Kenapa Proyek TPST Bojong Harus Ditolak?
Lembar Fakta
Data dan Fakta Pelanggaran Hukum dan Tindak Pidana dalam Kasus Proyek TPST Bojong - Bogor
[1]
1. Pendahuluan 2. Aspek Hukum
3. Aspek Lingkungan Hidup a Pencemaran Tanah
b Pencemaran Air c Pencemaran Udara
d Rusaknya Sistem Transportasi 4. Aspek Teknologi
a Penetapan teknologi tidak konsisten dan tidak berperspektif Lingkungan Hidup
b Kapasitas mesin tidak sebanding dengan jumlah sampah yang masuk
c Uji coba gagal 5. Aspek Sosial dan Ekonomi
a Warga Bojong dan sekitarnya penggiat pertanian bukan pemulung
b Harga tanah turun drastis 6. Proyek Pemicu Konflik
Epilog: Mengelola Sampah, Mengelola Gaya Hidup Jenis Sampah
Alternatif Pengelolaan Sampah Tanggung Jawab Produsen dalam Pengelolaan Sampah
Sampah Bahan Berbahaya Beracun B3 Produksi Bersih dan Prinsip 4R
1. Pendahuluan
Dengan mengatasnamakan pembangunan dan demi terwujudnya kesejahteraan bagi masyarakat, Pemerintah
Kabupaten Pemkab Bogor mengizinkan kawasan Bojong dan sekitarnya untuk dijadikan ‘keranjang sampah’. Sebuah
tindakan yang tidak saja melanggar Peraturan Daerah PERDA No. 27 Tahun 1998 Tentang Rencana Umum Tata
Ruang Wilayah RTRW Kecamatan Cileungsi sampai Tahun 2008 dan Perda No. 17 Tahun 2000 Tentang RTRW kabupaten
Bogor, tetapi juga telah melecehkan hak-hak warga untuk mendapatkan lingkungan yang baik dan sehat Pasal 5 UU No
23 Tahun 1997 Tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup. Hanya demi keuntungan sesaat bagi kelompok tertentu,
Pemkab Bogor telah mengorbankan ribuan warga dan sumber sumber penghidupan warga Bojong khususnya, dan kawasan
Bogor Timur pada umumnya. Aspirasi warga Bojong dan sekitarnya yang menolak keberadaan proyek seolah tidak ada
artinya di telinga para pejabat Pemkab Bogor maupun Pemerintah Provinsi Pemprov DKI Jakarta.
Gunungan sampah sebesar 8.000 m3 2.000 ton dari 26,320 m3 perhari jumlah seluruh sampah dari Jakarta ini rencananya
akan dibuang TPST Bojong. Kawasan seluas 20 hektar area yang merupakan tanah adat tersebut akan dialokasikan sebagai
Tempat Pembuangan Sampah TPATPST seluas 70, dan fasilitas pendukung 30.
Pengalaman di kawasan Bantar Gebang Bekasi menyebutkan, akibat dijadikan kawasan tersebut sebagai TPA, warga sekitar
menuai derita yang tiada berujung. Dampak, seperti Penyakit ISPA, Gastritis, Mialgia, Anemia, Infeksi kulit, Kulit alergi,
Asma, Rheumatik, Hipertensi, dan lain-lain merupakan hasil penelitian di Bantar Gebang selama kawasaan tersebut
dijadikan TPA.
[2]
Penolakan datang sejak digulirkan oleh pemkab Bogor Bojong sebagai TPST antara lain desa Desa Bojong, Cipeucang,
Situsari, Singasari, Sukamaju, Cikahuripan, dan Desa Mampir. Nyaris semua kegiatan penolakan terhadap pihak-pihak
berwenang tidak ditanggapi secara positif, justru sebaliknya warga dianggap menghambat pembangunan sehingga warga
diintimidasi, dan dikriminalisasi oleh aparat kepolisian.
2. Aspek Hukum