Perkembangan Mesin Pendingin Adsorpsi

Pada gambar 2.4 menjelaskan proses pendinginan berlangsung dari titik D ke F yang berlangsung pada malam hari, adsorber melepaskan panas dengan cara didinginkan sehingga suhu di adsorber turun dan diikuti oleh penurunan tekanan dari tekanan kondensasi ke tekanan evaporasi. 4. Proses Adsorpsi Pada gambar 2.4 menjelaskan proses adsorpsi berlangsung dari titik F ke A, Adsorber terus melepaskan panas sehingga adsorber mengalami penurunan temperatur dan tekanan yang menyebabkan timbulnya uap adsorpsi. Adsorbat dalam bentuk uap dihasilkan dari proses penyerapan kalor oleh adsorbat dari air yang ada disekitar evaporator sebesar kalor laten penguapan adsorbat tersebut.

2.4.2. Perkembangan Mesin Pendingin Adsorpsi

Perkembangan mutakhir di bidang refrigeran utamanya didorong oleh dua masalah besar dalam lingkungan, yakni lubang ozon dan pemanasan global. Sifat merusak ozon dimiliki oleh refrigeran utama yang digunakan yaitu CFCs ChloroFluoro Carbons. Molina dan Rowland 1974, diacu dalam Indartono 2006. Setelah keberadaan lubang ozon dilapisan atmosfer diverisifikasi secara saintifik, perjanjian internasional untuk mengatur dan melarang penggunaan zat- zat perusak disepakati pada tahun 1987 yang terkenal dengan sebutan Protokol Montreal. Penggunaan CFCs dan HCFCs Hydro Chloro Fluoro Carbons merupakan dua refrigeran utama yang dijadwalkan untuk dihapuskan masing- masing pada tahun 1996 dan 2030 untuk negara – negara maju. Sedangkan untuk negara – Negara berkembang dijadwalkan untuk dihapus phase- out pada tahun 2010 CFCs dan 2040 HCFCs Powell dalam Indartono, 2006. Pada tahun Universitas Sumatera Utara 1997, Protokol Kyoto mengatur pembatasan dan pengurangan gas-gas penyebab rumah kaca, termasuk HCFCs. Munculnya beberapa permasalahan pada refrigerasi siklus kompresi uap dalam dekade belakangan ini membuat para peneliti berusaha memunculkan sistem refrigerasi alternatif yang tidak mengandung permasalahan serupa. Teknologi alternatif tersebut diantaranya adalah refrigerasi sistem adsorpsi padatan solid adsorption. Sistem adsorpsi padatan ini tidak menggunakan refrigeran yang merusak ozon, serta bisa memanfaatkan matahari dan panas buangan . Teknik pendinginan adsorpsi merupakan salah satu pilihan dari metode pendinginan yang dapat digunakan jika sumber listrik tidak ada dan sebagai pengganti refrigeran yang tidak ramah lingkungan. Metode pendinginan ini memerlukan sumber energi panas sebagai penghasil siklus pendinginan. Sumber energi tersebut dapat diperoleh dari biomassa, energi radiasi surya, maupun panas buangan. Perkembangan mesin ini telah dikenal pada tahun 1980 sampai sekarang, dimana M. Pons dan J.J. Guilleminot 1981 membuat alat mesin pendingin dengan menggunakan pasangan Zeolit – air dan pasanganan karbon aktif – metanol. Sokoda dan Suzuki 1984 dan Critoph et al 1988 melakukan studi kinerja siklus adsorpsi untuk pendingin surya. Vichan Tangkengsirin et al 1997 menggunakan pasangan silicagel – air dan sumber panas dari energi surya. Siegfried Kreussler dan Detlef Bolz melakukan penelitian mesin pendingin solar adsorpsi menggunakan zeolit dan air, diperoleh energi pendingin sebesar 350 kJkg zeolit dan COP 8 . K Sumanthy 1999 melakukan percobaan alat Universitas Sumatera Utara pendingin solar energi dengan pasangan karbon aktif -methanol, dan berhasil membuat es sebanyak 4 kghari dengan luas kolektor 0,92 m 2 . Hildrand C, Dind P., Pons M., Butchter F.2001, melakukan penelitian pada mesin pendingin menggunakan silica gel – water dengan sumber panas kolektor surya dengan luas 2 m2 mendapatkan harga COP antara 0.10 sampai 0.25. Sedangkan Wang D.C, Xia Z.Z, Zhai H, Wang R.Z dan Dou W.D.2005, melakukan penelitian mesin pendingin adsorpsi menggunakan silica gel dan air, diperoleh Kapasitas pendinginan dan COP sebesar 7,15 kW dan 0,38. Beberapa penelitian pada sistem pendingin adsorpsi telah dilakukan di laboratorium Energi dan Elektrifikasi, diantaranya oleh Aep et al, 2002 telah melakukan penelitian mesin pendingin adsorpsi dengan menggunakan silicagel – metanol dengan pembangkitan panas dari listrik, dari hasil penelitian dengan 3 kali pengujian dengan tekanan awal sebesar 5,4 kPa diperoleh temperature evaporator 10 °C dengan pemanasan pada generator sebesar 72°C. Pada saat proses desorpsi yang berlangsung selama 7 jam, temperatur evaporator meningkat menjadi 26 °C dengan lama proses selama 2 jam. Sedangkan pendinginan dengan menggunakan beban pendinginan dan tekanan awal 0.11 kPa 0.88 mmHg dan suhu evaporator sebesar 24°C menurun menjadi 10°C dan terus meningkat karena adanya beban pendinginan air pada chiller dan berlangsung selama 7 jam yang mencapai 26°C. Pendinginan menghasilkan selisih 1.5 - 2°C perbedaan suhu yang masuk dan keluar dari evaporator. Selain itu penelitian untuk melihat kinerja alat pendingin adsorpsi juga dilakukan oleh Setiono B, 2005 dimana hasil yang didapatkan menunjukkan besaran temperatur di evaporator 9.7°C pada tekanan 26.1 torr 3.48 kPa tanpa Universitas Sumatera Utara menggunakan beban pendinginan, sedangkan dengan menggunakan beban pendinginan didapatkan suhu evaporator sebesar 13.5°C pada tekanan 38.7 torr 5.16 kPa dan 13.4°C pada tekanan 45.1 torr 6.01 kPa. Pada percobaan yang dilakukan ini berhasil menurunkan temperatur rata-rata 5°C. Tetapi pada penelitian ini proses awal yang dilakukan adalah proses evaporasi-adsorpsi, kemudian dilanjutkan dengan proses generasi-desorpsi. [Lit.14]

2.5. Adsorpsi, Adsorben, dan Adsorbat