Pengelolaan Pekarangan

C. Pengelolaan Pekarangan

Pemanfaatan pekarangan dapat mendukung penyediaan aneka ragam kebutuhan pemilik pekarangan termasuk memberikan kontribusi bagi pendapatan keluarga. Pengelolaan pekarangan dapat dilakukan dengan mudah, yaitu dengan pemeliharaan yang dapat dilakukan setiap saat karena mudah dijangkau, dan menghemat waktu. Pengelolaan lahan pekarangan meliputi pengolahan tanah,

commit to user

pengendalian organisme pengganggu tanaman (OPT), dan pemberian zat pemacu pembungaan dan pembuahan.

Gambar 13. Persentase jumlah pemilik pekarangan pada ketinggian < 300 m dpl,

300-400 m dpl, dan > 400 m dpl dalam pengolahan lahan, pemupukan, pemangkasan, pengairan, pengendalian hama dan penyakit (PHT), dan penggunaan pemacu pembungaan

Berdasarkan hasil survei dapat diketahui bahwa sebanyak 70% atau 21 responden pada masing-masing ketinggian melakukan pengolahan tanah sebagai perawatan tanaman pohon. Umumnya pengolahan tanah yang dilakukan adalah dengan mencangkul tanah di sekitar pohon selebar kanopi pohon.

Sebanyak 80% atau 24 responden di lokasi penelitian dengan ketinggian < 300 m dpl melakukan pemupukan terhadap tanaman pohonnya. Semakin naik ketinggian tempat pemupukan semakin jarang dilakukan oleh pemilik pekarangan. Hal ini disebabkan karena intensitas dan frekuensi curah hujan yang cukup tinggi di lokasi penelitian pada ketinggian 300-400 m dpl dan > 400 m dpl, sehingga pemilik pekarangan merasa tidak perlu melakukan pemupukan, karena pupuk akan hilang mengikuti aliran air. Pupuk yang digunakan oleh pemilik pekarangan yaitu urea, TSP, dan pupuk kandang.

Pemangkasan jarang dilakukan oleh petani di pekarangan pada ketinggian > 300 m dpl, karena para pemilik pekarangan beranggapan dengan memangkas pohon-pohon yang ada di pekarangannya maka paparan sinar matahari mengakibatkan suhu di lingkungan rumahnya meningkat, sehingga terasa panas.

pemupukan pemangkasan pengairan

PHT pemacu pembungaan

(%)

< 300 m dpl

300-400 m dpl

> 400 m dpl

commit to user

mengapa pohon-pohon di pekarangannya tidak dipangkas, yaitu agar pekarangannya tidak becek dan banjir saat hujan datang. Intersepsi air hujan yang masuk pekarangan semakin kecil dengan adanya tajuk-tajuk pohon yang rimbun.

Pengendalian hama penyakit dan pemberian pemacu pembungaan juga bukan menjadi perhatian utama bagi para pemilik lahan pekarangan. Umumnya pemilih pekarangan tidak menggunakan pestisida untuk memberantas hama yang menyerang tanaman pohon mereka. Pemberian pemacu pembungaan juga bukan menjadi prioritas pemilik lahan untuk membantu tanaman pohon berbunga, khususnya pohon buah-buahan.

Arrijani et al. (2006) menyatakan kehadiran vegetasi pada suatu landskap akan memberikan dampak positif bagi keseimbangan ekosistem dalam skala yang lebih luas. Secara umum peranan vegetasi dalam suatu ekosistem terkait dengan pengaturan keseimbangan karbondioksida dan oksigen dalam udara, perbaikan sifat fisik, kimia, dan biologis tanah, pengaturan tata air tanah, dan lain-lain. Meskipun secara umum kehadiran vegetasi pada suatu area memberikan dampak positif, tetapi pengaruhnya bervariasi tergantung pada struktur dan komposisi vegetasi yang tumbuh pada daerah itu.

Gambar 14. Persentase jumlah pemilik pekarangan pada ketinggian < 300 m dpl,

300-400 m dpl, dan > 400 m dpl dalam kegiatan pra-panen, panen, dan pasca panen

pra panen

panen

pasca panen

(%)

< 300 m dpl

300-400 m dpl

> 400 m dpl

commit to user

pada ketinggian 300-400 m dpl dan > 400 m dpl. Kegiatan yang dilakukan dalam pra panen yaitu melakukan pembungkusan buah duku yang sudah tua atau dalam istilah lokal disebut pembrongsongan. Kegiatan panen dan pasca panen juga jarang sekali dilakukan oleh semua pemilik pekarangan pada semua ketinggian tempat. Hal ini disebabkan karena penjualan buah-buahan yang ada di pekarangan dilakukan dengan sistem borongan, yaitu pembeli akan memanen sendiri buah- buahan yang dibelinya dari pemilik pekarangan.