Dengan meningkatnya praktek pengangkatan anak yang terjadi dalam masyarakat, dan untuk menambah aturan yang mengatur tentang pengangkatan ini,
maka Mahkamah Agung mengeluarkan aturan dalam bentuk Surat Edaran. Beberapa Surat Edaran Mahkamah Agung SEMA mengenai pengangkatan anak tersebut
antara lain : a.
Surat Edaran Nomor 2 Tahun 1979. b.
Surat Edaran Mahkamah Agung SEMA RI Nomor 6 Tahun 1983. c.
Surat Edaran Mahkamah Agung SEMA RI Nomor 4 Tahun 1989.
21
B. Latar Belakang Pengangkatan Anak
Pada mulanya pengangkatan anak adopsi dilakukan semata-mata untuk melanjutkan dan mempertahankan garis keturunan dalam suatu keluarga yang tidak
dapat memiliki keturunan. Disamping itu juga untuk mempertahankan ikatan perkawinan sehingga tidak timbul perceraian, tetapi sejalan dengan perkembangan
masyarakat, tujuan adopsi telah berubah menjadi untuk kesejahteraan anak. Hal ini tercantum dalam pasal 12 ayat 1 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 4
Tahun 1979 tentang Kesejahteraan Anak yang berbunyi : “Pengangkatan anak menurut adat dan kebiasaan dilaksanakan dengan mengutamakan kepentingan
kesejahteraan anak.”
22
Dalam praktiknya, pengangkatan anak di kalangan masyarakat Indonesia mempunyai beberapa tujuan danatau motivasinya, tujuannya adalah untuk
21
Mahkamah Agung RI, Himpunan Surat Edaran Mahkamah Agung RI.
22
Pasal 12 ayat 1 Peraturan Pemerintah Nomor 4 Tahun 1979 tentang Pelaksanaan Pengangkatan Anak.
Universitas Sumatera Utara
meneruskan keturunan apabila dalam suatu perkawinan tidak memperoleh keturunan.
23
Motivasi ini sangat kuat terhadap pasangan suami istri yang telah divonis tidak mungkin melahirkan anak, padahal mereka sangat mendambakan
kehadiran anak dalam pelukannya ditengah-tengah keluarga. Undang-undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak, secara
tegas menyatakan bahwa tujuan pengangkatan anak hanya dapat dilakukan untuk kepentingan yang terbaik bagi anak dan dilakukan berdasarkan adat kebiasaan
setempat dan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
24
Ketentuan ini sangat memberikan jaminan perlindungan bagi anak yang sifatnya memang sangat
tergantung dari orang tuanya. Gagasan bahwa dalam pengangkatan anak harus mempertimbangkan
kepentingan anak yang diangkat, hal ini dapat ditemui dalam Penetapan Pengadilan Negeri Bandung No.301970 Comp. Tanggal 26 Februari 1970, tetapi sikap ini
dengan tegas dinyatakan dalam Undang-undang No. 4 Tahun 1979 tentang Kesejahteraan Anak, ketentuan dalam pasal 12 ayat 1 dan ayat 3 UU
Kesejahteraan Anak. Sikap ini kemudian diikuti oleh Mahkamah Agung RI dengan Surat Edaran Mahkamah Agung Nomor 6 Tahun 1983 tentang Penyempurnaan Surat
Edaran Nomor 2 Tahun 1979. Kemudian Pasal 39 ayat 1 UU Perlindungan Anak serta pelaksanaannya, yaitu Peraturan Pemerintah No.54 Tahun 2007 tentang
Pengangkatan Anak Pasal 2.
23
Andi Syamsu dan M.Fauzan, Op.Cit., hlm 216
24
Undang-undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak, Pasal 39 ayat 2
Universitas Sumatera Utara
Pengangkatan anak semakin kuat dipandang dari sisi kepentingan yang terbaik bagi si anak sebagai sarana untuk meningkatkan kesejahteraan anak, untuk
memperbaiki kehidupan dan masa depan si anak yang akan diangkat.
25
Hal ini tidak berarti melarang calon orang tua angkat mempunyai pertimbangan lain yang sah
dalam mengangkat anak, seperti ingin mempunyai anak karena tidak mempunyai anak kandung, tetapi didalam pengangkatan anak, sisi kepentingan anak angkatlah
yang harus menjadi pertimbangan utama. Mengenai adanya kepentingan terbaik bagi calon anak angkat dengan
pengangkatan yang tercermin dalam permohonan untuk mendapatkan suatu penetapan atau putusan pengadilan. Pada masa lalu, berdasarkan Surat Edaran
Mahkamah Agung Nomor 6 Tahun 1983, adanya kepentingan anak harus dinyatakan atau diindikasikan dalam surat permohonan untuk penetapan atau putusan yang
ditujukan ke Pengadilan. Sekarang indikasi tersebut dimanifestasikan dalam bentuk surat pernyataan tertulis dari calon orang tua angkat yang dilampirkan dalam
permohonan untuk penetapan atau putusan pengadilan. Walau demikian, tentu masih ada juga penyimpangan-penyimpangan, seperti,
ingin menambahmendapatkan tenaga kerja yang murah. Adakalanya keluarga yang telah mendapatkan anak kandung, merasa perlu untuk mengangkat anak, yang
bertujuan menambah tenaga kerja dikalangan keluarga atau merasa kasihan terhadap anak terlantar itu.
Beberapa alasan seseorang melakukan pengangkatan anak diantaranya :
25
Rusli Pandika, Hukum Pengangkatan anak, Jakarta : Sinar Grafika, 2012 hlm 106
Universitas Sumatera Utara
1. Rasa belas kasihan terhadap anak terlantar atau anak yang orangtuanya tidak
mampu memeliharanya atau alas an kemanusiaan. 2.
Tidak mempunyai anak dan keinginan anak untuk menjaga dan memeliharanya kelak dikemudian hari tua.
3. Adanya kepercayaan bahwa dengan adanya anak angkat dirumah, maka akan
mempunyai anak sendiri. 4.
Untuk mendapat teman bagi anaknya yang sudah ada. 5.
Untuk mendapat atau menambah tenaga kerja. 6.
Untuk mempertahankan ikatan perkawinan atau kebahagiaan keluarga.
26
Menurut Muderis Zaini, inti dari pengangkatan anak adalah : 1.
Tidak mempunyai anak. 2.
Rasa belas kasihan kepada anak tersebut disebabkan orang tua si anak tidak mampu memberi nafkah kepadanya.
3. Rasa belas kasihan, disebabkan anak tersebut tidak memiliki orang tua yatim
piatu. 4.
Untuk mempererat hubungan kekeluargaan. 5.
Pemancing bagi yang tidak mempunyai anak untuk dapat mempunyai anak kandung.
6. Untuk menambah tenaga dalam keluarga.
7. Untuk menyambung keturunan dan mendapat regenerasi bagi yang tidak
mempunyai anak kandung.
27
26
Meliala Djaja S., Pengangkatan Anak di Indonesia, Tarsito : Bandung.1982
Universitas Sumatera Utara
M. Budiarto,
28
menyebutkan bahwa latar belakang dilakukan pengangkatan anak yaitu :
1. Keinginan untuk mempunyai anak, bagi pasangan yang tidak mempunyai
anak. 2.
Adanya harapan dan kepercayaan akan mendapatkan anak setelah mengangkat anak atau sebagai “pancingan”.
3. Masih ingin menambah anak yang lain jenis dari anak yang telah dimiliki.
4. Rasa belas kasihan terhadap anak terlantar, miskin, yatim piatu dan
sebagainya. Dari pendapat-pendapat yang diuraikan para sarjana diatas terlihat bahwa
pada dasarnya latar belakang seseorang melakukan pengangkatan anak adalah karena tidak memiliki keturunan, untuk mempertahankan sebuah ikatan perkawinan atau
kebahagiaan, adanya harapan atau kepercayaan akan mendapatkan anak atau pancingan. Apapun alasan-alasan yang melatarbelakangi seseorang untuk melakukan
pengangkatan anak, orang tua angkat harus dapat memperhatikan kesejahteraan anak yang diangkatnya.
Harus disadari bahwa pengangkatan anak yang sesuai dengan budaya dan akidah masyarakat Indonesia tidak memutuskan hubungan darah antara anak yang
diangkat dengan orang tua kandungnya. Hal ini disebutkan dalam pasal 4 Peraturan Pemerintah Nomor 54 tahun 2007, bahwa pengangkatan anak tidak memutuskan
27
Zaini Muderis, Adopsi,Bina Aksara : Jakarta.1995
28
Budiarto M., Pengangkatan Anak ditinjau Dari Segi Hukum, Jakarta: Akademika Pressindo, 1991
Universitas Sumatera Utara
hubungan darah antara anak yang diangkat dengan orang tua kandungnya.
29
Hal sensitif yang juga harus disadari oleh calon orang tua angkat dan orang tua kandung
adalah bahwa calon orang tua angkat harus seagama dengan agama yang dianut oleh calon anak angkat, hal ini penting diperhatikan oleh karena pengaruh agama orang tua
angkat terhadap anak angkat hanya memiliki satu arus arah dari orang tua angkat terhadap anak angkatnya, jika hal ini terjadi maka akan sangat melukai hati dan
nurani serta akidah orang tua kandung anak angkat tersebut. Hubungan nasab anak angkat dengan orang tua kandungnya tidak terputus
oleh lembaga pengangkatan anak, dan orang tua kandung tetap memiliki hak untuk menjalankan hak dan kewajibannya sebagai orang tua kandung, oleh karena itu orang
tua angkat wajib memberitahukan kepada anak angkatnya mengenai asal usul dan orang tua kandungnya. Pemberitahuan asal usul dan orang tua kandungnya dengan
memperhatikan kesiapan anak yang bersangkutan.
30
C. Syarat-syarat Pengangkatan Anak