Pandangan tentang sejarah dan pemaknaan hubungan Pela Gandong

82 Ya… Tuhan yang maha kasih, janganlah engkau cabut perasaan kasih diantara kami, semoga kasih ini bersemi selalu di hati kami sampai akhir zaman nanti.

4.2. Pandangan tentang sejarah dan pemaknaan hubungan Pela Gandong

Batumerah-Passo. Melalui pendapat yang dikemukakan beberapa informan, diketahui bahwa ungkapan Pela Gandong, adalah dua istilah yang memilik makna berbeda. Perbedaan istilah Pela dan Gandong sebagaimana ditegaskan oleh beberapa Tokoh Adat Negeri Batumerah-Passo, antara lian: Oleh S. T, 18 sebagai ketua dewan saniri adat Batumerah, bahwa: “ kalau bicara tentang Pela adalah sebuah hubungan yang terjadi karena ada munculnya satu peristiwa yang dialami sehingga ada kesepakatan bersama untuk membangun hubungan itu. Dalam pengalaman dua negeri Batumerah- Passo , Hubungan Pela tercipta karena peristiwa tengelamnya “ kora-kora ” 19 orang Passo yang dihantam ombak, orang Batumerah Hatukau dengan kora- koranya yang pada saat itu berada di belakang kora-kora Passo datang menolong, dan membagikan “ tagalaya ” 20 mereka kepada orang Passo yang pada saat itu perbekalannya telah tenggelam, sehingga terjadilah sebuah ikatan dan pengakuan dari basudara Passo untuk mengangkat Batumerah sebagai Pela Kakak, lewat sumpah keduanya dipersatukan, orang Batumerah kakak-ade Orang Passo. Senada dengan itu, S.M, 21 yang merupakan salah satu tokoh masyarakat, dan juga mantan Raja Negeri Passo, katakan bahwa, pela antar Batumerah-Passo itu terbentuk karena pertolongan yang diberikan orang Batumerah, dan sebagai rasa terimakasih maka orang Passo mengangkat mereka melalui sumpah sebagai Kakak dan Passo sebagai Ade. Pengangkatan Batumerah sebagai pihak kakak oleh Passo merupakan penghargaan yang mendalam karena tindakan penyelamatan yang dilakukan oleh orang Batumerah dalam peristiwa kecelakaan dahulu. Sebagaimana yang 18 Wawancara dengan S. T. Tokoh Adat Negeri Batumerah. Tanggal 27 Agustus 2016. 19 Kora-kora adalah perahu tradisional kepulauan Maluku. 20 Tagalaya merupakan istilah orang Maluku yang artinya: suatu wadahpenyimpanan bahan makanan semacam keranjang yang dianyam dari rotan atau bamboo. 21 Wawancara dengan M.S Tokoh Adat Negeri Passo. Tanggal 19 September 2016 83 ditegaskan oleh Y. T, 22 sebagai seorang sesepu adat negeri Passo bahwa, “Orang Passo menyebut orang Batumerah kakak karena dong tolong katong” Istilah pela dapat dipahami sebagai sebuah hubungan kekerabatan adik- kakak. Akan tetapi, bukan dalam arti sebuah hubungan Adik-Kakak karena keduanya berasal dari satu keturunan yang sama atau secara biologis lahir dari dalam kandungan satu orang Ibu. Sebaliknya, ungkapan Gandong dipahami sebagai sebuah hubungan yang terbangun karena latarbelakang biologis tersebut. Sebagaimana yang dikatakan S.T 23 bahwa: Hubungan Gandong ini berbeda. Gandong adalah hubungan satu moyang atau basudara sekandung, ketika keluar dari tanah satu lokasi: seperti antara negeri Batumerah dan negeri Ema, ini saudara kandung, Batumerah Islam dan Ema Kristen, tetapi awalnya sama-sama memeluk kepercayaan animisme, ini terjadi karena perpecahan, dan disertai adanya pengaruh masuknya agama dan keyakinan melalui hubungan kerjasama seperti Batumerah dengan orang Tarnate. Dari kenyataan ini, kemudian skarang “orang-orang mulai manyanyi” berkembang konsep “Maluku satu darah”: samua berasal dari satu moyang”. Katong samua satu turunan Nunusaku. 24 Dalam arti ungkapan sederhana, Tomaluweng katakan bahwa: Gandong itu hubungan “satu pai satu mai”. Sebagai perbandingannya, perbedaan makna hubungan Pela dan Gandong, juga dapat ditemukan pada beberapa negeri-negeri lain di Maluku, seperti yang diungkapkan oleh V.R, 25 sebagai salah satu Tokoh Masyarakat pendatang di Batumerah bahwa: “Hubungan Pela Batumerah-Passo sama dengan Hubungan Pela antar orang Tual MTB dan Orang Gorong Seram. Hubungan Pela itu terikat atas sumpah dan minum darah, hubungan ini lebih keras dan berbeda dengan hubungan Gandong: Saudara Sekandungan”. 22 Wawancara dengan Y.T. Sesepu Adat Negeri Passo. 14 September,2016. Di dalam penggalan pendapatnya, informan ini menggunakan pelafalan dialek Ambon, berupa kata dong dan katong untuk menyebutkan kata ganti orang pertama dan ketiga jamak: kita dan mereka 23 Wawancara dengan N.T. Sesepu Adat Negeri Passo Di dalam penggalan pendapatnya, informan ini menggunakan pelafalan dialek Ambon, berupa kata pai dan mai yang artinya papa dan mama . 24 Wawancara dengan S.T. Tokoh Adat Negeri Batumerah. Tanggal 27 Agustus, 2016. Di dalam penggalan pendapatnya, informan ini menyebutkan istilah “orang-orang mulai manyanyi, istilah ini jika diartikan dalam ungkapan indonesia baku, memiliki makna sama dengan untuk mengatakan “mulai berkembangnya sebuah konsep”. Ada juga kata katong, samua, dalam dialek Ambon yang memliki arti: Kita dan Semua 25 Wawancara dengan V.R. Tokoh Masyarakat Komunitas Katolik Batumerah. Tanggal 06 September,2016 84 Pada sisi lain, terdapat kesepamahaman tentang pemaknaan hubungan Pela Gandong sebagai sebuah ikatan kekeluar gaan: sebagai “Orang Basudara”. Hubungan persaudaraan ini sarat dengan nilai kebersamaan yang mempersatukan individu-individu dan kelompok yang berbeda agama Islam-Kristen dalam satu praksis tolong-menolong atau saling membantu. Kebersamaan yang saling menolong dalam hubungan Pela Gandong ini nampak dalam praksis hidup bermasyarakat maupun beragama, seperti yang diungkapkan beberapa informan, sebagai berikut: T. T, 26 sebagai salah satu pemimpin umat Protestan yang pernah bertugas di Batumerah katakan: Hubungan Pela Gandong: katong samua orang Basudara salam-sarane menekankan nilai Keluhuran, yakni tolong-menolong. Misalnya, dalam kegiatan Adat Negeri dan Kegiatan Keagamaan: moment Pelantikan Raja Passo, di mana orang Batumerah datang dan memberikan bantuan dalam bentuk material, pangan dll. Begitu juga dalam bidang Agama, orang Batumerah Islam dan Passo Kristen, ada saling membantu ketika pendirian masjid di Batumerah maupun gereja di Passo. 27 Tolong-menolong antar negeri Islam-Kristen juga sama dipraktekkan pada daerah lain di pulau Ambon, yakni Negeri Ulat Kristen dan Buano Islam, di dalamnya ada rasa kebersamaan batanggong yang ditinggalkan oleh datuk-datuk yang tak dapat dihapus oleh siapapun. Pemaknaan tentang Hubungan Pela Gandong sebagai orang basudara juga diungkapkan oleh N. K, 28 yang merupakan warga pendatang dari suku Sulawesi, menurutnya: Bagi beta, walaupun beta orang pendatang, tapi di Ambon, khususnya di Batumerah, ikatan Pela Gandong orang Basudara itu paleng kantal, seng pandang dia Muslim atau Kristen, entah dia dari suku mana, dari kampong mana lai, orang Ambon hidup sama orang Basudara. Antara katong Orang Islam dengan tetangga Orang Kristen, katong saling berbagi “Ale Rasa Beta Rasa”, saling memberi dan menerima. Misalnya, satu waktu ketika katong seng ada kalapa, katong pi di katong tetangga orang Kristen yang kebetulan pung keluarga sampe di negeri Hatalai, katong kasi suara melalui tetangga 26 Wawancara dengan Pdt. Toistuta Tokoh Agama Negeri Batumerah, 5 September 2016. Di dalam penggalan pendapatnya, informan ini menyatakan beberapa kata dalam dialek Ambon: Batanggong , untu k menyebutkan sikap “tanggung-menanggung atau saling menanggung”. 27 Wawancara dengan M.S. Tokoh Adat Negeri Passo. Tanggal 19September 2016 28 Wawancara dengan N.K. Tokoh Masyarakat Batumerah, 27 September 2016. Dalam penggalan pendapatnya, informan ini menggunakan banyak sekali kata-kata dalam dialek Ambon seperti: beta, paleng, kantal, seng, kampong, lai, hidop, pung, pi, sampe, kasi, laeng, lia. Masing masing kata secara bertutut-turut memiliki arti yang sama dengan kata: saya, paling, kental, tidak, kampong, lagi, hiup, punya, pergi, sampai, kasih, lain, lihat. 85 lalu dong langsung hubungi basudara di Hatalai bawa turun kalapa. Dalam interaksi ini memang tetap ada transaksi jual-beli, tetapi yang paling penting, katong bisa merasa ada kedekatan, laeng lia laeng pung kekurangan, laeng bantu laeng pung kesusahan. Pela sebagai suatu sistem kekerabatan ini sangat ditaati oleh masyarakat, karena proses terjadinya pela diyakini sebagai sebuah peristiwa yang sakral. Bila seseorang telah diikat dalam persaudaraan pela melakukan pelanggaran ataupun mengabaikan budaya tersebut selalu berdampak langsung dalam semua bentuk kehidupan masyarakat, baik secara individu maupun kelompok. Sakralitas hubungan pela ini nampak dari aspek perjanjian Ikrar dan sumpah yang dilakukan dalam proses membangun Hubungan Pela Gandong. Y.T 29 sebagai salah satu tokoh adat negeri Passo, mengatakan bahwa: sumpah Pela Gandong dipahami sebagai sebuah ikatan yang keras antar kelompok yang ber pela dengan tete nene moyang. Sumpah Pela sangat beresiko, berupa hukuman terhadap pelanggaran akan perjanjian Pela. Sebagaimana yang diungkapkan oleh Y.T, 30 bahwa: “kalo bicara Pela ini seng bole sabarang”, “Pela adalah ikrar, janji yang tulis atas batu karang dengan darah, isinya: “ sei hale hatu, hatu lesi pei, Sei hale sou, Sou Lesi Pei, ” yang artinya, sapa bale batu, batu bale dia, sapa siapa yang langgar melanggar janji, maka janji itu makan menghukum dia. ” Menarik bahwa pengingkaran terhadap ikatan “sumpah” Pela antar masyarakat yang ber pela diyakini dapat berdampak fatal dan langsung dialami pihak yang melanggar isi perjanjian tersebut. Hukuman-hukum yang dialami yakni, bencana penyakit bahkan dapat berujung pada kematian. Karena itu, segala bentuk interaksi antara sesama Pela Batumerah-Passo yang cenderung berbuah pelanggaran terhadap isi sumpah Pela berusaha dijaga ketat oleh seluruh 29 Wawancara dengan Y.T, Sesepu Adat Negeri Passo. 14 September 2016. Di dalam penggalan pendapatnya, informan ini menggunakan sebuah pelafalan dialek Ambon, berupa istilah Tete nene moyang . Istilah ini adalah salah satu termenologi kekerabatan orang Ambon. Tete untuk menyebutkan orang tua laki-laki kakek, Nene untuk orang tua perempuan Nenek dan Moyang atau Oyang untuk orangtua dari kakek dan nenek. Istilah tetenene moyang dipakai untuk menyebutkan kata Leluhur. Leluhur digunakan untuk semua orang yang dianggap tete, nene dan oyang yang telah meninggal. 30 Wawancara dengan Y. T Sesepu Adat Negeri Batumerah, 14 September 2016. Di dalam penggalan kalimat yang diungkapkannya, informan ini menyebutkan beberapa kata dalam pelafalan dialek Ambon: kalo, seng bole sabarang. Penyebutkan masing-masing kata secara berurutan biasanya disingkat untuk menyebut kalau, tidak boleh sembarangan. 86 komponen masyarakat Adat kedua Negeri. Hal ini terkuak, dalam wawancara dengan beberapa informan, diantaranya: M. P, 31 seorang tokoh pemuda negeri Passo, mengkisahkan bahwa Pada tahun 1955 pernah terjadi perkelahian antara Batumerah-Passo, orang Passo memukul orang Batumerah, akibatnya ada bencana penyakit di Passo. Karena itu, orangtatua Tokoh-tokoh Adat lalu ambel air dari Mesjid Batumerah lalu “ kas minom ” semua orang Passo. Dan untuk menyelesaikan masalah ini dilakukanlah Panas Pela di tahun 1956. L.M, 32 yang merupakan salah satu staf pemerintah desa Passo melanjutkan bahwa: sesama orang Batumerah-Passo seng bisa bicara sabarang, seng boleh baku kaweng”, baku musuh, jang laeng biking susa laeng. Perjanjian Pela secara turun-temurun mengikat anak cucu adat kedua negeri. Pernah ada nyong dari Passo dan nona dari Batumerah yang ingin menikah, akibatnya kedua-duanya meninggal. Sementara itu, I.N, 33 sebagai tokoh Agama Islam negeri Batumerah, mengungkapkan pengalaman ketika dirinya remaja, ia katakan: waktu masih remaja beta pernah ingin berpacaran dengan orang Passo tetapi kemudian dilarang, orangtatua bilang “masa pi pacaran dengan kamong pung ade, kamong harus jaga kamong pung ade”. Terdapat pandangan akan nilai saling membantu dan menolong dalam Pela Gandong sebagai sebuah nilai yang selaras dengan nilai-nilai yang tersirat dalam ajaran Agama tentang bagaimana membangun hubungan antara sesama. Oleh T.T, 34 sebagai salah satu Tokoh Agama Kristen Protestan di Batumerah, diungkapkan bahwa: nilai tolong-menolong, saling melengkapi sama dengan ajaran Kasih menurut Kristen sebagaimana tercatat dalam kitab suci Alkitab, tentang: “Mengasihi sesama seperti dirimu sendiri”. 31 Wawancara dengan M.P Tokoh Pemuda Negeri Passo, 14 September 2016. Di dalam penggalan kalimat yang diutarakannya, informan ini menggunakan kata kas minom, ambel yang adalah dialek Ambon yang artinya membri minum dan mengambil. 32 Wawancara dengan L. M Tokoh Masyarakat Negeri Passo, 3 September 2016 33 Wawancara dengan I. N. Tokoh Agama Muslim Barumerah, 27 September 2016. Di dalam penggalan ungkapkannya menyebutkan kata pelafalan dialek Ambon: masa, pi, kamong, pung. Masing-masing kata secara berurutan berarti: mengapa, pergi, kalian, punya . 34 Wawancara dengan Pdt. Emr.Toisuta Tokoh Agama Protestan Negeri Batumerah, 1 September 2016 87 Senada dengan itu, J.J, 35 yang juga salah satu Tokoh Agama Kristen Protestan di Passo menyampaikan pandangannya bahwa: Praktik tolong-menolong dalam pela Batumerah-Passo merupakan indikator memperkuat hubungan kemanusiaan, bukan hanya hubungan antar agama tetapi lebih pada nilai kemanusiaan, “yang satu melihat yang lain sebagai sesamanya, tanpa melihat dia orang Islam atau Kristen”. Nilai teologis dalam hubungan Pela yang demikian, memilki sandaran biblis, tentang cerita “Orang Samaria yang Murah Hati”. Pela juga memperkuat komitmen persaudaraan yang rukun. Hal serupa diungkap juga oleh I.N, 36 sebagai Imam di negeri Batumerah, bahwa: “ajaran kasih terhadap Tuhan dan kasih terhadap sesama dengan merujuk pada salah satu konsep Alquran : “ hablum minallah, hablum minan nas, hablum minal „alam” ”. Selanjutnya, S.T, 37 seorang tokoh adat negeri Batumerah yang mendudukan salah satu isi sumpah Pela Batumerah-Passo, yakni tidak boleh baku musuh: baku bunu, biking kaco, minom mabuk dll itu selaras dengan apa yang diajarkan dalam Agama baik Islam-Kristen. Keselarasan nilai Pela Gandong dengan nilai Kasih dalam ajaran Agama ini juga diakui oleh seorang Tokoh Masyarakat Batumerah, yang berasal dari daerah Maluku Tenggara, yakni V.R, 38 yang mengungkapkan bahwa: Dalam menyampaikan cinta Kasih melalui saling baku bantu antara orang basudara, Pela Gandong juga mengangkat nilai kesetaraan, sama-sama manusia. Pela Gandong berbeda dengan budaya lain yang menstratifikasi manusia dalam tiga golongan. Budaya Kei, Maluku Tenggara. Misalnya, perempuan yang memiliki strata sosial dibawah tidak boleh kawin dengan laki-laki orang yang strata atas.

B. HUBUNGAN ISLAM-KRISTEN DALAM PELA GANDONG NEGERI

BATU MERAH-PASSO SEBELUM KONFLIK DI KOTA AMBON Pada bagian selanjutnya dari bab ini, peneliti mengarahkan informan untuk menjawab beberapa pernyataan, diantaranya: P ertama , Apa saja praksis, dan 35 Wawancara dengan Pdt.Emr, J.Jambormias Tokoh Agama Protestan Negeri Passo,14 September 2016 36 Wawancara dengan I.A. Tokoh Agama Islam Negeri Batumerah, 27 September 2016 37 Wawancara dengan S.T. Tokoh Adat Negeri Batumerah, 27 Agustus 2016 38 Wawancara dengan V.R. Tokoh Masyarakat Katolik Batumerah,1 September 2016