25
6. Alat Pengumpulan Data
Untuk mendapatkan hasil yang objektif dan dapat dibuktikan kebenarannya serta dapat dipertanggungjawabkan hasilnya, maka data dalam penelitian ini
diperoleh melalui alat pengumpulan data yang dilakukan dengan menggunakan cara sebagai berikut :
a. Studi Dokumen, digunakan untuk memperoleh data sekunder dengan
membaca, mempelajari, meneliti, mengidentifikasi dan menganalisis data sekunder yang berkaitan dengan materi penelitian. Sehingga untuk
mengumpulkan data skunder guna dipelajari kaitannya dengan permasalahan yang diajukan. Data ini diperoleh dengan mempelajari buku-buku, hasil
penelitian dan dokumen-dokumen perundang-undangan yang ada kaitannya dengan hukum waris adat pada masyarakat Gayo.
b. Wawancara, dilakukan dengan pedoman wawancara kepada informan dan responden yang telah ditetapkan dengan memilih model wawancara
langsung tatap muka, yang terlebih dahulu dibuat pedoman wawancara dengan sistematis, tujuannya agar mendapatkan data yang mendalam dan
lebih lengkap dan punya kebenaran yang konkrit baik secara hukum maupun kenyataan yang ada di lapangan.
Universitas Sumatera Utara
26
7. Analis Data
Analisis data merupakan proses penelaahan yang diawali dengan melalui verifikasi
data sekunder
dan data
primer. Untuk
selanjutnya dilakukan
pengelompokkan sesuai dengan pembahasan permasalahan. Analisis data adalah sesuatu yang harus dikerjakan untuk memperoleh pengertian tentang situasi yang
sesungguhnya, disamping itu juga harus dikerjakan untuk situasi yang nyata. Dalam penelitian ini, analisis data dilakukan secara kualitatif dengan
mengumpulkan data primer dan sekunder, selanjutnya dilakukan pemeriksaan dan pengelompokan agar menghasilkan data yang lebih sederhana sehingga mudah dibaca
dan dimengerti. Selanjutnya dilakukan klasifikasi data menurut jenisnya dalam bentuk persentase.
Kemudian data yang telah disusun secara sistematik dalam bentuk persentase dianalisis sehingga dapat diperoleh gambaran secara menyeluruh tentang gejala dan
fakta yang terdapat dalam pelaksanaan warisan di Kecamatan Bebesen Kabupaten Aceh Tengah. Selanjutnya dilakukan penarikan kesimpulan dengan menggunakan
metode induktif sebagai jawaban dari masalah yang telah dirumuskan.
Universitas Sumatera Utara
27
BAB II PENGARUH HUKUM WARIS ISLAM
TERHADAP HUKUM WARIS ADAT PADA MASYARAKAT GAYO DI KABUPATEN ACEH TENGAH
A. Sejarah Masuknya Islam Di Gayo Kabupaten Aceh Tengah
Agama Islam pertama kali masuk ke Perlak dan Pase abad pertama hijrah atau abad ke 8 Masehi, orang Gayo yang bermukim disana secara berangsur-angsur mulai
memeluk agama Islam. Ketika sebuah angkatan dakwah Islamiyah berjumlah 100 orang yang terdiri dari orang-orang Arab, Persia dan India dipimpin oleh Nakhoda
Syahir Nuwi dari Teluk Kambey Gujarat berlabuh di teluk Perlak pada tahun 173 H atau 800 M, orang-orang Gayo yang bermukim diwilayah itu membaur dengan
mereka dalam proses pemerintahan dan kemasyarakatan, diikat oleh tali persaudaran Islam. Pada waktu itu semua orang Gayo masuk Islam yang sebelumnya menganut
animisme.
27
Adat dan budaya masyarakat Gayo pada zaman Pra-Islam yang bersifat animisme masih tetap ada, bahkan perbuatan tercela seperti menghisap candu,
mencuri, berjudi, menyabung ayam, guna-guna semacam ilmu santet dan lain-lain masih dilakukan oleh sebagian masyarakat Gayo. Bahkan upacara keagamaan seperti
memelihara roh-roh para datu muyang, jin, syetan, menjaga dan memuja kuburan
27
Mahmud Ibrahim, Mujahid Dataran Tinggi Gayo, Takengon, Yayasan Maqamammahmuda, 2007, halaman 19
27
Universitas Sumatera Utara
28
yang dianggap keramat masih tetap ada dalam sebagian masyarakat Gayo, namun berkat atas rahmat Allah SWT diiringi dengan perjuangan dakwah Islamiyah oleh
para mubaliqh Islam yang datang ke negeri Tanah Gayo, ajaran agama Islam dan Aqidah mayarakat menjadi mantap. Maka segala perbuatan dosa syirik, khurafat dan
tahayul dapat dihilangkan sedikit demi sedikit dalam diri masyarakat Gayo.
28
Ajaran Islam didakwahkan ke kerajaan Lingga oleh ulama kerajaan Perlak. Pada tahun 181 H atau 808 M, oleh Ahmad Syarif memimpin pertama pelaksanaan
ajaran Islam dalam kerajaan Islam Lingga. Masyarakat diwilayah itu menempuh kehidupan baru secara tertib dan tentram, karena diikat oleh dasar agama dan adat
istiadat secara terpadu. Perinsip itu dituangkan kedalam 45 pasal adat masyarakat kerajaan lingga
yang ditetapkan dalam musyawarah Merah Reje, Ulama, pemimpin adat. Dan Cerdik Pandai pada tahun 450H1115M setelah melalui proses panjang selama tiga
setengah abad. Perinsip yang dimaksud dapat dihayati dari ungkapan adat: Agama urum edet,
lagu zet urum sifeet, Agama kin senuwen, edet kin peger, artinya Agama Islam dan adat Gayo seperti zat dan sifat. Agama sebagi tanaman, adat sebagai pagarnya. Dari
ungkapan tersebut jelas dan tegas, bahwa keterpaduan diantara adat dan syari’at Islam
28
Syukri, MA, Sarakopat, Sistem Pemerintahan Dan Relevansi Terhadap Pelaksanaan Otonomi Daerah, Jakarta, Hijri Pustaka Utama, 2009, halaman, 88
Universitas Sumatera Utara
29
sangat erat dan saling menunjang. Fungsi adat untuk menunjang pelaksanaan ajaran agama Islam, adalah merupakan prinsip dalam kehidupan masyarakat Gayo.
29
Masuknya ajaran Islam ke Tanah Gayo, diterima dengan senang hati oleh masyrakat Gayo, sebab budaya lokal didaerah ini disesuaikan dengan ajaran tauhid
dan kebudayaan Islam. Islam baru menjadi pola anutan masyarakat, khususnya masyarakat adat Gayo setelah membentuk berbagai institusi sosial pada priode
berikutnya. Atas upaya pelaksanaan ajaran Islam yang menimbulkan berbagai implikasi
terhadap terbentunya struktur politik, maka adalah suatu konsekwensi logis bahwa perkembangan Islam menuju kepada yang lebih nyata lagi yaitu dengan berdirinya
pusat-pusat kekuasaan Islam seperti berbagai kerajaan dan kesultanan di nusantara ini, termasuk berbagai kerajaan Aceh dan Tanah Gayo.
Khusus di Tanah Gayo ada empat Kerajaan Islam yang amat besar pengaruhnya hingga saat sekarang ini, bahkan menjadi objek studi peneliti ilmiah
bagi mereka yang ingin meneliti sistem politik atau pemerintahan di Tanah Gayo. Keempat kerajaan tersebut ialah:
30
1. Kerajaan Linge, 2. Kerajaan Bukit,
3. Kerajaan Cik Bebesen dan 4. Kerajaan Syih Utama.
29
Mahmud Ibrahim, Op.cit, halaman 19-20
30
Syukri, MA, Op.cit, halaman, 89
Universitas Sumatera Utara
30
Keempat kerajaan tersebut yang memegang adat-istiadatbudaya Gayo, sehingga adatbudaya Gayo dapat teraplikasi dengan ajaran Islam dalam berbagai
aspek kehidupan masyarakat Gayo.
31
Dalam kaitan dengan perkembangan Islam, Snouck Hurgronje menulis catatan bahwa sebelum kedatangan Belanda ke daerah Gayo, di daerah Gayo Lut Kabupaten
Aceh Tengah dan Bener Meriah sekarang, sudah ada enam buah masjid yaitu: di Bebesen, Kebayakan, Toweren, Bintang, Tingkem dan Ketol di Kute Gelime.
Snouck juga menyebutkan bahwa di daerah Gayo Lues pun sudah ada enam buah mesjid, sedang di daerah Gayo Deret dan Gayo Serbe Jadi belum ada sebuah mesjid
pun.
32
Mengenai meunasah Gayo, mersah sesuai dengan adat yang berlaku di sana, ditemukan di setiap kampung dalam Bahasa Gayo sering disebut belah yang arti
harfiahnya adalah anak suku karena mersah merupakan bagian dari kelengkapan kampung yang harus ada. Di daerah Gayo sama seperti di Aceh pesisir, di samping
untuk tempat melaksanakan shalat fardhu berjamaah, mersah juga berfungsi sebagai tempat pendidikan, pertemuan dan musyawarah, serta tempat bermalam bagi anak
muda, duda dan bahkan tamu laki-laki.
31
Ibit, halaman, 89
32
Kebudayaan Gayo,
http:www.lintasgayo.com28428syariat-islam-dan-budaya-aceh- pedalaman.html, tanggal 20 januari 2013
Universitas Sumatera Utara
31
Kebanyakan kampung di Gayo, orang perempuan melakukan shalat fardhu berjamaah di tempat khusus untuk mereka yaitu joyah. Jadi pada setiap kampung
ditemukan sebuah mersah dan sebuah joyah. Karena salah satu fungsi utamanya adalah sebagai tempat shalat dan juga pusat aktifitas kehidupan sehari-hari, termasuk
sebagai tempat mandi, cuci, dan kakus MCK semua penduduk, maka letak mersah dan joyah selalu di dekat anak sungai, selokan bahkan parit atau tempat lain yang air
bersih bisa dialirkan ke sana. Jadi karena harus berdekatan dengan sumber air bersih air mengalir, maka tidak selamanya mersah atau joyah berada di tengah kampung.
Agama Islam dalam masyarakat Gayo adalah darah di kehidupan masyarakat sehingga faktor budaya, pendidikan, dan kesenian selalu berkaitan dengan Agama
dan norma yang ada. Masyarakat Gayo sangat memperhatikan nilai norma dalam kehidupan sehari hari. Ini dimaksudkan agar agama tetap teguh dan adat bisa berjalan
dengan agama, karena kuet edet muperala agama, rusak edet rusak agama kuat adat semakin teguh agama, rusak adat rusak agama dan semua sistem masyarakat.
Berkaitan dengan pengajian atau pendidikan agama, khususnya untuk anak- anak, oleh Snouck Hurgronje dalam bukunya tadi, disebutkan bahwa dalam adat
Gayo ada empat tugas utama sinte yang harus ditunaikan orang tua terhadap anak- anaknya yaitu:
1. Iturun manin diberi nama, di-`aqiqah-kan, 2. Imenjelisen dikhitan, di-sunat-rasul-kan,
Universitas Sumatera Utara
32
3. Iserahan mungaji diserahkan kepada guru untuk belajar mengaji, membaca Al-qur’an dan belajar pengetahuan praktis tentang ibadat serta
4. Ikerjen atau iluahi dicarikan jodoh dan dinikahkan. Snouck Hurgronje memberi penjelasan panjang lebar tentang tiga dari empat
kegiatan di atas, namun untuk kegiatan mungaji beliau sebutkan secara sangat ringkas, bahwa di Gayo pada biasanya orang tua akan menyerahkan anaknya kepada
guru mengaji.
33
Masyarakat Gayo tidak hanya mengenal sistem adat, nilai norma tetapi juga mengenal sistem nilai budaya Gayo. Menurut C. Snock, 1996:XII, Sistem nilai ini
yang selalu harus dijaga dan direalisasikan dalam masyarakat. Karena faktor ini sangat berpengaruh pada sistem baik secara individu maupun sistem bermasyarakat
dalam kehidupan sehari hari. Masyarakat Gayo mempunyai skema sistem nilai budaya Gayo, yaitu:
34
a. Mukemel harga diri b. Tertip tertip
c. Setie setia d. Semayang-Gemasih kasih sayang
e. Mutentu Kerja keras f. Amanah amanah
33
Kebudayaan Gayo,
http:www.lintasgayo.com28428syariat-islam-dan-budaya-aceh- pedalaman.html, tanggal 20 januari 2013
34
Budaya Gayo,
http:ansar-senibudaya.blogspot.com201101tujuh-unsur-kebudayaan- gayo.html, 17 April 2012
Universitas Sumatera Utara
33
g. Genap mupakat musyawarah h. Alang tulung tolong menolong
i. Bersikemelen kompetitif
Sebenarnya ada satu nilai lagi yang paling mendasar yaitu nilai Imen keimanan atau keyakinan terhadap kebenaran yang bersumber dari Allah dan
Rasulnya. Nilai keimanan itu merupakan etos kerja atau ruh amal yang mendorong sekaligus mengendalikan dan mengarahkan kekuatan manusia untuk beramal.
35
B. Pengertian Hukum Waris Islam dan Hukum Waris adat
Dalam Kompilasi Hukum Islam Pasal 171 huruf a, hukum kewarisan adalah hukum yang mengatur tentang pemindahan hak pemilikan harta peningalan tirkah
pewaris, menentukan siapa-siapa yang berhak menjadi ahli waris dan berapa bagiannya masing-masing.
Dalam Pasal 171 huruf b, Kompilasi Hukum Islam memberikan pengertian pewaris yaitu orang yang pada saat meninggalnya atau yang dinyatakan meninggal
berdasarkan putusan pengadilan, beragama Islam, meninggalkan ahli waris dan harta peninggalan.
Dan dalam Pasal 171 huruf c, memberikan pengertian ahli waris yaitu orang yang pada saat meninggal dunia mempunyai hubungan darah atau hubungan
35
Mahmud Ibrahim dan AR. Hakim Aman Pinan, Syariat dan Adat Istiadat Jilid 1,Takengon, Maqamamahmuda, 2010, halaman, 20
Universitas Sumatera Utara
34
perkawinan dengan pewaris, beragama Islam dan tidak terhalang karena hukum untuk menjadi ahli waris.
Hasbi Ash-Siddieqy mengemukakan Hukum waris Islam adalah suatu ilmu yang dengan dialah dapat kita ketahui orang yang menerima pusaka dan orang yang
tidak menerima pusaka, serta kadar yang diterima tiap-tiap waris dan cara pembagiannya.
36
Hukum kewarisan disebut juga dengan ilmu Fara’idh oleh sebagian faradhiyun memberi pengertian yaitu ilmu fiqh yang berpautan dengan pembagian
harta pusaka, pengetahuan tentang cara perhitungan yang dapat menyampaikan kepada pembagian harta pusaka dan pengetahuan tentang bagian-bagian yang wajib
dari harta peninggalan untuk setiap pemilik hak pusaka.
37
Dengan demikian sistem kewarisan Islam yang dimaksud baru dapat berlaku jika dilakukan setelah pewaris meninggal dunia dan juga pewaris adalah beragama
Islam dan yang menerima juga beragama Islam. Dengan demikian pelaksanaan hukum waris bagi umat Islam adalah merupakan suatu ibadah.
Hukum waris Islam adalah hukum yang mengatur proses pemindahan kepemilikan atas harta peninggalan tirkah atau maurut milik pewaris kepada ahli
36
Hasbi Ash-Shiddieqy, Fiqhul Mawaris, Jakarta, Bulan Bintang, 1973, halaman 18
37
Fatchur Rahman, Ilmu Mewaris Bandung, Alma’arif 1971, halaman 32
Universitas Sumatera Utara
35
warisnya sesuai dengan bagian masing-masing hukum Allah. Hal ini yang diatur adalah:
38
a. Bagaimana pemindahan kepemilikan harta peninggalan yang dimiliki pewaris kepada ahli waris dapat dilakukan baik berupa rukun maupun syarat-syarat
kewarisan termasuk didalamnya pengaturan kewajiban dan tanggung jawab ahli waris terhadap pewaris.
b. Penentuan siapa-siapa diantara ahli waris yang berhak menjadi ahli waris dari pewarisnya, yang berasal dari jumlah ahli waris yang ada atau hidup, tetapi
tidak semuanya menjadi ahli waris, kecuali mereka yang menurut hukum syara mempunyai hak untuk mendapatkan bagian harta peninggalan yang
ditinggalkan pewaris.
c. Penentuan berapa besarnya bagian masing-masing yang akan diterima oleh ahli waris yang berhak menerimanya menurut hukum syara sesuai dengan
kedudukan ahli waris dalam struktur dan tingkatan kekeluargaan pewaris yang bersangkutan.
d. Pelaksanaan pembagian harta peninggalan tersebut kepada ahli waris yang berhak dengan tidak menutup kemungkinan setelah masing-masing ahli waris
yang berhak menyadari bagiannya dengan mengadakan “kesepakatan” untuk melakukan “perdamaian” dalam pembagian harta peninggalan tersebut.
Berdasarkan dengan hal tersebut diatas dalam pewarisan Islam terdapat rukun pewarisan yang mempunyai 3 tiga rukun, yaitu:
1. Tirkah, yaitu harta peninggalan si mati setelah di ambil biaya-biaya perawatan, melunasi utang-utang dan melaksanakan wasiat.
2. Pewaris, yaitu orang yang meninggal dunia dengan meninggalkan harta peninggalan.
3. Ahli waris, yaitu orang yang akan mewarisi atau menerima harta peninggalan.
38
Rachmadi Usman, Hukum Kewarisan Islam dalam Dimensi Kompilasi Hukum Islam, Mandar Maju, 1994, halaman 2
Universitas Sumatera Utara
36
Ada tiga unsur dalam hukum kewarisan Islam yaitu: 1. Pewaris Al-Muwarrist
Adalah: seorang yang telah meninggal dunia dan meniggalkan sesuatu yang dapat beralih kepada keluarganya yang masih hidup.
39
Dalam Kompilasi Hukum Islam dalam pasal 171 huruf b menjelaskan sebagi berikut:
Pewaris adalah orang yang pada saat meninggalnya atau yang dinyatakan meninggal berdasarkan putusan Pengadilan, beragama Islam, meninggalkan ahli
ahris dan harta peninggalan. Meninggal dunia atau mati dapat dibedakan menjadi:
40
a. Mati sejati haqiqy adalah kematian yang dapat disaksikan oleh panca indra. b. Mati menurut putusan pengadilan hukmy adalah kematian yaang disebabkan
adanya putusan hakim, baik orangnya masih hidup maaupun sudah mati. c. Mati menurut dugaan taqdiry adalah kematian yang didasarkan ada dugaan
yang kuat bahwa yang bersangkutan telah mati. 2. Ahli waris warists
Adalah: orang yang berhak atas harta warisan yang ditinggalkan oleh orang yang meninggal.
41
39
Amir Syarifuddin, Hukum Kewarisan Islam, Kencana Prenada Media Group, Jakarta, 2004, halaman 206
40
H.R.Otje Salaman S. Mustofa Haffas, Hukum Waris Islam, PT. Refika Aditama, Bandung, 2006, halaman, 5
41
Amir Syarifuddin, Op.Cit, halaman, 212
Universitas Sumatera Utara
37
Dalam Kompilasi Hukum Islam dalm pasal 171 huruf c, menjelaskan sebagai berikut:
Ahli waris adalah orang yang pada saat meninggal dunia mempunyai hubungan darah atau hubungan perkawinan dengan pewaris, beragama Islam dan tidak
terhalang karena hukum untuk menjadi ahli waris. Disamping adanya hubungan kekerabatan dan perkawinan itu, mereka baru
berhak menerima warisan secara hukum dengan terpenuhinya persyaratan sebagai berikut:
a. Ahli waris itu masih hidup pada waktu meninggalnya pewaris b. Tidak ada hal-hal yang menghalangi secara hukum untuk menerima warisan
c. Tidak terhijab atau tertutup secara penuh oleh ahli waris yang lebih dekat.
42
3. Warisan mauruts Adalah sesuatu yang ditinggal oleh orang yang meninggal dunia, baaik berupa
benda bergerak maupun benda tak bergerak.
43
Didalam Kompilasi Hukum Islam 171 huruf e memberikan penjelasan tentang pengertian harta warisan yaitu harta bawaan di tambah bagian dari harta bersama,
setelah digunakan untuk keperluan pewaris selama sakit sampai meninggalnya, biaya pengurusan jenazah, pembayaran utang dan pemberian untuk kerabat.
42
Ibit, halaman, 213
43
Ibit, halaman, 211
Universitas Sumatera Utara
38
Apa saja asas-asas kewarisan. Pembagian warisan berdasarkan Al-Quran dan Al-Hadis yang didalamnya memuat sejumlah asas, yaitu:
44
a. Asas mengutamakan musyawarah, pembagian kewarisan dilakukan dengan mengutamakan jalan musyawarah kesepakatan pihak-pihak.
Hukum waris faraid memiliki karakter alternatif. Artinya, ia bisa dipilih dan dijadikan acuan bagi pembagian waris, bisa juga tidak digunakan. Menjadikan
faraid sebagai acuan pembagian harta waris adalah mutlak, ketika tidak ditemukan kesepakatan antar sesama ahli waris. Tapi jika ditemukan kesepakatan
antar sesama ahli waris, ilmu faraid dapat saja tidak digunakan. b. Asas keadilan, pembagian harta warisan bertujuan untuk mewujudkan keadilan.
c. Asas bilateral, bahwa laki-laki dan perempuan sama-sama memiliki hak untuk memperoleh harta warisan dan secara bertimbal balik.
d. Asas individual, masing-masing ahli waris memilik hak masing-masing bukan atas nama kolektif bersama.
e. Asas kesinambungan dan jaminan hidup, pengalihan harta dari pewaris kepada ahli waris adalah sebagai jaminan hidup bagi generasi selanjutnya.
f. Asas kematian, kewarisan terjadi apabila ada kematian. Tidak ada kewarisan
tanpa ada orang yang meninggal dunia.
44
Hak Waris
Dan Perwalian
dalam Waris
Aceh, komnasperempuan.or.idpublikasiIndonesiamateri publikasi2011Hak Waris dan Perwalian.pdf,
diakses tanggal, 28 januari 2013
Universitas Sumatera Utara
39
Ada tiga sebab yang menjadikan seseorang mendapatkan hak waris:
45
1. Pernikahan, yaitu terjadinya akad nikah secara legal syari antara seorang laki- laki dan perempuan, sekalipun belum atau tidak terjadi hubungan intim
bersanggama antar keduanya. Adapun pernikahan yang batil atau rusak, tidak bisa menjadi sebab untuk mendapatkan hak waris.
2. Kerabat hakiki yang ada ikatan nasab, seperti kedua orang tua, anak, saudara, paman, dan seterusnya.
3. Al-Wala, yaitu kekerabatan karena sebab hukum. Disebut juga wala al-itqi dan wala an-nimah. Yang menjadi penyebab adalah kenikmatan pembebasan budak
yang dilakukan seseorang. Maka dalam hal ini orang yang membebaskannya mendapat kenikmatan berupa kekerabatan ikatan yang dinamakan wala al-itqi.
Orang yang membebaskan budak berarti telah mengembalikan kebebasan dan jati diri seseorang sebagai manusia. Karena itu Allah SWT menganugerahkan
kepadanya hak mewarisi terhadap budak yang dibebaskan, bila budak itu tidak memiliki ahli waris yang hakiki, baik adanya kekerabatan nasab ataupun
karena adanya tali pernikahan.
Penghalang orang mewaris dalam hukum kewarisan Islam ada tiga, yaitu:
46
a. Perbudakan
45
Fatchur Rahman, Op.Cit, halaman 113
46
Ibit, halaman , 83
Universitas Sumatera Utara
40
Perbudakan menjadi penghalang untuk mewaris didasarkan pada kenyataan bahwa seorang budak tidak memiliki kecakapan bertindak atau tidak dapat
menjadi subjek hukum hal ini termuat dalam Al-Qur’an surat An-Nahl ayat 75 yang artinya:
”Allah telah membuat perumpamaan yakni seorang budak yang tidak dapat bertindak terhadap sesuatu pun...” Seorang budak tidak dapat mewaris karena ia
tidak cakap berbuat. Seorang budak tidak dapat diwarisi jika ia meninggal dunia, sebab ia orang miskin yang tidak memiliki harta kekayaan sama sekali. Namun
pada masa kini pada dasarnya perbudakan sudah tidak ada lagi, kalaupun ada mungkin jumlahnya amat kecil.
b. Pembunuhan. Pembunuhan yang dilakukan oleh ahli waris terhadap pewarisnya pada
prinsipnya menjadi
penghalang baginya
untuk mewarisi
pewaris yang
dibunuhnya. Adapun kaidah fiqhiyah yang berkaitan dengan masalah itu, yakni ”barang siapa yang ingin mempercepat mendapatkan sesuatu sebelum waktunya,
maka ia diberi sangsi tidak boleh mendapatkannya” Dalam hal pembunuhan yang dilakukan dengan sengaja, para ulama sepakat bahwa pembunuhan yang
demikian itu
merupakan penghalang
untuk mendapatkan
warisan atau
penghalang mewaris. Adapun pendapat para ulama mengenai pembunuhan yang dilakukan tanpa kesengajaan, para ulama
syafiiyah berpendapat bahwa pembunuhan jenis apapun, tetap merupakan penghalng untuk mewaris.
Universitas Sumatera Utara
41
c. Berlainan Agama Berlainan agama berarti agama pewaris berlainan agama dengan ahli waris.
Misalnya, pewaris beragama Islam, sedangkan ahli warisnya beragama kristen ataupun sebaliknya. Hal ini didasarkan pada hadits rasulullah yang artinya ”
orang Islam tidak dapat mewarisi orang kafir, dan orang kafir pun tidak dapat mewarisi harta orang Islam.” hadits riwayat Bukhori dan Muslim.
Didalam Kompilasi Hukum Islam pada Pasal 173 yang menyatakan sorang terhalang menjadi ahli waris apa bila dengan putusan hakim yang telah mempunyai
kekuatan hukum tetap, di hukum karena:
a. Dipersalahkan telah membunuh atau mencoba membunuh atau menganiaya berat pada pewaris
b. Dipersalahkan secara memfitnah telah mengajukan ppengaduan bahwa pewaris telah melakukan suatu kejahatan yang diancam dengan hukuman 5 tahun penjara
atau hukuman yang lebih besar.
Ada lima asas yang berkaitan dengan sifat peralihan harta kepada ahli waris, cara pemilikan harta oleh yang menerima, kadar jumlah harta yang diterima, dan
waktu terjadinya peralihan harta itu. Asas tersebut adalah:
47
1. Asas Ijbari 2. Asas Bilateral
3. Asas Individual
47
Amir Syarifuddin, Op. Cit, halaman 19
Universitas Sumatera Utara
42
4. Asas Keadilan berimbang 5. Asas Semata akibat kematian
Asas Ijbari yaitu dalam hukum Islam peralihan harta dari orang yang telah meninggal kepada orang yang masih hidup berlaku dengan sendirinya tanpa usaha
dari yang akan meninggal atau kehendak yang akan menerima. Dari segi pewaris mengandung arti bahwa ia sebelum meninggal tidak dapat menolak peralihan harta
tersebut. apapun kemauan pewaris terhadap hartanya, maka kemauannya itu dibatasi oleh ketentuan yang telah ditetapkan Allah. Oleh karena itu, sebelum meninggal ia
tidak perlu memikirkan atau merencanakan sesuatu terhadap hartanya, karena dengan kematinnya itu secara otomatis hartanya beralih kepada ahli warisnya, baik ahli waris
itu suka menerima atau tidak.
48
Asas bilateral bahwa seorang laki-laki berhak mendapat warisan dari pihak ayahnya dan dari pihak ibunya, begitu pula seorang perempuan berhak menerima
harta warisan dari pihak ayahnya dan dari pihak ibunya. Dalam ayat 11 surah An- Nisa dijelaskan bahwa:
a. Anak perempuan berhak menerima warisan dari kedua orang tuannya sebagaimana yang didapat oleh anak laki-laki dengan bandingan seorang anak
laki-laki menerima sebanyak yang didapat dua orang anak perempuan b. Ibu berhak mendapat warisan dari anaknya, baik laki-laki maupun perempuan.
Begitu pula ayahnya sebagai ahli waris laki-laki berhak menerima warisan dari anak-anaknya, baik laki-laki maupun perempuan sebesar seperenam
bagian, bila pewaris ada meninggalkan anak
48
Ibit, halaman, 22
Universitas Sumatera Utara
43
Asas Induvidual yaitu bahwa harta warisan dapat di bagi-bagi untuk dimiliki secara perorangan. Masing-masing ahli waris menerima bagiannya secara tersendiri,
tanpa terikat dengan ahli waris yang lain, keseluruhan harta warisan dinyatakan dalam nilai tertentu yang mungkin dibagi-bagi kemudian jumlah tersebut dibagikan
kepada setiap ahli waris yang berhak menurut kadar bagian masing-masing.
49
Asas keadilan berimbang yaitu keseimbangan antara hak dan kewajiban dan keseimbangan antara yang diperoleh dengan keperluan dan kegunaan. Secara umum
dapat dikatakan
laki-laki membutuhkan
lebih banyak
materi dibandingkan
perempuan. Hal tersebut dikarenakan laki-laki dalam ajaran Islam memikul kewajiban ganda yaitu untuk dirinya sendiri dan terhadap keluargannya termasuk
para perempuan, sebagaimana dijelaskan Allah dalam surah annisa ayat 34. Asas semata akibat kematian yaitu kewarisan hanya berlaku setelah yang
mempunyai harta meninggal dunia. Asas ini berarti bahwa harta seseorang tidak dapat beralih kepada orang lain dengan nama waris selama yang mempunyai harta
masih hidup. Juga berarti bahwa segala bentuk peralihan harta seseorang yang masih hidup baik secara langsung maupun terlaksana setelah dia mati, tidak termasuk ke
dalam istilah kewarisan menurut hukum Islam. Dengan demikian hukum kewarisan Islam hanya mengenal satu bentuk kewarisan, yaitu kewarisan akibat kematian.
50
49
Ibit, halaman, 23
50
Ibit, halaman, 30
Universitas Sumatera Utara
44
Ahli waris atau disebut warist dalam istilah fikih ialah orang yang berhak atas harta warisan yang di tinggalkan oleh orang yang meninggal. Yang berhak menerima
harta warisan adalah orang yang mempunyai hubungan kekerabatan atau hubungan perkawinan dengan pewaris yang meninggal. Disamping adanya hubungan dan
perkawinan itu, mereka berhak menerima warisan secara hukum dengan terpenuhinya persyaratan sebagai berikut:
51
a. Ahli waris itu telah atau masih hidup pada waktu meninggalnya pewaris; b. Tidak ada hal-hal yang menghalanginya secara hukum untuk menerima
warisan; c. Tidak terhijab atau tertutup secara penuh oleh ahli waris yang lebih dekat.
Faraidh adalah kata jamak dari faridhah artinya bagian tertentu bagi ahli waris dari harta pusaka, jadi ilmu faraidh adalah ilmu tentang pembagian harta
pusaka, agar masing-masing ahli waris mendapat bagian sebagaimana mestinya yang telah ditetapkan oleh Allah SWT.
Sebelum harta si pewaris dibagikan kepada ahli warisnya hendaklah terlebih dahulu di selesaikan hal-hal berikut ini:
52
a. Dipenuhinya kewajiban-kewajiban mengenai harta peninggalan tersebut, seperti zakatnya, penebus gadaian apa bila ada.
51
Ibit, halaman, 213
52
T. Jafizham, Pengantar Hukum Faraidh, Medan, CV. Mestika, 1965, halaman, 20
Universitas Sumatera Utara
45
b. Dikeluarkan ongkos penyelengaraan dan pemakaman jenazah menurut yang layak, seperti harga kafan, upah mengali kubur.
c. Membayar hutang apa bila si pewaris mempunyai hutang d. Dipenuhi wasiatnya, dengan ketentuan wasiat itu tidak lebih dari seper tiga
harta warisan. Sebab-sebab adanya hak waris ada tiga sebab yang menjadikan seseorang
mendapatkan hak waris yaitu:
53
a. Kekerabatan b. Perkawinan
c. Wala’ Kekerabatan yang ada ikatan nasab, yaitu hubungan antara orang yang
mewariskan dengan orang yang mewarisi seperti kedua orang tua, anak, saudara, paman, dan seterusnya. Ditinjau dari dari garis yang menghubungkan nasab antara
yang mewariskan dengan yang mewarisi, kerabat-kerabat itu dapat digolongkan kepada 3 tiga golongan yakni:
54
a. Furu’, yaitu anak turun cabang dari si mayit b. Ushul, yaitu leluhur pokok yang menyebabkan adanya si mayit
53
Ibit, Halaman, 113
54
Amir Syarifuddin, Op cit, halaman, 116
Universitas Sumatera Utara
46
c. Hawasyi, yaitu keluarga yang di hubungkan dengan si mayit melalui garis menyamping, seperti saudar, paman, bibi, dan anak turunannya dengan tidak
membeda-bedakan laki-laki atau perempuanya.
Perkawinan yaitu terjadinya akad nikah secara legal syari antara seorang laki-laki dan perempuan, sekalipun belum atau tidak terjadi hubungan intim
bersanggama antar keduanya. Adapun pernikahan yang batil atau rusak, tidak bisa menjadi sebab untuk mendapatkan hak waris.
Wala’, yaitu kekerabatan karena sebab hukum. Disebut juga wala al-itqi dan wala an-nimah. Yang menjadi penyebab adalah kenikmatan pembebasan budak yang
dilakukan seseorang. Maka dalam hal ini orang yang membebaskannya mendapat kenikmatan berupa kekerabatan ikatan yang dinamakan wala al-itqi. Orang yang
membebaskan budak berarti telah mengembalikan kebebasan dan jati diri seseorang sebagai manusia. Karena itu Allah SWT menganugerahkan kepadanya hak mewarisi
terhadap budak yang dibebaskan, bila budak itu tidak memiliki ahli waris yang hakiki, baik adanya kekerabatan nasab ataupun karena adanya tali pernikahan.
Jumlah bagian yang di terima oleh ahli waris telah ditentukan dalam Al- Quran Surat An-Nisaa ayat 11 dan 12 ada enam macam, yaitu:
1. Setengah 12 2. Seperempat 14
3. Seperdelapan 18 4. Dua pertiga 23
Universitas Sumatera Utara
47
5. Sepertiga 13 6. Seperenam 16.
55
Adapun ahli waris yang menerima bagian dengan besaran setengah 12 adalah Ashhabul Furudh yang berhak mendapatkan setengah dari harta waris peninggalan
pewaris ada lima, satu dari golongan laki-laki dan empat lainnya perempuan. Kelima ashhabul furudh tersebut ialah suami, anak perempuan, cucu perempuan keturunan
anak laki-laki, saudara kandung perempuan, dan saudara perempuan seayah. Mereka meminta fatwa kepadamu tentang kalalah. Katakanlah: Allah
memberi fatwa kepadamu tentang kalalah yaitu: jika seorang meninggal dunia, dan ia tidak mempunyai anak dan mempunyai saudara perempuan,
maka bagi saudaranya yang perempuan itu seperdua dari harta yang ditinggalkannya ... An-Nisaa: 176
Adapun kerabat pewaris yang berhak mendapat seperempat 14 dari harta peninggalannya hanya ada dua, yaitu suami dan istri.
Pertama seorang suami berhak mendapat bagian seperempat 14 dari harta peninggalan istrinya dengan satu syarat, yaitu bila sang istri mempunyai anak atau
cucu laki-laki dari keturunan anak laki-lakinya, baik anak atau cucu tersebut dari darah dagingnya ataupun dari suami lain sebelumnya. Hal ini berdasarkan firman
Allah berikut: ... Jika istri-istrimu itu mempunyai anak, maka kamu mendapat seperempat
dari harta yang ditinggalkannya An-Nisaa: 12
55
Ibit, halaman, 41
Universitas Sumatera Utara
48
Kedua seorang istri akan mendapat bagian seperempat 14 dari harta peninggalan suaminya dengan satu syarat, yaitu apabila suami tidak mempunyai
anakcucu, baik anak tersebut lahir dari rahimnya ataupun dari rahim istri lainnya. Ketentuan ini berdasarkan firman Allah berikut:
... Para istri memperoleh seperempat harta yang kamu tinggalkan jika kamu tidak mempunyai anak ... An-Nisaa: 12
Dari sederetan Ashhabul Furudh yang berhak memperoleh bagian seperdelapan 18 yaitu istri. Istri, baik seorang maupun lebih akan mendapatkan seperdelapan dari
harta peninggalan suaminya, bila suami mempunyai anak atau cucu, baik anak tersebut lahir dari rahimnya atau dari rahim istri yang lain. Dalilnya adalah firman
Allah SWT:
... Jika kamu mempunyai anak, maka para istri memperoleh seperdelapan dari harta yang kamu tinggalkan sesudah dipenuh, wasiat yang kamu buat atau dan
sesudah dibayar utang-utangmu ... An-Nisaa: 12 Ahli waris yang berhak mendapat bagian dua per tiga 23 dari harta
peninggalan pewaris ada empat, dan semuanya terdiri dari wanita:
1. Dua anak perempuan kandung atau lebih.
2. Dua orang cucu perempuan keturunan anak laki-laki atau lebih.
3. Dua orang saudara kandung perempuan atau lebih.
Universitas Sumatera Utara
49
4. Dua orang saudara perempuan seayah atau lebih.
... dan jika anak itu semuanya perempuan lebih dari dua, maka bagi mereka dua per tiga dari harta yang ditinggalkan ... An-Nisaa: 11
Dan firman Nya ... tetapi jika saudara perempuan itu dua orang, maka bagi keduanya dua per
tiga dari harta yang ditinggalkan oleh yang meninggal ... An-Nisaa: 176
Adapun Ashhabul Furudh yang berhak mendapatkan warisan sepertiga bagian hanya dua, yaitu ibu dan dua saudara baik laki-laki ataupun perempuan yang seibu.
Seorang ibu berhak mendapatkan bagian 13 sepertiga dengan syarat: 1. Pewaris tidak mempunyai anak atau cucu laki-laki dari keturunan anak laki-
laki. 2. Pewaris tidak mempunyai dua orang saudara atau lebih laki-laki maupun
perempuan, baik saudara itu sekandung atau seayah ataupun seibu. Dalilnya adalah firman Allah:
... dan jika orang yang meninggal tidak mempunyai anak dan ia diwarisi oleh ibu-bapaknya saja, maka ibunya mendapat sepertiga... An-Nisaa: 11
Dan firman Nya:
Universitas Sumatera Utara
50
... jika yang meninggal itu mempunyai beberapa saudara, maka ibunya mendapat seperenam... An-Nisaa: 11
Adapun Asbhabul Furudh yang berhak mendapat bagian seperenam 16 ada tujuh orang. Mereka adalah 1 ayah, 2 kakek asli bapak dari ayah, 3 ibu, 4
cucu perempuan keturunan anak laki-laki, 5 saudara perempuan seayah, 6 nenek asli, 7 saudara laki-laki dan perempuan seibu.
Firman Allah: ... Dan untuk dua orang ibu bapak, bagi masing-masingnya seperenam dari
harta yang ditinggalkan, jika yang meninggal itu mempunyai anak ... An- Nisaa: 11
... jika yang meninggal itu mempunyai beberapa saudara, maka ibunya mendapat seperenam ... An-Nisaa: 11.
Jumlah para ahli waris Ashabul Furudh itu semuanya ada 12 dua belas orang, terdiri dari 8 delapan orang perempuan dan 4 empat orang laki-laki,
Ashabul Furudh golongan perempuan:
56
1. Istri, 2. Anak prempuan,
3. Cucu perempuan pancar laki-laki bintul ibni betapa rendah menurunya, 4. Saudari kandung,
5. Saudari seayah, 6. Saudari seibu,
56
Fatchur Rahman, Op. Cit, halaman 130
Universitas Sumatera Utara
51
7. Ibu, dan 8. Nenek shahihah.
Adapun Ashabul Furudh golongan laki-laki, yaitu: 1. Suami,
2. Ayah, 3. Kakek shahih, betapa tinggi mendakinya dan
4. Saudara seibu. Para ahli faraidh membedakan ashabah kedalam tiga macam, yaitu Ashabah
binnafsih, ashabah bil-ghair dan ashabah ma’alghair.
Ashabah binnafsih adalah kerabat laki-laki yang di pertalikan dengan si mayit tanpa diselingi oleh perempuan, yaitu leluhur laki-laki: bapak dan kakek, keturunan
laki-laki: anak laki-laki dan cucu laki-laki dan saudar kandung atau sebapak: saudara laki-laki sekandung atau sebapak.
Ashabah bil-ghair adalah kerabat perempuan yang memerlukan orang lain untuk menjadi ashabah dan untuk bersama-sama menerima ushubah sisa, yaitu anak
perempuan yang mewaris bersama dengan anak laki-laki; cucu perempuan yang mewaris bersama cucu laki-laki; dan saudara perempuan sekandung atau sebapak
yang mewaris bersama dengan saudara laki-laki sekandung atau sebapak.
Universitas Sumatera Utara
52
Ashabah ma’alghair adalah kerabat perempuan yang memerlukan orang lain untuk menjadi ashabah, tetapi orang lain tersebut tidak berserikat dalam menerima
ushubah sisa, yaitu saudara perempuan atau cucu perempuan.
Dzawil al-arham berarti seluruh kerabat yang bukan ashabul furudh dan bukan ashabah. Karena itu, semua kerabat yang tidak berhak mendapatkan warisan
bagian tetap faraidh atau ashabah, oleh ulama faraidh disebut sebagai dzawi al- arham. Penyebutan ini dimaksudkan untuk membedakan orang-orang yang termasuk
dalam kelompok ashabul furudh dan ashabah.
Hal ini dilakukan karena setiap kelompok mempunyai hukum sendiri, seperti cucu dari anak perempuan, kakek dari ibu bapak ibu, bibi dari bapak, bibi dan
paman dari pihak ibu, atau seperti anak dari saudara perempuan dan saudara laki-laki. Mereka semua atau yang lainnya dari kerabat yang tidak mewarisi dengan bagian
tetap atau ashabah, dimasukan kedalam kelompok dzawil al-arham.
Hukum waris adat yaitu hukum adat yang memuat garis-garis ketentuan tentang sistem dan asas hukum waris, harta warisan, pewaris dan ahli waris serta
bagaimana cara harta warisan itu dialihkan penguasaan dan pemilikan dari pewaris kepada ahli waris.
57
Sehingga pada hakikatnya hukum waris adat adalah penerusan dan pengoperan harta kekayaan dari suatu generasi kepada keturunannya.
57
Hillman hadikusuma, Op-Cit, halaman, 7
Universitas Sumatera Utara
53
Menurut Soepomo, hukum kewarisan adalah peraturan yang mengatur proses meneruskan serta mengoperkan barang harta benda, barang yang tidak berujud benda
dari suatu angkatan manusia kepada keturunannya.
58
Dengan demikian dapat di simpulkan bahwa:
a. Kewarisan menurut hukum adat adalah suatu proses mengenai pongoperan dan penerusan harta kekayaan, baik yang bersifat kebendaan atau bukan
kebendaan. b. Pengoperan dan penerusan itu dilaksanakan oleh semua generasi kepada
generasi berikutnya. Proses dalam penerusan dan peralihan itu dapat dimulai sejak pewaris masih
hidup dan atau setelah pewaris meninggal dunia. Proses penerusan dan peralihan inilah yang membedakannya antara hukum waris adat dengan hukum waris Islam
Dalam hukum adat mempunyai sistem dan asas yang berbeda dengan hukum waris Islam. Sistim hukum waris adat dapat berlangsung secara:
59
1. Sistem kewarisan individual yaitu suatu sistem kawarisan dimana setiap ahli waris mendapat pembagian untuk dapat menguasai dan memiliki harta warisan
menurut bagian masing-masing. Sistem kewarisan ini pada umumnya berlaku pada kalangan masyarakat yang
menganut sistem kekerabatan perantal, minsalnya terdapat pada masyarakat Jawa. Kebaikan sistem kewarisan individual ini antara lain dengan pemilikan
secara individual maka ahli waris dapat bebas menguasai dan memiliki bagian harta kewarisannya, untuk di pergunakan sebagai modal kehidupan, tanpa
dipengaruhi oleh anggota-anggota keluarga yang lain. Sedangkan kelemahan sistem kewarisan ini adalah dapat mengakibatkan pecahnya harta warisan dan
merenggangnya tali kekerabatan. Sehingga dapat menimbulkan hasrat ingin memiliki secara pribadi, serta mengutamakan kepentingan diri sendiri. Oleh
58
Soepomo, Op-Cit, halaman, 72
59
Hillman hadikusuma, Op-Cit, halaman, 24
Universitas Sumatera Utara
54
karena itu
sistem kewarisan
individual dapat
menjurus kearah
sifat individualisme dan materialisme.
2. Sistem kewarisan kolektif yaitu sistem kewarisan dimana pewaris memberikan harta kepada ahli waris sebagai kesatuan yang tidak di bagi-bagi penguasaan dan
pemilikannya, melainkan setiap ahli waris berhak untuk mengunakan harta warisan itu.
Sistem kewarisan ini terdapat pada masyarakat minangkabau dan minahasa. Sistem kewarisan kolektif ini mempunyai fungsi yang sangat besar karena harta
warisan itu dipergunakan bagi kelangsungan hidup keluarga besar pada masa sekarang maupun masa mendatang, dalam hal tolong-menolong antara sesama
anggota di bawah pimpinan kepala kerabat. Kelemahan sistem kewarisan kolektif ini yaitu turut
campurnya anggota keluarga lain dalam hal pengunaan harta warisan.
Sistem pewarisan masyarakat adat yang termasuk sistem pewarisan kolektif hanya penerusan dan mengalihkan hak penguasaan atas harta yang tidak terbagi-
bagi itu dilimpahkan kepada anak tertua yang bertugas sebagai pemimpin rumah tangga atau kepada keluarga yang mengantikan kedudukan bapak atau ibu
sebagai kepala keluarga.
3. Sistem kewarisan mayorat yaitu terbagai atas mayorat laki-laki dan mayorat perempuan, minsalnya pada masyarakat adat lampung berlangsung sistem
mayorat laki-laki, ditanah batak dan pada masyarakat bali sistem mayorat laki- laki yaitu anak tertua laki-laki, di sumatra selatan, tanah semando, kalimantan
barat dan suku dayak berlangsung sistem mayorat perempuan. Kelemahan dan kebaikan sistem pewarisan ini terletak pada kepemimpinan anak tertua dalam
kedudukannya sebagai penganti orang tua yang telah wafat dalam mengurus harta kekayaan dan mememfaatkanya guna kepentingan semua anggota keluarga
yang ditinggalkan.
Di dalam hukum adat juga terdapat asas-asas hukum waris adat yang tentu berbeda dengan asas-asas yang terdapat dalam hukum Islam, adapun asas-asas waris
adat tersebut adalah:
60
1. Asas ketuhanan dan pengendalian diri 2. Asas kesamaan hak dan kebersamaan hak
3. Asas kerukunan dan kekeluargaan
60
Ibit, halaman, 21
Universitas Sumatera Utara
55
4. Asas musyawarah dan mufakat 5. Asas keadilan dan parimirma
Asas ketuhanan dan pengendalian diri yaitu kesadaran bahwa Tuhan yang Maha Esa adalah maha mengetahui atas segala-galanya, maha pencipta dan maha
adil, yang sewaktu-waktu dapat menjatuhkan hukumannya, maka apabila ada pewaris yang wafat para waris tidak akan bersilang selisih dan saling berebut atas harta
warisan. Asas kesamaan dan kebersamaan hak atas harta warisan yang diperlukan
secara adil dan bersifat kemanusiaan baik dalam acara pembagian maupun dalam cara pemamfaatannya
dengan selalu
memperhatikan para
waris yang
hidupnya kekurangan.
Asas kerukunan dan kekeluargaan adalah asas yang bergunan untuk mempertahankan dan memelihara hubungan kekeluargaan yang tenteram dan damai
dalam mengurus, menikmati dan memamfaatkan warisan. Minsalnya, jika dalam pembagian
warisan terjadi persengketaan untuk keluarga dapat mengunakan pembagian harta warisan dan lebih dahulu diselesaikan apa yang menjadi sumber
persengketaan. Asas musyawarah dan mufakat adalah dalam menyelesaikan pembagian harta
warisan dipimpin oleh yang dituakan dan apabila terjadi kesepakatan maka setiap
Universitas Sumatera Utara
56
waris wajib menghormati, mentaati dan misalnya dalam masyarakat adat patrilineal dipimpin oleh anak laki-laki tertua.
Asas keadilan parimirma adalah asas welas asih terhadap anggota keluarga pewaris dikarenakan kedudukan, jasa, karya dan sejarahnya, sehingga walaupun
seseorang bukan nahli waris tetapi diperhitungkan memperoleh bagian dari harta warisan. Minsalnya, anak tidak sah, anak tiri, anak angkat, orang yang berjasa kepada
keluarga, yatim piatu. Di Indonesia dikenal 3 tiga sistem hukum yaitu sistem hukum adat, sistem
hukum Islam dan sistem hukum Barat, dikenal pula 3 tiga hukum waris yaitu: 1. Hukum waris adat
2. Hukum waris Islam 3. Hukum waris barat
Dengan Instruksi Presiden Nomor 1 tahun 1991 dengan dikeluarkannya Kompilasi Hukum Islam, yaitu sebagai pedoman bagi instansi pemerintah maupun
masyarakat yang memerlukannya dalam penyelesaian masalah-masalah hukum yaitu: hukum perkawinan, hukum kewarisan dan hukum perwakapan.
Kedua hukum waris tersebut bila dihubungkan dengan penerapan hukum waris, maka kedua hukum waris tersebut sama-sama dapat dijumpai penerapannya di
tengah-tengah masyarakat. Berlakunya hukum waris adat khususnya dikalangan umat Islam perlu diadakan penelitian guna memperoleh kepastian apakah hukum kewarisan
Universitas Sumatera Utara
57
adat yang berlaku itu sejalan atau tidak dengan ketentuan hukum kewarisan Islam. Dalam hal ketentuan hukum kewarisan adat itu tidak bertentangan dengan ketentuan
hukum kewarisan Islam, dapat dinyatakan tetap berlaku bagi umat Islam sejauh pihak yang bersangkutan masih menghendakinya.
Apabila terjadi sengketa waris diantara ahli waris bagi orang Islam dapat mengajukan ke pengadilan, berdasarkan berdasarkan pasal 21 dan pasal 49 Undang-
undang Nomor 7 Tahun 1989, badan peradilan yang diberikan kekuasaan untuk mengadili perkara warisan adalah Pengadilan Agama. Pasal 2 menentukan, Peradilan
Agama merupakan salah satu pelaksana kekuasaan kehakiman bagi rakyat pencari keadilan yang beragama Islam, mengenai perkara perdata tentang:
a. Perkawinan b. Kewarisan, Wasiat, dan Hibah
c. Wakaf, Shadagoh
Semua perkara tersebut akan diputuskan berdasarkan hukum Islam. Bagi masyarakat Aceh apa bila terjadi sengketa waris bagi orang yang
beragama Islam dapat mengajukan gugatan ke Mahkamah Syar’iyah, berdasarkan Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 11 Tahun 2003 Tentang Mahkamah
Syar’iyah dan Mahkamah Syar’iyah Provinsi di Provinsi Nanggro Aceh Darusalam dan dengan berdasarkan Qanun Provinsi Nanggro Aceh Darussalam nomor 10 tahun
2002 tentang Peradilan Syariat Islam.
Universitas Sumatera Utara
58
C. Pengaruh Hukum Waris Islam Terhadap Hukum Waris Adat Gayo di Kabupaten Aceh Tengah
Salah satu hasil seminar, masuk dan berkembangnya Islam di Nusantara yang diselengarakan di Peureulak pada tanggal 25 sampai 30 September 1980, adalah
bahwa Islam masuk pertama sekali ke Nusantara melalui Peureulak pada abad petama Hijriyah.
61
Kepercayaan animesme yang meyakini orang Gayo dan adat istiadat yang mereka pegang teguh turun-temurun sejak berabad-abad sebelum Islam, berangsur-
angsur dirobah dan disesuaikan dengan nilai dan norma jaran Islam. Walaupun kenyataannya menunjukan bahwa animisme masih mempengaruhi kelompok orang
tertentu sampai sekarang.
62
Perinsip keterpaduan antara nilai dan norma agama Islam dan adat istiadat, yang ditetapkan sejak berdirinya kerajaan Islam Peureulak pada tanggal 1 Muharram
225 H, atau 840 M dan kerajaan Islam Lingga tahun 295 H atau 910 M, serta kerajaan Islam Lingga Isaq pada tahun 376 H atau 989 M, serta kerajaan Islam lainnya, tetap
merupakan keyakinan masyarakat pendukunya untuk dapat mewujudkan keteraturan, ketertiban, ketentraman, keamanan, kesejahteraan dan kebahgian.
Keterpaduan itu berangsur-angsur pudar sejak Belanda menduduki wilayah Gayo tahun 1901, setelah C. Snouck Hurgronje mencetuskan teori resepsi yang
61
Mahmud Ibrahim dan AR. Hakim Aman Pinan Jilid 1, Op Cit, halaman 1
62
Ibit, halaman, 1
Universitas Sumatera Utara
59
memisahkan agama dan adat. Sebelumnya adat berfungsi menunjang pelasanaan ajaran agama Islam setelah teori itu menjadi terbalik, agama diupayakan menunjang
pelaksanaan adat. Karena pelaksanaan perinsif keterpaduan antara syari’at dan adat istiadat telah terpisah, tidak seperti sebelumnya yang merupakann suatu kewajiban
yang terpadu dan menyatu antara pemerintah reje sebagai penanggung jawab pelaksanaan dan ulama imem sebagai penanggung jawab pelaksanaan syari’at maka
nilai dan norma adat tererosi dan berangsur-angsur terkikis dari diri pemimpin dan anggota masyarakat.
63
Berlakunya hukum adat dan hukum Islam pada masyarakat menimbulkan polemik antara kedudukan hukum adat dan hukum Islam, disatu pihak menghendaki
berlakunya hukum Islam tanpa melalui hukum adat atau langsung sebagai sumber hukum. Namun masyarakat sendiri tidak mempertentangkan antara hukum adat dan
hukum Islam bahkan dapat hidup berdampingan dan telah ditentukan pula tempat kedudukanya masing-masing.
Sebagian besar masyarakat Indonesia adalah beragama Islam. Keberadaan Islam di Indonesia telah sedikit banyaknya mempengaruhi adat istiadat masyarakat
setempat, ataupun sedikit banyaknya praktek keberagamaan telah dipengaruhi adat istiadat setempat. Termasuk dalam hal ini, hal-hal yang berkaitan dengan masalah
kewarisan.
63
Ibit, halaman, 2
Universitas Sumatera Utara
60
Bagi masyarakat yang memegang teguh ajaran agama Islam, maka dia akan terus konsekuen dengan keyakinannya untuk membagikan harta warisan dengan cara-
cara Islam faraidh. Akan tetapi tidak sedikit juga, masyarakat yang dikenal keislamannya kuat, pada akhirnya masih menggunakan cara-cara pelaksanaan
pembagian waris menurut hukum adat dan kebisaaan adat setempat. Maka hal inilah yang menjadi problematika masyarakat, disatu sisi ketentuan faraidh merupakan
hukum Islam yang harus dilaksanakan, disisi lain masyarakat kurang mempercayai dan mempergunakan hukum faraidh.
Hal inilah yang perlu diperhatikan kembali akan pentingnya reaktualisasi hukum faraidh dengan memperhatikan perkembangan kehidupan masyarakat
setempat akan tetapi hal tersebut masih dalam koridor syari’at. Rasanya sebagian asas-asas dalam hukum adat masih layak untuk dijadikan pertimbangan pembaharuan
hukum waris Islam di Indonesia yang tidak bertentangan dengan hukum Islam itu sendiri.
Undang-Undang Tentang Pemerintahan Aceh Undang-undang Nomor 11 Tahun 2006 tentang Pemerintahan Aceh, semakin menegaskan legalitas penerapan
syariat Islam di Aceh. Syariat Islam yang dimaksud dalam undang-undang ini meliputi:
1. Ibadah, 2. Al-ahwal alsyakhshiyah hukum keluarga,
3. Uamalah hukum perdata, 4. Jinayah hukum pidana,
Universitas Sumatera Utara
61
5. Qadha peradilan, 6. Tarbiyah pendidikan,
7. Dakwah, 8. Syiar, dan
9. Pembelaan Islam.
Di samping itu keberadaan Mahkamah Syariyah yang memiliki kewenangan yang sangat luas semakin memperkuat penerapan hukum Islam di Aceh. Mahkamah
Syariyah merupakan pengadilan bagi setiap orang yang beragama Islam dan berada di
Aceh. Mahkamah
ini berwenang
memeriksa, mengadili,
memutus dan
menyelesaikan perkara yang meliputi bidang al-ahwal al-syakhshiyah hukum keluarga, muamalah hukum perdata tertentu, jinayah hukum pidana tertentu,
yang didasarkan atas syariat Islam. Ada tiga faktor yang menyebabkan hukum Islam masih memiliki peran besar
dalam kehidupan bangsa Indonesia.
64
1. Hukum Islam telah turut serta menciptakan tata nilai yang mengatur kehidupan umat Islam, minimal dengan menetapkan apa yang harus dianggap
baik dan buruk, apa yang menjadi perintah, anjuran, perkenan, dan larangan agama
2. Banyak keputusan hukum dan unsur yurisprudensial dari hukum Islam telah diserap menjadi bagian dari hukum positif yang berlaku.
3. Adanya golongan yang masih memiliki aspirasi teokratis di kalangan umat Islam dari berbagai negeri sehingga penerapan hukum Islam secara penuh
masih menjadi slogan perjuangan yang masih mempunyai harapan cukup besar.
64
Konstribusi Hukum
Islam Terhadap
Perkembangan Hukum
Nasional, http:www.ditpertais.netannualconference2008dokumenKONTRIBUSI--
20HUKUM20ISLAM-muchsin.pdf, diakses tanggal 11 April 2013
Universitas Sumatera Utara
62
Karena, hukum Islam hukum fiqh itu sendiri secara umum memang diakui sebagai salah satu sumber dalam rangka pembaruan hukum di Indonesia, selain
hukum adat dan hukum barat. Bagaimana pun, hukum barat, hukum adat, maupun hukum Islam itu, mempunyai kedudukan yang sama sebagai sumber norma bagi
upaya pembentukan hukum nasional.
Namun perlu diakui keberadaan hukum adat yang ada di Indonesia paling tidak akan memberikan pengaruhnya juga dalam pembentukan hukum waris Islam
kontemporer di Indonesia. Disamping itu, keberadaan Kompilasi Hukum Islam tidaklah seperti ayat-ayat suci yang tidak bisa diotak-katik lagi ketentuannya.
Tentunya para pakar dibidangnya bisa terus menggali lagi ketentuan-ketentuan hukum waris islam kontemporer supaya selaras dengan perkembangan zaman dengan
mengandung kearifan lokal. Sebenarnya umat Islam yang ada di Indonesia telah memiliki peraturan
khusus tentang masalah warisan ini yang telah tercantum dalam Kompilasi Hukum Islam KHI. Namun masyarakat Islam di Indonesia tidak semua menjadikan KHI
sebagai rujukan dalam pembagian warisan. Tgk. Daud Zamzami mengatakan bahwa masyarakat tidak terlalu memahami aturan-aturan yang ada dalam Kompilasi Hukum
Islam dan juga tidak terlalu memahami ajaran-ajaran yang ada dalam kitab fiqih.
Universitas Sumatera Utara
63
Masyarakat hanya akan bertanya kepada guru-guru mereka, dalam hal ini ulama, jika mereka mendapatkan kesulitan dalam masalah warisan.
65
Dengan diberlakukannya Kompilasi Hukum Islam KHI apakah telah mengatikan hukum kewarisan dari fikih mawaris atau Faraidh?. Suatu hal yang dapat
dipastikan adalah bahwa hukum kewarisan Islam selama ini yang bernama fikih mawaris atau Faraidh itu di jadikan salah satu bahkan sumber utama dari
kompilasi.
66
Istilah ahli waris pengganti dalam hukum kewarisan Islam Indonesia dipopulerkan oleh Hazairin di penghujung tahun 70-an. Beliau menyebut konsep ahli
waris pengganti dengan istilah Mawali. Dalam Konsep mawali, anaknya anak dan anaknya saudara ditempatkan sebagi pengganti dan kedua ahli waris langsung
anak dan saudara .
Menurut Hazairin garis pokok penggantian tidak ada sangkut pautnya dengan ganti mengganti. Dia hanyalah sebuah cara untuk menunjukkan siapa-siapa ahli
waris. Tiap–tiap ahli waris berdiri sendiri sebagai ahli waris, dia bukan menggantikan ahli waris yang lain, sebab penghubung yang tidak ada lagi bukan ahli waris?
67
Ahli waris pengganti yang dimaksud adalah bukan mengangkat seseorang yang bukan ahli
65
Hukum Patah Titi Di Aceh, IDLO di http:www.idlo.intbandaacehawareness.HTM, diakses tanggal 20 maret 2012
66
Amir Syarifuddin, Op cit, halaman, 309
67
Hazairin, Hukum Kewarisan Bilateral Menurut Qur’an dan Hadits. Jakarta: Tintamas. hlm. 137
Universitas Sumatera Utara
64
waris menjadi ahli waris. Karena kualifikasi ahli waris sudah mendapatkan kepastian hukum yang jelas melalui asas ijbari hukum kewarisan.
Sebagai contoh, kedudukan cucu baik laki-laki maupun perempuan dalam ilmu faraidh pada umumnya adalah sebagai ahlul warits dzaw al-arham apabila
terdapat kelompok ahli warits dzam al-furudl atau ashabah. Sehingga cucu tidak dapat menerima warisan dari kakeknya apabila ayahnya telah meninggal. Namun
dengan adanya konsep ahli waris pengganti yang terdapat dalam KHI pasal 185 merupakan terobosan terhadap hak cucu atas harta warisan ayah apabila ayah lebih
dahulu meninggal dari pada kakek. Sehingga cucu bisa mendapatkan bagian dari warisan tersebut. Lembaga ahli waris pengganti ini lebih cenderung sebagai
platsvervulling penggantian tempat sebagai mana yang dikenal dalam BW dan Hukum Adat.
Adanya konsep ahli waris pengganti merupakan konsep asas keadilan yang berimbang di karenakan masalah cucu yang orang tuanya meninggal terlebih dahulu
dari pewaris, menjadi masalah keadilan yang benar. Sehingga perumusan ahli waris pengganti itu sangat beralasan, karena dapat memenuhi rasa keadilan dan
kemanusiaan dalam lingkungan komunitas keluarga. Hal ini sekaligus dapat menutup kekecewaan dari pihak-pihak tertentu.
Sementara dari segi persaudaraan, diharapkan dapat melihara keutuhan dan hubungan harmoni dengan anggota keluarga.
Universitas Sumatera Utara
65
Dalam masyarakat yang mayoritas beragama Islam, Masyarakat Aceh yang terkenal dengan sebutan “Serambi Mekkah”
hal ini sesuai dengan kehidupan masyarakat Aceh yang benuansa Islami, dan dalam hal pembagian warisan pada
masyarakat Aceh dilakukan setelah pewaris meninggal dunia.
Tetapi hukum adat masih tetep melekat dan dilaksanakan oleh masyarakat Aceh seperti dengan adanya pembagian harta warisan yang dilakukan sebelum
pewaris meninggal dunia. Dan juga apa bila anak yang merawat semasa hidup almarhum mendapat hak warisan yang lebih banyak dari pewaris yang lainnya
dengan cara musyawarah.
68
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa eksistensi hukum adat pada masyarakat umumnya masyarakat Gayo pada khususnya masih tetap ada bahkan
terjadi hubungan yang harmonis tanpa menimbulkan perselisihan dalam pembagian harta warisan baik yang mengunakan hukum Islam maupun hukum adat.
Didalam masyarakat adat Gayo juga dikenal dengan istilah Pematang yaitu bagian untuk mengangkat derajat ibu, sehingga ibu tidak bekerja lagi mengurusi harta
pematang itu,
tetapi menerima
hasilnya dari
anak yang
mengurus atau
mengerjakannya. Harta waris pematang merupakan jaminan untuk kesejahteraan ibu selain bantuan anak-anaknya. Kalau ibu janda usia lanjut dibiarkan anaknya bekerja
68
Badruzzaman Ismail, Op. Cit, halaman 169
Universitas Sumatera Utara
66
mencari nafkah, maka dalam syari’at dan adat, anak itu dipandang tidak berahlak mulia bahkan dimasukan ke dalam katagori anak durhaka.
69
Dalam penentuan besar kecilnya harta pematang ini harus ada persetujuan dari semua ahli waris yang dimusyawarahkan pada saat pembagian warisan untuk
memberikan persetujuannya, dan untuk menentukan dengan siapa sang ibu akan tinggal selama ia masih hidup, biasanya seorang ibu akan menunjuk sendiri dengan
siapa ia akan tinggal dan memberikan harta pematangnya kepada anak yang ditujuknya.
Hal ini dilakukan masyarakat Gayo agar Ibu tidak diterlantarkan dan tidak ingin memasukan Ibunya ke Panti Jompo karena hal ini merupakan hal yang sangat
memalukan bagi orang Gayo khususnya dan merupakan anak yang tidak membalas budi dan jasa orang tuanya yang telah membesarkanya, oleh karena itulah maka
adanya pematang dalam masyarakat Gayo.
Akan tetapi pada saat ini pematang ini udah jarang dilaksanakan karena dianggap sudah tidak sesuai lagi dengan hukum syariat maka tidak ada lagi pematang
dan sekarang biasanya orang tua digilir oleh anak-anaknya untuk menjaganya bergantian baik itu dirumah orang tua tersebut atau di bawa kerumah anaknya.
69
Mahmud Ibrahim dan AR. Hakim Aman Pinan, Syariat dan Adat Istiadat Jilid 3,Takengon, Maqamamahmuda, 2005, halaman, 175
Universitas Sumatera Utara
67
Dalam pembagian harta warisan oleh pewaris yang berdasarkan hukum adat, kadang tidak melaksanakan hukum adat itu secara murni misalnya pengolongan ahli
waris berdasarkan ketentuan hukum waris Islam. Tetapi dalam penentuan besar bagian ahli waris ditentukan dengan cara musyawarah dan mufakat, sehingga hukum
adat masih dominan dalam menyelesaikan sengketa kewarisan dibandingkan hukum Islam.
Dengan demikian, maka pengaruh Islam terhadap hukum adat sedemikian rupa sehingga terjadi penyesuaian antara hukum adat dan hukum Islam, adapun
ketentuan-ketentuan hukum adat yang bertentangan dengan hukum Islam sudah di tinggalkan oleh masyarakat Islam, sedangkan ketentuan-ketentuan adat yang lainnya
masih tetap dilaksanakan sepanjang tidak bertentangan dengan hukum Islam. Hukum adat yang masih diakui atau baru berlaku apabila tidak bertentangan dengan hukum
Islam.
Universitas Sumatera Utara
68
BAB III PERKEMBANGAN HUKUM PATAH TITI
PADA MASYARAKAT GAYO DI KABUPATEN ACEH TENGAH A. Deskripsi kabupaten Aceh Tengah
Aceh Tengah merupakan salah satu kabupaten yang terletak ditengah-tengah Provinsi Aceh. Secara geografis Kabupaten Aceh Tengah berada pada posisi antara
4 10”-4
58” LU dan 96 18” - 96
22” BT. Wilayahnya yang seluas 431.839 Ha atau setara dengan 4.318,39 Km
2
, berbatasan langsung dengan:
1. Kabupaten Bener Meriah dan Bireuen di sebelah utara, 2. Kabupaten Gayo Lues di sebelah selatan,
3. Kabupaten Nagan Raya dan Pidie di sebelah barat, 4. Kabupaten Aceh Timur di sebelah timur.
Secara administrative, wilayahnya terbagi menjadi 14 kecamatan yang meliputi 269 desakampung defenitif dan 27 kampung persiapan. Pada Triwulan I
tahun 2011, jumlah penduduknya mencapai 202.114 jiwa dengan kepadatan rata-rata 47 jiwaKm
2
. Keadaan pendududuk berdasarkan suku bangsa.
Kabupaten Aceh Tengah merupakan daerah yang majemuk dengan komposisi penduduk bersuku Gayo ± 60, suku Jawa 30, Aceh Pesisir 5, dan sisanya
merupakan suku lainnya seperti Batak, Padang, Cina, dsb dengan mayoritas penduduk beragama Islam yakni sebanyak 97. Mata pencaharian penduduknya
68
Universitas Sumatera Utara
69
didominasi oleh kegiatan pertanian dengan tenaga kerja sebesar 80, disusul lapangan pekerjaan disektor perdagangan sebanyak 8, sektor jasa sebesar 5 dan
sektor lainnya sebesar 7.
70
Tabel 1 satu Data jumlah penduduk di kabupaten Aceh tengah
No Kecamatan
Luas Wilayah
Km
2
Jumlah Kampung
Desa Jumlah Penduduk Jiwa
L P
Jumlah
1. Linge
2.075,28 25
4.476 4.582
9.058 2.
Bintang 429,00
24 4.556
4.652 9.208
3. Lut Tawar
99,56 21
9.203 9.971
19.174 4.
Kebayakan 56,34
20 6.947
6.851 13.798
5. Pegasing
99,00 31
8.976 9.295
18.271 6.
Bebesen 47,19
28 17.319
18.637 35.956
7. Kute Panang
35,06 23
3.674 3.529
7.203 8.
Silih Nara 98,00
33 10.964
10.937 21.901
9. Ketol
404,53 25
5.938 5.902
11.840 10.
Celala 89,00
16 4.341
4.346 8.687
11. Atu Lintang
105,04 10
3.645 3.541
7.186 12.
Jagong Jeget 82,53
11 4.835
4.335 9.170
13. Bies
28,86 12
3.321 3.601
6.922 14.
Rusip Antara 669,00
16 3.663
3.367 7.030
Jumlah 4.318,39
295 91.858
93.546 185.404
Sumber : Aceh Tengah Dalam Angka 2009, Kabupaten Aceh Tengah memiliki topografi wilayah bergunung dan berbukit
dengan ketinggian rata-rata bervariasi antara 200 – 2.600 meter diatas permukaan laut. Penggunaan lahannya didominasi oleh kawasan hutan seluas 280.647 Ha atau
70
Kabupaten Aceh Tengah, http:acehprov.go.idimagesstoriesfile23 Kab_KotaPDFACEH TENGAH
.
Universitas Sumatera Utara
70
64,98 dari luas wilayah, dan sisanya berupa tanah bangunan, sawah, tegal kebun, ladinghuma, padang rumput, rawa-rawa, kolam, tambak, perkebunan dan areal
peruntukan lainnya. Pada umumnya jenis tanahnya bervariasi, 68 diantaranya terdiri dari tanah podsolik coklat dan merah kuning dengan tekstur liat berpasir,
struktur remuk, konsistensi gembur permeabilitas sedang. Keadaan tersebut menjadikan Aceh Tengah sebagai daerah yang subur dan menjadi pusat produksi
hasil pertanian dataran tinggi di Provinsi Aceh. Sesuai dengan letak geografisnya, iklimnya termasuk iklim equatorial, dengan jumlah hari hujan rata-rata 137 hari
tahun dan curah hujan rata-rata 1.822 mtahun. Suhu udara rata-rata berkisar pada 20 derajad celcius dengan kelembaban nisbi antara 80 – 84.
Suku bangsa Gayo mendiami daerah dataran tinggi Gayo atau sering disebut Tanoh Gayo, komunitas masyarakatnya untuk saat ini yang banyak mendiami di lima
kabupaten di Aceh yaitu Aceh Tenggara, Bener Meriah, Aceh Tengah, Aceh Tamiang, dan Gayo Lues. Pada dasarnya suku bangsa Gayo terdiri dari tiga bagian
atau kelompok, Gayo laut mendiami daerah Aceh Tengah dan Bener Meriah, Gayo Lues mendiami daerah Gayo Lues dan Aceh Tenggara serta Gayo Blang mendiami
sebagian kecamatan di Aceh Tamiang.
Dalam kehidupan sehari-harinya masyarakat Gayo mempuyai adat adalah mengikuti garis keturunan dari orang tua laki-laki, pembagian kelompok atau marga
sama sekali tidak ada di etnis suku Gayo, tapi dalam hal pemangku adat di kalangan
Universitas Sumatera Utara
71
masyarakat Gayo masih kuat seperti pepatah gayo “ Murib i kandung adat sedangkan binasa i kandung hukum “ artinya hidup tidak lepas dari nilai dan norma adat.
Susunan keperintahan masyarakat Gayo terdiri dari empat unsur yang memiliki fungsi dan kewenangan masing-masing, namun terpadu dalam satu wadah
yang disebut Sarak Opat, yaitu empat unsur dalam satu wilayah pemerintahan yang terpadu.
Keempat unsur pemerintahan dimaksud adalah:
71
1. Reje raja atau kepala Pemerintahan musuket sifet menyukat dan menyipat, maksudnya berfungsi menegakkan dan memelihara keadilan.
2. Imem Imam mu ferlu sunet melaksanakan yang fardhu dan sunat, berfungsi membimbing dan melaksanakan Syari’at terutama yang hukumnya fardhu dan
sunat. Sementara yang haram dan makruh tidak boleh dikerjakan dan yang mubah boleh atau tidak dilaksanakan.
3. Petue Petua musidik sesat, berfungsi meneliti dan mengevaluasi keadaan masyarakat.
4. Rayat rakyat genap mupakat musyawarah dan mufakat berfungsi menyerap aspirasi masyarakat dan memusyawarahkan serta merumuskan
pelaksanaannya.
Masyarakat Gayo sangat fanatik terhadap Agama Islam, sehingga semua bersifat berdasarkan ajaran Islam, baik adat, budaya dan sistem pendidikan semua
berlandaskan Agama Islam. Prinsip dimaksud dapat dihayati dari ungkapan adat seperti Agama urum edet, lagu zet urum sifet, agama kin senuwen, edet ken peger
artinya Agama Islam dan adat Gayo seperti zat dan sifat, agama sebagai tanaman,
71
Mahmud Ibrahim dan AR. Hakim Aman Pinan, Syariat dan Adat Istiadat Jilid 2,Takengon, Maqamamahmuda, 2010, halaman. 111
Universitas Sumatera Utara
72
adat sebagai pagarnya. Dari ungkapan tersebut jelas dan tegas, bahwa keterpaduan di antara adat dan syaria`at Islam sangat erat dan saling menunjang.
B. Sistem Kekerabatan Masyarakat Gayo Di Kabupaten Aceh Tengah
Di Tanah Gayo susunan masyarakat Gayo adalah berdasarkan patrilineaal adalah susunan pertalian menurut garis keturunan lurus bapak , kakek dan seterusnya
ke atas, sementara sanak kandung Ibu, sanak nenek dan seterusnya keatas hanyalah semeda. Dalam sistem kekerabatan patrilineaal hanya kaum peria yang meneruskan
keturunan marga kepada anak dan keturunannya, oleh karena itu anak laki-laki sangat didambakan dalam setiap keluarga di tanah gayo, sebab merekalah yang akan
meneruskan kelangsungan keturunan dan dalam kehidupan masyarakat menurut peraturan adat dan sistem pemerintahan Sarakopat.
72
Keluarga paling inti dalam adat istiadat Gayo disebut Kuning ni tenaruh kuning telur terdiri dari ayah dan ibu kandung serta anak kandung termasuk
isterinya atau suaminya. Keluarga inti yang lebih luas dari kuning tenaruh disebut sara ine satu mamak terdiri dari ayah dan ibu kandung dan tiri, anak laki-laki dan
perempuan kandung dan tiri beserta isteri dan suaminya, kakek dan nenek saudara ayah yang laki-laki dan perempuan baik kandung ataupun tiri beserta isteri adan
suaminya serta saudara satu kakek, selain kelurga inti disebut sudere saudara.
72
Syukri, MA, Op.Cit, halaman, 163
Universitas Sumatera Utara
73
Musyawarah keluarga inti ada dua macam, yaitu: 1. Musyawarah pakat si kuning tenaruh paling inti
2. Musyawarah pakat sara ine satu mamak Musyawarah pakat sudere saudara, Musyawarah ini terdapat dua macam,
yaitu: a. Musyawarah pakat yang diikuti oleh semua keluarga baik karena nasab
keturunan maupun karena pernikahan b. Musyawarah pakat yang dikuti oleh saudara karena bertetangga, satu belah,
satu kampung, teman sepekerjaan, teman sejawat. Seseorang yang sudah memisahkan diri dari keluarga batih ayahnya atau
mertuanya disebut dengan jawe terpisah periuk nasi dari orang tuanya atau sudah mandiri. Apabila salah satu anggota keluarga sudah kawin, ia akan pindah ke dalam
satu bilik kamar, tetapi masih dalam rumah itu juga, dan masih dalam kesatuan ekonomis dengan keluarga batih. Pada satu saat keluarga batih ini berdiri sendiri
secara ekonomis jawe dan terpisah dari keluarga luasnya. Kesatuan keluarga luas yang mendiami satu rumah besar ini sering disebut sara kuru, atau saudere.
Kelompok seperti ini kadang-kadang tidak harus dalam satu rumah, tetapi berada pada beberapa rumah.
Universitas Sumatera Utara
74
Perkembangannya pada saat sekarang, menunjukkan suatu gejala akan lenyapnya umah timeruang sebagai tempat tinggal sedere. Sekarang ini kelihatan
banyak bangunan perumahan di pedesaan meniru pola perumahan perkotaan. Rumah tidak lagi berbentuk memanjang yang terdiri atas kamar-kamar dalam bentuk
panggung tinggi. Lagi pula keluarga sara ine tadi berkeinginan untuk memisahkan diri dari umah timeruang. Lama-kelamaan perkembangan sedere, tidak mungkin
tertampung lagi di dalam umeh timeruang tadi, karena jumlahnya semakin besar dan semakin banyak pula membutuhkan tempat tinggal. Maka terjadilah pemisahan
tempat dengan mendirikan rumah baru. Rumah baru ini kemudian berkembang pula menjadi rumah besar seperti di atas tadi. Walaupun timbul pemisahan tempat tinggal,
akan tetapi tali kekerabatan tetap tidak berubah. Antara satu rumah dengan rumah yang lain masih diikat oleh pertalian sedere.
Dari ikatan pertalian ini terjadilah klen besar dalam masyarakat Gayo yang disebut dengan belah. Dengan demikian, dalam masyarakat Gayo timbul bermacam-
macam belah, adalah, belah Bale, belah Jalil, belah Cik, belah Gunung, belah Hakim dan yang lainnya
73
Apabila ibu meninggal, yang bertanggung-jawab terhadap anaknya adalah ayahnya. Tetapi apabila ayahnya meninggal, yang bertanggung-jawab, bukan ibu,
tetapi adalah wali dari pihak ayah, yaitu saudara laki-laki dari ayah yang sekandung.
73
Kerja Sama Pemerintah Kabuoaten Aceh Tengah Dengan Tim Peneliti Sejarah Dan Budaya FKIP Unsyiah Banda Aceh, Sejarah Dan Adat Istiadat Masyarakat Gayo Kabupaten Aceh Tengah,
Tahun 2004, halaman 39
Universitas Sumatera Utara
75
Kalau saudara laki-laki yang sekandung dengan ayah tidak ada, maka yang menjadi wali adalah saudara sepupu pihak ayah yang laki-laki dan saudara sepupu ini
keturunan dari saudara sekandung dari ayah yang laki-laki pula.
Wali dari pihak ibu disebut dengan wali karong. Tetapi wali karong tidak dapat bertanggung-jawab terhadap keturunan. Saudara-saudaranya yang perempuan,
karena dianggap lemah dari segi hukum agama dan adat. Dalam masyarakat Gayo ada tiga bentuk perkawinan yaitu kawin ango atau juelen, kawin angkap, dan kawin kuso-
kini, yang seakan-akan menentukan prinsip-prinsip keturunan.
Bentuk perkawinan ango atau juelen, di mana pihak suami seakan-akan membeli wanita yang bakal dijadikan istri,
74
maka si istri dianggap masuk ke dalam belah suami, karena ia telah dibeli. Oleh karena itu anak-anaknya akan menganut
patrilineal, karena ia ikut masuk belah ayahnya.
Perceraian menurut adat Gayo dibedakan berupa cera kasih cerai kasih dan cere banci cerai benci.
75
Apabila terjadi cere banci cerai karena perselisihan, maka si istri menjadi ulak-kemulak kembali ke belah asalnya. Anak-anaknya
menjadi tanggung-jawab ayahnya. Tetapi apabila terjadi cere kasih cerai karena mati, tidak menyebabkan perubahan status istri, ia tetap dalam belah suami. Dan
anak-anaknya menjadi tanggung-jawab belah ayah yaitu walinya.
74
Ibit, halaman, 38
75
M.J. Melalatoa, Kebudayaan Gayo,Seri Etnografi Indonesia No.1, PN. Balai Pustaka, Jakarta 1982, halaman, 86
Universitas Sumatera Utara
76
Bentuk perkawinan angkap. di mana pihak laki-laki suami ditarik ke dalam belah si isteri Suami terlepas dari belahnya. Bentuk perkawinan rangkap ini dapat
dibedakan dalam dua bentuk yaitu bentuk angkap nasap dan bentuk angkap sementara. Bentuk perkawinan angkap nasap terjadi disebabkan oleh pihak keluarga
perempuan tidak ada keturunan laki-laki. Ia ingin memperoleh anak laki-laki yang dimasukkan ke dalam belahnya. Maka menantu laki-laki disebut dengan penurip-
murip peunanom mate artinya memelihara semasa hidup dan menguburkan waktu mertua mati.
76
Oleh karena itu anak-anaknya seakan-akan menganut matrilineal karena anaknya ikut belah ibunya.
Bila terjadi cere banci, ayahnya tetap bertanggungjawab kepada anaknya. Tetapi semua harta asal dari ayah dan ibu, menjadi kepunyaan anak dan ibu. Tetapi
apabila terjadi cere kasih, misalnya suami meninggal, harta tetap dimiliki oleh anak dan ibunya tadi tetap tanggung jawab terhadap anak yang diserahkan kepada pihak
ayah. Andaikata suami yang meninggal dunia dan ternyata tidak meninggalkan anak, harta miliknya otomatis semuanya menjadi miliknya istri.
Bentuk perkawinan angkap sentaran sering pula disebut dengan angkap edet atau angkap perjanyin. Seorang laki-laki suami dalam jangka waktu tertentu
menetap dalam belah istrinya, sesuai dengan perjanjian pada saat dilakukannya peminangan. Status sementara ini berlangsung selama suami belum memenuhi semua
persyaratan seperti mas kawin yang telah, ditentukan dalam perjanjian angkap
76
Ibit, halaman, 82
Universitas Sumatera Utara
77
sementara, atau syarat-syarat lain seperti misalnya saudara dari istri yang laki-laki belum menikah.
Status anak dalam bentuk perkawinan angkap sentaran ini tetap menganut sistem matrilineal seperti dalam angkap nasap tadi. Status anak dalam kedua
bentuk perkawinan angkap ini perlu diadakan studi lanjutan, karena masih kurang jelas dilihat dari segi pembagian harta pusaka dan fungsi wali dari pihak ayah.
Selain dari kedua bentuk perkawinan di atas dalam masyarakat Gayo, masih terdapat suatu bentuk perkawinan lain yang dapat menentukan prinsip-prinsip
keturunan yaitu bentuk perkawinan kuso-kini ke sana-ke mari. Bentuk ini merupakan perkembangan baru di Gayo. Bentuk perkawinan ini memberikan
kebebasan kepada suami-istri untuk memilih belah tempat menetap
77
. Apakah masuk belah istri atau belah suami.
Sehubungan dengan kebebasan kepada suami-istri untuk memilih belah, maka anak-anaknya tetap menganut prinsip patrilineal. Bentuk perkawinan inilah yang
paling banyak sekarang dilakukan dalam masyarakat Gayo. Dengan demikian bentuk perkawinan ango atau juelen dan bentuk perkawinan angkap sedang mengalami
proses perubahan ke dalam bentuk perkawinan kuso kini.
Generasi muda sekarang menunjukkan suatu gejala untuk menghindari perkawinan dalam kedua bentuk perkawinan di atas tadi, yang dapat mengikat
77
Ibit, halaman, 84
Universitas Sumatera Utara
78
mereka dengan belah. sering orang mengacaukan prinsip patrilineal dengan adanya perkawinan yang matrilokal di Gayo ini.
Seorang ayah dalam kehidupan suatu keluarga sangat disegani oleh anggota- anggota keluarga. Maka seorang anak lebih rapat pergaulannya dengan ibu. Segala
sesuatu masalah yang hendak disampaikan dalam keluarga tidak melalui ayah, tetapi selalu melalui ibunya.
Hubungan mertua dengan menantu sangat terbatas, lebih-lebih dengan menantu laki-laki. Antara menantu dengan mertua sangat jarang berbicara kadang-
kadang sampai lahir seorang anak, kalaupun ada sangat terbatas. Di Gayo pembicaraan antara menantu dengan mertua diusahakan melalui orang ketiga,
meskipun orang ketiga itu adalah seorang bayi.
Bila menantu berpapasan dengan mertua terutama mertua laki-laki mereka biasanya saling mengalihkan pandangan atau tidak saling menatap. Namun keadaan
ini sekarang sudah sedikit berubah. Perasaan malu atau segan antara mertua dengan menantu, menandakan mertua sangat hormat kepada menantu, begitu juga sebaliknya.
Tetapi hubungan mertua dengan cucunya sangat intim dan manja, kadang-kadang lebih dari anaknya sendiri.
Universitas Sumatera Utara
79
Maka banyak orang-orang generasi sekarang, tidak mau anaknya tinggal bersama kakek atau neneknya. Karena terlalu dimanja menyebabkan si anak tidak
diberi kesempatan untuk mengembangkan kepribadiannya yang murni.
Seorang menantu biasanya lebih akrab dengan adik iparnya yang lebih kecil. Adik ipar menjadi perantara antara menantu dengan mertua, bila istrinya tidak ada di
rumah. Mungkin menantunya ingin meminta sesuatu atau menyampaikan masalah penting. Anak biasanya lebih akrab dengan pihak saudara-saudara ibunya, walau
saudara-saudara dari ayahnya yang bertanggung jawab, apabila ayahnya meninggal.
Keadaan di Gayo, dengan kerabat pihak ayah tetap lebih akrab. Hubungan kekerabatan yang sudah agak jauh, baik pihak istri maupun pihak suami laki-laki
tidak begitu terbatas seperti antara menantu dengan mertua, asal tidak mengeluarkan kata-kata yang kotor. Menegur seseorang dengan hormat, tidak boleh bersenda gurau
atau tertawa terbahak-bahak
C. Pengertian Hukum Patah Titi
Dalam tradisi mayarakat Aceh istilah patah titi yaitu di mana pewaris meninggalkan anak dan cucu-cucu yang orang tuannya terlebih dahulu meninggal
dunia dari pewaris, maka cucu-cucu itu yang berarti cucu-cucu dari pewaris tidak mendapatkan warisan karena dianggap telah patah titi. Bahkan status cucu tidak
Universitas Sumatera Utara
80
dapat menggantikan posisi orang tuanya yang lebih dulu meninggal dalam hal mewarisi harta kakek atau neneknya.
Hak waris seorang cucu ini akan terhijab oleh keberadaan saudara laki-laki dan perempuan si anak yang meninggal. Istilah ini menurut Tgk Daud Zamzami
dikenal dengan istilah Patah Titi atau Putoh Tutu atau Hijab. Di sini, sang ayah berlaku sebagai titi alias jembatan penghubung antara kakek dan cucu. Ketika sang
ayah meninggal, terputuslah hubungan khususnya hubungan penyebab kewarisan antara kakek dan cucu.
78
Patah titi sudah sangat dikenal dalam praktek hukum kewarisan adat Aceh, bahkan telah menjadi istilah “negatif” bagi anak-anak yang orang tuanya lebih dahulu
meninggal dunia dari kakeknya. Ungkapan-ungkapan berikut sering terjadi dalam masyarakat adat Aceh berkaitan dengan patah titi:
79
1. “Kamu tidak ada hak lagi, karena sudah patah titi”. Maksudnya adalah, seorang paman mengatakan kepada seorang keponakannya bahwa ia tidak
mendapatkan hak kewarisan apapun dari harta yang ditinggalkan oleh orang tua pamannya kakek dari keponakannya sendiri, sebab orang tua saudara
paman keponakan itu sudah terlebih dulu meninggal dari kakeknya;
78
Hukum Patah Titi Di Aceh, http:www.idlo.intdocNews214DOC1.pdf, tanggal, 20 maret 2012
79
Patah Titi Dalam Kewarisan Aceh, http:konsultasi-ki.blogspot.com201202hukum-patah- titi-dalam-kewarisan-adat.html Diakses tanggal, 14 Maret 2012
Universitas Sumatera Utara
81
2. “Kita tidak ada hubungan lagi, karena kita sudah patah titi”. Ungkapan seperti itu biasa diucapkan oleh seorang keponakan kepada pamannya, namun yang
dimaksudkan bukan sekedar tidak ada hubungan hak kewarisan, akan tetapi tidak ada hubungan kekerabatan dengan pamannya, hal itu terjadi lantaran ia
tidak mendapatkan hak kewarisan apapun dari harta kakeknya dengan sebab orang tuannya lebih dulu meninggal dari kakeknya;
3. “Kamu tidak bisa menuntut hak kewarisan, karena kamu sudah patah titi”. Maksunya idalah, bahwa seorang cucu tidak boleh menutut hak kewarisan
kakeknya, sebab orang tuanya lebih dahulu meninggal dari kakeknya, sedangkan orang tuanya ada saudara laki-laki yang masih hidup.
Ilustrasi di atas menggambarkan bahwa, pelaksanaan patah titi dalam hukum kewarisan adat Aceh memunculkan problematika hukum yang membutuhkan
penelitian yang lebih mendalam dan sungguh-sungguh, khususnya tentang kenyataan hukum patah titi tersebut dan inplikasinya terhadap penerapan prinsip-prinsip
universal hukum kewarisan Islam terhadap hukum partukular.
Salah satu nilai keuniversalan hukum kewarisan Islam adalah, bahwa peralihan hak kewarisan pewaris kepada ahli waris bertujuan untuk menjaga
kesinambungan garis nasab keturunan. Sebaliknya pelaksanaan patah titi dalam hukum kewarisan adat Aceh cenderung memutuskan hubungan kekerabatan di antara
ahli waris, terutama ahli waris yang turunan kebawah yaitu cucu-cucu dari pewaris.
Universitas Sumatera Utara
82
Gambar 1 satu Patah titi versi 1satu
Ayah pewaris Ibu
Meninggal 2013 Patah titi
Anak lk Anak lk
menantu Pr Meninggal 2012
Cucu Lk Cucu Pr
Keterangan gambar, 1 satu Seorang anak meninggal dunia terlebih dahulu dari pewaris dan meninggalkan
anak laki-laki dan perempuan, harta dari pewaris tidak dapat dibagikan kepada cucunya dikarenakan telah patah titi disebabkan orang tuanya meninggal terlebih
dahulu dari kakeknya. Cucu-cucu inilah yang dikatakan patah titi menurut pemahaman masyarakat Gayo selama ini.
Universitas Sumatera Utara
83
Gambar 2 dua Patah titi versi 2 dua
Ayah pewaris Ibu
2013
Patah titi Anak LkPr
Anak Lk Menantu Pr
2012 Keterangan gambar, 2 dua
Seorang anak meninggal dunia terlebih dahulu dari pewaris, yang tidak mempunyai anak dan meninggalkan seorang isteri, menurut Tengku Mahmud dan
Bapak Nasaruddin bahwa yang dikatakan patah titi adalah menantu dari ayah dan Ibunya tersebutlah yang patah titi, karena tidak ada lagi hubungan kewarisan dengan
harta yang di tinggalkan oleh bapak mertuanya dikarenakan suaminya meninggal terlebih dahulu dari ayah mertuanya.
80
Pendapat Tengku Mahmud tersebut sama dengan pendapat Bpak Drs. Nasaruddin kepala Dusun Terminal Takengon, orang yang meninggal masih bujang
atau gadis dan orang yang sudah menikah tapi tidak punya anak itulah yang
80
Wawancara dengan Tengku Mahmud Imam Masjid Babut Taubah Kampung Terminal Kec. Bebesen Kabupaten Aceh Tengah, Tanggal 10 November 2012
Universitas Sumatera Utara
84
dinamakan patah titi yang sebenarnya seperti terlihat dalam gambar 2 dan gambar 3 berikut ini.
81
Gambar 3 tiga Patah titi versi 3 tiga
Ayah pewaris Ibu
2013
Patah titi Anak LkPr
Anak LkPr 2012
Keterangan gambar, 3 tiga Seorang anak meninggal dunia tidak mempunyai anak dan dikatakan patah titi
dikarenakan tidak mempunyai keturunan untuk menerima harta yang ditinggalkan ayah atau ibunya oleh karena itu dia dikatakan patah titi.
Bahkan Tengku Mahmud tersebut mengatakan bahwa patah titi yang sekarang terjadi di masyarakat Gayo adalah peninggalan jaman Belanda dahulu yang ingin
81
Wawan cara dengan Nasaruddin kepala Dusun Terminal kec Bebesen Kab Aceh Tengah Tanggal 11 November 2012
Universitas Sumatera Utara
85
merusak keimanan dan adat istiadat orang Gayo, agar menjauh dari Syariat dan adat istiadat yang kita jalankan dari jaman orang-orang sebelum kita dulu.
82
Berikut ini jawaban responden dalam angket yang di sebar, mengenai pendapat responden dengan pertanyaan, Apakah hukum patah titi ini merupakan
hukum adat ataau hukum Islam, di tiga desa desa Bebesen, desa Kemili, desa Belang gele kecamatan Bebesen Kabupaten Aceh Tengah Provinsi Nangro Aceh Darusalam.
Tabel 2 dua Pendapat responden tentang hukum
patah titi
n = 30
No Nama Desa
Jumlah Responden
Hukum Adat responden
Hukum Islam responden
1 Bebesen
10 10
2 Kemili
10 6
4 3
Belang gele 10
8 2
4 Jumlah
30 24
6 5
Total = 100
80 20
Dari data tabel diatas menunjukan bahwa 80 delapan puluh persen mengatakan bahwa hukum patah titi itu adalah hukum Adat adapun alasan responden
mengatakan:
a. Karena hukum patah titi ini mengandung ketidakadilan maka tidak mungkin hukum ini berasal dari hukum Islam.
82
Wawancara dengan Tengku Mahmud Imam Masjid Babut Taubah Kampung Terminal Kec. Bebesen Kabupaten Aceh Tengah, Tanggal, 10 November 2012
Universitas Sumatera Utara
86
b. Didalam waris Islam, kalau kita sedang membagi harta warisan, kalau ada kerabat, anak yatim dan orang miskin yang hadir bagilah mereka dari harta
itu, berarti jelas bahwa Islam pun tidak ada patah titi. c. Patah titi adalah adat istiadat Gayo yang ditafsir ke dalam hukum pembagian
harta warisan. d. Karena didalam perwalian dan nasab tidak ada kata patah titi.
e. Didalam Islam tidak ada hukum patah titi karena hukum perwarisan sama dengan hukum perwalian.
Hanya 20 dua puluh Persen responden yang mengatakan bahwa patah titi ini adalah hukum Islam adapun pendapat responden adalah:
a. Patah titi adalah hukum Islam karena harta itu hanya dibagikan kepada pewaris yang masih hidup.
b. Begitulah hukum waris Islam. c. Karena begitulah ketentuan hukum yang telah Allah tetapkan.
Dari pendapat responden tersebut diatas maka hukum patah titi masyarakat Gayo masih terdapat perbedaan pendapat masalah hukum patah titi ada yang
mengatakan bahwa patah titi ini hukum Adat dan sebagian kecil masyarakat mengatakan hukum Islam.
Universitas Sumatera Utara
87
Pendapat responden tersebut dapat disimpulkan bahwa kenapa patah titi ini dianggap hukum adat karena dalam pembagian warisnya, orang yang terkena patah
titi ini tidak mendapat sedikitpun harta warisan tersebut karena dianggap telah putus hubungan kewarisannya kerena orang tuanya telah meninggal terlebih dahulu.
Sedangkan dalam hukum islam tidak dibenarkan memutuskan hubungan apa lagi terhadap anak yatim.
D. Hukum Waris Adat Masyarakat Gayo di Kabupaten Aceh tengah 1. Sistem Pewarisan
Masyarakat Gayo menganut sistem kewarisan Patrilineal yaitu sistem kewarisan yang ditarik dari pihak bapak, hanya kaum pria yang meneruskan
keturunan marga kepada anak dan keturunannya, oleh karena itu anak laki-laki sangat didambakan dalam setiap keluarga di tanah gayo, sebab merekalah yang akan
meneruskan kelangsungan keturunan dan dalam kehidupan masyarakat.
Dalam tradisi mayarakat Aceh dikenal istilah patah titi yaitu di mana pewaris meninggalkan anak-anak yang orang tuannya terlebih dahulu meninggal dunia, maka
anak-anak itu yang berarti cucu-cucu dari pewaris tidak mendapatkan warisan. Akan tetapi ada yang mendapatkan warisan dengan cara wasiat wajibah dengan cara
hibah
Universitas Sumatera Utara
88
Ada satu hal yang unik berlaku di aceh umumnya dan Gayo khususnya adalah adanya wali dalam bidang kewarisan, seperti jika seorang meninggal dunia
meninggalkan seorang anak perempuan dan juga pewarisnya mempunyai saudara laki-laki, maka menurut pemahaman ulama Aceh kedudukan saudara pewaris
tersebut sebagai wali yang dapat menghabiskan harta warisan. Untuk kasus seperti ini untuk seorang anak perempuan mendapat ½ setengah bagian dan sisanya untuk
saudara pewaris wali. Bentuk-bentuk masyarakat adat kekerabatan itu tidak berarti bahwa sistem
hukum waris adat untuk setiap bentuk kekerabat yang sama akan berlaku sistem hukum yang sama. Masalahnya dikarenakan didalam sistem keturunan yang sama
masih terdapat perbedaan dalam hukum yang lainnya, seperti dalam sistem perkawinannya.
Dalam masyarakat Gayo ada tiga bentuk perkawinan yaitu kawin ango atau juelen, kawin angkap, dan kawin kuso-kini, yang seakan-akan menentukan prinsip-
prinsip keturunan. Bentuk perkawinan ango atau juelen, di mana pihak suami seakan- akan membeli wanita yang bakal dijadikan istri, maka si istri dianggap masuk ke
dalam belah suami, karena ia telah dibeli. Oleh karena itu anak-anaknya akan menganut patrilineal, karena ia ikut masuk belah ayahnya.
83
83
Sejarah Dan Adat Istiadat Masyarakat Gayo Kabupaten Aceh Tengah, Kerja Sama
Pemerintah Kabupaten Aceh Tengah Dengan Tim Peneliti Sejarah Dan Budaya, FKIP Unsyiah Banda Aceh Tahun 2004
Universitas Sumatera Utara
89
Apabila terjadi cere banci cerai karena perselisihan, maka si istri menjadi ulak-kemulak kembali ke belah asalnya. Anak-anaknya menjadi tanggung-jawab
ayahnya. Tetapi apabila terjadi cere kasih cerai karena mati, tidak menyebabkan perubahan status istri, ia tetap dalam belah suami. Dan anak-anaknya menjadi
tanggung-jawab belah ayah yaitu walinya. Bentuk perkawinan angkap. di mana pihak laki-laki suami ditarik ke dalam belah si isteri, Suami terlepas dari belahnya.
Bentuk perkawinan angkap ini dapat dibedakan dalam dua bentuk yaitu bentuk angkap nasap dan bentuk angkap sementara. Bentuk perkawinan nangkap
nasap terjadi disebabkan oleh pihak keluarga perempuan tidak ada keturunan laki- laki. Ia ingin memperoleh anak laki-laki yang dimasukkan ke dalam belahnya. Maka
menantu laki-laki disebut dengan penurip-murip peunanom mate artinya memelihara semasa hidup dan menguburkan waktu mertua mati. Oleh karena itu anak-anaknya
seakan-akan menganut matrilineal karena anaknya ikut belah ibunya. Bila terjadi cere banci, ayahnya tetap bertanggungjawab kepada anaknya.
Tetapi semua harta asal dari ayah dan ibu, menjadi kepunyaan anak dan ibu. Tetapi apabila terjadi cere kasih, misalnya suami meninggal, harta tetap dimiliki oleh anak
dan ibunya tadi tetap tanggung jawab terhadap anak yang diserahkan kepada pihak ayah. Andaikata suami yang meninggal dunia dan ternyata tidak meninggalkan anak,
harta miliknya otomatis semuanya menjadi miliknya istri.
Universitas Sumatera Utara
90
Bentuk perkawinan angkap sentaran sering pula disebut dengan angkap edet atau angkap perjanyin. Seorang laki-laki suami dalam jangka waktu tertentu
menetap dalam belah istrinya, sesuai dengan perjanjian pada saat dilakukannya peminangan. Status sementara ini berlangsung selama suami belum memenuhi semua
persyaratan seperti mas kawin yang telah, ditentukan dalam perjanjian angkap sementara, atau syarat-syarat lain seperti misalnya saudara dari istri yang laki-laki
belum menikah. Status anak dalam bentuk perkawinan angkap sementara ini tetap menganut
sistem matrilineal seperti dalam angkap nasap tadi. Status anak dalam kedua bentuk perkawinan angkap ini perlu diadakan studi lanjutan, karena masih kurang
jelas dilihat dari segi pembagian harta pusaka dan fungsi wali dari pihak ayah. Selain dari kedua bentuk perkawinan di atas dalam masyarakat Gayo, masih
terdapat suatu bentuk perkawinan lain yang dapat menentukan prinsip-prinsip keturunan yaitu bentuk perkawinan kuso-kini ke sana-ke mari. Bentuk ini
merupakan perkembangan baru di Gayo. Bentuk perkawinan ini memberikan kebebasan kepada suami-istri untuk memilih belah tempat menetap. Apakah masuk
belah istri atau belah suami. Sehubungan dengan kebebasan kepada suami-istri untuk memilih belah, maka
anak-anaknya tetap menganut prinsip patrilineal. Bentuk perkawinan inilah yang paling banyak sekarang dilakukan dalam masyarakat Gayo. Dengan demikian bentuk
Universitas Sumatera Utara
91
perkawinan ango atau juelen dan bentuk perkawinan angkap sedang mengalami proses perubahan ke dalam bentuk perkawinan kuso kini.
Generasi muda sekarang menunjukkan suatu gejala untuk menghindari perkawinan dalam kedua bentuk perkawinan di atas tadi, yang dapat mengikat
mereka dengan belah. sering orang mengacaukan prinsip patrilineal dengan adanya perkawinan yang matrilokal di Gayo ini.
Menurut hemat saya, meskipun seseorang kawin secara patrilokal juelen, matrilokal angkap atau kuso-kini prinsip keturunannya tetap patrilineal.
Dalam adat istiadat, anak laki-laki dan anak perempuan yang nikah angkap berkewajiban membayar hutang orang tuannya tanpa menitik beratkan apakah orang
itu ada atau tidak, banyak atau sedikit meninggalkan warisan.
84
2. Ahli Waris