34
ke timur maupun barat. Karena matahari akan terlihat seperti memasuki torii untuk menuju ke dalam kuil.
Timur dan barat dilambangkan seperti terbit dan tenggelamnya matahari dan sebagai penghormatan kepada dewa tertinggi bangsa Jepang yaitu Amaterasu
Omi Kami sebagai dewa matahari. Dengan alasan inilah torii dibangun sebagai perwujudan yang mewakili simbol bahwa Kami akan ada di tempat tersebut.
3.1.4 warna
Sebagian besar torii  dicat menggunakan warna merah. Namun ada juga yang dibiarkan menggunakan warna aslinya. Pada periode Heian 794-1185
warna merah pada torii  terlihat mencolok, menunjukkan pengaruh selera China. Warna merah menurut kepercayaan China dipercaya akan membawa
keberuntungan.
3.2 Makna simbolik torii
3.2.1 Menandai batas dari dunia manusia ke dunia Kami
Masyarakat Jepang percaya bahwa simbolisasi Jinja pada setiap titik alam tersebut merupakan kekuatan sakral yang membahayakan sekaligus juga
perlindungan bagi manusia dan lingkungan. Pengetahuan ini diterima begitu saja dan menyerap dalam kehidupan orang Jepang serta menjadi bagian dari kegiatan
hidup sehari-hari.
35
Torii merupakan gerbang yang didirikan di jalan masuk kuil yang berada di daerah yang dianggap keramat. Torii  umumnya dibangun di wilayah di mana
kami dipercayai  bersemayam.  Dalam  Shintō, wilayah kuil dipercayai menjadi
wilayah kekuasaan tempat kami  yang disembah bersemayam. Memasuki kuil berarti memasuki wilayah kami. Ono 1998:28 memberikan pendapat bahwa torii
adalah gerbang masuk ke kuil yang menjadi simbolisasi yang menandai wilayah kami  dari area pemukiman atau dunia manusia. Umumnya wilayah kami  tempat
dibangunnya kuil dengan torii berada di kaki gunung atau bukit. Kadang terdapat torii  yang diangun di pantai atau di danau. Itou 2013:208 menjelaskan secara
singkat bahwa torii  merupakan tempat hinggap yatagarasu  yaitu gagak berkaki tiga, yang dalam legenda dianggap utusan Amaterasu Oomikami. Ada juga yang
menyatakan bahwa torii merupakan tempat bertengger ayam, yang di legenda lain juga dianggap sebagai utusan Amaterasu karena melambangkan matahari.
Berdasarkan analisis yang dilakukan dengan teori semiotika,  torii memisahkan dari dunia manusia menjadi daerah yang disucikan. Kuil dianggap
tempat bersemayam kami sekaligus wilayah suci, oleh karenanya kuil dibangun di tempat yang terpisah dari pemukiman manusia. Hal ini disebabkan karena
pemukiman atau dalam hal ini dunia manusia mempunyai kegare.  Kegare merupakan ketidakmurnian atau polutan dalam Shintō. Abe 2003:4 menjelaskan
secara lebih spesifik bahwa kami  membenci  kegare  yang dianggap tabu dalam kepercayaan  Shintō.  Beberapa  contoh  dari  kegare  adalah kematian, darah, dan
penyakit. Kegare hanya terdapat di dunia manusia dan manusia dapat membawa kegare masuk ke dalam kuil. Untuk melindungi kuil, torii diletakkan di antara kuil
dan lingkungan masyarakat sekitar. Dengan demikian torii  menjadi penanda dan
36
menciptakan tempat terpisah di antara kuil dan pemukiman sekitar .Oleh karena itu,  makna simbolik dari torii  sebagai pembatas antara dunia kami  dan dunia
manusia.
Dari analisis di atas diambil sebuah kesimpulan bahwa torii  berfungsi sebagai pembatas antara kuil dan pemukiman manusia.  Fungsi  torii  menjadi
demikian karena kuil menjadi persemayaman kami dan dalam Shintō, kami sangat
membenci  kegare.  Torii  digunakan untuk memisahkan kuil yang murni dan suci dari pemukiman manusia yang tidak murni serta dipenuhi kegare. Itu sebabnya
torii  menjadi pelindung kuil sehingga kegare  tidak dapat memasuki bahkan mencemari kuil.  Torii  juga memiliki tujuan lain untuk mempermudah
penyampaian pemahaman konsep mengenai kuil yang harus dilindungi dari kekotoran dengan memasang torii  sebagai dinding pelindung kepada para
penerima tanda.
3.2.2 Mengingatkan orang-orang akan kehadiran Kami di daerah tersebut