)
33
BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
4.1 Umum
Motor induksi merupakan motor arus bolak balik yang paling sering digunakan dalam dunia industri maupun rumah tangga. Hal ini dikarenakan motor induksi sangat mudah dalam pengoprasiannya.
Permasalahan tegangan tidak seimbang yang menyuplai motor induksi tiga phasa merupakan salah satu masalah dalam pengoprasian motor induksi tiga phasa. Tegangan tidak seimbang dapat disebabkan karena berbagai macam gangguan asimetri pada sistem tenaga dan kegagalan studi peramalan beban sehingga distribusi beban disetiap phasanya tidak sama.
Dalam bab ini akan dibahas pengaruh suplai tegangan tidak seimbang terhadap temperature motor induksi tiga phasa. Adapun metode pengukuran temperature motor induksi tiga phasa tersebut menggunakan thermometer infrared dan menggunakan metode pengukuran resistansi.
4.2 Data Percobaan
Dari hasil penelitian di Laboratorium Konversi Energi Departemen Teknik Elektro Fakultas Teknik USU diperoleh data pengujian sebagai berikut:
4.2.1 Motor Induksi Tiga Phasa dengan Suplai Tegangan Seimbang
Dari percobaan yang dilakukan di Laboratorium Konversi Energi Listrik FT USU untuk motor induksi 3 phasa dengan suplai tegangan seimbang dengan
(9)
34
pengukuran suhu menggunakan thermometer infrared dan metode pengukuran resistansi didapatkan data sebagai berikut :
Tabel 4.1 Data hasil pengukuran suhu dengan thermometer infrared Vab = 380 volt ; Vbc = 380 volt ; Vac = 380 volt
t (menit) suhu (0C)
0 31.7
5 32.8
10 33.8
15 34.5
20 34.8
25 35.2
30 35.4
Tabel 4.2 Data hasil percobaan DC test pada motor induksi tiga phasa Vab = 380 volt ; Vbc = 380 volt ; Vac = 380 volt
t (menit) Vdc (volt) Idc (amp)
0 19 6,24
5 19,097 6,24
10 19,198 6,24
15 19,269 6,24
20 19,338 6,24
25 19,398 6,24
30 19,426 6,24
4.2.2 Motor Induksi Tiga Phasa dengan Suplai Tegangan Tidak Ieimbang Dari percobaan yang dilakukan di Laboratorium Konversi Energi Listrik FT USU untuk motor induksi 3 phasa dengan suplai tegangan tidak seimbang seimbang dengan pengukuran suhu menggunakan thermometer infrared dan metode pengukuran resistansi didapatkan data sebagai berikut :
(10)
35
Tabel 4.3 Data hasil pengukuran suhu dengan suplai tegangan tidak seimbang 1% menggunakan thermometer infrared
Vab = 379 volt ; Vbc = 365 volt ; Vac = 379 volt
t (menit) suhu (0C)
0 29,8
5 32,7
10 35,5
15 37,9
20 40,1
25 42,2
30 43,9
Tabel 4.4 Data hasil pengukuran suhu dengan suplai tegangan tidak seimbang 3% menggunakan thermometer infrared
Vab = 377 volt ; Vbc = 347 volt ; Vac = 379 volt
t (menit) suhu (0C)
0 30,1
5 34,2
10 37,8
15 41,5
20 44,9
25 48,2
(11)
36
Tabel 4.5 Data hasil pengukuran DC test dengan suplai tegangan tidak seimbang 1%
Vab = 379 volt ; Vbc = 365 volt ; Vac = 379 volt
t (menit) Vdc (volt) Idc (amp)
0 18,8 6,24
5 19,098 6,24
10 19,381 6,24
15 19,623 6,24
20 19,847 6,24
25 20,056 6,24
30 20,203 6,24
Tabel 4.6 Data hasil pengukuran DC test dengan suplai tegangan tidak seimbang 3%
Vab = 377 volt ; Vbc = 347 volt ; Vac = 379 volt
t (menit) Vdc (volt) Idc (amp)
0 18,9 6,24
5 19,354 6,24
10 19,679 6,24
15 19,982 6,24
20 20,258 6,24
25 20,497 6,24
30 20,696 6,24
4.3 Analisa Data
Dari data hasil penelitian di Laboratorium Konversi Energi Departemen Teknik Elektro Fakultas Teknik USU dapat dilakukan analisa data sebagai berikut sebagai berikut:
(12)
37
4.3.1 Motor Induksi Tiga Phasa Dengan Suplai Tegangan Seimbang
Dari table 4.1 dapat diketahui bahwa kenaikan rata-rata temperature motor induksi tiga phasa suplai tegangan seimbang dengan pengukuran menggunakan thermometer infrared sebagai berikut :
=�30− �0 �30− �0 =35,4−31,7
30−0 =3,7
30
= 0.1233 0C/m
Dari perhitungan diatas dapat ditentukan bahwa kenaikan temperature motor induksi tiga phasa suplai tegangan seimbang pengukuran suhu menggunakan thermometer infrared yaitu setiap kenaikan waktu satu menit terjadi kenaikan suhu sebesar 0.1233 0C/m.
Sedangkan dari table 4.2 dapat ditentukan besar resistansi tahanan stator motor induksi tiga phasa dengan suplai tegangan seimbang sebagai berikut :
��� =2���� ��
�0 = 19
2(6.24)= 1.5224 �ℎ�
�5 = 19.097
(13)
38
�10 = 19.198
2(6.24)= 1.5383 �ℎ�
�15 = 19.269
2(6.24)= 1.5440 �ℎ�
�20 = 19.338
2(6.24)= 1.5495 �ℎ�
�25 = 19.398
2(6.24)= 1.5543 �ℎ�
�30 = 19.426
2(6.24)= 1.5566 �ℎ�
Dari hasil perhitungan resistansi diatas dapat ditentukan temperature motor induksi tiga phasa dengan suplai tegangan seimbang sebagai berikut :
�� = �� +����− ��
� �(��+�)
�5 = 31.701 +�
1.5302−1.5224
1.5224 �(31.701 + 234.5) = 33.1℃
�10 = 31.701 +�
1.5383−1.5224
1.5224 �(31.701 + 234.5) = 34.5℃
�15 = 31.701 +�
1.5440−1.5224
1.5224 �(31.701 + 234.5) = 35.5℃
�20 = 31.701 +�
1.5495−1.5224
1.5224 �(31.701 + 234.5) = 36.4℃
�25 = 31.701 +�
1.5543−1.5224
(14)
39
�30 = 31.701 +�
1.5566−1.5224
1.5224 �(31.701 + 234.5) = 37.7℃
Dari perhitungan diatas dapat dibuat table sebagai berikut :
Table 4.7 Data hasil perhitungan suhu motor induksi tiga phasa tegangan seimbang menggunakan metode pengukuran resistansi
Vab = 380 volt ; Vbc = 380 volt ; Vac = 380 volt
t (menit) Vdc (volt) Idc (amp) Rdc (ohm) suhu (0C)
0 19 6,24 1,5224 31,7
5 19,097 6,24 1,5302 33,1
10 19,198 6,24 1,5383 34,5
15 19,269 6,24 1,5440 35,5
20 19,338 6,24 1,5495 36,4
25 19,398 6,24 1,5543 37,3
30 19,426 6,24 1,5566 37,7
Dari table 4.3.1 dapat diketahui bahwa kenaikan rata-rata temperature motor induksi tiga phasa suplai tegangan seimbang dengan pengukuran menggunakan metode pengukuran resistansi sebagai berikut :
=�30− �0 �30− �0 =37.7−31.701
30−0 =5,99
30
= 0.19967 0C/m
Dari perhitungan diatas dapat ditentukan bahwa kenaikan temperature motor induksi tiga phasa suplai tegangan seimbang pengukuran suhu
(15)
40
menggunakan metode pengukuran resistansi yaitu setiap kenaikan waktu satu menit terjadi kenaikan suhu sebesar 0.19967 0C/m.
Adapun grafik dari analisa data diatas dapat dibuat sebagai berikut :
Gambar 4.1 Grafik suhu vs menit untuk motor induksi tiga phasa suplai tegangan seimbang pengukuran suhu menggunakan thermometer infrared
Gambar 4.2 Grafik Suhu vs menit untuk motor induksi tiga phasa suplai tegangan seimbang pengukuran suhu menggunakan metode pengukuran resistansi 30 31 32 33 34 35 36 37 38 39
0 5 10 15 20 25 30
su h u ( 0C ) (t) menit 30 31 32 33 34 35 36 37 38 39
1 2 3 4 5 6 7
S u h u ( 0 C ) (t) menit
(16)
41
4.3.2 Motor induksi tiga phasa dengan suplai tegangan tidak seimbang
Persentasi ketidakseimbangan berdasarkan defenisi NEMA standart MGI. 1993 dan IEEE yaitu :
% �����������������= ���− ���
��� � 100%
=379−374.33
374.33 � 100%
= 1.2475%
% �����������������= ���− ���
��� � 100%
=379−367.66
367.66 � 100%
= 3.084%
Dari table 4.3 dan 4.4 dapat diketahui bahwa kenaikan rata-rata temperature motor induksi tiga phasa suplai tegangan tidak seimbang 1% dan 3% dengan pengukuran menggunakan thermometer infrared sebagai berikut :
i. unbalanced voltage 1% =�30 − �0
�30 − �0 =43.9−29.8
30−0 =14.1
30
(17)
42 ii. unbalanced voltage 3%
=�30 − �0 �30 − �0 =51.2−30.1
30−0 =21.1
30
= 0.703 0C/m
Dari perhitungan diatas dapat ditentukan bahwa kenaikan temperature motor induksi tiga phasa suplai tegangan tidak seimbang 1% dan 3% pengukuran suhu menggunakan thermometer infrared yaitu setiap kenaikan waktu satu menit terjadi kenaikan suhu sebesar 0.47 dan 0.703 0C/m.
Sedangkan dari table 4.5 dapat ditentukan besar resistansi tahanan stator motor induksi tiga phasa dengan suplai tegangan tidak seimbang 1% sebagai berikut :
��� =2���� ��
�0 = 18.8
2(6.24)= 1.5064 �ℎ�
�5 = 19.098
2(6.24)= 1.5303 �ℎ�
�10 = 19.381
(18)
43
�15 = 19.623
2(6.24)= 1.5724 �ℎ�
�20 = 19.847
2(6.24)= 1.5903 �ℎ�
�25 = 20.056
2(6.24)= 1.6071 �ℎ�
�30 = 20.203
2(6.24)= 1.6188 �ℎ�
Dari hasil perhitungan resistansi diatas dapat ditentukan temperature motor induksi tiga phasa dengan suplai tegangan seimbang sebagai berikut :
�� = �� +����− ��
� �(��+�)
�5 = 29.8 +�
1.5303−1.5064
1.5064 �(29.8 + 234.5) = 33.991℃
�10 = 29.8 +�
1.5530−1.5064
1.5064 �(29.8 + 234.5) = 37.970℃
�15 = 29.8 +�
1.5724−1.5064
1.5064 �(29.8 + 234.5) = 41.372℃
�20 = 29.8 +�
1.5903−1.5064
1.5064 �(29.8 + 234.5) = 44.521℃
�25 = 29.8 +�
1.6071−1.5064
1.5064 �(29.8 + 234.5) = 47.495℃
�30 = 29.8 +�
1.6188−1.5064
(19)
44
Dari table 4.6 dapat ditentukan besar resistansi tahanan stator motor induksi tiga phasa dengan suplai tegangan tidak seimbang 3% sebagai berikut :
��� =2���� ��
�0 = 18.9
2(6.24)= 1.5144 �ℎ�
�5 = 19.354
2(6.24)= 1.5508 �ℎ�
�10 = 19.679
2(6.24)= 1.5768 �ℎ�
�15 = 19.982
2(6.24)= 1.6011 �ℎ�
�20 = 20.258
2(6.24)= 1.6232 �ℎ�
�25 = 20.497
2(6.24)= 1.6424 �ℎ�
�30 = 20.696
2(6.24)= 1.6583 �ℎ�
Dari hasil perhitungan resistansi diatas dapat ditentukan temperature motor induksi tiga phasa dengan suplai tegangan seimbang sebagai berikut :
�� = �� +����− ��
� �(��+�)
�5 = 30.1 +�
1.5508−1.5144
(20)
45
�10 = 30.1 +�
1.5768−1.5144
1.5144 �(30.1 + 234.5) = 41.010℃
�15 = 30.1 +�
1.6011−1.5144
1.5144 �(30.1 + 234.5) = 45.252℃
�20 = 30.1 +�
1.6232−1.5144
1.5144 �(30.1 + 234.5) = 49.116℃
�25 = 30.1 +�
1.6424−1.5144
1.5144 �(30.1 + 234.5) = 52.462℃
�30 = 30.1 +�
1.6583−1.5144
1.5144 �(30.1 + 234.5) = 55.248℃
Dari perhitungan diatas dapat dibuat table sebagai berikut :
Table 4.8 Data hasil perhitungan suhu motor induksi tiga phasa tegangan tidak seimbang 1% menggunakan metode pengukuran resistansi
Vab = 379 volt ; Vbc = 365 volt ; Vac = 379 volt
t (menit) Vdc (volt) Idc (amp) Rdc (ohm) suhu (0C)
0 18,8 6,24 1,5064 29,800
5 19,098 6,24 1,5303 33,991
10 19,381 6,24 1,5530 37,970
15 19,623 6,24 1,5724 41,372
20 19,847 6,24 1,5903 44,521
25 20,056 6,24 1,6071 47,459
30 20,203 6,24 1,6188 49,526
Table 4.9 Data hasil perhitungan suhu motor induksi tiga phasa tegangan tidak seimbang 3% menggunakan metode pengukuran resistansi
Vab = 377 volt ; Vbc = 347 volt ; Vac = 379 volt
t (menit) Vdc (volt) Idc (amp) Rdc (ohm) suhu (0C)
0 18,9 6,24 1,5144 30,100
(21)
46
t (menit) Vdc (volt) Idc (amp) Rdc (ohm) suhu (0C)
10 19,679 6,24 1,5768 41,010
15 19,982 6,24 1,6011 45,252
20 20,258 6,24 1,6232 49,116
25 20,497 6,24 1,6424 52,462
30 20,696 6,24 1,6583 55,248
Dari table 4.5.1 dan 4.6.1 dapat diketahui bahwa kenaikan rata-rata temperature motor induksi tiga phasa suplai tegangan tidak seimbang 1% dan 3% dengan pengukuran menggunakan sebagai berikut :
iii. unbalanced voltage 1% =�30 − �0
�30 − �0 =49.5−29.8
30−0 =19.7
30
= 0.657 0C/m iv. unbalanced voltage 3%
=�30 − �0 �30 − �0 =55.2−30.1
30−0 =25.1
30
(22)
47
Dari perhitungan diatas dapat ditentukan bahwa kenaikan temperature motor induksi tiga phasa suplai tegangan tidak seimbang 1% dan 3% pengukuran suhu menggunakan metode pengukuran resistansi yaitu setiap kenaikan waktu satu menit terjadi kenaikan suhu sebesar 0.657 dan 0.837 0C/m.
Adapun grafik dari analisa data diatas dapat dibuat sebagai berikut :
Gambar 4.3 Grafik Suhu vs menit untuk motor induksi tiga phasa suplai tegangan tidak seimbang 1% pengukuran suhu menggunakan thermometer infrared 28 30 32 34 36 38 40 42 44 46 48 50 52
0 5 10 15 20 25 30
su h u ( 0C ) (t) menit 28 30 32 34 36 38 40 42 44 46 48 50 52
0 5 10 15 20 25 30
su h u ( 0C ) waktu (t)
(23)
48
Gambar 4.4 Grafik Suhu vs menit untuk motor induksi tiga phasa suplai tegangan tidak seimbang 3% pengukuran suhu menggunakan thermometer infrared
Gambar 4.5 Grafik Suhu vs menit untuk motor induksi tiga phasa suplai tegangan tidak seimbang 1% pengukuran suhu menggunakan metode pengukuran resistansi
Gambar 4.6 Grafik Suhu vs menit untuk motor induksi suplai tegangan tidak seimbang 3% pengukuran suhu menggunakan metode pengukuran resistansi 28,0 30,0 32,0 34,0 36,0 38,0 40,0 42,0 44,0 46,0 48,0 50,0 52,0 54,0 56,0
0 5 10 15 20 25 30
su h u 0C waktu (menit) 28,0 30,0 32,0 34,0 36,0 38,0 40,0 42,0 44,0 46,0 48,0 50,0 52,0 54,0 56,0
0 5 10 15 20 25 30
su
h
u
0C
(24)
49
4.3.3 Perbandingan Hasil Pengukuran Temperatur Motor Induksi Tiga Phasa Suplai Tegangan Seimbang dengan Suplai Tegangan Tidak Seimbang
Dari table data 4.1, 4.3 , dan 4.4 dapat diketahui perbandingan suhu motor induksi tiga phasa suplai tegangan seimbang dengan suplai tegangan tidak seimbang 1% dan 3% pengukuran suhu menggunakan thermometer infrared yaitu sebagai berikut :
Table 4.10 Perbandingan kenaikan suhu suplai tegangan seimbang dan tidak seimbang 1% dan 3% menggunakan thermometer infared
t (menit)
Suhu (0C)
Seimbang Tidak seimbang
1% 3%
0 31,7 29,8 30,1
5 32,8 32,7 34,2
10 33,8 35,5 37,8
15 34,5 37,9 41,5
20 34,8 40,1 44,9
25 35,2 42,2 48,2
30 35,4 43,9 51,2
Dari table 4.10 diatas dapat dilihat bahwa terjadi kenaikan suhu motor ketika disuplai dengan tegangan tidak seimbang baik tidak seimbang 1% maupun 3%. Untuk lebih jelas dapat dibuat grafik sebagai berikut:
(25)
50
Gambar 4.7 Grafik Suhu vs menit untuk motor induksi tiga phasa suplai tegangan seimbang dan suplai tegangan tidak seimbang 1% dan 3% pengukuran suhu menggunakan thermometer infrared
Sedangkan dari table 4.7, 4.8, dan 4.9 dapat diketahui perbandingan suhu motor induksi tiga phasa suplai tegangan seimbang dengan suplai tegangan tidak seimbang 1% dan 3% pengukuran suhu menggunakan metode pengukuran resistansi yaitu sebagai berikut :
Table 4.11 Perbandingan kenaikan suhu suplai tegangan seimbang dan tidak seimbang 1% dan 3% menggunakan metode pengukuran resistansi
t (menit)
Suhu (0C)
Seimbang Tidak seimbang
1% 3%
0 31,7 29,8 30,1
5 33,1 34,0 36,5
10 34,5 38,0 41,0
15 35,5 41,4 45,3
20 36,4 44,5 49,1
25 37,3 47,5 52,5
30 37,7 49,5 55,2
25 30 35 40 45 50 55
0 5 10 15 20 25 30
S u h u 0C t (menit) seimbang unbalanced 1% unbalanced 3%
(26)
51
Dari table 4.8 diatas dapat dilihat bahwa terjadi kenaikan suhu motor ketika disuplai dengan tegangan tidak seimbang baik tidak seimbang 1% maupun 3%. Untuk lebih jelas dapat dibuat grafik sebagai berikut:
Gambar 4.7 Grafik Suhu vs menit untuk motor induksi tiga phasa suplai tegangan seimbang dan suplai tegangan tidak seimbang 1% dan 3% pengukuran suhu menggunakan metode pengukuran resistansi
4.3.4 Perbandingan Hasil Pengukuran Temperatur Motor Induksi Tiga Phasa Menggunakan Thermometer Infrared dan Hasil Perhitungan Temperatur Menggunakan Metode Pengukuran Resistansi
Dari tabel 4.10 dan 4.11 dapat diketahui perbandingan hasil pengukuran suhu mengunakan thermometer infrared dan perhitungan suhu menggunakan metode pengukuran resistansi yaitu dengan tabel berikut ini :
25,0 30,0 35,0 40,0 45,0 50,0 55,0
0 5 10 15 20 25 30
su
h
u
0C
t (menit)
seimbang unbalanced 1% unbalanced 3%
(27)
52
Tabel 4.12 Perbandingan Hasil Pengukuran Thermometer Infrared dan Hasil Perhitungan dengan Metode Pengukuran Resistansi
t (menit)
Thermometer infrared (0C) Pengukuran Resistansi (0C)
Seimbang Tidak seimbang Seimbang Tidak seimbang
1% 3% 1% 3%
0 31,7 29,8 30,1 31.7 29.8 30.1
5 32,8 32,7 34,2 33.1 34.0 36.5
10 33,8 35,5 37,8 34.5 38.0 41.0
15 34,5 37,9 41,5 35.5 41.4 45.3
20 34,8 40,1 44,9 36.4 44.5 49.1
25 35,2 42,2 48,2 37.3 47.5 52.5
30 35,4 43,9 51,2 37.7 49.5 55.2
Dari tabel 4.12 dapat dibuat grafik perbandingan antara hasil pengukuran temperature menggunakan thermometer infrared dan perhitungan menggunakan metode pengukuran resistansi untuk suplai tegangan tidak seimbang, tidak seimbang 1% dan 3% yaitu sebagai berikut :
Gambar 4.8 Grafik perbandingan hasil pengukuran temperatur menggunakan thermometer infrared dan perhitungan menggunakan metode pengukuran resistansi untuk suplai tegangan seimbang
30 31 32 33 34 35 36 37 38 39
0 5 10 15 20 25 30
S u h u menit pengukuran perhitungan
(28)
53
Gambar 4.9 Grafik perbandingan hasil pengukuran temperatur menggunakan thermometer infrared dan perhitungan menggunakan metode pengukuran resistansi untuk suplai tegangan tidak seimbang 1%
Gambar 4.10 Grafik perbandingan hasil pengukuran temperatur menggunakan thermometer infrared dan perhitungan menggunakan metode pengukuran resistansi untuk suplai tegangan tidak seimbang 3% 28
33 38 43 48
0 5 10 15 20 25 30
S
u
h
u
menit
pengukuran
perhitungan
30 35 40 45 50 55
0 5 10 15 20 25 30
S
u
h
u
menit
pengukuran
(29)
54
4.3.5 Waktu yang Diperbolehkan Untuk Terjadi Ketidakseimbangan Tegangan Pada Motor Induksi Tiga Phasa
Dari tabel 4.3 dan tabel 4.4 data hasil pengukuran suhu dengan suplai tegangan tidak seimbang 1% dan 3% menggunakan thermometer infrared dapat dihitung waktu yang diperbolehkan untuk terjadi ketidakseimbangan tegangan yang disuplai ke motor induksi tiga phasa sesuai standar (tabel 2.2) yaitu :
v. unbalanced 1%
� − �0 �30 − �0 =
� − �0 �30 − �0 80−29.8
43.9−29.8= � −0 30−0 � = 50.2(30)
14.1 �= 106.8 ����� vi. unbalanced 3%
� − �0 �30− �0 =
� − �0 �30− �0 80−30.1
51.2−30.1= � −0 30−0 � = 49.9(30)
21.1 �= 70.94 �����
(30)
55
Sedangkan dari tabel 4.8 dan 4.9 data hasil perhitungan suhu dengan suplai tegangan tidak seimbang 1% dan 3% menggunakan metode pengukuran
resistansi dapat dihitung waktu yang diperbolehkan untuk terjadi
ketidakseimbangan tegangan yang disuplai ke motor induksi tiga phasa sesuai standar (tabel 2.2) yaitu :
vii. unbalanced 1%
� − �0 �30− �0 =
� − �0 �30− �0 80−29.8
49.526−29.8= � −0 30−0 � = 50.2(30)
19.726 �= 76.345 �����
viii. unbalanced 3%
� − �0 �30− �0 =
� − �0 �30− �0 80−30.1
55.248−30.1= � −0 30−0 � = 49.9(30)
25.148 �= 59.527 �����
Sedangkan untuk suplai tegangan seimbang waktu yang dibutuhkan sampai temperatur motor induksi tiga phasa dalam keadaan jenuh yaitu :
(31)
56
Tabel 4.13 Waktu yang dibutuhkan sampai temperature motor induksi dalam keadaan jenuh
Vab = 380 volt ; Vbc = 380 volt ; Vac = 380 volt
t (menit) suhu (0C)
0 30,8
5 31,9
10 32,8
15 33,6
20 34,5
25 35,2
30 35,6
35 35,9
40 36,3
45 36,6
50 36,8
55 37
60 37,1
65 37
70 37
Dari tabel 4.13 dapat dilihat bahwa waktu yang dibutuhkan sampai temperatur motor induksi tiga phasa dalam keadaan jenuh yaitu ketika motor induksi tersebut beroperasi selama 70 menit.
Untuk suplai motor dalam keadaan tidak seimbang 1% dan 3% tidak dilakukan percobaan sampai temperatur jenuh atau sampai temperatur maksimum dari motor induksi tersebut dikarenakan ketika motor dioperasikan dalam keadaan suplai tidak seimbang selama 30 menit motor sudah sangat bergetar. Hal ini disebabkan karena ketika motor di suplai dengan tegangan tidak seimbang terjadi kenaikan temperatur yang sangat tinggi sehingga terjadi pemuaian pada bearing motor induksi tersebut sehingga menyebabkan motor semakin bergetar ketika
(32)
57
suhu motor induksi semakin meningkat. Selain hal tersebut, bahwa motor induksi tiga phasa yang terdapat pada laboratorium konversi energi listrik Fakultas Teknik Universitas Sumatera Utara sudah dioperasikan sejak tahun 1976 sehingga keandalan dari motor induksi tersebut sudah jauh berkurang dari kemampuan yang tertera di nameplate motor induksi tersebut. Oleh sebab itu perlu dilakukan pemeliharaan ataupun penggantian alat-alat yang lebih modern yang dilengkapi dengan alat proteksi sehingga menghambat terjadinya kerusakan yang lebih cepat pada motor induksi tersebut.
(33)
58
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
Dari hasil penelitian dan pembahasan yang dilakukan, diperoleh kesimpulan sebagai berikut :
1. Motor induksi tiga phasa dalam keadaan suplai tegangan tidak seimbang terjadi kenaikan temperatur yang lebih tinggi dibandingkan pada saat motor induksi tiga phasa disuplai tegangan seimbang yaitu 0.1233
0
C/menit untuk tegangan seimbang, 0.47 0C/menit untuk unbalanced 1%
dan 0.703 0C/menit untuk unbalanced 3% pengukuran menggunakan
thermometer infrared. Sedangkan pengukuran menggunakan pengukuran
resistansi yaitu 0.19967 0C/menit untuk tegangan seimbang, 0.567
0
C/menit untuk unbalanced 1% dan 0.837 0C/menit untuk unbalanced
3%.
2. Pengukuran suhu menggunakan thermometer infrared dan dengan
menggunakan metode pengukuran resistansi terdapat perbedaan hasil pengukuran temperatur hal ini desebabkan posisi pengukuran menggunakan thermometer infrared tidak tepat pada kumparan stator motor induksi tiga phasa karena terhalang oleh badan motor. Hal ini sejalan dengan apa yang tertuang didalam SNI IEC 60335-2009 klausul 11 tabel 3 dimana nilai pengukuran kenaikan suhu belitan motor
(34)
59
dibandingkan dengan pengukuran menggunakan metode termokopel atau termhometer infrared.
5.2 Saran
Adapun saran dari penulis sebagai pengembangan dari tugas akhir ini adalah sebagai berikut :
1. Menggunakan metode pengukuran temperatur yang lain seperti
menggunakan metode FEM.
2. Melakukan penelitian untuk membandingkan ketidakseimbangan
(35)
5 BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Motor Induksi
Motor induksi merupakan motor arus bolak-balik (AC) yang paling luas digunakan dan dapat dijumpai dalam setiap aplikasi industri maupun rumah tangga. Penamaannya berasal dari kenyataan bahwa arus rotor motor ini bukan diperoleh dari sumber tertentu, tetapi merupakan arus yang terinduksi sebagai akibat adanya perbedaan relatif antara putaran rotor dengan medan putar (rotating magnetic field) yang dihasilkan arus stator [1].
Motor ini memiliki konstruksi yang kuat, sederhana, handal, serta berbiaya murah. Di samping itu motor ini juga memiliki effisiensi yang tinggi saat berbeban penuh dan tidak membutuhkan perawatan yang banyak. Akan tetapi jika dibandingkan dengan motor DC, motor induksi masih memiliki kelemahan dalam hal pengaturan kecepatan. Dimana pada motor induksi pengaturan kecepatan sangat sukar untuk dilakukan, sementara pada motor DC hal yang sama tidak dijumpai.
2.2 Kostruksi Motor Induksi
Motor induksi pada dasarnya memiliki konstruksi stator yang sama dengan motor sinkron, dan hanya terdapat perbedaan pada konstuksi rotor. Stator dibentuk dari laminasi – laminasi tipis yang terbuat dari aluminium ataupun besi tuang, dan kemudian dipasak bersama – sama untuk membentuk inti stator dengan slot sepertiyang ditunjukkan gambar dua satu. Kumparan ( coil ) dari
(36)
6
konduktor – konduktor yang terisolasi ini kemudian disisipkan ke dalam slot – slot tersebut.
(a) (b)
Gambar 2.1 (a) Penampang inti stator, (b) Stator motor induksi
Rotor motor induksi tiga phasa dapat dibedakan menjadi dua jenis yaitu rotor sangkar (squirrel cage rotor) dan rotor belitan (wound rotor). Rotor sangkar terdiri dari susunan batang konduktor yang dibentangkan ke dalam slot – slot yang terdapat pada permukaan rotor dan tiap – tiap ujungnya dihubung singkat dengan menggunakan shorting rings.
Sementara itu pada rotor belitan, rotornya dibentuk dari satu set belitan tiga phasa yang merupakan bayangan dari belitan statornya. Biasanya belitan tiga phasa dari rotor ini terhubung Y dan kemudian tiap - tiap ujung dari tiga kawat rotor tersebut diikatkan pada slip ring yang berada pada poros rotor. Pada motor induksi rotor belitan, rangkaian rotornya dirancang untuk dapat disisipkan dengan tahanan eksternal, yang mana hal ini akan memberikan keuntungan dalam memodifikasi karakteristik torsi – kecepatan dari motor. 2.3 Medan Putar
Perputaran motor pada arus bolak-balik ditimbulkan oleh adanya medan putar (fluks yang berputar) yang dihasilkan dalam kumparan statornya. Medan
(37)
7
putar ini terjadi apabila kumparan stator dihubungkan dalam fasa banyak, umumnya phasa tiga [1].
�� =�� sin�� (2.3.1�)
�� = ��sin (�� − 1200) (2.3.1�)
�� =��sin(�� −2400) (2.3.1�)
Gambar 2.2 Gambar 2.3
Arus Tiga Phasa Seimbang Diagram phasor fluksi tiga phasa seimbang
i ii
iii iv
(38)
8 2.4 Prinsip Kerja Motor Induksi
Ketika medan magnetik memotong konduktor rotor, di dalam konduktor tersebut akan diinduksikan ggl yang sama seperti ggl yang diinduksikan dalam lilitan sekunder transformator oleh fluksi primer. Rangkaian rotor merupakan rangkaian tertutup, baik melalui cincin ujung maupun tahanan luar. Ggl induksi menyebabkan arus mengalir di dalam konduktor rotor. Sehingga dengan adanya aliran arus pada konduktor rotor di dalam medan magnet yang dihasilkan stator, maka akan dibangkitkan gaya ( F ) yang bekerja pada motor.
Untuk memperjelas prinsip kerja motor induksi tiga phasa, maka dapat dijabarkan dalam beberapa langkah berikut:
1. Pada keadaan beban nol ketiga phasa stator yang terhubung dengan
sumber tegangan tiga phasa yang setimbang akan menghasilkan arus pada tiap belitan phasa arus pada tiap phasa menghasilkan fluksi bolak – balik yang berubah -ubah.
2. amplitudo fluksi yang dihasilkan berubah secara sinusoidal dan arahnya tegak lurus terhadap belitan phasa
3. akibat fluksi yang berputar timbul ggl pada stator motor yang besarnya :
�1 =−�
��
�� (����) (2.2) �1 = 4.44��1� (����) (2.3)
4. Resultan dari ketiga fluksi bolak – balik tersebut menghasilkan medan
putar yang bergerak dengan kecepatan sinkron ns yang besarnya
ditentukan oleh jumlah kutub p dan frekuensi stator f yang dirumuskan :
�� =
120�
(39)
9
5. fluksi yang berputar tersebut akan memotong batang konduktor pada
rotor. Akibatnya pada kumparan rotor timbul tegangan induksi sebesar E2
yang besarnya
�2 = 4.44��2��(����) (2.5) Dimana:
E2 = tegangan induksi pada rotor saat rotor dalam keadaan diam (volt)
N2 = jumlah lilitan rotor
Φm = fluksi maksimum (Wb)
6. karena kumparan rotor merupakan rangkaian tertutup, maka ggl tersebut akan menghasilkan arus I2
7. adanya arus I2 di dalam medan magnet akan menimbulkan gaya F pada
rotor
8. Bila kopel mula yang dihasilkan oleh gaya F cukup besar untuk memikul kopel beban, rotor akan berputar searah dengan medan putar stator.
9. perputaran rotor akan semakin meningkat hingga mendekati kecepatan
sinkron. Perbedaan kecepatan medan putar stator (ns) dengan kecepatan
rotor (nr) disebut slip (s) dan dinyatakan dengan :
�= ��− ��
�� � 100% (2.6)
10.pada saat rotor dalam keadaan berputar, besarnya tegangan yang terinduksi pada kumparan rotor akan bervariasi tergantung besarnya slip. Tegangan induksi ini dinyatakan dengan E2s yang besarnya :
(40)
10 dimana :
E2s = tegangan induksi rotor dalam keadaan berputar (volt)
f2 = sf = frekuensi rotor ( frekuensi tegangan induksi pada rotor dalam
keadaan berputar )
11.bila ns = nr, tegangan tidak akan terinduksi dan arus tidak akan mengalir
pada kumparan rotor, sehingga tidak akan dihasilkan kopel. Kopel akan dihasilkan jika nr< ns.
2.5 Rangkaian Ekivalen Motor induksi
Operasi dari motor induksi tergantung pada induksi arus dan tegangan di dalam rangkaian rotor yang berasal dari rangkaian stator karena adanya aksi transformator. Karena induksi arus dan tegangan pada motor induksi pada dasarnya sama dengan operasi transformator, maka rangkaian ekivalen motor induksi akan sangat menyerupai rangkaian ekivalen dari transformator. Motor induksi disebut juga sebagai singly excited machine, sebab daya hanya disuplai dari rangkaian stator.
Karena motor induksi tidak memiliki rangkaian medan, maka pada modelnya tidak akan terdapat sumber tegangan internal EA sebagaimana
dijumpai pada mesin sinkron.
Rangkaian ekivalen per phasa dari transformator dapat menggantikan operasi dari motor induksi. Sebagaimana halnya pada transformator, maka akan terdapat tahanan (R1) dan induktansi sendiri (X1) pada belitan stator yang
(41)
11
Gambar 2.5 Rangkaian ekivalen motor induksi sebagai model transformator
Tegangan stator E1 dikopel terhadap sisi sekunder ER sebagaimana halnya
transformator ideal dengan rasio belitan effektif aeff. Rasio belitan ini dengan
mudah dapat ditentukan pada motor induksi rotor belitan, yang mana pada dasarnya rasio ini merupakan banyaknya konduktor per phasa pada stator terhadap jumlah konduktor per phasa pada rotor. Akan tetapi tidak demikian halnya pada motor induksi sangkar tupai, karena tidak terdapatnya belitan pada rotor motor tersebut.
Tegangan ER pada rotor akan menghasilkan arus, karena rangkaian
rotornya terhubung singkat. Impedansi rangkaian primer dan arus magnitisasi dari motor induksi sama halnya dengan komponen - komponen yang dijumpai pada transformator. Hal yang membedakan rangkaian ekivalen tersebut pada motor induksi dikarenakan terdapatnya variasi frekuensi pada tegangan rotor (ER),
impedansi rotor RR dan jXR.
Ketika tegangan diberikan pada belitan stator, maka tegangan akan diinduksikan pada belitan rotornya. Pada umumnya, gerak relatif yang lebih besar di antara rotor dan medan putar stator, akan menghasilkan tegangan dan frekuensi rotor yang lebih besar juga. Gerak relatif yang terbesar terjadi saat rotor dalam keadaaan diam atau disebut juga dalam keadaan blocked rotor. Sebaliknya, frekuensi dan tegangan terendah timbul saat rotor berputar pada kecepatan yang
(42)
12
sama dengan kecepatan sinkron, sehingga tidak terdapat pergerakan relatif. Magnitud dan frekuensi tegangan induksi rotor pada saat berputar sebanding dengan slip dari rotornya. Sehingga, besarnya tegangan induksi rotor dalam kondisi rotor terkunci disebut ERO, sedangkan untuk slip pada suatu putaran
tertentu dirumuskan dengan :
��� = ���� (2.8) Dan frekuensi induksi pada slip tertentu :
�� = ��� (2.9)
Tahanan dari rotor RR bernilai konstan/ tidak tergantung pada slip, sementara itu pada reaktansi rotor besarnya akan dipengaruhi oleh slip.
Reaktansi dari rotor tergangtung pada induktansi rotor, frekuensi tegangan rotor dan arus pada rotor. Bila induktansi rotor LR, maka reaktansi rotor adalah :
XR= ωr LR= 2 π fr LR : fr = sfe
Sehingga XR = 2 π sfe LR
= s(2 π sfe LR)
=���� (2.10)
LR = induktansi rotor
XRO = reaktansi blok rotor.
(43)
13
Dari gambar 2.5.2 arus pada rotor dapat ditentukan sebagai :
�� = � ��
�+��� (2.11)
�� =� ��
� +���� (2.12)
�� =� ��
�
� +����
(2.13)
Dimana :
IR = arus rotor ( A )
ER = tegangan induksi pada rotor ( V )
RR= tahanan rotor ( Ώ )
XR= reaktansi rotor ( Ώ )
Dalam teori transformator, analisa rangkaian ekivalen sering disederhanakan dengan mengabaikan seluruh cabang magnetisasi atau dengan memindahkan langsung ke terminal primer. Pendekatan demikian tidak dibenarkan dalam motor induksi yang bekerja dalam keadaan normal, karena adanya celah udara yang menjadikan perlunya suatu arus magnetisasi yang sangat besar (30% sampai 40% dari arus beban penuh). Untuk itu dalam rangkaian ekivalen RC dapat diabaikan. Rangkaian ekivalennya adalah seperti pada gambar
2.5.3 :
(44)
14 2.6 Penentuan Parameter Motor induksi
Data yang diperlukan untuk menghitung performansi dari suatu motor induksi dapat diperoleh dari hasil pengujian tanpa beban, pengujian rotor tertahan, dan pengukuran tahanan dc lilitan stator.
2.6.1 Pengujian Tanpa Beban (No Load Test)
Pengujian tanpa beban pada motor induksi akan memberikan keterangan berupa besarnya arus magnetisasi dan rugi – rugi tanpa beban. Biasanya pengujian tersebut dilakukan pada frekuensi yang diizinkan dan dengan tegangan tiga phasa dalam keadaan setimbang yang diberikan pada terminal stator. Pembacaan diambil pada tegangan yang diizinkan setelah motor bekerja cukup lama, agar bagian – bagian yang bergerak mengalami pelumasan sebagaimanamestinya. Rugi – rugi rotasional keseluruhan pada frekuensi dan tegangan yang diizinkan pada waktu dibebani biasanya dianggap konstan dan sama dengan rugi – rugi tanpa beban.
Pada keadaan tanpa beban, besarnya arus rotor sangat kecil dan hanya diperlukan untuk menghasilkan torsi yang cukup untuk mengatasi gesekan.
Karenanya rugi – rugi I2R tanpa beban cukup kecil dan dapat
diabaikan. Pada transformator rugi – rugi I2R primernya tanpa beban dapat diabaikan, akan tetapi rugi – rugi stator tanpa beban motor induksi besarnya cukup berarti karena arus magnetisasinya lebih besar. Besarnya rugi – rugi rotasional PR pada keadaan kerja normal adalah :
���� = ��� −3�2���1 (2.14) Dimana :
(45)
15 Inl = arus tanpa beban tiap phasa ( A )
R1 = tahanan stator tiap phasa ( ohm )
Karena slip pada keadaaan tanpa beban sangat kecil, maka akan mengakibatkan tahanan rotor R2/s sangat besar. Sehingga cabang paralel rotor
dan cabang magnetisasi menjadi jXM di shunt dengan suatu tahanan yang
sangat besar, dan besarnya reaktansi cabang paralel karenanya sangat mendekati XM. Sehingga besar reaktansi yang tampak Xnl yang diukur pada
terminal stator pada keadaan tanpa beban sangat mendekati X1 + XM, yang
merupakan reaktansi sendiri dari stator, sehingga :
Xnl = X1+ XM (2.15)
Maka besarnya reaktansi diri stator, dapat ditentukan dari pambacaan alat ukur pada keadaan tanpa beban. Untuk mesin tiga phasa yang terhubung Y besarnya impedansi tanpa beban Znl/ phasa :
Znl =
Vnl
�3Inl
(2.16)
Di mana Vnl merupakan tegangan line, pada pengujian tanpa beban.
Besarnya tahanan pada pengujian tanpa beban Rnl adalah :
Rnl = Pnl
3I nl2 (2.17)
Pnl merupakan suplai daya tiga phasa pada keadaan tanpa beban, maka
besar reaktansi tanpa beban
Xnl =�Z nl2 −R2 nl (2.18)
sewaktu pengujian beban nol, maka rangkaian ekivalen motor induksi seperti gambar 2.6.1 berikut :
(46)
16
Gambar 2.8 Rangkaian ekivalen motor induksi pada percobaan beban nol 2.6.2 Pengujian Tahanan Stator ( DC Test )
Untuk menentukan besarnya tahanan stator R1 dilakukan dengan test DC. Pada dasarnya tegangan DC diberikan pada belitan stator motor induksi. Karena arus yang disuplai adalah arus DC, maka tidak terdapat tegangan yang diinduksikan pada rangkaian rotor sehingga tidak ada arus yang mengalir pada rotor. Dalam keadaan demikian, reaktansi dari motor juga bernilai nol, oleh karena itu, yang membatasi arus pada motor hanya tahanan stator.
Untuk melakukan pengujian ini, arus pada belitan stator diatur pada nilai rated, yang mana hal ini bertujuan untuk memanaskan belitan stator pada temperatur yang sama selama operasi normal. Apabila tahanan stator dihubung Y, maka besar tahanan stator/ phasa adalah :
�1 =
���
2��� (2.19)
Bila stator dihubung delta, maka besar tahanan stator.
�1 =
3���
2��� (2.20)
Dengan diketahuinya nilai dari R1, rugi – rugi tembaga stator pada
beban nol dapat ditentukan, dan rugi – rugi rotasional dapat ditentukan sebagai selisih dari daya input pada beban nol dan rugi – rugi tembaga stator. Gambar 2.6.2 menunjukkan salah satu bentuk pengujian DC pada stator
(47)
17 motor induksi yang terhubung Y.
Gambar 2.9 Rangkaian pengukuran untuk DC test 2.6.3 Pengujian Rotor Tertahan ( Block Rotor Test )
Pengujian ini bertujuan untuk menentukan parameter – parameter motor induksi, dan biasa juga disebut dengan locked rotor test. Pada pengujian ini rotor dikunci/ ditahan sehingga tidak berputar.
Untuk melakukan pengujian ini, tegangan AC disuplai ke stator dan arus yang mengalir diatur mendekati beban penuh. Ketika arus telah menunjukkan nilai beban penuhnya, maka tegangan, arus, dan daya yang mengalir ke motor diukur.
Rangkaian ekivalen untuk pengujian ini ada pada gambar 2.21
Gambar 2.10 Rangkaian ekivalen motor induksi pada percobaan block rotor test Saat pengujian ini berlangsung s = 1 dan tahanan rotor R2/s = R2.
Karena nilai R2 dan X2 begitu kecil, maka arus input akan seluruhnya
(48)
18
sirkit pada saat ini terlihat seperti kombinasi seri X1, R1, X2, dan R2. Sesudah
tegangan dan frekuensi diatur, arus yang mengalir pada motor diatur dengan cepat, sehingga tidak timbul kenaikan temperatur pada rotor dengan cepat. Daya input yang diberikan kepada motor adalah :
��� = √3���� (2.21) Dimana :
VT = tegangan line pada saat pengujian berlansung
IL = arus line pada saat pengujian berlangsung
��� = ��
√3�� (2.22)
Dimana ZBR = impedansi hubung singkat
��� =���+����
=���cos�+����sin� (2.23)
Tahanan block rotor :
��� =�1+�2 (2.24) Sedangkan reaktansi block rotor X’BR = X1’ + X2’
X1’ + X2’ adalah reaktansi stator dan rotor pada frekuensi
pengujian
�2 =���− �1 (2.25)
Nilai dari R1 ditentukan dari test DC. Karena reaktansi berbanding
langsung dengan frekuensi, maka reaktansi ekivalen total ( XBR ) pada saat
frekuensi operasi normal
��� =������� ���� ����
′ =�
1+�2 (2.25)
(49)
19
Tabel 2.1 Distribusi reaktansi X1dan X2 pada berbagai desain motor induksi
Desain Kelas X1 X2
A 0.5 XBR 0.5 XBR
B 0.4 XBR 0.6 XBR
C 0.3 XBR 0.7 XBR
D 0.5 XBR 0.5 XBR
Rotor Belitan 0.5XBR 0.5XBR
2.7 Tegangan Tidak Seimbang
Dalam sistem tiga phasa yang seimbang,tegangan line to netral memiliki magnitude yang sama dan tiap – tiap sudut phasanya berbeda 120 derajat satu sama lain. Apabila terdapat tegangan tiga phasa yang magnitudnya tidak sama dan sudut fasanya mengalami pergeseran sehingga tidak berbeda 120 derajat satu sama lain, maka dikatakan sistem tersebut memiliki tegangan tidak seimbang.
Penyebab tegangan tidak seimbang termasuk impedansi saluran transmisi dan saluran distribusi yang tidak sama, distribusi beban – beban satu phasa yang tidak merata dalam jumlah besar, dan lain – lain. Ketika beban tiga phasa seimbang dihubungkan dengan sistem suplai yang tidak seimbang, maka arus yang dialirkan ke beban juga tidak seimbang. Oleh karena itu sangat sulit / tidak mungkin untuk menyediakan suatu sistem suplai seimbang yang sempurna kepada konsumen, sehingga perlu dilakukan berbagai upaya untuk meminimalisasi
(50)
20
ketidakseimbangan tegangan untuk mereduksi pengaruhnya pada beban – beban konsumen.
I ii
Gambar 2.11 diagram vector tegangan seimbang; diagram vector tegangan tidak seimbang
Metode yang biasa digunakan dalam menganalisa baik arus ataupun tegangan dalam keadaaan tidak seimbang adalah dengan menggunakan komponen – komponen simetris yaitu suatu metode yang secara matematis memecahkan suatu sistem yang tidak seimbang menjadi tiga buah sistem yang seimbang. Sistem tersebut adalah urutan positif, urutan negatif dan urutan nol. Untuk sistem yang seimbang sempurna, maka sistem urutan negatife dan urutan nol tidak ada.
i ii iii
Gambar 2.12 Diagram vector urutan positif (i) ; diagram vector urutan negatif (ii); diagram vector urutan nol (iii)
(51)
21
Sistem urutan ini dapat dilukiskan secara fisika. Arah perputaran dari motor induksi tiga phasa ketika diaplikasikan dengan tegangan urutan negatif akan berlawanan arah dengan arah perputaran motor induksi sewaktu diaplikasikan dengan tegangan urutan positif. Sementara itu sistem urutan nol tidak akan menimbulkan perputaran pada motor induksi, karena tidak ada pebedaan phasa pada ketiga tegangannnya, sehinggan tidak akan dibangkitkan medan putar.
Oleh karena itu, ada dua defenisi ketidakseimbangan pada komponen – komponen simetris, yaitu :Faktor ketidakseimbangan urutan negatif = �2
�1 dan
Faktor ketidakseimbangan urutan nol = �0
�1
dimana ( V1, V2, V0 adalah sistem
urutan positif, urutan negative, dan urutan nol). Sistem arus urutan nol tidak dapat mengalir pada sistem tiga phasa, misalnya motor induksi, oleh karena itu factor ketidakseimbangan urutan nol itu sering diabaikan. Adapun ketidakseimbangan tegangan urutan negatif menunjuk pada besarnya tegangan yang mencoba untuk memutar arah motor induksi tiga phasa pada arah yang berlawanan terhadap yang diberikan oleh tegangan urutan positif.
Adapun faktor ketidakseimbangan urutan negatif menurut IEC 60034 – 26 [2] adalah:
%���������������= ���2
���1
� 100 (2.26)
Dimana :
���1 =
��� + ����� + �2����
(52)
22
���2 =
��� +�2���� + �����
3 (2.28)
Dimana :� = −0.5 +�0.0866 ����2 = −0.5− �0.866
Sedangkan menurut NEMA standard MG1. 1993 [3] dan IEEE defenisi ketidakseimbangan itu adalah :
����������������= ���− ���
��� � 100 % (2.29) Dimana :
VLL = tegangan line-line yang tertinggi
Vll = tegangan rata-rata dari tegangan line
Sesuai dengan rumusan yang telah diberikan, dapat dilihat bahwa definisi tegangan tidak seimbang yang diberikan NEMA menghindari penakaian aljabar kompleks, sehingga kedua rumusan tersebut akan memberikan hasil yang berbeda.
Contoh jika tegangan tidak seimbang
��� = 450∠0�, ��� = 363∠−121.44�,��� = 405∠130�
Maka menurut persamaan 3.2 dan 3.3, maka besarnya Vab1 dan Vab2
adalah :
���1 = 404.625∠2.89� ������2 = 50.217∠−23.98�
Maka besarnya ketidakseimbangan menurut IEC adalah
% ����������������= 50.217
(53)
23 Sedangkan menurut NEMA adalah :
% ���������������� = 43.8
406.2� 100 = 10.78 %
Tegangan tidak setimbang dalam persentase yang kecil akan menghasilkan arus tidak seimbang dalam jumlah besar, yang mana hal ini akan menimbulkan kenaikan temperatur pada motor. Jika tegangan yang tidak setimbang menyuplai motor induksi, maka daya kuda nominal dari motor harus dikalikan dengan suatu faktor seperti yang ditunjukkan gambar 2.7.1
Gambar 2.13 Kurva penurunan rating motor induksi (NEMA)
Menurut kurva ini, motor induksi dirancang sedemikian rupa sehingga mampu menangani ketidaksetimbangan tegangan 1%, dan selanjutnya akan menurun terganntung pada tingkat ketidaksetimbangan. Operasi pada motor pada harga ketidaksetimbangan tegangan di atas 5% tidak diizinkan.
(54)
24
National Electrical Manufacturing Association (NEMA) mendefinisikan temperature rise adalah kenaikan temperatur diatas temperature ambient. Temperature ambient yaitu temperatur udara disekeliling motor atau dapat dikatakan sebagai suhu ruangan. Penjumlahan dari temperature rise dan temperature ambient adalah panas keseluruhan panas pada motor. Kelas isolasi temperature pada motor induksi dijelaskan oleh tabel berikut (temperature ambient tidak lebih dari 400C) :
Tabel 2.2 Temperature rise for large motors with 1.0 sevice factor
No Motor Rating
Insulation Class and Temperatur Rise 0C
A B F H
1 All horsepower (or kW) ratings 60 80 105 125
2 1500 hp (1120 kW) and less 70 90 115 140
3 Over 1500 hp (1120 kW) and 7000
volt or less 65 85 110 135
4 Over 1500 hp (1120 kW) and over
7000 volt 60 80 105 125
Faktor penyebab rusaknya isolasi winding adalah panas yang berlebih pada motor. Panas berlebih yang berlangsung lama pada lilitan akan menyebabkan stress pada lilitan dan isolasi kawat menjadi rapuh. Jika dibiarkan terlalu lama akan menyebabkan isolasi pada lilitan akan retak. Jika gejala ini disertai dengan munculnya partial discharge maka proses penuaan isolasi akan semakin cepat. Berdasarkan penelitian NEMA usia dari isolasi winding akan berkurang setengahnya setiap kenaikan 100C dari kondisi normal kerja motor. Akan tetapi
jika motor harus beroperasi 400C di atas temperature normal maka umur
isolasinya menjadi 1/16 dari umur normal yang diperkirakan. Oleh sebab itu motor- motor listrik yang digunakan pada dunia industri menggunakan alat
(55)
25
proteksi untuk mengatasi panas lebih pada motor seperti thermal overload relay. Sehingga apabila terjadi overheating pada motor relai akan segera bekerja sehinngga dapat meminimalkan kerusakan pada isolasi motor.
Berikut ini adalah metode dalam menentukan temperatur motor induksi [4] yaitu :
a. Menggunakan thermometer infrared
Metode ini adalah penentuan suhu dengan sensor suhu, atau dengan thermometer infrared, dengan metode ini instrumen diterapkan pada bagian terpanas dari mesin yang dapat diakses .
b. Mengunakan Embedded Detector
Motor yang menggunakan embedded detector pada lilitannya dapat dimonitor langsung output yang dideteksi pada peralatan. Output temperature yang ditunjukkan adalah temperature terpanas dimana lokasi sensor diletakkan. Perbedaan antara embedded detector dengan thermometer infrared yaitu embedded detector tertanam di lilitan stator motor sedangkan thermometer infrared dapat diletakkan dimana saja bagian motor yang paling panas yang mudah diakses.
c. Mengukur Tahanan Lilitan motor
Metode digunakan untuk motor yang tidak memiliki embedded detector seperti thermocouple atau resistance temperature detectors (RTDs). Kelebihan metode ini yaitu dapat dilakukan tanpa harus membongkar kerangka motor
Penentuan temperature dengan metode ini yaitu dengan membandingkan tahanan lilitan motor pada temperature yang ingin ditentukan (pada saat motor panas) dengan tahanan yang sudah diketahui temperaturnya (temperature
(56)
26
ambient). Temperature tahanan yang ingin ditentukan dapat dihitung dengan persamaaan :
�� =�� + ����− ��
� �(�� + �) (2.30) Dimana : Tt : Temperatur total lilitan (oC)
Tb : Temperatur pada saat motor dingin (oC)
Rt : Tahanan pada saat motor panas (ohm)
Rb : Tahanan pada saat motor dingin (ohm)
K : 234.5 ( konstanta untuk bahan tembaga ) (oC)
(57)
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
Motor induksi merupakan motor arus bolak balik yang paling sering digunakan dalam dunia industri maupun rumah tangga. Hal ini dikarenakan motor induksi sangat mudah dalam pengoprasiannya. Selain itu konstruksi motor induksi memiliki konstruksi yang kuat, serta memiliki effesiensi yang baik dan putaran yang konstan untuk setiap perubahan beban.
Permasalahan tegangan tidak seimbang yang menyuplai motor induksi tiga phasa merupakan salah satu masalah dalam pengoprasian motor induksi tiga phasa. Tegangan tidak seimbang dapat disebabkan karena berbagai macam gangguan asimetri pada sistem tenaga dan kegagalan studi peramalan beban sehingga distribusi beban disetiap phasanya tidak sama.
Ketidakseimbangan tegangan yang menyuplai motor induksi tiga phasa akan mengakibatkan pemanasan yang berlebih pada motor induksi tersebut. Hal ini dikarenakan adanya arus yang berlebih pada salah satu phasa yang menyuplai motor induksi tersebut sehingga terjadi pemanasan yang berlebih pada kumparannya. Kenaikan temperatur motor induksi dapat diukur dengan menggunakan alat thermometer infrared ataupun dengan metode mengukur resistansi pada motor induksi.
Oleh karena itu perlu dilakukan suatu kajian baik berupa analisis maupun penelitian di labratorium untuk melihat bagaimana ketidakseimbangan tegangan mempengaruhi kenaikan temperatur pada motor induksi, serta membandingkan temperature motor induksi hasil pengukuran yang didapat dengan menggunakan
(58)
2
thermometer infrared dan dengan metode mengukur resistansi motor induksi tersebut.
1.2 Rumusan Masalah
Adapun rumusan masalah tugas akhir ini adalah :
1. Bagaimana kondisi panas motor induksi tiga phasa dalam kondisi
tegangan seimbang dengan mengukur menggunakan thermometer infrared.
2. Bagaimana kondisi panas motor induksi tiga phasa dalam kondisi
tegangan seimbang dengan metode mengukur resistansi motor induksi tersebut.
3. Bagaimana kondisi panas motor induksi tiga phasa dalam kondisi
tegangan tidak seimbang dengan mengukur menggunakan thermometer infrared.
4. Bagaimana kondisi panas motor induksi tiga phasa dalam kondisi
tegangan tidak seimbang dengan metode mengukur resistansi motor induksi tersebut.
5. Bagaimana perbandingan panas yang didapat dengan mengukur
menggunakan thermometer infrared dan panas yang didapat dengan metode mengukur resistansi motor induksi tersebut.
(59)
3 1.3 Tujuan Penelitian
Adapun tujuan dari penulisan tugas akhir ini adalah :
1. Untuk mengetahui panas motor induksi tiga phasa dalam kondisi
tegangan seimbang.
2. Untuk mengetahui panas motor induksi tiga phasa dalam kondisi
tegangan tidak seimbang.
3. Untuk membandingkan panas motor induksi tiga phasa dengan metode
pengukuran menggunakan thermometer infrared dan metode pengukuran resistansi, baik dalam kondisi tegangan seimbang maupun tegangan tidak seimbang.
1.4 Batasan masalah
Adapun pembatasan masalah yang dilakukan dalam penulisan tugas akhir ini adalah :
1. Tidak menganalisa gangguan dan harmonisa tegangan yang tejadi pada
sistem tenaga.
2. Tidak membahas tegangan tidak seimbang yang disebabkan
ketidakseimbangan sudut phasa dan tidak melibatkan teori komponen – komponen simetris dalam analisa tegangan tidak seimbang.
3. Tidak membahas pengaruh tegangan tidak seimbang terhadap torsi dan
effisiensi motor induksi.
4. Hanya membandingkan metode pengukuran menggunakan thermometer
(60)
4
5. Defenisi tegangan tidak seimbang yang digunakan dalam tulisan ini
adalah definisi yang digunakan NEMA standard MG1. 1993.
6. Analisa data berdasarkan peralatan yang tersedia di Laboratorium
Konversi Energi Listrik FT. USU
1.5 Manfaat Penulisan
Adapun manfaat yang didapat dalam peneitian ini adalah :
1. Untuk memprediksi panas motor induksi tiga phasa dalam keadaan
tegangan tidak seimbang sehingga dapat menentukan setting alat proteksi.
2. Dapat memberikan informasi dan pembaca mengenai pengaruh tegangan
(61)
i ABSTRAK
Motor induksi merupakan motor arus bolak balik yang paling sering digunakan dalam dunia industri maupun rumah tangga. Permasalahan tegangan tidak seimbang yang menyuplai motor induksi tiga phasa merupakan salah satu masalah dalam pengoprasian motor induksi tiga phasa.
Oleh karena itu perlu dilakukan suatu kajian baik berupa analisis maupun penelitian di labratorium untuk melihat bagaimana ketidakseimbangan tegangan mempengaruhi kenaikan temperatur pada motor induksi, serta membandingkan temperature motor induksi hasil pengukuran yang didapat dengan menggunakan thermometer infrared dan dengan metode mengukur resistansi motor induksi tersebut.
Motor induksi tiga phasa dalam keadaan suplai tegangan tidak seimbang terjadi kenaikan temperatur yang lebih tinggi dibandingkan pada saat motor
induksi tiga phasa disuplai tegangan seimbang yaitu 0.1233 0C/menit untuk
tegangan seimbang, 0.47 0C/menit untuk unbalanced 1% dan 0.703 0C/menit untuk unbalanced 3% pengukuran menggunakan thermometer infrared. Sedangkan pengukuran menggunakan pengukuran resistansi yaitu 0.19967
0
C/menit untuk tegangan seimbang, 0.567 0C/menit untuk unbalanced 1% dan
(62)
TUGAS AKHIR
ANALISIS PENGARUH TEGANGAN TIDAK SEIMBANG TERHADAP TEMPERATUR MOTOR INDUKSI TIGA PHASA
( Aplikasi Pada Laboratorium Konversi Energi Listrik FT USU) Diajukan untuk memenuhi persyaratan
menyelesaikan pendidikan sarjana (S-1) pada
Departemen Teknik Elektro Sub konsentrasi Teknik Energi Listrik Oleh
Muhammad Zein NIM : 110402010
DEPARTEMEN TEKNIK ELEKTRO FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN
(63)
(64)
i ABSTRAK
Motor induksi merupakan motor arus bolak balik yang paling sering digunakan dalam dunia industri maupun rumah tangga. Permasalahan tegangan tidak seimbang yang menyuplai motor induksi tiga phasa merupakan salah satu masalah dalam pengoprasian motor induksi tiga phasa.
Oleh karena itu perlu dilakukan suatu kajian baik berupa analisis maupun penelitian di labratorium untuk melihat bagaimana ketidakseimbangan tegangan mempengaruhi kenaikan temperatur pada motor induksi, serta membandingkan temperature motor induksi hasil pengukuran yang didapat dengan menggunakan thermometer infrared dan dengan metode mengukur resistansi motor induksi tersebut.
Motor induksi tiga phasa dalam keadaan suplai tegangan tidak seimbang terjadi kenaikan temperatur yang lebih tinggi dibandingkan pada saat motor
induksi tiga phasa disuplai tegangan seimbang yaitu 0.1233 0C/menit untuk
tegangan seimbang, 0.47 0C/menit untuk unbalanced 1% dan 0.703 0C/menit untuk unbalanced 3% pengukuran menggunakan thermometer infrared. Sedangkan pengukuran menggunakan pengukuran resistansi yaitu 0.19967
0
C/menit untuk tegangan seimbang, 0.567 0C/menit untuk unbalanced 1% dan
(65)
ii
KATA PENGANTAR
Segala puji dn syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, karena atas berkat rahmat dan ridho-Nya Tugas Akhir ini dapat diselesaikan. Tidak lupa juga shalawat beriring salam penulis haturkan kepada junjungan Nabi Besar Muhammad SAW.
Tugas akhir ini merupakan bagian dari kurikulum yang harus diselesaikan untuk memenuhi persyaratan dalam menyelesaikan pendidikan Sarjana Strata Satu di Departemen Teknik Elektro, Universitas Sumatera Utara. Adapun judul Tugas Akhir ini adalah :
“ANALISIS PENGARUH TEGANGAN TIDAK SEIMBANG TERHADAP TEMPERATUR MOTOR INDUKSI TIGA PHASA”
Tugas Akhir ini penulis persembahkan kepada yang teristimewa yaitu Ayahanda (Sukaswan) beserta Ibunda (Nurbaiti) dan kakak saya (Sri Rahayu) yang selalu memberikan semangat dan mendoakan penulis selama masa studi hingga menyelesaikan Tugasa Akhir ini.
Selama masa kuliah hingga penyelesaian tugas akhir ini, penulis juga banyak mendapatkan dukungan maupun bantuan dari berbagai pihak. Untuk itu penulis ingin menyampaikan rasa terima kasih yang mendalam kepada :
1. Bapak Ir. Syamsul Amien, M.S., selaku dosen Pembimbing Tugas Akhir
serta Kepala Laboratorium Konversi Energi Listrik yang telah banyak meluangkan waktu dan pikirannya untuk selalu memberikan bantuan,
(66)
iii
bimbingan, dan pengarahan kepada penulis selama perkuliahan hingga penyusunan Tugas Akhir ini.
2. Bapak Ir. Surya Tarmizi Kasim M.Si., selaku dosen Penguji Tugas Akhir serta selaku Ketua Departemen Teknik Elektro FT USU yang telah banyak memberikan masukan demi perbaikan Tugas Akhir ini dan telah banyak motivasi selama masa perkuliahan.
3. Bapak Raja Harahap S.T., M.T., selaku Dosen Penguji Tugas Akhir dan
telah banyak memberikan masukan demi perbaikan Tugas Akhir ini serta senantiasa memberikan bimbingan selama perkuliahan.
4. Seluruh Bapak dan Ibu dosen yang telah mendidik serta memberikan
pengalaman hidup yang berharga selama masa perkuliahan kepada penulis.
5. Seluruh staf pegawai Departemen Teknik Elektro FT USU yang telah
membantu penulis dalam pengurusan administrasi saat perkuliahan serta selama penyusunan tugas akhir.
6. Sahabat setia Astri Irtanti yang selalu mendoakan kesuksesan penulis
dalam setiap kesempatan.
7. Laboran dan rekan asisten Laboratorium Konversi Energi Listrik om
Roy, bang Dhuha, bang Djaka, bang Diky, bang Bambang, dan Aspar yang selalu membantu dan tidak bosan-bosannya membagikan pengalaman selama masa perkuliahan.
8. Rekan- rekan satu angkatan 2011 Teknik Elektro Endra, Aspar, Angga,
(67)
iv
selalu saling member semangat, bantuan, cerita, dan warna selama perkuliahan.
9. Seluruh abang dan kakak senior bang Irsyad, bang Suwen, Bg Robby,
dan Bang Bere, serta adik-adik junior Alvi, Akbar, Totti, Ryan, dan Salim yang memberikan dukungan dan bantuan.
10. Semua pihak yang tidak dapat penulis tuliskan satu persatu.
Penulis menyadari bahwa dalam penulis Tugas Akhir ini masih belum sempurna karena masih terdapat banyak kekurangan baik dari segi isi maupun susunan bahasanya. Saran dan kritik dari pembaca dengan tujuan menyempurnakan dan mengembangkan kajian dalam bidang ini sangat penulis harapkan. Akhir kata, penulis berharap semoga penulisan Tugas Akhir ini dapat berguna bagi kita semua dan hanya kepada Allah SWT-lah penulis menyerahkan diri.
Medan, Oktober 2015 Penulis
Muhammad Zein NIM. 110402010
(68)
v
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR ... i
ABSTRAK ... iv
DAFTAR ISI ... v
DAFTAR GAMBAR ... vii
DAFTAR TABEL ... x
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang ... 1
1.2. Rumusan Masalah ... 2
1.3. Tujuan Penelitian ... 3
1.4. Batasan Masalah ... 3
1.5. Manfaat Penelitian ... 4
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Motor Induksi ... 5
2.2. Konstruksi Motor Induksi ... 5
2.3. Medan Putar ... 6
2.4. Prinsip Kerja Motor Induksi ... 8
(69)
vi
2.6. Penentuan Parameter Motor Induksi ... 14
2.6.1 Pengujian Tanpa Beban (No Load Test) ... 14
2.6.2 Pengujian Tahanan Stator (DC Test) ... 16
2.6.3 Pengujian Rotor Tertahan (Block Rotor Test) ... 17
2.7 Tegangan Tidak Seimbang ... 19
2.8 Rating Temperatur dan Metode Pengukuran Temperatur Motor Induksi 23 BAB III METODE PENELITIAN 3.1. Tempat dan Waktu ... 27
3.2. Peralatan yang Digunakan ... 27
3.3. Variabel yang Diamati ... 28
3.4 Prosedur Penelitian ... 28
3.5 Pelaksanakan Penelitian ... 32
3.5.1 Proses Pengumpulan Data ... 32
3.5.2 Melakukan Analisa Data ... 32
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1. Umum ... 33
4.2. Data Percobaan ... 33
(70)
vii
4.2.2 Motor Induksi Tiga Phasa dengan Suplai Tegangan Tidak
Seimbang ... 34
4.3 Analisa Data... 36
4.3.1 Motor Induksi Tiga Phasa dengan Suplai Tegangan Seimbang 36
4.3.2 Motor Induksi Tiga Phasa dengan Suplai Tegangan Tidak
Seimbang ... 41
4.3.3 Perbandingan Hasil Pengukuran Temperatur Motor Induksi
Tiga Phasa Suplai Tegangan Seimbang dengan Suplai
Tegangan Tidak Seimbang ... 49
4.3.4 Perbandingan Hasil Pengukuran temperatur Motor Induksi Tiga
Phasa Menggunakan Thermometer Infrared dan Hasil Perhitungan
Temperatur Menggunakan Metode Pengukuran Resistansi ... 51
4.3.5 Waktu yang Diperbolehkan Untuk Terjadi Ketidakseimbangan
Tegangan Pada Motor Induksi Tiga Phasa ... 54
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan ... 58
5.2 Saran ... 59
(71)
viii
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1 Penampan inti stator dan stator motor induksi ... 6
Gambar 2.2 Arus tiga phasa peimbang ... 7
Gambar 2.3 Diagram phasor fluksi tiga phasa seimbang ... 7
Gambar 2.4 Medan putar pada motor induksi tiga phasa ... 7
Gambar 2.5 Rangkaian ekivalen motor induksi sebagai model transfomator 11
Gambar 2.6 Rangkaian ekivalen rotor motor induksi ... 12
Gambar 2.7 Rangkaian ekivalen motor induksi jika rugi-ugi inti diabaikan . 13
Gambar 2.8 Rangkaian ekivalen motor induksi pada percobaan beban nol ... 16
Gambar 2.9 Rangkaian pengukuran untuk DC test ... 17
Gambar 2.10 Rangkaian ekivalen motor induksi percobaan block rotor test 17
Gambar 2.11 Diagram vector tegangan seimbang dan diagram vector tegangan tidak seimbang ... 20
Gambar 2.12 Diagram vector urutan positif, urutan negatif, dan urutan nol . 20
Gambar 2.13 Kurva penurunan rating motor induksi (NEMA) ... 23
Gambar 3.1 Rangkaian percobaan pengukuran suhu motor induksi tiga phasa dengan menggunakan thermometer infrared ... 28
Gambar 3.2 Rangkaian percobaan pengukuran suhu motor induksi tiga phasa dengan menggunakan metode pengukuran resistansi ... 28
(72)
ix
Gambar 3.3 Rangkaian kontrol pengukuran resistansi dengan DC test ... 29 Gambar 4.1 Grafik suhu vs menit untuk motor induksi tiga phasa suplai tegangan seimbang pengukuran suhu menggunakan thermometer infrared 39
Gambar 4.2 Grafik suhu vs menit untuk motor induksi tiga phasa suplai tegangan seimbang pengukuran suhu menggunakan metode
pengukuran resistansi ... 39
Gambar 4.3 Grafik suhu vs menit untuk motor induksi tiga phasa suplai tegangan tidak seimbang 1% pengukuran suhu menggunakan
thermometer infrared ... 46
Gambar 4.4 Grafik suhu vs menit untuk motor induksi tiga phasa suplai tegangan tidak seimbang 3% pengukuran suhu menggunakan thermometer infrared ... 46
Gambar 4.5 Grafik suhu vs menit untuk motor induksi tiga phasa suplai
tegangan tidak seimbang 1% pengukuran suhu menggunakan metode pengukuran resistansi ... 47
Gambar 4.6 Grafik suhu vs menit untuk motor induksi tiga phasa suplai
tegangan tidak seimbang 3% pengukuran suhu menggunakan metode pengukuran resistansi ... 47
Gambar 4.7 Grafik suhu vs menit untuk motor induksi tiga phasa suplai tegangan seimbang dan suplai tegangan tidak seimbang 1% dan 3%
(73)
x
Gambar 4.7 Grafik suhu vs menit untuk motor induksi tiga phasa suplai tegangan seimbang dan suplai tegangan tidak seimbang 1% dan 3%
pengukuran suhu menggunakan metode pengukuran resistansi . ... 50
Gambar 4.8 Grafik perbandingan hasil pengukuran temperatur menggunakan thermometer infrared dan perhitungan menggunakan metode
pengukuran resistansi untuk suplai tegangan seimbang ... 52
Gambar 4.9 Grafik perbandingan hasil pengukuran temperatur menggunakan thermometer infrared dan perhitungan menggunakan metode
pengukuran resistansi untuk suplai tegangan tidak seimbang 1% 53
Gambar 4.10 Grafik perbandingan hasil pengukuran temperatur menggunakan thermometer infrared dan perhitungan menggunakan metode pengukuran resistansi untuk suplai tegangan tidak seimbang 3% 53
(74)
xi
DAFTAR TABEL
Tabel 2.1 Distribusi reaktansi X1 dan X2 pada berbagai desain motor
Induksi ... 19
Tabel 2.2 Temperature rise for large motors with 1.0 sevice factor ... 24
Tabel 4.1 Data hasil pengukuran suhu dengan thermometer infrared ... 33
Tabel 4.2 Data hasil percobaan DC test pada motor induksi tiga phasa ... 33
Tabel 4.3 Data hasil pengukuran suhu dengan suplai tegangan tidak seimbang 1% menggunakan thermometer infrared ... 34
Tabel 4.4 Data hasil pengukuran suhu dengan suplai tegangan tidak seimbang 3% menggunakan thermometer infrared ... 35
Tabel 4.5 Data hasil pengukuran DC test dengan suplai tegangan tidak seimbang 1% ... 36
Tabel 4.6 Data hasil pengukuran DC test dengan suplai tegangan tidak seimbang 3% ... 37
Tabel 4.7 Data hasil perhitungan suhu motor induksi tiga phasa tegangan seimbang menggunakan metode pengukuran resistansi ... 37
Tabel 4.8 Data hasil perhitungan suhu motor induksi tiga phasa tegangan tidak seimbang 1% menggunakan metode pengukuran resistansi ... 44
Tabel 4.9 Data hasil perhitungan suhu motor induksi tiga phasa tegangan tidak seimbang 3% menggunakan metode pengukuran resistansi ... 44
(75)
xii
Tabel 4.10 Perbandingan kenaikan suhu suplai tegangan seimbang dan tidak seimbang 1% dan 3% menggunakan thermometer infrared ... 48
Tabel 4.11 Perbandingan kenaikan suhu suplai tegangan seimbang dan tidak seimbang 1% dan 3% menggunakan metode pengukuran resistansi ... 49
Tabel 4.12 Perbandingan Hasil Pengukuran Thermometer Infrared dan Hasil Perhitungan dengan Metode Pengukuran Resistansi ... 51
Tabel 4.13 Waktu yang dibutuhkan sampai temperatur motor induksi dalam keadaan jenuh ... 56
(1)
vii
4.2.2 Motor Induksi Tiga Phasa dengan Suplai Tegangan Tidak
Seimbang ... 34
4.3 Analisa Data... 36
4.3.1 Motor Induksi Tiga Phasa dengan Suplai Tegangan Seimbang 36
4.3.2 Motor Induksi Tiga Phasa dengan Suplai Tegangan Tidak
Seimbang ... 41
4.3.3 Perbandingan Hasil Pengukuran Temperatur Motor Induksi
Tiga Phasa Suplai Tegangan Seimbang dengan Suplai
Tegangan Tidak Seimbang ... 49
4.3.4 Perbandingan Hasil Pengukuran temperatur Motor Induksi Tiga Phasa Menggunakan Thermometer Infrared dan Hasil Perhitungan Temperatur Menggunakan Metode Pengukuran Resistansi ... 51
4.3.5 Waktu yang Diperbolehkan Untuk Terjadi Ketidakseimbangan Tegangan Pada Motor Induksi Tiga Phasa ... 54
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan ... 58
5.2 Saran ... 59
(2)
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1 Penampan inti stator dan stator motor induksi ... 6
Gambar 2.2 Arus tiga phasa peimbang ... 7
Gambar 2.3 Diagram phasor fluksi tiga phasa seimbang ... 7
Gambar 2.4 Medan putar pada motor induksi tiga phasa ... 7
Gambar 2.5 Rangkaian ekivalen motor induksi sebagai model transfomator 11
Gambar 2.6 Rangkaian ekivalen rotor motor induksi ... 12
Gambar 2.7 Rangkaian ekivalen motor induksi jika rugi-ugi inti diabaikan . 13
Gambar 2.8 Rangkaian ekivalen motor induksi pada percobaan beban nol ... 16
Gambar 2.9 Rangkaian pengukuran untuk DC test ... 17
Gambar 2.10 Rangkaian ekivalen motor induksi percobaan block rotor test 17
Gambar 2.11 Diagram vector tegangan seimbang dan diagram vector tegangan tidak seimbang ... 20
Gambar 2.12 Diagram vector urutan positif, urutan negatif, dan urutan nol . 20
Gambar 2.13 Kurva penurunan rating motor induksi (NEMA) ... 23
Gambar 3.1 Rangkaian percobaan pengukuran suhu motor induksi tiga phasa dengan menggunakan thermometer infrared ... 28
Gambar 3.2 Rangkaian percobaan pengukuran suhu motor induksi tiga phasa dengan menggunakan metode pengukuran resistansi ... 28
(3)
ix
Gambar 3.3 Rangkaian kontrol pengukuran resistansi dengan DC test ... 29
Gambar 4.1 Grafik suhu vs menit untuk motor induksi tiga phasa suplai tegangan seimbang pengukuran suhu menggunakan thermometer infrared 39
Gambar 4.2 Grafik suhu vs menit untuk motor induksi tiga phasa suplai tegangan seimbang pengukuran suhu menggunakan metode
pengukuran resistansi ... 39
Gambar 4.3 Grafik suhu vs menit untuk motor induksi tiga phasa suplai tegangan tidak seimbang 1% pengukuran suhu menggunakan
thermometer infrared ... 46
Gambar 4.4 Grafik suhu vs menit untuk motor induksi tiga phasa suplai tegangan tidak seimbang 3% pengukuran suhu menggunakan thermometer infrared ... 46
Gambar 4.5 Grafik suhu vs menit untuk motor induksi tiga phasa suplai
tegangan tidak seimbang 1% pengukuran suhu menggunakan metode pengukuran resistansi ... 47
Gambar 4.6 Grafik suhu vs menit untuk motor induksi tiga phasa suplai
tegangan tidak seimbang 3% pengukuran suhu menggunakan metode pengukuran resistansi ... 47
Gambar 4.7 Grafik suhu vs menit untuk motor induksi tiga phasa suplai tegangan seimbang dan suplai tegangan tidak seimbang 1% dan 3%
(4)
Gambar 4.7 Grafik suhu vs menit untuk motor induksi tiga phasa suplai tegangan seimbang dan suplai tegangan tidak seimbang 1% dan 3%
pengukuran suhu menggunakan metode pengukuran resistansi . ... 50
Gambar 4.8 Grafik perbandingan hasil pengukuran temperatur menggunakan thermometer infrared dan perhitungan menggunakan metode
pengukuran resistansi untuk suplai tegangan seimbang ... 52
Gambar 4.9 Grafik perbandingan hasil pengukuran temperatur menggunakan thermometer infrared dan perhitungan menggunakan metode
pengukuran resistansi untuk suplai tegangan tidak seimbang 1% 53
Gambar 4.10 Grafik perbandingan hasil pengukuran temperatur menggunakan thermometer infrared dan perhitungan menggunakan metode pengukuran resistansi untuk suplai tegangan tidak seimbang 3% 53
(5)
xi
DAFTAR TABEL
Tabel 2.1 Distribusi reaktansi X1 dan X2 pada berbagai desain motor
Induksi ... 19
Tabel 2.2 Temperature rise for large motors with 1.0 sevice factor ... 24
Tabel 4.1 Data hasil pengukuran suhu dengan thermometer infrared ... 33
Tabel 4.2 Data hasil percobaan DC test pada motor induksi tiga phasa ... 33
Tabel 4.3 Data hasil pengukuran suhu dengan suplai tegangan tidak seimbang 1% menggunakan thermometer infrared ... 34
Tabel 4.4 Data hasil pengukuran suhu dengan suplai tegangan tidak seimbang 3% menggunakan thermometer infrared ... 35
Tabel 4.5 Data hasil pengukuran DC test dengan suplai tegangan tidak seimbang 1% ... 36
Tabel 4.6 Data hasil pengukuran DC test dengan suplai tegangan tidak seimbang 3% ... 37
Tabel 4.7 Data hasil perhitungan suhu motor induksi tiga phasa tegangan seimbang menggunakan metode pengukuran resistansi ... 37
Tabel 4.8 Data hasil perhitungan suhu motor induksi tiga phasa tegangan tidak seimbang 1% menggunakan metode pengukuran resistansi ... 44
Tabel 4.9 Data hasil perhitungan suhu motor induksi tiga phasa tegangan tidak seimbang 3% menggunakan metode pengukuran resistansi ... 44
(6)
Tabel 4.10 Perbandingan kenaikan suhu suplai tegangan seimbang dan tidak seimbang 1% dan 3% menggunakan thermometer infrared ... 48
Tabel 4.11 Perbandingan kenaikan suhu suplai tegangan seimbang dan tidak seimbang 1% dan 3% menggunakan metode pengukuran resistansi ... 49
Tabel 4.12 Perbandingan Hasil Pengukuran Thermometer Infrared dan Hasil Perhitungan dengan Metode Pengukuran Resistansi ... 51
Tabel 4.13 Waktu yang dibutuhkan sampai temperatur motor induksi dalam keadaan jenuh ... 56