b. Penerima wasiat meminta harta lebih dahulu sebelum orang yang
berwasiat meninggal; c.
Benda yang diwasiatkan adalah yang diharamkan atau tidak bermanfaat secara syara’;
d. Wasiat lebih dari 13 sepertiga harta orangb yang berwasiat.
4.
Syarat yang ditentukan dalam akad wasiat tidak terpenuhi. Misalnya, pewasiat mengatakan, “Apabila sakit saya ini membawa kematian, maka saya
wasiatkan sepertiga harta saya untuk Fulan.” Tetapi, ternyata si pewasiat itu sembuh dan tidak jadi wafat, maka wasiat itu batal.
D. Wasiat Wajibah Bagi Anak Angkat
Istilah Wasiat Wajibah dipergunakan pertama kali digunakan di Mesir melalui UU Hukum Waris 1946 untuk menegakkan keadilan dan membantu cucu yang tidak
memperoleh hak warisnya.
60
Ketentuan hukum ini bermanfaat bagi anak-anak dari anak laki-laki yang meninggal ibn al-ibn atau anak laki-laki dari anak laki-laki terus
ke bawah. Sedangkan untuk garis anak perempuan hanya berlaku untuk anak dari anak perempuan saja tidak berlanjut sampai generasi selanjutnya. Pemberian wasiat
wajibah ini harus tidak melebihi dari 13 sepertiga tirkah yaitu harta yang ditinggalkan.
Yurisprudensi tetap di Lingkungan Peradilan Agama telah berulang kali diterapkan oleh praktisi hukum di Pengadilan Agama yang memberikan hak wasiat
60
Atho Mudhar, Membaca Gelombang Ijtihad: Antara Tradisi dan Liberasi, Yogyakarta: Titian Ilahi Press, hlm. 163-164
Universitas Sumatera Utara
kepada anak angkat melalui lembaga wasiat wajibah. Dalam kasus yang terjadi di Pengadilan Agama, masalah wasiat wajibah biasanya masuk dalam sengketa waris.
Misalnya orang tua angkat, yang karena kasih sayangnya kepada anak angkatnya berwasiat dengan menyerahkan dan mengatasnamakan seluruh harta kekayaannya
kepada anak angkatnya. Karena orang tua kandung dan saudara kandung almarhum atau almarhumah yang hanya meninggalkan anak angkat saja, lalu mereka
mengajukan gugatan waris. Dalam kasus ini umumnya wasiat dibatalkan oleh Pengadilan Agama dan hanya diberlakukan paling banyak 13 sepertiga saja,
selebihnya dibagikan kepada ahli waris. Suparno Usman mendefenisikan wasiat wajibah sebagai wasiat yang
pelaksanaannya tidak dipengaruhi atau tidak bergangtung kepada kehendak orang yang meninggal dunia. Wasiat ini tetap dilaksanakan, baik diucapkan, atau
dikehendaki maupun tidak oleh orang yang meninggal dunia. Jadi, pelaksanaan wasiat tersebut tidak memerlukan bukti bahwa wasiat tersebut diucapkan, dituliskan
atau dikehendaki, tetapi pelaksanaannya didasarkan kepada alasan-alasan hukum yang membenarkan bahwa wasiat tersebut harus dilaksanakan.
61
Wasiat wajibah adalah suatu wasiat yang diperuntukkan kepada para ahli waris atau kerabat yang tidak memperoleh bagian harta warisan dari orang yang
wafat, karena adanya suatu halangan syara’. Wasiat wajibah dibatasi 13 sepertiga harta dengan syarat bagian tersebut sama dengan yang seharusnya diterima oleh
61
Suparno Usman, Fikih Mawaris Hukum Kewarisan Islam, Jakarta: Gaya Media Pratama, 1997, hlm. 163
Universitas Sumatera Utara
ashabul furud secara kewarisan seandainya ia masih hidup. Ketentuan seperti ini ditetapkan berdasarkan penafsiran terhadap kalimat “al-khair” yang terdapat dalam
ayat wasiat surat Al-baqarah ayat 180. Mengenai wasiat wajibah ini dalam Kompilasi Hukum Islam disebutkan
dalam pasal 209, sebagai berikut:
62
1 Harta peninggalan anak angkat dibagi berdasarkan Pasal 176 sampai dengan
Pasal 193 tersebut diatas, sedangkan terhadap orang tua angkat yang tidak menerima wasiat diberi wasiat wajibah sebanyak-banyaknya 13 dari harta
warisan anak angkatnya; 2
Terhadap anak angkat yang tidak menerima wasiat diberi wasiat wajibah sebanyak-banyaknya 13 dari harta warisan orang tua angkatnya.
Berdasarkan bunyi isi Pasal 209 KHI ayat 1 dan 2 tersebut, dapat dipahami bahwa wasiat wajibah yang dimaksud oleh KHI adalah wasiat yang diwajibkan
berdasarkan ketentuan perundang-undangan yang diperuntukkan bagi anak angkat atau sebaliknya orang tua angkatnya yang tidak diberi wasiat sebelumnya oleh orang
tua angkat atau anak angkatnya, dengan jumlah maksimal 13 bagian dari harta peninggalan.
Muhammad Daud Ali mengemukakan bahwa pemberian hak wasiat wajibah kepada anak angkat oleh KHI dilakukan dengan mengadaptasi nilai hukum adat
secara terbatas ke dalam hukum Islam, karena berpindahnya tanggung jawab orang tua asal kepada orang tua angkat nya mengenai pemeliharaan kehidupan sehari-hari
62
Kompilasi Hukum Islam, Pasal 209 ayat 1 dan 2
Universitas Sumatera Utara
dan biaya pendidikan berdasarkan keputusan pengadilan yang disebutkan dalam Pasal 171 huruf h tentang Ketentuan Umum Kewarisan.
63
Dilihat dari metodologis, dapat dipahami bahwa persoalan wasiat wajibah dalam KHI adalah persoalan Ijtihadi yang ditetapkan berdasarkan argument hukum
maslahah al-murshalah yang berorientasi untuk mempromosikan nilai-nilai keadilan dan kemaslahatan yang tumbuh dan berkembang ditengah-tengah masyarakat muslim
Indonesia.
63
Muhammad Daud Ali, Hukum Islam dan Peradilan Agama Kumpulan Tulisan, Jakarta: Rajawali Press, 1997, hlm. 137
Universitas Sumatera Utara
BAB IV
KEDUDUKAN ANAK ANGKAT TERHADAP HARTA WARIS ORANG TUA ANGKAT
A. Kedudukan Anak Angkat Terhadap Harta Waris Orang Tua Angkat.