Teori Audit Secara Umum

3.7 Teori Audit Secara Umum

3.7.1 Definisi Audit

Menurut Arens (2011), pengauditan adalah akumulasi dan evaluasi bukti- bukti atas informasi untuk menentukan dan melaporkan tingkat kesesuaian antara informasi-informasi yang diperoleh dan kriteria-kriteria yang ditetapkan. Pengauditan harus dilakukan oleh orang yang kompeten dan independen.

Dalam mengaudit suatu perusahaan, auditor harus memeriksa segala bukti yang ada untuk mendukung program audit tersebut. Bukti audit (audit evidence) dapat ditemukan dalam segala bentuk. Oleh karena itu, auditor harus dapat menentukan strategi audit yang paling efektif dan efisien untuk mencapai tujuan audit. Salah satu hal yang paling penting dalam pengauditan adalah bahwa auditor tersebut haruslah independen untuk menjaga tingkat kepercayaan dan keyakinan para user dari laporan keuangan.

3.7.2 Jenis Audit

Arens (2011) membagi audit menjadi tiga jenis, yaitu :

1. Audit operasional (operational auditing)

Audit operasional bertujuan untuk mengevaluasi efisiensi dan efektivitas dari prosedur operasi di setiap divisi dalam perusahaan. Hasil dari sebuah operasional audit adalah rekomendasi untuk peningkatan kegiatan operasional. Cakupan audit operasional tidak hanya terbatas pada divisi akuntansi, tetapi juga divisi produksi, pemasaran, teknologi informasi, dll. Secara praktik, auditor operasional lebih mirip konsultan manajemen daripada auditor itu sendiri. Hal ini disebabkan karena kriteria atau standar audit yang dijunjung adalah standar dari perusahaan sendiri bukan standar audit laporan keuangan sehingga akan menjadi subjektif.

2. Audit kepatuhan (compliance auditing)

Audit kepatuhan bertujuan untuk menentukan apakah suatu perusahaan telah mengikuti, prosedur, peraturan, atau regulasi yang diatur oleh pihak yang berwenang. Tidak seperti audit laporan keuangan yang akan melaporkan hasil audit ke user atau BAPEPAM dalam bentuk laporan audit, audit kepatuhan hanya akan melaporkan hasil auditnya ke manajemen karena manajemen adalah pihak Audit kepatuhan bertujuan untuk menentukan apakah suatu perusahaan telah mengikuti, prosedur, peraturan, atau regulasi yang diatur oleh pihak yang berwenang. Tidak seperti audit laporan keuangan yang akan melaporkan hasil audit ke user atau BAPEPAM dalam bentuk laporan audit, audit kepatuhan hanya akan melaporkan hasil auditnya ke manajemen karena manajemen adalah pihak

3. Audit laporan keuangan (financial statement auditing)

Jenis audit yang terakhir adalah audit laporan keuangan, audit ini yang paling umum dilakukan oleh semua auditor dan yang akan dibahas dalam laporan magang ini. Audit laporan keuangan bertujuan untuk menentukan apakah laporan keuangan dan informasi di dalamnya telah disajikan sesuai dengan kriteria yang ditetapkan. Kriteria yang dimaksud adalah GAAP untuk negara Amerika, IFRS untuk negara-negara Uni Eropa, PSAK untuk Indonesia, dll. Jenis audit yang telah dilakukan penulis adalah audit atas laporan keuangan untuk menentukan apakah laporan keuangan klien telah disajikan sesuai dengan ketentuan umum yang berlaku di Indonesia, yaitu SAK (Standar Akuntansi Keuangan).

3.7.3 Tujuan Audit

Auditor menjalankan proses audit atas laporan keuangan dengan menggunakan pendekatan siklus dalam melakukan pengujian audit atas transaksi- transaksi yang memengaruhi saldo akhir suatu akun serta melakukan pengujian audit atas saldo akun dan pengungkapan terkait. Tujuan audit terbagi menjadi 3 (tiga) kategori, yaitu tujuan audit terkait transaksi, tujuan audit terkait saldo, dan tujuan audit terkait penyajian dan pengungkapan. Ketiga kategori tujuan audit ini, akan dibahas dalam subbab berikut:

a) Tujuan audit terkait transaksi

Tujuan audit terkait transaksi dimaksudkan untuk memberikan kerangka kepada auditor dalam mengumpulkan bahan bukti yang memadai yang diharuskan dalam standar pekerjaan lapangan dan memutuskan bukti yang tepat untuk dikumpulkan dalam setiap kelompok transaksi sesuai dengan kondisi lapangan. Tujuan tersebut tetap sama dari setiap prosedur audit hanya bahan buktinya yang bervariasi tergantung pada kondisi lapangan saat itu.

Tujuan audit terkait transaksi menekankan pada keterjadian, kelengkapan, akurasi, pemindahbukuan dan pengikhtisaran, klasifikasi, dan pisah batas, yang selanjutnya akan dijabarkan dalam poin berikut :

• Keterjadian (occurrence). Tujuan ini menekankan apakah transaksi yang telah tercatat dan telah dilaporkan dalam laporan keuangan benar-benar

telah terjadi. • Kelengkapan (completeness). Tujuan ini menekankan apakah semua transaksi yang seharusnya dimasukkan dalam laporan keuangan sudah

dicatat dengan lengkap. • Akurasi (accuracy). Tujuan ini membahas apakah transaksi telah dicatat dengan jumlah yang benar. • Pemindahbukuan dan pengikhtisaran. Tujuan ini menekankan pada

transaksi yang dicatat telah dimasukkan dalam arsip utama dengan tepat dan telah diikhtisarkan dengan benar.

• Klasifikasi (classification). Tujuan ini menekankan apakah transaksi telah dicatat dan diklasifikan dalam jurnal klien dengan nama akun yang tepat. • Pisah batas (cutoff). Tujuan ini membahas apakah transaksi telah dicatat pada periode pembukuan yang tepat. Kesalahan waktu terjadi jika sebuah transaksi tidak dicatat pada saat terjadinya.

b) Tujuan audit terkait saldo

Tujuan audit terkait saldo hampir selalu diterapkan pada saldo akhir di akun neraca, seperti piutang dagang, persediaan, hutang usaha, meskipun terkadang tujuan audit terkait saldo diterapkan untuk sejumlah akun laporan laba rugi. Pada kasus ini, biasanya melibatkan transaksi-transaksi yang tidak rutin dan biaya-biaya tak terduga.

Tujuan audit terkait saldo menekankan pada keberadaan, kelengkapan, akurasi, klasifikasi, pisah batas, keterikatan perincian, nilai terealisasi, serta hak dan kewajiban, yang selanjutnya akan dijabarkan pada poin berikut :

• Keberadaan (existence). Tujuan ini terkait dengan apakah jumlah yang dimasukkan dalam laporan keuangan memang semestinya dimasukkan dalam laporan keuangan.

• Kelengkapan (completeness). Tujuan ini terkait dengan apakah semua

jumlah yang semestinya dimasukkan, sudah benar-benar dimasukkan.

• Akurasi. Tujuan akurasi mengacu pada jumlah yang dimasukkan pada perhitungan matematis yang benar. Suatu persediaan klien bisa menjadi

salah karena jumlah unit persediaan yang ada salah saji atau harga per unitnya salah. Hal ini tentunya melanggar tujuan akurasi.

• Pisah batas (cut off). Tujuan auditor menguji pisah batas waktu adalah untuk menentukan apakah transaksi dicatat dan dimasukkan ke dalam saldo akun pada periode yang benar. Tujuan penetapan waktu untuk transaksi terkait dengan waktu yang tepat dalam pencatatan transaksi di sepanjang tahun, sedangkan tujuan pisah batas untuk tujuan audit terkait saldo hanya berhubungan dengan transaksi-transaksi yang mendekati akhir tahun.

• Keterikatan perincian. Tujuan audit ini menekankan bahwa rincian dalam daftar telah disusun secara akurat, dijumlahkan dengan benar, dan sama dengan buku besar. Hal ini menyangkut dalam saldo akun laporan keuangan sangat didukung oleh rincian pada arsip utama dan daftar yang disiapkan klien. Untuk itu auditor patut menguji kecocokan perincian tiap akun dengan tujuan meminimalisir adanya kesalahan pencatatan pos akun.

• Nilai terelisasi. Tujuan ini menekankan pada nilai saldo akun yang sudah dikurangi dengan penurunan dari biaya historis ke nilai terealisasi bersih.

• Hak dan kewajiban. Tujuan audit ini mengacu pada keyakinan auditor memastikan bahwa aset, kewajiban ataupun ekuitas harus dimiliki utuh oleh klien sebelum dimasukkan dalam laporan keuangan.

c) Tujuan audit terkait penyajian dan pengungkapan

Tujuan audit terkait penyajian dan pengungkapan memiliki konsep yang sama dengan tujuan audit terkait saldo. Auditor harus menentukan tujuan audit yang tepat dan bahan bukti yang dikumpulkan guna mencapai tujuan-tujuan tersebut. Untuk melakukan hal ini, auditor menjalankan sebuah proses audit. Proses audit merupakan sebuah metodologi yang sangat jelas untuk mengorganisir sebuah audit dan meyakini bahwa bukti yang dikumpulkan memadai dan tepat serta semua tujuan audit yang diperlukan telah dinyatakan dengan jelas dan terpenuhi.

3.7.4 Fase dalam Proses Audit

Arens (2011) menjelaskan empat tahap dalam proses audit seperti terlihat dalam gambar 3.1

Gambar 3.2 Fase dalam proses audit

Sumber : Arens, 2011-diolah kembali

Keempat fase tersebut dijelaskan secara rinci pada penjabaran berikut ini:

1. Merencanakan dan merancang program audit yang mencakup pengetahuan atas bidang usaha klien dan memahami struktur pengendalian internal dan menetapkan risiko pengendalian.

Auditor dapat melakukan banyak cara untuk mengumpulkan bahan bukti untuk mencapai tujuan audit keseluruhan dalam rangka pemberian opini atas laporan keuangan. Ada dua hal penting yang perlu diperhatikan auditor terkait pengumpulan bukti, yaitu:

a. Bukti memadai dalam jumlah yang cukup harus dikumpulkan untuk memenuhi tanggung jawab professional dari auditor.

b. Biaya pengumpulan bahan bukti sebaiknya dapat diminimalisi. Perencanaan dan desain sebuah pendekatan audit dijabarkan dalam 3 (tiga) aspek yang akan dibahas berikut :

• Mendapatkan pemahaman atas entitas klien dan lingkungan bisnis yang bertujuan untuk menilai risiko salah saji dalam laporan keuangan secara memadai dan menginterpretasikan informasi yang didapat selama • Mendapatkan pemahaman atas entitas klien dan lingkungan bisnis yang bertujuan untuk menilai risiko salah saji dalam laporan keuangan secara memadai dan menginterpretasikan informasi yang didapat selama

• Memahami pengendalian internal dan menilai risiko pengendalian. Auditor mengevaluasi pengendalian internal dan efektivitasna, jika

pengendalian internal dinilai efektif, risiko pengendalian yang direncanakan dan jumlah bukti audit yang dikumpulkan dapat dikurangi, begitupun sebaliknya.

• Menilai risiko salah saji material. Dengan menggunakan pemahaman atas industri klien serta efektivitas atas pengendalian internal, auditor dapat menguji risiko salah saji dalam laporan keuangan.

2. Pengujian pengendalian dan transaksi. Prosedur pengujian pengendalian mengacu pada pengujian efektivitas pengendalian yang telah dilakukan oleh auditor sebelumnya dengan cara menguji sampel dari bukti klien. Sedangkan auditor melakukan pengujian atas transaksi dengan memeriksa dokumentasi transaksi klien untuk mencapai salah satu atau kedua tujuan audit. Auditor sering kali melakukan pengujian pengendalian dan transaksi pada waktu yang bersamaan demi tercapai tujuan efisiensi.

3. Melaksanakan prosedur analitis dan pengujian terinci atas saldo. Prosedur analitis menggunakan perbandingan dan keterkaitan untuk menilai apakah saldo akun atau data lain disajikan secara wajar dan mendapatkan keyakinan terkait tujuan akurasi. Selain itu, melakukan pengujian terinci atas saldo akhir merupakan hal yang penting dilakukan dalam pengauditan karena hampir semua bahan bukti didapatkan dari narasumber klien yang independen sehingga bahan bukti dianggap memiliki kualitas yang tinggi.

4. Menyelesaikan audit dan menerbitkan laporan keuangan. Auditor menggabungkan seluruh informasi yang didapat setelah menyelesaikan serangkaian prosedur audit untuk mencapai kesimpulan menyeluruh mengenai laporan keuangan yang disajikan. Proses penarikan kesimpulan merupakan hal yang sangat subjektif karena sangat bergantung pada penilaian professional auditor dalam menerbitkan opininya.