Rencana Pola Ruang Rencana pola ruang Kawasan Perbatasan Negara di provinsi

Rencana Pola Ruang Rencana pola ruang Kawasan Perbatasan Negara di provinsi

NTT ditetapkan dengan tujuan mengoptimalkan pemanfaatan ruang sesuai dengan peruntukannya sebagai Kawasan Lindung dan Kawasan Budi Daya secara berkelanjutan, dengan prinsip keberimbangan antara pertanahan dan keamanan negara, kesejahteraan masyarakat, serta kelestarian lingkungan.

Kawasan lindung ditetapkan dengan tujuan, salah satunya untuk mempertahankan PPKT, dengan kriteria, yaitu kawasan hutan lindung di PPKT dan pulau kecil berpenghuni dengan faktor kemiringan lereng, jenis tanah, atau intensitas hujan. Kawasan yang merupakan kawasan hutan lindung di PPKT, meliputi: Pulau Batek di kecamatan Amfoang Timur – kabupaten Kuang; Pulau Dana di kecamatan Raijua – kabupaten Sabu Raijua; dan Pulau Mangudu di kecamatan Karera – kabupaten Sumba Timur.

Zona Budidaya di provinsi NTT, terdiri atas zona budidaya dan zona perairan. Zona perairan terbagi dua, yakni: i) zona perairan mulai batas Laut Teritorial Indonesia hingga garis pantai atau hingga perairan dengan jarak 24 mil laut dari garis pangkal kepulauan, yang berfungsi pemertahanan wilayah kedaulatan negara dan perlindungan titik – titik pangkal kepulauan dari abrasi (Zona A1); dan ii) zona perairan mulai batas Laut Teritorial Indonesia hingga batas Landas Kontinen Indonesia dan/atau Zona Ekonomi Eksklusif Indonesia yang berfungsi pemanfaatan sumber daya alam sesuai potensi lestari (Zona A2). Zona A1 ditetapkan di perairan Selat Ombai, Laut Sawu, Laut Timor, dan Samudera Hindia. Sedangkan, Zona A2 berada di perairan Selat Ombai, Laut Timor, dan Samudera Hindia [gp].

Gerbang Perbatasan Indonesia dengan Timorleste di Mota’ain Sumber: www.nttprov.go.id

22 buletin tata ruang & pertanahan

Kliping Berita

Januari - Juni 2015

D Menengah Nasional (RPJMN) 2015 – 2019. RPJMN yang juga berisi visi, misi, dan agenda Presiden Joko Widodo dan Wakil Presiden i awal Januari 2015, Pemerintah telah menerbitkan Peraturan Presiden No. 2 Tahun 2015 tentang Rencana Pembangunan Jangka Muhammad Jusuf Kalla merupakan pedoman bagi pemerintah untuk melaksanakan pembangunan dalam lima tahun ke depan. Sesuai

dengan amanat Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional (RPJPN) 2005-2025, sasaran pembangunan nasional dalam RPJMN 2015-2019 ditekankan pada peningkatan daya saing bangsa di berbagai bidang.

JANUARI Pemanfaatan tata ruang Laguna Segara Anakan yang memisahkan daratan Pulau Jawa dan Samudra Indonesia di kabupaten Cilacap, Jawa Tengah, belum memiliki landasan aturan yang jelas. Akibatnya, kerusakan ekosistem laguna bertambah parah tanpa penanganan efektif. Padahal, kawasan ini telah dimasukkan dalam kawasan strategis nasional. Kerusakan ekosistem diperparah penyusutan luas hutan bakau dari 15.000 hektar pada 1980-an menjadi 8.000 hektar. Kedalaman laguna kini 1-1,5 meter. Padahal, sesuai Peraturan Pemerintah No.26/2008, pemerintah pusat telah menetapkan Laguna Segara Anakan sebagai Kawasan Strategis Nasional dalam jejaring Pancangsanak. Kawasan itu meliputi Pangandaran-Kalipuncang-Segara Anakan-Nusakambangan. (Kompas, 15 Januari 2015)

Pemerintah akan membentuk badan yang berfungsi sebagai bank tanah. Badan itu akan membantu penyediaan tanah untuk proyek infrastruktur, termasuk perumahan bagi masyarakat berpenghasilan rendah. Menteri PPN/Kepala Bappenas, Andrinof Chaniago mengatakan bank tanah berfungsi mengoreksi harga tanah yang terus membumbung. Harga rumah yang mahal akibat harga tanah yang sangat tinggi. Saat ini, kekurangan 13,5 juta rumah merupakan masalah yang sangat serius. Padahal, setiap tahun setidaknya ada satu juta rumah tangga baru yang membutuhkan rumah dan sebagian besar kesulitan mendapatkan rumah karena harganya yang sangat tinggi. (Kompas, 15 Januari 2015)

Berbagai sektor di pemerintahan pusat dan daerah memerlukan Rencana Detail Tata Ruang (RDTR). Namun, perencanaan itu belum didukung citra satelit beresolusi tinggi. Hanya 3,5 persen wilayah yang punya citra satelit resolusi tinggi. Dari 1,9 juta km2 luas wilayah Indonesia, hanya 68.000 km2 yang punya citra resolusi tinggi di bawah 60 cm. Dari 1,9 juta km2 setelah dikurangi kawasan hutan, data yang jadi prioritas pencitraan resolusi tinggi 500.000 km2. Untuk mendapat citra resolusi tinggi bagi daerah prioritas seluas 500.000 km2 butuh dana 5 juta euro atau 9 juta dollar AS atau Rp 112,5 miliar. (Kompas, 30 Januari 2015).