Analisis Vegetasi

B. Analisis Vegetasi

Analisis vegetasi dalam ekologi tumbuhan adalah cara untuk mempelajari struktur vegetasi dan komposisi jenis tumbuhan (Fachrul 2007, Bakri 2009). Analisis vegetasi bertujuan untuk mengetahui komposisi jenis (susunan) tumbuhan dan bentuk (struktur) vegetasi yang ada di wilayah yang dianalisis. Caranya adalah dengan melakukan deskripsi komunitas tumbuhan. Deskripsi vegetasi adalah cara untuk mempelajari komposisi dan struktur vegetasi yang disajikan secara kuantitatif dengan parameter kerapatan individu, dominansi jenis, frekuensi, penutupan tajuk ataupun luas bidang dasar, kekayaan jenis, dan keanekaragaman jenis (Fachrul 2007, Ningsih 2009).

Deskripsi komunitas tumbuhan yang akan dibahas adalah pohon yang ada di pekarangan. Secara umum, pohon didefinisikan sebagai tanaman berkayu yang mempunyai tinggi 4-7 m atau lebih dengan ciri batang pokok yang tunggal dan bukan batang yang banyak. Ciri-cirinya antara lain: bersifat vascular (memiliki jaringan pengangkutan berupa xylem dan floem), berumur tahunan, mempunyai batang di atas tanah yang hidup bertahun-tahun, dan mengalami pertumbuhan sekunder yaitu berupa penambahan diameter batang (Sucipto, 2009).

commit to user

Kerapatan atau densitas (density) merupakan jumlah individu dari suatu jenis tumbuhan yang dinyatakan per satuan luas. Nilai kerapatan dapat menggambarkan bahwa jenis dengan nilai kerapatan tinggi memiliki pola penyesuaian yang besar (Fachrul 2007). Jumlah tanaman pohon yang ditemukan pada masing-masing ketinggian dan luas total pekarangan yang diamati menentukan nilai kerapatan pohon. Semakin tinggi nilai kerapatan tanaman maka jumlah tanaman yang ditemukan pada suatu tempat juga menunjukkan jumlah yang tinggi.

Gambar 4. Kerapatan pohon terbanyak di pekarangan pada ketinggian < 300

m dpl, 300-400 m dpl, dan > 400 m dpl Berdasarkan hasil analisis vegetasi dapat diketahui pada ketinggian < 300 m dpl kerapatan pohon tertinggi untuk pohon buah yaitu mangga (0,0082), rambutan (0,0032), dan nangka (0,0027). Komoditas kayu dengan kerapatan tertinggi yaitu jati (0,006), johar (0,0022), dan randu (0,0014). Komoditas industri dengan kerapatan tertinggi yaitu melinjo (0,0078).

Artinya dalam luasan 12807,92 m 2 (30 pekarangan) dapat ditemukan 91

kayu industri buah

kayu industri buah

kayu industri

< 300 m dpl

300-400 m dpl

mangga nangka kelengkeng

jambu biji

mahoni

jati

waru kayu jabon sengon

kelapa cengkeh

melinjo

kopi

kakao

jengkol

commit to user

pohon johar, 11 pohon randu, dan 72 pohon melinjo. Pada ketinggian 300-400 m dpl komoditas pohon buah dengan kerapatan tertinggi yaitu yang memiliki kerapatan tertinggi yaitu rambutan (0,0126), duku (0,0115), dan nangka (0,0067). Komoditas pohon kayu dengan kerapatan tertinggi yaitu mahoni (0,0091), jati (0,0050), dan turi (0,0027). Komoditas pohon industri dengan kerapatan tertinggi yaitu kelapa (0,011), melinjo (0,0094), dan kakao (0,0041). Artinya dalam luasan

17425,97 m 2 (30 pekarangan) dapat ditemukan 175 pohon rambutan, 132 pohon duku, 82 pohon nangka, 107 pohon mahoni, 83 pohon jati, 96 pohon turi, 137 pohon kelapa, 120 melinjo, dan 56 kakao.

Pada ketinggian > 400 m dpl komoditas pohon buah yang memiliki kerapatan tertinggi yaitu alpukat (0,0060), rambutan (0,0047), dan durian (0,004). Komoditas pohon kayu dengan kerapatan tertinggi yaitu mahoni (0,00092), jati (0,00078), dan waru (0,00069). Komoditas pohon industri dengan kerapatan tertinggi yaitu kelapa (0,0056), cengkeh (0,0032), dan

melinjo (0,0019). Artinya dalam luasan 20179,79 m 2 (30 pekarangan) dapat ditemukan 86 pohon alpukat, 61 pohon rambutan, 63 pohon durian, 17 pohon mahoni, 12 pohon jati, 7 pohon waru, 96 pohon kelapa, 51 pohon cengkeh, dan 20 pohon melinjo.

Perbedaan nilai kerapatan pada masing-masing jenis dan pada tiap- tiap ketinggian tempat disebabkan karena adanya perbedaan kemampuan reproduksi, penyebaran, dan daya adaptasi terhadap lingkungan. Hal ini didukung oleh Arrijani (2008) yang menyatakan bahwa kehadiran suatu jenis pohon pada daerah tertentu menunjukkan kemampuan pohon tersebut untuk beradaptasi dengan kondisi lingkungan setempat, sehingga jenis yang mendominasi suatu areal dapat dinyatakan sebagai jenis yang memiliki kemampuan adaptasi dan toleransi yang lebar terhadap kondisi lingkungan. Jadi, komoditas tanaman pohon yang telah disebutkan di atas merupakan komoditas yang memiliki kemampuan adaptasi yang baik terhadap kondisi lingkungan pada masing-masing ketinggian tempat.

commit to user

individu jenis bersangkutan pada satuan luas tertentu, maka nilai kerapatan merupakan gambaran mengenai jumlah jenis tersebut pada masing-masing ketinggian tempat. Meskipun demikian nilai kerapatan belum dapat memberikan gambaran distribusi dan pola penyebaran tumbuhan yang bersangkutan pada lokasi penelitian, sehingga dapat disimpulkan bahwa komoditas-komoditas dengan kerapatan tertinggi merupakan komoditas yang paling banyak dibudidayakan pada masing-masing ketinggian tempat.

2. Dominansi pohon

Dominansi merupakan proporsi antara luas tempat yang ditutupi oleh spesies tumbuhan dengan luas total lahan. Dominansi digunakan sebagai pengukuran suatu jenis tanaman utama yang mempengaruhi dan melaksanakan kontrol terhadap komunitas dengan cara banyaknya jumlah jenis, besarnya ukuran maupun pertumbuhannya yang dominan (Fachrul 2007).

Gambar 5. Dominansi pohon terbanyak di pekarangan pada ketinggian

< 300 m dpl, 300-400 m dpl, dan > 400 m dpl

kayu industri buah

kayu industri buah

kayu industri

< 300 m dpl

300-400 m dpl

jambu biji durian sawo kecik

duku jati johar

mahoni sengon

kayu jabon

jengkol

kelapa

melinjo cengkeh kelapa ijo

mahkota dewa kakao

commit to user

dpl komoditas pohon buah yang memiliki dominansi tertinggi yaitu mangga (0,10067), nangka (0,0462), dan rambutan (0,0400). Komoditas pohon kayu dengan dominansi tertinggi yaitu jati (0,0308), johar (0,0300), dan randu (0,0186). Komoditas pohon industri dengan dominansi tertinggi yaitu jengkol (0,0709), kelapa (0,0157), dan melinjo (0,00039).

Pada ketinggian 300-400 m dpl dapat diketahui komoditas pohon buah yang memiliki dominansi tertinggi yaitu durian (0,33), sawo kecik (0,23), dan asam (0,09). Komoditas pohon kayu yang memiliki dominansi tertinggi yaitu jati (0,07), turi (0,05), dan waru (0,01). Komoditas pohon industri dengan dominansi tertinggi yaitu cengkeh (0,48), kelapa ijo (0,10), dan melinjo (0,04).

Pada ketinggian > 400 m dpl dapat diketahui komoditas pohon buah yang memiliki dominansi tertinggi yaitu alpukat (0,15), rambutan (0,14), dan durian (0,11). Komoditas pohon kayu yang memiliki dominansi tertinggi yaitu jati (0,016), mahoni (0,01), dan waru (0,009). Komoditas pohon industri yang memiliki dominansi tertinggi yaitu kelapa (0,28), melinjo (0,032), dan cengkeh (0,027).

Dominansi dapat juga dinyatakan sebagai luas penutupan suatu spesies tumbuhan, karena parameter tersebut mampu memberikan gambaran penguasaan suatu daerah vegetasi oleh setiap spesies tumbuhan. Apabila dinyatakan dengan penutupan tajuk pohon/tumbuhan maka akan diperoleh data kerimbunan (Agustina 2008). Hasil tersebut menunjukkan bahwa semakin luas penutupan tajuk/kanopi pohon, maka nilai dominansinya juga semakin tinggi.

Agustina (2008) juga menyatakan bahwa suatu dominansi jenis tumbuhan dipengaruhi oleh faktor lingkungan yang ada, faktor lingkungan dipengaruhi oleh suatu kondisi minimum, maksimum, dan optimum. Jika faktor lingkungan tidak mendukung, maka akan menghambat pertumbuhan dan perkembangan suatu jenis tumbuhan. Jenis tumbuhan yang men- dominansi berarti memiliki kisaran lingkungan yang lebih luas dibanding-

commit to user

terhadap faktor lingkungan menyebabkan suatu jenis tumbuhan memiliki sebaran yang luas.

Dominansi jenis tumbuhan ini berkaitan dengan manfaat pohon sebagai tutupan hijau. Menurut Hairiah et al. (2004) tutupan hijau ini berfungsi untuk menahan (mengintersepsi) air hujan yang jatuh ke permukaan tanah. Intersepsi air hujan ini penting untuk mengurangi daya pukul air terhadap permukaan tanah, menambah jumlah air hujan yang masuk ke dalam tanah secara perlahan-lahan, dan mempertahankan kelembaban udara melalui evaporasi yang terjadi pada lapisan air tipis (waterfilm) yang tertinggal pada permukaan daun dan batang.

Budiastuti dan Purnomo (2012) menambahkan bahwa tajuk pohon dengan sedikit celah-celah tajuk mencerminkan kepadatan tajuk yang tinggi dan meningkatkan peluang bagi pengurangan kuantitas tetesan air hujan. Selain itu, bentuk tajuk juga merupakan bagian yang tak terpisah dari arsitektur tajuk. Arsitektur tajuk berbentuk bulat lonjong (tabung) dan padat adalah arsitektur tajuk pohon yang diharapkan dapat mengurangi kuantitas tetesan air hujan, karena terdiri dari lapisan-lapisan cabang ranting daun yang cukup rapat. Namun, kerapatan bentuk tajuk pohon harus diperhatikan berkaitan dengan penetrasi cahaya matahari ke dalam pekarangan (intersepsi cahaya dalam pekarangan).

3. Frekuensi pohon

Frekuensi merupakan suatu gambaran penyebaran populasi tumbuhan di suatu kawasan. Frekuensi dapat diukur dengan mencatat ada atau tidak suatu spesies dalam daerah sampel yang secara ideal tersebar secara acak di seluruh sampel pekarangan yang diidentifikasi. Frekuensi dapat dihitung dengan perbandingan antara jumlah sampel yang berisi suatu spesies tertentu dengan jumlah total sampel.

commit to user

Gambar 6. Frekuensi pohon terbanyak di pekarangan pada masing-masing

ketinggian Frekuensi dipakai sebagai parameter vegetasi yang dapat menunjukkan distribusi atau sebaran jenis tumbuhan dalam ekosistem atau memperlihatkan pola distribusi tumbuhan. Semakin tinggi frekuensi pohon, maka menunjukkan bahwa tanaman pohon yang bersangkutan dapat ditemukan pada hampir semua pekarangan yang diamati.

Berdasarkan hasil analisis dapat diketahui pada ketinggian < 300 m dpl komoditas pohon buah dengan frekuensi tertinggi yaitu mangga (0,90), nangka (0,63), dan rambutan (0,50). Komoditas pohon kayu dengan frekuensi tertinggi yaitu jati (0,67), johar (0,27), dan randu (0,20). Komoditas pohon industri dengan frekuensi tertinggi yaitu melinjo (0,53), kelapa (0,30), dan jengkol (0,03). Nilai frekuensi di atas menunjukkan bahwa komoditas-komoditas pohon di atas merupakan komoditas yang dapat ditemui hampir di setiap pekarangan yang diamati. Selain sesuai dengan kondisi tempat tumbuh pohon, alasan ekonomi juga menjadi salah

kayu industri buah

kayu industri buah

kayu industri

< 300 m dpl

300-400 m dpl

> 400 m dpl

fre

k uens

jambu biji

kelengkeng srikaya matoa sirsak

jambu air

jati johar randu

bambu sengon kayu jabon melinjo

kelapa ijo cengkeh kanthil

melinjo

kopi

commit to user

pekarangan. Sebagai contoh adalah tanaman mangga dan rambutan. Kedua tanaman ini merupakan buah yang digemari masyarakat luas, dan dalam aspek budidaya keduanya tidak memerlukan perlakuan yang khusus, dan perawatannya mudah. Oleh karena itu, keduanya banyak ditanam oleh pemilik pekarangan.

Pada ketinggian 300-400 m dpl komoditas pohon buah dengan frekuensi tertinggi yaitu mangga (0,93), srikaya (0,93), dan matoa (0,87). Komoditas pohon kayu dengan frekuensi tertinggi yaitu waru (0,63), trembesi (0,60), dan beringin (0,23). Komoditas pohon industri dengan frekuensi tertinggi yaitu pinang (0,83), kelapa ijo (0,40), dan cengkeh (0,07). Ketenaran duku Matesih dan durian Matesih tidak perlu diragukan lagi, dan ketenaran keduanya tidak kalah dengan duku Palembang maupun durian Palembang. Duku dan durian merupakan buah dengan nilai ekonomi yang tinggi. Keduanya memerlukan perlakuan khusus untuk mendapatkan buah dengan kualitas yang baik, contohnya duku Matesih harus dibrongsong jika ingin mendapatkan rasa buah duku yang manis. Kedua buah ini dapat ditemukan dengan mudah pada ketinggian 300-400 dan > 400 m dpl, karena sesuai dengan lingkungan tumbuhnya, sehingga alasan penanaman tanaman duku dan durian karena memang keduanya merupakan tanaman lokal yang perlu dilestarikan dan memiliki nilai jual yang tinggi.

Pada ketinggian > 400 m dpl komoditas pohon buah dengan frekuensi tertinggi yaitu alpukat (0,80), nangka (0,80), dan manggis (0,73). Komoditas pohon kayu dengan frekuensi tertinggi yaitu jati (0,30), waru (0,17), dan kayu jabon (0,17). Komoditas pohon industri dengan frekuensi tertinggi yaitu jengkol (0,83), kelapa (0,57), dan kopi (0,43). Nilai frekuensi suatu jenis dipengaruhi secara langsung oleh kerapatan (densitas) dan pola distribusinya. Jadi, semakin tinggi kerapatan tanaman maka frekuensi tanaman juga menunjukkan nilai yang tinggi (Arrijani 2008).

commit to user

Gambar 7. Kerapatan relatif pohon terbanyak pada ketinggian < 300 m dpl,

300-400 m dpl, dan > 400 m dpl Kerapatan relatif merupakan nilai perbandingan yang menunjukkan kerapatan spesies tertentu terhadap kerapatan seluruh spesies dikalikan 100%. Kerapatan relatif dinyatakan dalam persen (%). Hasil analisis vegetasi menunjukkan bahwa pada ketinggian < 300 m dpl komoditas pohon buah dengan kerapatan relatif tertinggi yaitu mangga (17,45%), rambutan (6,79%), dan nangka (5,67%). Kerapatan relatif tertinggi untuk kategori komoditas pohon kayu dapat ditemukan pada pohon jati (12,70%), johar (4,69%), dan randu (2,90%%). Komoditas pohon industri dengan kerapatan relatif tertinggi yaitu melinjo (16,65%), kelapa (2,21%), dan jengkol (0,25%).

Komoditas pohon buah dengan kerapatan relatif tertinggi pada ketinggian 300-400 m dpl dapat ditemukan pada pohon rambutan (12,59%), duku (11,50%), dan nangka (6,68%). Komoditas pohon kayu dengan kerapatan relatif tertinggi yaitu mahoni (9,15%), jati (4,97%), dan turi (2,74%). Kerapatan relatif tertinggi untuk komoditas pohon industri dapat ditemukan pada pohon kelapa (11,10%), melinjo (9,38%), dan kakao (4,14%).

kayu industri buah

kayu industri buah

kayu industri

< 300 m dpl

300-400 m dpl

jambu biji duku durian

randu waru trembesi

turi

mahoni

kayu jabon

sengon melinjo kelapa

jengkol

kakao

cengkeh

kopi

commit to user

kategori pohon buah dapat ditemukan pada alpukat (14,28%), rambutan (11,27%), dan durian (9,61%). Komoditas pohon kayu dengan kerapatan relatif tertinggi yaitu mahoni (2,19%), jati (1,87%), dan waru (1,65%). Komoditas pohon industri dengan kerapatan tertinggi yaitu kelapa (13,39%), cengkeh (7,70%), dan melinjo (4,44%). Berdasarkan data di atas dapat diketahui bahwa nilai kerapatan relatif berbanding lurus dengan nilai kerapatan pohon, bila nilai kerapatannya tinggi maka nilai kerapatan relatifnya juga tinggi.

5. Dominansi relatif

Nilai dominansi relatif menunjukkan proporsi antara luas tempat yang tertutupi oleh pohon dengan luas total habitat menunjukkan jenis tumbuhan yang dominan di dalam komunitas (Indriyanto 2006). Nilai dominansi relatif diperoleh dari perbandingan antara dominansi suatu pohon terhadap jumlah total dominansi semua pohon yang diamati. Nilai dominansi relatif dinyatakan dalam persen (%). Dominansi relatif berbanding lurus dengan dominansi tanaman pohon.

Gambar 8. Dominansi relatif pohon terbanyak pada ketinggian < 300 m dpl,

300-400 m dpl, dan > 400 m dpl Berdasarkan hasil analisis dapat diketahui bahwa pada ketinggian < 300 m dpl komoditas pohon buah dengan dominansi relatif tertinggi

kayu industri buah

kayu industri buah

kayu industri

< 300 m dpl

300-400 m dpl

jambu biji alpukat durian

randu trembesi waru

kayu jabon melinjo kelapa

jengkol

kakao

kelapa ijo

cengkeh

commit to user

(7,69%). Komoditas pohon kayu dengan dominansi relatif tertinggi dapat ditemukan pada pohon jati (5,91%), johar (5,77%), dan randu (3,58%). Komoditas pohon industri dengan dominansi relatif tertinggi yaitu melinjo (13,61%), kelapa (3,02%), dan jengkol (0,07%).

Pada ketinggian 300-400 m dpl komoditas pohon buah dengan dominansi relatif tertinggi yaitu duku (18,33%), rambutan (13,06%), dan nangka (5,12%). Komoditas pohon kayu dengan dominansi relatif tertinggi dapat ditemukan pada pohon jati (3,72%), mahoni (2,63%), dan turi (0,70%). Dominansi relatif tertinggi untuk kategori pohon industri dapat ditemukan pada pohon kelapa (27,10%), melinjo (5,72%), dan kakao (2,01%).

Dominansi relatif tertinggi komoditas pohon buah pada ketinggian > 400 m dpl dapat ditemukan pada pohon alpukat (12,95%), rambutan (12,01%), dan durian (9,35%). Komoditas pohon kayu dengan dominansi tertinggi yaitu jati (1,37%), mahoni (0,85%), dan waru (0,76%). Dominansi relatif tertinggin untuk komoditas pohon industri dapat ditemukan pada pohon kelapa (23,82%), melinjo (2,73%), dan cengkeh (2,35%).

6. Frekuensi relatif

Gambar 9. Frekuensi relatif pohon terbanyak pada ketinggian < 300 m dpl,

300-400 m dpl, dan > 400 m dpl

kayu industri buah

kayu industri buah

kayu industri

< 300 m dpl

300-400 m dpl

jambu biji

kelengkeng duku durian

randu waru trembesi

mahoni

sengon

kayu jabon

melinjo kelapa jengkol

kakao

cengkeh

kelapa ijo

commit to user

pohon dengan frekuensi total seluruh jenis pohon. Berdasarkan hasil analisis dapat diketahui pada ketinggian < 300 m dpl komoditas pohon buah dengan frekuensi relatif tertinggi yaitu mangga (11,54%), nangka (8,12%), dan rambutan (6,41%). Komoditas pohon kayu dengan frekuensi relatif tertinggi dapat ditemukan pada pohon jati (8,55%), johar (3,42%), dan randu (2,56%). Frekuensi relatif tertinggi untuk komoditas pohon industri ditemukan pada pohon melinjo (6,84%), kelapa (3,85%), dan jengkol (0,43%).

Frekuensi relatif tertinggi untuk komoditas pohon buah pada ketinggian 300-400 m dpl dapat ditemukan pada pohon duku (7,33%), rambutan (7,33%), dan nangka (6,81%). Komoditas pohon kayu dengan frekuensi relatif tertinggi yaitu kayu jati (4,97%), kayu mahoni (4,71%), dan waru (1,83%). Frekuensi relatif tertinggi untuk komoditas pohon industri dapat ditemukan pada pohon kelapa (6,81%), melinjo(6,54%), dan kakao (3,14%).

Pada ketinggian > 400 m dpl, frekuensi relatif tertinggi untuk komoditas pohon buah dapat ditemukan pada pohon alpukat (9,06%), durian (9,06%), dan rambutan (8,30%). Frekuensi relatif tertinggi untuk komoditas pohon kayu yaitu pada pohon jati (3,40%), mahoni (1,89%), dan waru (1,89%). Komoditas pohon industri dengan frekuensi relatif tertinggi yaitu kelapa (9,43%), cengkeh (6,42%), dan melinjo (4,91%). Frekuensi relatif juga berbanding lurus dengan frekuensi pohon. Jadi, komoditas-komoditas yang memiliki nilai frekuensi tertinggi tertinggi ini merupakan komoditas yang memiliki kemampuan adaptasi yang baik terhadap kondisi lingkungan pada masing-masing ketinggian tempat.

7. Indeks nilai penting (INP)

Indeks Nilai Penting atau Important Value Index merupakan indeks kepentingan yang menggambarkan pentingnya peranan suatu jenis vegetasi dalam ekosistemnya. Apabila INP suatu jenis bernilai tinggi, maka jenis tersebut sangat

mempengaruhi kestabilan

ekosistem tersebut

commit to user

suatu jenis tumbuhan serta memperlihatkan peranannya dalam komunitas, dan nilai penting itu pada tingkatan pohon didapat dari hasil penjumlahan kerapatan relatif (KR), frekuensi relatif (FR) dan dominansi relatif (DR).

Gambar 10. Indeks Nilai Penting (INP) pohon terbanyak pada ketinggian

< 300 m dpl, 300-400 m dpl, dan > 400 m dpl INP merupakan salah satu parameter yang dapat memberikan gambaran tentang peranan jenis yang bersangkutan dalam komunitasnya atau pada lokasi penelitian (Arrijani 2008). Sampel pekarangan yang terletak pada ketinggian tempat < 300 m dpl memiliki suhu rerata harian sebesar 30 o

C dengan kelembaban udara relatif sebesar 60,8% serta rerata curah hujan tahunan sebesar 181,96 mm/tahun. Pada kondisi lingkungan yang demikian dapat diketahui bahwa pada ketinggian < 300 m dpl komoditas pohon buah yang memiliki INP tertinggi yaitu mangga (48,32), nangka (22,67), dan rambutan (20,89). Buah mangga, nangka, dan rambutan memiliki INP tertinggi karena didukung oleh dominansi relatifnya yang cukup tinggi (berturut-turut 19,34; 8,88; dan 7,69), hal ini menunjukkan bahwa penguasaan penutupan lahannya (coverage) lebih luas dibandingkan dengan tanaman lainnya.

kayu industri buah

kayu industri buah

kayu industri

< 300 m dpl

300-400 m dpl

jambu biji duku durian

randu waru trembesi

mahoni

turi

kayu jabon

sengon melinjo kelapa

kelapa ijo kopi

commit to user

m dpl yaitu jati (27,16), johar (13,88), dan randu (9,04). Kayu jati memiliki nilai kepentingan yang tinggi jika ditinjau dari nilai kerapatan relatif yang tinggi (12,70), artinya bahwa nilai kepentingan kayu jati ditentukan oleh jumlah pohon yang ditemukan pada area sampel. Kayu johar dan randu memiliki nilai kepentingan yang tinggi dilihat dari nilai dominansi relatifnya yang tinggi (berturut-turut 5,77 dan 3,58). Hal ini menunjukkan bahwa kedua komoditas kayu ini menjadi penting karena penguasaan penutupan lahannya (coverage) yang lebih luas dibandingkan komoditas kayu lainnya.

Komoditas pohon industri dengan INP tertinggi dapat ditemukan pada pohon melinjo (37,10), kelapa (9,08), dan jengkol (0,75). Pohon melinjo memiliki nilai kepentingan yang tinggi ditinjau dari aspek kerapatan relatifnya yang tinggi (16,65), artinya melinjo menjadi penting karena jumlahnya yang cukup banyak pada suatu area pengamatan. Kelapa dan jengkol memiliki INP yang tinggi dilihat dari aspek frekuensi relatifnya yang tinggi (3,85 dan 0,43), hal ini menunjukkan bahwa hampir setiap pekarangan memiliki tanaman kelapa dan jengkol.

Sampel pekarangan pada ketinggian 300-400 m dpl memiliki suhu rerata harian sebesar 28,7 o

C dan kelembaban udara relatif sebesar 62,47% serta curah hujan rerata tahunan sebesar 232,42 mm/tahun, dengan kondisi lingkungan yang demikian nilai INP tertinggi ditemukan pada pohon duku (37,16), rambutan (32,98), dan nangka (18,61). Nilai kepentingan buah duku dan rambutan disumbangkan oleh nilai dominansi relatif yang tinggi (18,33 dan 13,06), hal ini menggambarkan bahwa keberadaan buah duku dan rambutan dianggap penting karena penguasaan penutupan lahannya (coverage) yang lebih luas dibandingkan dengan tanaman buah lainnya. Pohon nangka memiliki kepentingan yang cukup tinggi jika ditinjau dari frekuensi relatifnya yang tinggi (6,81), artinya bahwa pohon nangka menjadi penting karena memiliki nilai keseringan muncul yang tinggi pada tiap pekarangan yang diamati.

commit to user

pada pohon mahoni (16,49), jati (13,67), dan turi (3,70). Kayu mahoni dan turi memiliki nilai kepentingan yang tinggi ditinjau dari kerapatan relatifnya (9,15 dan 2,74), jadi kedua komoditas ini penting karena jumlahnya yang banyak pada area pekarangan yang diamati. Kayu jati menjadi penting keberadaannya ditinjau dari kerapatan relatif (4,97) dan frekuensi relatifnya (4,97), artinya bahwa kayu jati menjadi penting karena jumlahnya yang banyak dan dapat ditemukan hampir pada semua pekarangan yang diamati.

Komoditas pohon industri dengan INP tertinggi pada ketinggian 300-400 m dpl dapat dilihat pada pohon kelapa (45,01), melinjo (21,65), dan kakao (9,29). Kelapa memiliki INP tertinggi karena didukung oleh nilai dominansi relatifnya yang tinggi (27,10), artinya bahwa keberadaan kelapa menjadi penting karena penguasaan penutupan lahannya (coverage) yang lebih luas dibandingkan dengan komoditas pohon industri lainnya. Melinjo dan kakao memiliki kepentingan yang tinggi karena didukung oleh kerapatan relatifnya yang tinggi (berturut-turut 9,38 dan 4,14), hal ini menggambarkan bahwa keberadaan melinjo dan kakao juga penting karena jumlahnya yang cukup banyak pada semua sampel pekarangan yang diamati.

Kondisi lingkungan pada ketinggian > 400 m dpl menunjukkan suhu rerata harian sebesar 26,23 o

C dan rerata kelembaban udara relatif sebesar 73,27% serta curah hujan rerata tahunan sebesar 232,42 mm/tahun, dengan kondisi lingkungan yang demikian nilai INP tertinggi untu komoditas buah dapat ditemukan pada pohon alpukat (36,29), rambutan (31,58), dan durian (28,01). Buah alpukat dan durian memiliki nilai yang sangat penting untuk kategori pohon buah ditinjau dari aspek kerapatan relatifnya (14,28 dan 9,61), artinya bahwa kedua pohon buah ini jumlahnya banyak dalam suatu area yang diamati; sedangkan rambutan dinilai penting karena dominansi relatifnya yang cukup tinggi (12,01), hal ini menunjukkan bahwa rambutan memiliki penguasaan penutupan lahannya (coverage) yang cukup luas disbanding tanaman pohon buah lainnya.

commit to user

pada jati (6,64), mahoni (4,92), dan waru (4,30). Jati dan waru memiliki nilai penting yang tinggi ditinjau dari aspek frekuensi relatifnya yang tinggi (berturut-turut 3,40 dan 1,89), artinya bahwa kedua pohon kayu ini memiliki keseringan muncul yang tinggi pada setiap pekarangan yang diamati; sedangkan mahoni dianggap penting karena kerapatannya yang tinggi (2,19), artinya bahwa jumlah pohon mahoni ini cukup banyak dibandingkan dengan komoditas pohon kayu lainnya pada area yang diamati.

Komoditas pohon industri dengan INP tertinggi dapat dilihat pada pohon kelapa (46,65), cengkeh (16,47), dan melinjo (12,08). Kelapa dinilai penting dilihat dari sumbangan dominansi relatifnya yang tinggi (23,82), artinya bahwa penguasaan penutupan lahannya (coverage) lebih luas dibandingkan komoditas pohon industri lainnya; sedangkan cengkeh kepentingannya disumbang dari kerapatan relatifnya yang tinggi (7,70), artinya bahwa cengkeh dianggap penting karena jumlahnya yang banyak pada area pekarangan yang diamati; dan melinjo dianggap penting karena sumbangan frekuensi relatifnya yang tinggi (4,91), artinya bahwa cengkeh menjadi penting keberadaannya karena keseringan munculnya pada semua pekarangan yang diamati cukup tinggi.

Spesies-spesies dengan INP tertinggi pada masing-masing ketinggian tersebut merupakan spesies-spesies yang dominan pada masing- masing ketinggian tempat. Menurut Sujarwo dan Darma (2011) jenis yang dominan mempunyai produktivitas yang besar. Keberadaan jenis dominan menjadi suatu indikator bahwa jenis tersebut berada pada habitat yang sesuai dalam mendukung pertumbuhannya. Setiap ketinggian tempat memiliki kondisi lingkungan yang berbeda-beda sehingga jenis tanaman yang ada di pekarangan pada masing-masing ketinggian juga berbeda-beda. Selain alasan lingkungan yang sesuai dengan faktor tumbuh tanaman pohon, faktor ekonomi juga menjadi alasan pemilihan jenis tanaman pohon. Pada ketinggian < 300 m dpl tanaman pohon didominasi oleh tanaman mangga, nangka, dan rambutan. Berdasarkan wawancara dengan pemilik pekarangan,

commit to user

alasan pemilihan tanaman mangga dan rambutan adalah karena sifatnya yang mudah tumbuh tanpa input yang tinggi dan perawatan yang tidak sulit. Kedua buah ini merupakan buah musiman yang digemari masyarakat, sehingga dapat menambah pendapatan pemilik pekarangan. Pada ketinggian < 300 m dpl juga ditemukan kayu jati dan johar. Pemilihan komoditas kayu jati dan johar menurut pemilik pekarangan karena kedua kayu ini memiliki jual yang cukup tinggi, walaupun hasilnya baru akan diterima 10-15 tahun yang akan datang, selain itu perawatan kedua jenis kayu ini tidak memerlukan banyak biaya.

Kecamatan Matesih merupakan sentra buah duku dan durian yang sudah terkenal di Indonesia yang dikenal dengan duku dan durian Matesih. Pada sampel di ketinggian 300-400 m dpl dan > 400 m dpl yang terletak di Kecamatan Matesih dan Kecamatan Tawangmangu, kondisi lingkungannya sangat sesuai untuk pertumbuhan kedua jenis tanaman buah tersebut. Kedua tanaman tersebut juga memiliki nilai ekonomi yang sangat tinggi dan sifatnya musiman, selain harganya jualnya yang cukup tinggi, keduanya merupakan buah yang digemari masyarakat luas.

8. Indeks Kelimpahan Spesies/Species Richness (Margalef Index), Indeks keanekaragaman jenis/Index of Diversity, Indeks kemerataan jenis/Evenness index, dan Indeks Asosiasi dan Indeks Kesamaan Komunitas/Association Index and Index of Similarity

Keanekaragaman jenis adalah suatu karakteristik tingkat komunitas. Keanekaragaman yang tinggi menunjukkan bahwa suatu komunitas memiliki kompleksitas yang tinggi, karena dalam komunitas juga terjadi interaksi spesies yang tinggi. Jadi dalam suatu komunitas yang mempunyai keanekaragaman jenis yang tinggi akan terjadi interaksi spesies yang melibatkan transfer energi (jaring makanan), predasi, dan kompetisi. Konsep keanekaragaman jenis dapat digunakan untuk mengukur stabilitas komunitas yaitu kemampuan suatu komunitas untuk menjaga dirinya tetap

commit to user

(Soegianto 1994).

Gambar 11. Indeks Kelimpahan Spesies/Species Richness (Margalef

Index) , Indeks keanekaragaman jenis (Shannon-Wiener Index) dan indeks kemerataan jenis (Evenness Index) pada ketinggian < 300 m dpl, 300-400 m dpl, dan > 400 m dpl

Salah satu cara untuk mengetahui keanekaragaman jenis di suatu lokasi penelitian adalah dengan menghitung kelimpahan spesies (species richness ). Berdasarkan hasil analisis vegetasi dapat diketahui bahwa sampel pekarangan pada ketinggian 300-400 m dpl memiliki kelimpahan spesies tertinggi (7,05) dibandingkan dengan sampel pekarangan pada ketinggian < 300 m dpl (6,12) dan > 400 m dpl (5,45). Kabir dan Webb (2008) menyatakan bahwa kelimpahan spesies di pekarangan sangat dipengaruhi oleh jumlah tenaga kerja yang dikerahkan dan ukuran pekarangan.

Keanekaragaman tumbuhan dalam penelitian ini dianalisis dengan menggunakan indeks keanekaragaman Shannon-Wiener yang diperoleh dengan parameter kekayaan jenis dan proporsi kelimpahan masing-masing jenis di suatu habitat. Berdasarkan hasil analisis dapat diketahui bahwa pekarangan pada ketinggian 300-400 m dpl memiliki nilai yang lebih tinggi yaitu sebesar 3,00 dibandingkan dengan pekarangan yang berada pada ketinggian < 300 m dpl (2,87) dan pada ketinggian > 400 m dpl (2,83).

Suatu komunitas dikatakan memiliki keanekaragaman jenis yang tinggi jika komunitas itu tersusun oleh banyak jenis. Sebaliknya suatu

MARGALEF INDEX

(DMg)

SHANNON-WIENER

INDEX (H¹)

EVENNESS INDEX

a i indek

< 300 m dpl

300-400 m dpl

> 400 m dpl

commit to user

apabila komunitas tersebut tersusun oleh jenis yang sedikit (Agustina 2008). Berdasarkan pengharkatan, dikatakan bahwa pekarangan pada semua ambang ketinggian keanekaragamannya adalah sedang melimpah. Artinya bahwa keanekaragaman jenis tanaman di ketiga ambang ketinggian tidak terlalu tinggi tetapi juga tidak terlalu rendah.

Keanekaragaman jenis dapat digunakan untuk menyatakan struktur komunitas, mengukur stabilitas komunitas yaitu kemampuan suatu komunitas untuk menjaga dirinya tetap stabil meskipun ada gangguan terhadap lingkungannya. Keanekaragaman yang tinggi menunjukkan bahwa suatu komunitas memiliki kompleksitas tinggi karena interaksi spesies yang terjadi dalam komunitas juga tinggi. Apabila suatu komunitas dikatakan memiliki keanekaragaman jenis yang tinggi maka akan meningkatkan stabilitas di dalam komunitas (Indriyanto 2006). Soegianto (1994) menyatakan bahwa konsep keanekaragaman jenis dapat digunakan untuk mengukur stabilitas komunitas yaitu kemampuan suatu komunitas untuk menjaga dirinya tetap stabil walaupun ada gangguan terhadap komponen- komponennya. Keanekaragaman jenis juga juga digunakan sebagai ukuran kematangan suatu komunitas, dengan alasan bahwa komunitas menjadi matang bila lebih kompleks dan lebih stabil.

Pada ketinggian < 300 m dpl ditemukan 39 jenis tanaman pohon (tabel 27 dalam lampiran 21), pada ketinggian 300-400 m dpl ditemukan 52 jenis tanaman pohon (tabel 28 dalam lampiran 22), dan pada ketinggian > 400 m dpl ditemukan 36 jenis tanaman pohon (tabel 29 dalam lampiran 23). Hasil ini menunjukkan bahwa keanekaragaman jenis pohon yang ada di Karanganyar masih termasuk dalam kategori tinggi dibandingkan dengan keanekaragaman jenis yang ada di Bangladesh Barat Daya, Phong My, dan Afrika Selatan. Di Bangladesh Barat Daya ditemukan 419 jenis tanaman, jumlah ini termasuk tanaman pohon dan bawah tegakan pohon (Kabir dan Webb 2009). Di Phong My, Vietnam Tengah, hanya ditemukan

70 jenis tanaman pohon dan bawah tegakan pohon (Vlkova et al. 2010);

commit to user

hanya ditemukan 83 jenis tanaman pohon dan bawah tegakan pohon (Shackleton et al. 2008). Keanekaragaman jenis tanaman yang masih termasuk dalam kategori tinggi di Kabupaten Karanganyar ini seharusnya justru menjadi fokus utama untuk pengembangan dan konservasi jenis tanaman, terutama tanaman lokal yang berpotensi tinggi, dan mencegah terjadinya penurunan tingkat keanekaragaman jenis di Kabupaten Karanganyar.

Kemerataan jenis (evenness index) dinyatakan sebagai hubungan keeratan antara serangkaian data kelimpahan spesies hasil observasi dengan keanekaragaman maksimum yang mungkin dicapai. Berdasarkan hasil analisis vegetasi dapat diketahui bahwa kemerataan jenis pada ketiga ketinggian termasuk dalam kategori tinggi, artinya tanaman pohon yang ada pada ketiga ketinggian melimpah dan memiliki keanekaragaman yang tinggi. Pekarangan pada ketinggian > 400 m dpl memiliki nilai indeks kemerataan jenis paling tinggi yaitu sebesar 0,79. Dan pada ketinggian < 300 m dpl sebesar 0,78, sedangkan pada ketinggian 300-400 m dpl sebesar 0,76. Gambar 11 dapat menunjukkan bahwa indeks kemerataan jenis berbanding terbalik dengan indeks keanekaragaman jenis, yang berarti bahwa tingkat keanekaragaman dan kelimpahan jenis yang tinggi tidak menyebabkan tingkat kemerataan jenis yang tinggi.

Gambar 12. Perbandingan Indeks Asosiasi dan Indeks Kesamaan Komunitas/Association Index and Index of Similarity pada ketinggian antara < 300 dan 300-400 m dpl, < 300 dan > 400 m dpl, serta 300-400 dan > 400 m dpl

a i indek

< 300 dan 300-400 m dpl

< 300 dan > 400 m dpl

300-400 dan > 400 m dpl

commit to user

koefisien untuk mengetahui kesamaan jenis tumbuhan di dua daerah yang berbeda yang dihitung dengan indeks kesamaan jenis Sorensen. Hasil dari indeks ini berupa nilai dengan kisaran 0-1. Semakin sama tingkat kesamaan dua komunitas maka nilainya akan mendekati nilai satu, begitu juga sebaliknya nilai nol yang menyatakan bahwa dua komunitas berbeda (Ningsih 2009). Parameter yang digunakan adalah kelimpahan jenis dan kehadiran jenis yang sama. Berdasarkan hasil analisis vegetasi dapat diketahui ketiga ketinggian tempat memiliki kemiripan dalam tingkat sedang, artinya bahwa ketiga tempat tersebut memiliki vegetasi yang hampir sama.

Berdasarkan gambar 12 dapat dilihat bahwa pekarangan pada ketinggian 300-400 m dpl dan > 400 m dpl memiliki kesamaan yang lebih tinggi dibandingkan dengan pekarangan pada ketinggian < 300 m dpl dan ketinggian 300-400 m dpl maupun pada ketinggian < 300 m dpl dan > 400 m dpl. Ketinggian tempat 300-400 m dpl dan > 400 m dpl memiliki regim suhu dan kelembaban relatif yang hampir sama, artinya kedua lokasi ini memiliki selisih suhu udara dan kelembaban udara relatif yang tidak besar, sehingga keragaan tanaman pohon di pekarangan pada kedua ketinggian ini relatif sama. Selain itu, Bakri (2009) menyatakan pohon-pohon di pegunungan memiliki kondisi yang khas seiring dengan naiknya ketinggian tempat. Pekarangan pada ketinggian 300-400 m dpl dan > 400 m dpl termasuk ke dalam dataran tinggi yang memungkinkan keduanya memiliki kesamaan jenis yang cukup tinggi.