PENGARUH PENGUNAAN METODE DISKUSI MELALUI MEDIA GAMBAR TERHADAP AKTIVITAS DAN PENGUASAAN MATERI POKOK KEANEKARAGAMAN HAYATI (Studi Eksperimen Siswa Kelas X MA Al Hikmah Bandar Lampung Semester Genap Tahun Pelajaran 2012/2013)

(1)

(2)

ABSTRAK

EFEKTIVITAS MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE MAKE A MATCH TERHADAP AKTIVITAS DAN HASIL BELAJAR SISWA

PADA MATERI POKOK KEANEKARAGAMAN HAYATI (Studi Eksperimen Pada Siswa Kelas X Semester Genap MA

Al-Hikmah Bandar Lampung Tahun Pelajaran 2012/2013)

Oleh IIS SUMAESIH

Hasil observasi dan wawancara dengan guru biologi yang mengajar di kelas X MA Al-Hikmah Bandar Lampung, diketahui bahwa hasil belajar siswa masih rendah. Hal ini dikarenakan guru masih sering menggunakan metode ceramah akibatnya kurang merangsang aktivitas dan hasil belajar siswa. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui peningkatan aktivitas belajar dan hasil belajar siswa melalui penerapan model pembelajaran kooperatif tipe Make A Match.

Desain penelitian pretes-postes kelompok tak ekuivalen. Sampel penelitian adalah siswa kelas Xb dan Xc yang dipilih dari populasi secara cluster random sampling. Data penelitian ini berupa data kuantitatif dan kualitatif. Data

kuantitatif diperoleh dari hasil belajar siswa yaitu rata-rata nilai pretes, postes, dan N-gain yang dianalisis menggunakan uji-t. Data kualitatif diperoleh dari aktivitas belajar siswa dan angket tanggapan siswa yang dianalisis secara deskriptif.


(3)

iii

Hasil penelitian menunjukkan hasil belajar kelas eksperimen lebih tinggi (eksperimen = 77.2; kontrol = 71.1). Rata-rata persentase aktivitas siswa semua aspek kelas eksperimen juga menunjukkan peningkatan yang lebih tinggi (eksperimen = 83.6; kontrol = 63.6). Selain itu, semua siswa memberikan tanggapan positif terhadap penggunaan model pembelajaran Make A Match. Dengan demikian, pembelajaran menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe Make A Match dapat meningkatkan aktivitas dan hasil belajar siswa. Kata kunci : Pembelajaran kooperatif make a match, aktivitas belajar, hasil


(4)

(5)

(6)

(7)

xiii

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR TABEL ... xv

DAFTAR GAMBAR ... xvi

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Rumusan Masalah ... 4

C. Tujuan Penelitian ... 5

D. Manfaat Penelitian ... 5

E. Ruang Lingkup Penelitian ... 6

F. Kerangka Fikir ... 7

G. Hipotesis Penelitian ... 8

II. TINJAUAN PUSTAKA A. Belajar dan Efektivitas Pembelajaran ... 10

B. Model Pembelajaran Kooperatif 1. Model Pembelajaran... 12

2. Pembelajaran Kooperatif ... 13

3. Pembelajaran Kooperatif Tipe Make A Match ... 15

C. Aktivitas dan Hasil Belajar 1. Aktivitas Belajar... 19

2. Hasil Belajar ... 22

3. Pengukuran Ranah Kognitif ... 22

III. METODE PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian ... 26

B. Populasi dan Sampel ... 26

C. Desain Penelitian ... 26

D. Prosedur penelitian ... 27

E. Jenis dan Teknik Pengumpulan Data ... 33

F. Teknik Analisis Data ... 34

IV.HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian ... 42


(8)

xiv

B. Saran ... 59

DAFTAR PUSTAKA ... 61

LAMPIRAN 1. Silabus ... 64

2. Rencana Pelaksanaan Pembelajaran ... 73

3. Lembar Kerja Siswa ... 88

4. Kartu Soal dan Jawaban ... 110

5. Soal Pretes dan Postes ... 118

6. Foto-Foto Penelitian ... 131


(9)

(10)

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Pendidikan merupakan usaha untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran untuk mencapai tujuan tertentu. Tujuan yang dimaksud antara lain seperti tujuan untuk mencerdaskan siswa, mengembangkan potensi siswa, dan menghasilkan perubahan yang baik untuk siswa. Tujuan pendidikan dalam pasal 26 ayat 1 disebutkan pendidikan bertujuan untuk meletakkan dasar: (1) kecerdasan, (2) pengetahuan, (3) kepribadian, (4) akhlak mulia, (5)

keterampilan untuk hidup mandiri, (6) mengikuti pendidikan lebih lanjut (Pidarta, 2007: 12).

Dewasa ini, pemerintah berusaha meningkatkan kualitas pendidikan di Indonesia secara terus menerus. Hal tersebut dilaksanakan melalui penyempurnaan kurikulum yang telah ada. Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) adalah hasil penyempurnaan Kurikulum Berbasis Kompetensi. Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) menuntut perubahan paradigma dalam pendidikan dan pembelajaran, khususnya pada jenis dan jenjang pendidikan formal (persekolahan), yakni guru diberi kebebasan untuk mengembangkan pembelajaran sesuai dengan kondisi sekolah dan siswa. Salah satunya dalam menentukan metode yang dapat


(11)

menciptakan situasi dan kondisi kelas yang kondusif agar proses belajar mengajar dapat berlangsung sesuai dengan tujuan yang diharapkan (Trianto, 2007: 3).

Hasil observasi awal di MA Al-Hikmah Bandar Lampung diketahui bahwa pencapaian hasil belajar Biologi untuk materi pokok Keanekaragaman Hayati selama ini masih rendah. Ini ditunjukkan dari nilai rata-rata kelas X untuk materi Keanekaragaman Hayati semester genap tahun pelajaran 2011/2012 adalah 6,0. Rata-rata tersebut belum memenuhi standar KKM (Kriteria Ketuntasan Minimum). Standar yang ditentukan sekolah untuk pelajaran biologi adalah ≥70. Rendahnya nilai rata-rata ketuntasan belajar siswa pada materi pokok Keanekaragaman Hayati tersebut diduga karena beberapa masalah dalam pembelajaran diantaranya adalah guru belum pernah menggunakan model-model pembelajaran yang membuat aktivitas belajar siswa menjadi lebih aktif. Oleh karena itu, dalam proses pembelajaran perlu digunakan model pembelajaran yang dapat membuat aktivitas belajar siswa lebih aktif dan dapat meningkatkan hasil belajar siswa. Model pembelajaran yang digunakan diharapkan dapat membuat guru tidak lagi menjadi sumber informasi yang menyebabkan aktivitas belajar siswa dalam proses

pembelajaran menjadi pasif dan tidak menguasai materi dengan baik. Hal ini diduga memberi dampak pada rendahnya aktivitas dan hasil belajar siswa, karena proses pembelajaran dengan metode diskusi menyebabkan segala informasi yang diberikan oleh guru saat diskusi hanya siswa pintar saja yang dapat menerima, sehingga siswa yang kurang pintar tidak memiliki


(12)

kemampuan untuk menggali dan mencari tahu sendiri suatu informasi, sehingga hasil belajar rendah.

Sehingga dibutuhkan solusi model pembelajaran yang diharapkan dapat meningkatkan aktivitas dan hasil belajar siswa. Model pembelajaran tersebut adalah model pembelajaran kooperatif Make A Match (membuat pasangan). Model pembelajaran Make A Match adalah model pembelajaran kooperatif yang membagi siswa dalam kelompok-kelompok kooperatif (cooperative group), selanjutnya setiap anggota kelompok mendapat soal/pertanyaan dan jawaban pada kertas yang berbeda. Teknik belajar mencari pasangan (Make A Match) dikembangkan oleh Lorna Curran pada tahun 1994. Model ini dapat membangkitkan semangat siswa dengan mengikutsertakan peserta didik untuk aktif dalam proses pembelajaran (Irmawati, 2011: 33).

Huda (2011: 135) menyatakan bahwa salah satu keunggulan model ini adalah siswa mencari pasangan sambil belajar mengenai suatu konsep atau topik dalam suasana yang menyenangkan.

Langkah-langkah penerapan model pembelajaran kooperatif tipe Make A Match secara sistematis yaitu guru membagikan kartu jawaban pada kelompok pemegang jawabandan kartu soal pada kelompok pemegang soal. Kelompok pemegang jawaban juga diberi soal yang sesuai dengan jawaban yang mereka pegang, sehingga mereka mencari solusi dari soal dan jawaban yang mereka dapatkan. Sedangkan kelompok pemegang soal mencari penyelesaian dari soal yang mereka dapatkan. Setelah siswa berdiskusi mencari solusi dari kartu yang mereka dapatkan, soal yang diberikan pada kelompok pemegang


(13)

jawaban diambil kembali, kemudian siswa harus mencocokkan kartu soal dan jawaban mereka. Setelah mereka menemukan pasangan kartu soal dan

jawaban, mereka harus mengemukakan alasan mereka mencocokkan kartu soal dan jawaban tersebut. (Sardiman: 1994).

Selain itu berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Ika Fitriani pendidikan matematika (2012: 42) penerapan model pembelajaran kooperatif tipe Make A Match dapat meningkatkan hasil belajar matematika siswa mencapai rata-rata sebesar 78,47. Dalam penelitiannya juga disebutkan bahwa model

pembelajaran Make A Match menghasilkan hasil belajar yang lebih baik dibandingkan dengan model pembelajaran konvensional.

Berdasarkan uraian di atas, penulis akan melakukan penelitian dengan judul “Efektivitas Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Make A Match Terhadap Aktivitas Dan Hasil Belajar Siswa Pada Materi Pokok Keanekaragaman Hayati. (Studi Eksperimen Pada Siswa Kelas X semester genap MA Al-Hikmah Bandar Lampung Tahun Ajaran 2012/2013)”.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah dikemukakan di atas, maka rumusan masalah pada penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Bagaimanakah efektivitas penggunaan model pembelajaran kooperatif tipe Make A Match terhadap aktivitas belajar siswa?


(14)

2. Bagaimanakah efektivitas penggunaan model pembelajaran kooperatif tipe Make A Match terhadap hasil belajar siswa pada materi pokok

Keanekaragaman Hayati? C. Tujuan Penelitian

Berdasarkan latar belakang dan rumusan masalah di atas, maka tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui:

1. Efektivitas penggunaan model pembelajaran kooperatif tipe Make A Match terhadap aktifitas belajar siswa.

2. Efektivitas penggunaan model pembelajaran kooperatif tipe Make A Match terhadap hasil belajar siswa pada materi pokok Keanekaragaman Hayati. D. Manfaat Penelitian

Manfaat penelitian ini adalah:

1. Bagi guru, sebagai masukan bagi para guru untuk mendesain pembelajaran biologi yang diharapkan dapat meningkatkan pemahaman konsep, sebagai salah satu alternatif pembelajaran yang dapat diterapkan.

2. Bagi siswa, dapat memberikan pengalaman belajar berbeda dan dapat mengurangi kejenuhan siswa dalam belajar di kelas.

3. Bagi sekolah, yaitu dapat memberikan sumbangan yang bermanfaat dalam upaya meningkatkan kualitas pembelajaran di kelas.

4. Bagi peneliti, yaitu memberikan pengalaman sebagai calon guru dalam menerapkan model pembelajaran dengan media pembelajaran yang sesuai dalam proses belajar mengajar.


(15)

E. Ruang Lingkup Penelitian

Untuk menjaga agar masalah ini lebih terarah dan lebih jelas sehingga tidak terjadi kesalahpahaman, maka perlu adanya batasan ruang lingkup penelitian yaitu :

1. Efektivitas pembelajaran merupakan ketepatgunaan model pembelajaran untuk mencapai tujuan pembelajaran. Efektivitas pembelajaran ini ditinjau dari aspek hasil tes siswa setelah diterapkan model pembelajaran.

2. Model pembelajaran Make A Match atau mencari pasangan merupakan model pembelajaran kooperatif. Dalam pembelajaran ini, siswa dibagi menjadi dua kelompok yaitu pemegang masalah dan pemegang jawaban. Pada pembelajaran Make A Match, siswa memikirkan jawaban atau soal dari kartu yang mereka dapatkan yang kemudian mereka harus

mencocokkannya dengan jawaban atau soal yang sesuai dengan kartu mereka.

3. Hasil belajar aspek kognitif berkenaan dengan hasil belajar intelektual yang terdiri atas enam aspek, yakni: pengetahuan atau ingatan,

pemahaman, aplikasi, analisis, evaluasi dan kreasi.

4. Materi Pokok yang diteliti adalah Keanekaragaman Hayati dengan Standar Kompetensi (SK) memahami manfaat keanekaragaman hayati dan

Kompetensi Dasar (KD) adalah Mengkomunikasikan keanekaragaman hayati Indonesia dan usaha pelestarian serta pemanfaatan sumber daya alam.

5. Siswa yang menjadi subyek penelitian ini adalah kelas Xb dan Xc semester genap MA Al-Hikmah.


(16)

F. Kerangka Pikir

Pelajaran Biologi termasuk salah satu mata pelajaran IPA yang kurang dipahami oleh siswa SMA karena materi Biologi banyak yang bersifat hapalan.

Di MA Al-Hikmah Bandar Lampung nilai Biologi pada materi pokok Keanekaragaman Hayati masih rendah. Rendahnya hasil belajar siswa disebabkan oleh pembelajaran yang masih menggunakan metode ceramah tanpa memperhatikan aktivitas belajar yang berpusat pada siswanya.

Pembelajaran dengan metode ceramah cenderung berjalan satu arah dari guru ke siswa, menyebabkan pembelajaran terkesan hanya mentransfer

pengetahuan dari guru ke siswa saja. Pembelajaran dengan metode ceramah yang menghasilkan nilai yang masih rendah perlu diperbaiki dengan cara menerapkan model, pendekatan, dan strategi pembelajaran yang

menyenangkan. Pada model pembelajaran kooperatif tipe Make A Match merupakan model pembelajaran pencocokkan jawaban dan soal, sehingga menarik dan hampir menyerupai permainan dengan menggunakan kecepatan dan ketepatan waktu.

Pembelajaran dengan model Make A Match dimulai dengan guru membagi siswa menjadi dua kelompok besar, yaitu kelompok pemegang kartu soal dan kartu jawaban, kemudian dari kedua kelompok besar tersebut dibagi menjadi kelompok-kelompok kecil yang heterogen dan terdiri dari 2 siswa, setiap kelompok kecil. Kegiatan selanjutnya ialah guru memberikan Lembar Kerja Siswa (LKS) pada siswa, dengan LKS siswa dapat menggali pengetahuan


(17)

secara mandiri dan untuk memperdalam pemahaman konsep biologi akan digunakan model pembelajaran Make A Match.

Variabel dalam penelitian ini adalah variabel bebas dan terikat. Dimana variabel bebas adalah pembelajaran dengan menggunakan model Make A Match dan variabel terikat adalah aktivitas dan hasil belajar siswa pada materi pokok Keanekaragaman Hayati.

Model hubungan variabel bebas dengan variabel terikat :

Keterangan : X = Variabel bebas dengan menggunakan model pembelajaran Make A Match ; Y1 = Variabel terikat yaitu aktivitas belajar

siswa ; Y2 = Variabel terikat yaitu hasil belajar siswa terhadap

materi keanekaragaman hayati

Gambar 1. Hubungan antara variabel bebas dengan variabel terikat G. Hipotesis Penelitian

Hipotesis dalam penelitian ini adalah :

1. Penggunaan model Make A Match efektif meningkatkan aktivitas belajar siswa pada materi pokok keanekaragaman hayati di MA Al-Hikmah Bandar Lampung.

2. H0 = Penggunaan model pembelajara Make A Match tidak efektif meningkatkan hasil belajar siswa pada materi pokok

Keanekaragaman Hayati kelas X di MA Al-Hikmah Bandar Lampung tahun pelajaran 2012/2013.

Y2

X


(18)

H1 = Penggunaan model pembelajaran Make A Match efektif meningkatkan hasil belajar siswa pada materi pokok

Keanekaragaman Hayati kelas X di MA Al-Hikmah Bandar Lampung tahun pelajaran 2012/2013.


(19)

II. TINJAUAN PUSTAKA

A. Belajar dan Efektivitas Pembelajaran

Belajar adalah suatu usaha atau kegiatan yang bertujuan mengadakan

perubahan di dalam diri seseorang, mencakup perubahan tingkah laku, sikap, kebiasaan, ilmu pengetahuan, keterampilan dan sebagainya. Menurut

Soemanto (dalam Dalyono, 1996: 47) belajar yang bermakna diperoleh siswa dengan melakukannya. Belajar diperlancar bilamana siswa dilibatkan dalam proses belajar dan ikut bertanggung jawab terhadap proses belajar itu. Kepercayaan terhadap diri sendiri, kemerdekaan, kreatifitas lebih mudah dicapai apabila siswa dibiasakan untuk mawas diri dan mengkritik dirinya sendiri dan penilaian dari orang lain merupakan cara kedua yang penting. Menurut Hasibuan (dalam Dalyono, 1996: 51) belajar adalah kegiatan manusia yang sangat penting dan harus dilakukan selama hidup, karena melalui belajar dapat melakukan perbaikan dalam berbagai hal yang menyangkut kepentingan hidup. Dengan kata lain, melalui belajar dapat memperbaiki nasib, mencapai cita-cita yang didambakan. Karena itu tidak boleh lalai, jangan malas dan membuang waktu secara percuma, tetapi memanfaatkan seefektif mungkin, agar tidak timbul penyesalan dikemudian hari (Dalyono, 1996: 47-51).


(20)

”Efektivitas merujuk pada kemampuan untuk memiliki tujuan yang tepat atau

mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Efektivitas juga berhubungan dengan masalah bagaimana pencapaian tujuan atau hasil yang diperoleh, kegunaan atau manfaat dari hasil yang diperoleh, serta tingkat daya fungsi unsur atau komponen. (Sambas: 2010).

Efektivitas dapat dicapai apabila semua unsur dan komponen yang terdapat pada sistem pembelajaran berfungsi sesuai dengan tujuan dan sasaran yang ditetapkan. Efektivitas pembelajaran dapat dicapai apabila rancangan pada persiapan, implementasi, dan evaluasi dapat dijalankan sesuai prosedur serta sesuai dengan fungsinya masing-masing (Sambas: 2010).

Sedangkan pembelajaran didefinisikan sebagai perubahan dalam diri seseorang yang disebabkan oleh pengalaman (Driscoll, 2000, dalam buku Slavin, 2008: 179). Pembelajaran berdasarkan makna leksikal berarti proses, cara, perbuatan mempelajari (Suprijono, 2011: 15). Pembelajaran juga

diartikan sebagai komunikasi dua arah, dimana kegiatan guru sebagai pendidik harus mengajar dan murid sebagai terdidik yang belajar, dapat ditemukan adanya perbedaan dan persamaan.

Pembelajaran adalah suatu kombinasi yang tersusun meliputi unsur-unsur manusiawi, material, fasilitas, perlengkapan, dan prosedur yang saling mempengaruhi mencapai tujuan pembelajaran ( Hamalik, 2009: 57).


(21)

Pembelajaran dapat dikatakan efektif apabila dalam proses pembelajaran setiap elemen berfungsi secara keseluruhan, peserta didik merasa senang dengan hasil pembelajaran, fasilitas memadai materi dan metode yang digunakan. Tujuan utama efektivitas pembelajaran adalah outputnya, yaitu kompetensi siswa.

Jadi yang dimaksud dengan Efektivitas pembelajaran ialah ketepatgunaan memilih suatu strategi dalam desain, penyajian informasi, aktivitas yang diarahkan untuk terjadi perubahan yang lebih baik. Intinya, efektivitas

pembelajaran ialah ketepatgunaan memilih strategi dalam pembelajaran untuk mencapai tujuan pembelajaran.

Efektivitas pembelajaran dapat diukur dengan mengadaptasi pengukuran efektivitas pelatihan yaitu melalui validasi dan evaluasi (Rae, 2001: 3). B. Model Pembelajaran Kooperatif

1. Model Pembelajaran

Model pembelajaran adalah bentuk pembelajaran yang tergambar dari awal sampai akhir yang disajikan secara khas oleh guru di kelas. Model

pembelajaran dimaksudkan sebagai pola interaksi siswa dengan guru di dalam kelas yang menyangkut strategi, pendekatan, metode, dan teknik pembelajaran yang diterapkan dalam pelaksanaan kegiatan belajar me-ngajar di kelas (Tim MKPBM, 2001: 6).


(22)

Menurut pemikiran Joyce, fungsi model adalah”each model guides us as we

design instruction to help students achieve various objectives”. Melalui model pembelajaran guru dapat membantu peserta didik mendapat informasi, ide, keterampilan, cara berpikir, dan mengekspresikan ide. Model pembelajaran berfungsi pula sebagai pedoman bagi para perancang pembelajaran dan para guru dalam merencanakan aktivitas belajar mengajar (Suprijono, 2011: 46).

2. Pembelajaran Kooperatif

Pembelajaran kooperatif merupakan salah satu model pembelajaran

kontekstual. Sistem pengajaran pembelajaran kooperatif dapat didefinisikan sebagai sistem kerja/belajar kelompok yang terstruktur. Terdapat empat unsur pokok yang termasuk dalam belajar terstruktur, yaitu saling

ketergantungan positif, tanggung jawab individual, interaksi personal dan keahlian bekerjasama (Amri dan Ahmadi, 2010: 90).

Menurut Suprijono (Irmawati, 2011: 40) pembelajaran kooperatif mencakup suatu kelompok kecil siswa yang bekerja sebagai sebuah tim untuk menyelesaikan sebuah masalah, menyelesaikan suatu tugas, atau mengerjakan sesuatu untuk mencapai tujuan bersama lainnya. Menurut Anita Lie (Suprijono, 2011: 56), model pembelajaran kooperatif di-dasarkan pada falsafah homo homini socius. Tanpa interaksi sosial tidak akan ada pengetahuan.


(23)

Pada pembelajaran kooperatif yang diajarkan adalah keterampilan-keterampilan khusus agar dapat bekerja sama dengan baik di dalam kelompoknya, seperti menjadi pendengar yang baik, siswa diberi lembar kegiatan yang berisi pertanyaan atau tugas yang direncanakan untuk diajarkan. Selama kerja kelompok, tugas anggota kelompok adalah mencapai ketuntasan. Kosasih (dalam Isjoni, 2010: 19) menyebutkan pembelajaran kooperatif sebagai pembelajaran kelompok kooperatif yang menuntut diterapkannya pendekatan belajar siswa yang sentris, humanistik, dan demokratis yang disesuaikan dengan kemampuan siswa dan

lingkungan belajarnya. Dengan demikian, maka pembelajaran kooperatif mampu membelajarkan diri dan kehidupan siswa baik di kelas maupun di sekolah. Lingkungan belajarnya juga membina dan meningkatkan serta mengembangkan potensi diri siswa sekaligus memberikan pelatihan hidup senyatanya. Jadi, pembelajaran kooperatif dapat dirumuskan sebagai kegiatan pembelajaran kelompok yang terarah, terpadu, efektif, efisien, kearah mencari atau mengkaji sesuatu melalui proses kerjasama dan saling membantu (sharing) sehingga tercapai proses dan hasil belajar yang produktif (survive) (Isjoni, 2010: 14-19).

Agar pembelajaran kooperatif dapat berjalan optimal, seorang guru harus memahami sintak pembelajaran kooperatif. Sintak pembelajaran kooperatif terdiri dari 6 fase pada tabel berikut:


(24)

Tabel 1. langkah-langkah model pembelajaran kooperatif Langkah Indikator Tingkah laku guru Langkah 1 Menyampaikan tujuan

dan memotivasi siswa

Guru menyampaikan tujuan pem-belajaran dan

mengomunikasikan kompetensi dasar yang akan di-capai serta memotivasi siswa.

Langkah 2 Menyajikan informasi Guru menyajikan informasi kepada siswa

Langkah 3 Mengorganisasikan siswa dalam

kelompok-kelompok belajar

Guru menginformasikan pengelompokan siswa Langkah 4 Membimbing belajar

kelompok

Guru memotivasi serta

memfasilitasi kerja siswa untuk materi pembelajaran dalam kelompok-kelompok belajar. Langkah 5 Evaluasi Guru mengevaluasi hasil belajar

tentang materi pembelajaran yang telah dilaksanakan. Langkah 6 Pemberian

Penghargaan

Guru memberi penghargaan hasil belajar individual dan kelompok.

Sumber: Dimodifikasi dari Arends, dalam Suyatna (2008: 96) Pembelajaran kooperatif mempunyai berbagai tipe, diantaranya ialah Student Teams Achievement Divisions (STAD), Numbered Heads Together (NHT), Team Game Tournament (TGT), JIGSAW, Think Pair Share (TPS), Make A match dan masih banyak yang lainnya. Salah satu model

pembelajaran yang dapat digunakan untuk meningkatkan aktivitas dan hasil belajar biologi siswa ialah tipe Make A Match.

3. Pembelajaran Kooperatif Tipe Make A Match

Model pembelajaran Make A Match adalah model pembelajaran kooperatif yang membagi siswa dalam kelompok-kelompok kooperatif (cooperative group), selanjutnya setiap anggota kelompok membuat soal/pertanyaan dan


(25)

jawaban pada kertas yang berbeda. Teknik belajar mencari pasangan (Make A Match) dikembangkan oleh Lorna Curran pada tahun 1994. Model ini dapat membangkitkan semangat siswa dengan mengikutsertakan peserta didik untuk aktif dalam proses pembelajaran (Irmawati, 2011: 33). Huda (2011: 135) menyatakan bahwa salah satu keunggulan teknik ini adalah siswa mencari pasangan sambil belajar mengenai suatu konsep atau topik dalam suasana yang menyenangkan.

Agus Suprijono (2011: 95) menyatakan bahwa “hal-hal yang harus dipersiapkan jika pembelajaran dikembangkan dengan Make A Match adalah kartu-kartu”. Kartu-kartu tersebut terdiri dari kartu-kartu pertanyaan dan kartu-kartu lainnya berisi jawaban dari pertanyaan tersebut.

Penerapan metode ini dimulai dari teknik yaitu siswa disuruh mencari pasangan yang memiliki kartu yang merupakan jawaban/soal dari kartu yang dimilikinya sebelum batas waktu yang disepakati selesai, siswa yang dapat mencocokkan kartunya diberi poin.

Model Make A Match ini bertujuan untuk memperluas wawasan serta kecermatan siswa dalam menyelami suatu konsep. Sebelum permainan dimulai, guru menyampaikan tujuan pembelajaran, motivasi belajar, pokok bahasan mengorganisasikan siswa, menyampaikan langkah-langkah

permainan, membimbing siswa dan mengevaluasi hasil serta memberikan penghargaan bagi siwa yang dapat mencocokkan kartunya sebelum batas waktu yang ditentukan diberi poin.


(26)

Menurut Suprijono penggunaan model pembelajaran ini mengikuti langkah-langkah seperti berikut (Irnawati,2011: 34):

a. Guru menyiapkan beberapa kartu yang berisi beberapa konsep atau topik yang mungkin cocok untuk sesi review (persiapan menjelang tes). Kartu yang disiapkan sebagian berisi pertanyaan tentang materi yang ajarkan dan sebagian lagi berisi jawaban dari pertanyaan tersebut.

b. Setiap siswa mendapat satu buah kartu, guru mengocok semua kartu hingga tercampur antara soal dan jawaban.

c. Setiap siswa mencari pasangan yang mempunyai kartu yang cocok dengan kartunya. Setiap kelompok menganalisis atau memikirkan pasangan dari kartu yang didapatkan. Setelah selesai, setiap kelompok mencari pasangan kartunya dalam waktu yang telah disepakati. Bagi kelompok yang dapat mencocokkan kartunya dengan memberikan alasan cocoknya soal dan jawaban yang mereka pegang sebelum batas waktu berakhir akan mendapatkan poin.

d. Siswa bergabung dengan dua atau tiga siswa lain yang memegang kartu yang cocok. Setelah menemukan pasangannya setiap kelompok

bergabung dalam kelompok pasangannya setelah batas waku selesai, guru mengecek setiap pasangan dalam mencocokkan kartu.


(27)

Menurut Suprijono (Irnawati, 2011: 35) model pembelajaran Make A Match mempunyai kelebihan dan kelemahan.

Kelebihan model Make A Match yaitu :

1. Dapat melatih ketelitian, kecermatan, serta kecepatan.

Diketahui bahwa model ini adalah siswa mencari pasangan dari kartu yang diperolehnya dalam waktu yang ditetapkan sehingga siswa harus cermat, tepat dan tepat dalam mencari pasangannya.

2. Lebih banyak ide muncul

Karena dalam skripsi ini model Make A Match disertai dengan metode kerja kelompok maka dalam melaksanakan tugasnya siswa bersama siswa lain bekerja sama dan mengeluarkan ide-ide yang dimilikinya masing-masing.

3. Lebih banyak tugas yang bisa dilakukan

Siswa bekerja sama dengan siswa lain sehingga tugas yang diperoleh dari guru dapat dibagi-bagi sehingga tugas yang banyakpun dapat di selesaikan.

4. Guru mudah memonitor

Ketika siswa melakukan tugasnya memikirkan dan mencari pasangan soal atau jawaban yang diperolehnya, guru dapat memonitor dengan mendatangi kelompok siswa yang membutuhkan bimbingan dari guru satu per satu.


(28)

Menurut Suprijono (Irnawati, 2011: 35) kelemahan model pembelajaran mencari pasangan (Make A Match) adalah waktu yang cepat dapat meng-akibatkan kurangnya konsentrasi sehingga waktu yang tersedia perlu dibatasi jangan sampai siswa terlalu banyak bermain-main dalam proses pembelajaran, selain itu juga dapat menimbulkan kegaduhan di kelas. Dengan menggunakan model Make A Match guru dapat melatih ketelitian, kecermatan, dan kecepatan siswa. Selain itu, siswa dapat mengerjakan lebih banyak soal. Guru mudah mengontrol kelas karena siswa dibagi dalam kelompok-kelompok. Namun guru juga harus pandai mengatur waktu agar siswa tidak banyak bermain.

C. Aktivitas dan Hasil Belajar

1. Aktivitas Belajar

Aktivitas merupakan kegiatan yang dilakukan oleh seseorang untuk mencapai tujuan tertentu. Aktivitas sangat diperlukan dalam proses belajar agar kegiatan belajar mengajar menjadi efektif. Pengajaran yang efektif adalah pengajaran yang menyediakan kesempatan belajar sendiri atau melakukan aktivitas sendiri (Hamalik, 2004: 171). Melalui aktivitas, siswa dapat mengembangkan kemampuan yang dimilikinya.

Sekolah adalah salah satu pusat kegiatan belajar. Dengan demikian, di sekolah merupakan arena untuk mengembangkan aktivitas. Aktivitas siswa tidak cukup hanya dengan mendengarkan atau mencatat seperti yang lazim dilaksanakan selama ini. Akan tetapi perlu adanya aktivitas-aktivitas positif


(29)

lain yang dilakukan oleh siswa. Paul B. Diedrich (dalam Sardiman, 2007: 100-101) membuat suatu data yang berisi 177 macam kegiatan siswa yang antara lain dapat digolongkan sebagai berikut:

1. ”Visual activities, yang termasuk di dalamnya misalnya membaca, memperhatikan gambar demonstrasi, percobaan, pekerjaan orang lain. 2. Oral activities, seperti: menyatakan, merumuskan, bertanya, memberi

saran, mengeluarkan pendapat, mengadakan wawancara, diskusi, interupsi.

3. Listening activities, sebagai contoh mendengarkan uraian, percakapan, diskusi, musik, pidato.

4. Writing activities, seperti misalnya menulis cerita, karangan, laporan, angket, dan menyalin.

5. Drawing activities, misalnya: menggambar, membuat grafik, peta, dan diagram.

6. Motor activities, yang termasuk didalamnya antara lain: melakukan percobaan, membuat konstruksi, model mereparasi, bermain, berkebun, dan beternak.

7. Mental activities, sebagai contoh misalnya: menanggap, mengingat, memecahkan soal, menganalisis, melihat hubungan, dan mengambil keputusan.

8. Emotional activities, seperti misalnya, menaruh minat, merasa bosan, gembira, bersemangat, bergairah, berani, tenang, dan gugup.


(30)

Dalam proses pembelajaran, guru perlu menimbulkan aktivitas siswa dalam berpikir maupun berbuat. Penerimaan pelajaran jika dengan aktivitas siswa sendiri, kesan itu tidak akan berlalu begitu saja, tetapi dipikirkan, diolah kemudian dikeluarkan lagi dalam bentuk berbeda. Atau siswa akan bertanya, mengajukan pendapat, menimbulkan diskusi dengan guru. Dalam berbuat siswa dapat menjalankan perintah, melaksanakan tugas, membuat grafik, diagram, intisari dari pelajaran yang disajikan oleh guru. Bila siswa menjadi partisipasi yang aktif, maka ia memiliki ilmu/pengetahuan itu dengan baik (Slameto, 2003: 36).

Dalam suatu proses pembelajaran, penting bagi siswa untuk melakukan berbagai aktivitas yang relevan. Menurut Djamarah dan Zain (2006: 40) menyatakan bahwa anak didik merupakan syarat mutlak bagi berlangsungnya kegiatan belajar mengajar. Aktivitas anak didik dalam hal ini, baik secara fisik maupun secara mental, aktif. Inilah yang sesuai dengan konsep CBSA. Jadi, tidak ada gunanya melakukan kegiatan belajar mengajar, kalau anak didik hanya pasif. Karena anak didiklah yang belajar, maka merekalah yang harus melakukannya.

Belajar bukanlah hanya sekedar menghafal sejumlah fakta atau informasi. Belajar adalah berbuat, memperoleh pengalaman tertentu sesuai dengan tujuan yang diharapkan. Oleh karena itu, pengalaman belajar siswa harus dapat mendorong agar siswa beraktivitas melakukan sesuatu. Aktivitas tidak dimaksudkan terbatas pada aktivitas fisik, akan tetapi juga meliputi aktivitas yang bersifat psikis seperti aktivitas mental (Sanjaya, 2009: 170). Aktivitas


(31)

fisik ialah peserta didik giat-aktif dengan anggota badan, membuat sesuatu, bermain atau bekerja, ia tidak hanya duduk dan mendengarkan, melihat atau hanya pasif. Peserta didik yang memiliki aktivitas psikis (kejiwaan) adalah, jika daya jiwanya bekerja sebanyak-banyaknya atau banyak berfungsi dalam rangka pengajaran (Rohani, 2004: 6).

2. Hasil Belajar

Hasil belajar merupakan hasil dari suatu interaksi tindak belajar dan tindak mengajar. Dari sisi guru, hasil belajar merupakan hasil tindak mengajar yang dilihat dengan proses evaluasi hasil belajar, sedangkan dari sisi siswa, hasil belajar merupakan puncak proses belajar (Dimyati, 2002: 3).

Hasil belajar akan baik jika siswa memperoleh banyak pengetahuan dari materi pelajaran. Hasil belajar siswa juga sangat ditentukan oleh aktivitas yang dilakukan oleh siswa itu sendiri. Hal tersebut sesuai dengan pandangan menurut Sardiman (1994), yaitu Hasil belajar merupakan keluaran dari suatu sistem pemprosesan berbagai masukan yang berupa informasi, dimana masukan dari sistem tersebut berupa bermacam-macam informasi sedangkan keluarannya adalah perbuatan atau kinerja. Perbuatan merupakan petunjuk bahwa proses belajar telah terjadi.

3. Pengukuran Ranah Kognitif

Hasil belajar dari aspek kognitif mempunyai hirarki atau tingkatan dalam pencapaiannya. Adapun tingkat-tingkat yang dimaksud adalah: (1) informasi non verbal, (2) informasi fakta dan pengetahuan verbal, (3) konsep dan


(32)

prinsip, dan (4) pemecahan masalah dan kreatifitas. Informasi non verbal dikenal atau dipelajari dengan cara penginderaan terhadap objek-objek dan peristiwa-peristiwa secara langsung. Informasi fakta dan pengetahuan verbal dikenal atau dipelajari dengan cara mendengarkan orang lain dan dengan jalan membaca. Semuanya itu penting untuk memperoleh konsep-konsep.

Selanjutnya, konsep-konsep itu penting untuk membentuk prinsip-prinsip. Kemudian prinsip-prinsip itu penting di dalam pemecahan masalah atau di dalam kreativitas (Slameto, 1991: 131).

Hasil belajar aspek kognitif berkenaan dengan hasil belajar intelektual yang terdiri atas enam aspek, yakni: pengetahuan atau ingatan, pemahaman, aplikasi, analisis, evaluasi dan kreasi. Kedua aspek pertama disebut kognitif tingkat rendah dan keempat aspek berikutnya termasuk kognitif tingkat tinggi. Berdasarkan rumusan Bloom (dalam Dimyati dan Mudjiono, 2002: 23-28) aspek kognitif terdiri dari 6 jenis perilaku sebagai berikut :

1. Remember, mencakup ingatan tentang hal yang telah dipelajari dan tersimpan dalam ingatan.

2. Understand, mencakup kemampuan menangkap arti dan makna hal yang dipelajari.

3. Apply, mencakup kemampuan menerapkan metode dan kaidah untuk menghadapi masalah yang nyata dan baru.

4. Analyze, mencakup kemampuan merinci suatu kesatuan ke dalam bagian-bagian sehingga struktur keseluruhan dapat dipahami dengan baik.


(33)

5. Evaluate, mencakup kemampuan membentuk pendapat tentang beberapa hal berdasarkan kriteria tertentu.

6. Create, mencakup kemampuan menbentuk suatu pola baru.

Tes pada umumnya digunakan untuk menilai dan mengukur hasil belajar siswa terutama hasil belajar kognitif dengan penguasaan bahan pengajaran sesuai dengan tujuan pendidikan dan pengajaran.

Dalam hubungan dengan satuan pelajaran, ranah kognitif memegang peranan paling utama. Aspek kognitif dibedakan atas enam jenjang menurut taksonomi Bloom dalam Daryanto, 2007: 101-116 yang meliputi:

1. Pengetahuan (C1)

Pengetahuan adalah aspek yang paling dasar dalam taksonomi Bloom Seringkali disebut juga aspek ingatan (recall). Dalam jenjang kemampuan ini seseorang dituntut untuk dapat mengenali atau mengetahui adanya konsep, fakta atau istilah-istilah, dan lain sebagainya tanpa harus mengerti atau dapat menggunakannya.

2. Pemahaman (C2)

Kemampuan ini umumnya mendapat penekanan dalam proses belajar-mengajar. Siswa dituntut memahami atau mengerti apa yang diajarkan, mengetahui apa yang sedang dikomunikasikan dan dapat memanfaatkan isinya tanpa harus menghubungkannya dengan hal-hal lain.

3. Penerapan (C3)

Dalam jenjang kemampuan ini dituntut kesanggupan ide-ide umum, tata cara, ataupun metode-metode, prinsip-prinsip, serta teori-teori dalam situasi


(34)

baru dan konkret. Situasi dimana ide, metode dan lain-lain yang dipakai itu harus baru, karena apabila tidak demikian, maka kemampuan yang diukur bukan lagi penerapan tetapi ingatan semata-mata.

4. Analisis (C4)

Dalam jenjang kemampuan ini seseorang dituntut untuk dapat menguraikan suatu situasi atau keadaan tertentu kedalam unsur-unsur atau komponen-komponen pembentuknya. Dengan jalan ini situasi atau keadaan tersebut menjadi lebih jelas.

5. Sintesis (C5)

Pada jenjang ini seseorang dituntut untuk dapat menghasilkan sesuatu yang baru dengan jalan menggabungkan berbagai faktor yang ada. Hasil yang diperoleh dari penggabungan ini dapat berupa tulisan dan rencana atau mekanisme.

6. Penilaian (C6)

Dalam jenjang kemampuan ini seseorang dituntut untuk dapat

mengevaluasi situasi, keadaan, pernyataan, atau konsep berdasarkan suatu kriteria tertentu. Yang penting dalam evaluasi adalah menciptakan kriteria tertentu, menciptakan kondisinya sedemikian rupa sehingga siswa mampu mengembangkan kriteria, standar, atau urutan untuk mengevaluasi sesuatu.


(35)

III. METODE PENELITIAN

A. Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian ini telah dilaksanakan di MA Al-Hikmah Bandar Lampung pada 5-12 April 2013.

B. Populasi dan Sampel

Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh siswa kelas X MA Al-Hikmah Bandar Lampung Tahun Pelajaran 2012/2013, yang terdiri dari 3 kelas. Sampel dalam penelitian ini adalah siswa kelas Xb sebagai kelas kontrol dan siswa kelas Xc sebagai kelas eksperimen. Pengambilan sampel dipilih dengan teknik Cluster random sampling atau pemilihan sampel bukan didasarkan pada individual, melainkan lebih didasarkan pada kelompok, daerah, atau kelompok subjek yang secara alami berkumpul bersama (Noor, 2011: 153). C. Desain Penelitian

Desain yang digunakan dalam penelitian ini adalah desain pretest-posttest non-equivalen. Kelas kontrol maupun kelas eksperimen menggunakan kelas dalam satu level dengan kondisi yang homogen. Kelas eksperimen diberi perlakuan dengan model pembelajaran Make A Match, sedangkan kelas kontrol dengan menggunakan metode diskusi. Hasil pretest dan posttest pada


(36)

kedua kelas subyek dibandingkan. Sehingga struktur desain penelitiannya adalah sebagai berikut:

Kelompok pretest perlakuan posttest

I O1 X O2

II O1 C O2

Keterangan : I = Kelas eksperimen (kelas Xc); II = Kelas kontrol (kelas Xb); O1 = Pretest, O2 = Posttest; X = Perlakuan eksperimen

(Pembelajaran menggunakan model Make A Match); C = Perlakuan kontrol (Pembelajaran menggunakan metode diskusi) (modifikasi Hadjar, 1999: 336).

Gambar 2. Desain pretest-posttestnon-equivalen

D. Prosedur Penelitian

Penelitian ini terdiri dari dua tahap, yaitu prapenelitian dan pelaksanaan penelitian. Adapun langkah-langkah dari tahap tersebut sebagai berikut: 1. Prapenelitian

Kegiatan yang dilakukan pada prapenelitian adalah:

a. Membuat dan menyampaikan surat izin penelitian ke sekolah.

b. Mengadakan observasi ke sekolah tempat diadakannya penelitian, untuk mendapatkan informasi tentang keadaan sekolah dan kelas yang akan diteliti.

c. Menetapkan sampel penelitian untuk kelas eksperimen dan kelas kontrol. d. Mengambil data berupa nilai akademik siswa semester ganjil yang akan


(37)

e. Membuat perangkat pembelajaran yang terdiri dari silabus, Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP), Lembar Kerja Siswa (LKS), dan soal pretes/postes berupa soal uraian.

f. Membuat lembar observasi aktivitas siswa.

g. Membuat angket tanggapan siswa terhadap pembelajaran dengan menggunakan model pembelajarankooperatif tipe Make A Match. 2. Pelaksanaan Penelitian

Kegiatan penelitian dilaksanakan dengan menerapkan model pembelajaran Make A Match untuk kelas eksperimen dan metode diskusi untuk kelas kontrol. Penelitian ini dilaksanakan sebanyak dua kali pertemuan dengan langkah-langkah pembelajaran sebagai berikut:

2.1Kelas eksperimen ( pembelajaran model Make A Match )

a. Kegiatan Pendahuluan

1. Siswa mengerjakan soal pretes pada pertemuan I 2. Siswa diberi apersepsi:

(Pertemuan I) : ”Apa yang kalian ketahui tentang keragaman dan

keanekaragaman? Apa yang dimaksud dengan

keanekaragaman hayati?”.

(Pertemuan II): “Aktivitas apa saja yang dapat merusak


(38)

3. Siswa diberi motivasi:

(Pertemuan I) : ”Indonesia memiliki keanekaragaman hayati yang

tinggi, bahkan tercatat pada urutan ketiga di dunia. Keanekaragaman hayati ini sangat bermanfaat bagi kita sehingga kita harus menjaganya sebaik mungkin.

(Pertemuan II): ”Apa yang kalian ketahui tentang terumbu

karang? Bagaimana jika terumbu karang rusak?”.

b. Kegiatan Inti

1. Siswa mendengarkan penjelasan materi sebagai pengantar. 2. Siswa dibagi menjadi dua kelompok besar, yaitu kelompok

pemegang kartu soal dan pemegang kartu jawaban, kemudian dua kelompok tersebut dibagi lagi masing-masing menjadi delapan kelompok, yang beranggotakan dua orang.

3. Masing-masing kelompok mendapatkan Lembar Kerja Siswa (LKS).

4. Siswa dalam kelompok diminta mengerjakan kegiatan pada LKS I. Guru mengarahkan siswa, memperhatikan, memotivasi, dan memberikan bantuan apabila dibutuhkan.

5. Guru meminta perwakilan siswa untuk mempresentasikan hasil diskusi.

6. Kelompok melengkapi, merevisi, dan mengonstruksi hasil diskusi pada LKS.


(39)

7. Masing-masing kelompok dibagikan soal untuk kelompok pemegang kartu soal dan dibagikan jawaban untuk kelompok pemegang kartu jawaban.

8. Siswa mendiskusikan mengenai soal atau jawaban yang mereka dapatkan. Untuk kelompok pemegang kartu soal, mereka mendiskusikan jawabannya. Sedangkan untuk kelompok

pemegang kartu jawaban, diberikan soal dan jawaban, kemudian mereka mendiskusikannya. Soal yang diberikan pada kelompok pemegang jawaban sama dengan soal kelompok pemegang kartu soal, tetapi tanpa memberi tahu bahwa soal tersebut sama. Guru memperhatikan, memotivasi, dan memberikan bantuan apabila dibutuhkan.

9. Setelah waktu berdiskusi habis, masing-masing kelompok mencocokkan soal atau jawaban dengan kelompok lain.

10.Siswa bersama kelompoknya mendiskusikan dan mencari solusi dari soal dan jawaban yang telah mereka cocokkan, kemudian menuliskannya di lembar yang telah disediakan. Guru

memperhatikan dengan seksama, memotivasi jika ada siswa yang tidak terlibat diskusi.

11.Siswa mengumpulkan hasil diskusi pada Lembar Pencocokan Kartu.

12.Guru memberikan umpan balik positif dan penguatan dalam bentuk lisan, tulisan, maupun isyarat terhadap keberhasilan kelompok.


(40)

c. Kegiatan Penutup

1. Siswa dan guru bersama-sama menyimpulkan pelajaran. 2. Siswa mengerjakan tes akhir (posttest) (Pertemuan 2).

3. Siswa menerima tugas membaca dan mempersiapkan materi yang akan dibahas pada pertemuan selanjutnya.

2.2 Kelas Kontrol (pembelajaran menggunakan metode diskusi) a. Pendahuluan

1. Siswa mengerjakan soal pretes pada pertemuan I berupa soal uraian mengenai Keanekaragaman Hayati Indonesia dan Usaha

Pelestarian Serta Pemanfaatan Sumber Daya Alam.

2. Siswa mendengarkan penjelasan tentang tujuan pembelajaran. 3. Siswa diberi apersepsi:

Pertemuan I: ”Apa yang kalian ketahui tentang keragaman dan

keanekaragaman? Apa yang dimaksud dengan

keanekaragaman hayati?”.

Pertemuan II: “Aktivitas apa saja yang dapat merusak

keanekaragaman hayati?”

4. Siswa diberi motivasi:

Pertemuan I: Indonesia memiliki keanekaragaman hayati yang tinggi, bahkan tercatat pada urutan ketiga di dunia. Keanekaragaman hayati ini sangat bermanfaat bagi kita sehingga kita harus menjaganya sebaik mungkin.


(41)

Pertemuan II: “Apa yang kalian ketahui tentang terumbu karang?

Bagaimana jika terumbu karang rusak?”.

b. Kegiatan inti

1. Siswa mendengarkan penjelasan materi sebagai pengantar. 2. Siswa dikelompokkan ke dalam beberapa kelompok,

masing-masing kelompok terdiri dari empat orang yang heterogen. 3. Setiap kelompok menerima Lembar KerjaSiswa (LKS)

Keanekaragaman Hayati Indonesia, dan Usaha Pelestarian Serta Pemanfaatan Sumber Daya Alam.

4. Siswa membahas tentang cara mengerjakan LKS. 5. Siswa dibimbing dalam mengerjakan LKS.

6. Beberapa kelompok mempresentasikan hasil diskusinya, sedangkan kelompok lain bertanya atau menanggapi.

7. Siswa bertanya dan mendengarkan penjelasan tentang materi yang belum dipahami.

c. Penutup

1. Siswa mendengarkan ulasan materi yang dipelajari. 2. Siswa menyimpulkan materi yang telah dipelajari.

3. Siswa mengerjakan soal postes pada akhir pembelajaran pertemuan II berupa soal uraian yang sama dengan soal pretes.


(42)

E. Jenis dan Teknik Pengambilan Data

1. Jenis Data

a. Data Kualitatif

Data kualitatif berupa data aktivitas siswa yang relevan pada model pembelajaran Make A Match dan angket tanggapan siswa terhadap model pembelajaran Make A Match.

b.Data Kuantitatif

Data kuantitatif yaitu berupa hasil belajar siswa pada materi

keanekaragaman hayati yang diperoleh dari nilai pretest dan postest. Kemudian dihitung selisih antara nilai pretest dengan postest. Nilai selisih tersebut disebut sebagai skor N-gain lalu dianalisis secara statistik. 2. Teknik Pengumpulan Data

a. Lembar Observasi Aktivitas Siswa

Aktivitas siswa diperoleh dengan lembar observasi aktivitas siswa yang berisi semua aspek kegiatan yang diamati pada saat proses pembelajaran. Setiap siswa diamati point kegiatan yang dilakukan dengan cara memberi

tanda (√ ) pada lembar observasi sesuai dengan aspek yang telah

ditentukan. Aspek yang diamati yaitu: merumuskan ide/gagasan berdasarkan masalah yang ada pada gambar, kemampuan bertanya, bertukar informasi dan mempresentasikan hasil diskusi kelompok.


(43)

b. Pretes dan Postes

Data hasil belajar berupa nilai pretes dan postes. Nilai pretes diambil pada awal pertemuan setiap kelas, baik eksperimen maupun kontrol, sedangkan nilai postes diambil di akhir pembelajaran pada pertemuan setiap kelas, baik eksperimen maupun kontrol. Bentuk soal yang diberikan adalah berupa soal uraian. Teknik penskoran nilai pretes dan postes yaitu: S = R x 100

N

Keterangan : S = Nilai yang diharapkan (dicari); R = jumlah skor dari item atau soal yang dijawab benar; N = jumlah skor maksimum dari tes tersebut (Purwanto dalam Aini, 2011: 40).

c. Angket Tanggapan Siswa

Angket ini berisi pendapat siswa tentang model pembelajaran Make A Match yang telah dilaksanakan. Angket ini berupa 10 pernyataan, terdiri dari 5 pernyataan positif dan 5 pernyataan negatif. Setiap siswa memilih jawaban yang menurut mereka sesuai dengan pendapat mereka pada lembar angket yang telah diberikan. Angket tanggapan siswa ini memiliki 2 pilihan jawaban yaitu setuju dan tidak setuju.

F. Teknik Analisis Data

a)Analisis Data Kualitatif

1. Pengolahan Data Aktivitas Siswa

Data aktivitas siswa selama proses pembelajaran berlangsung merupakan data yang diambil melalui observasi. Data tersebut dianalisis dengan menggunakan indeks aktivitas siswa.


(44)

Langkah–langkah yang dilakukan yaitu: 1)Mengisi Lembar Observasi Aktivitas Siswa

Tabel 2. Lembar Observasi Aktivitas Belajar Siswa

No Nama Skor Aspek Aktivitas Belajar Siswa ∑xi

A B C

1 2 3 1 2 3 1 2 3 1

2 3 Dst

Jumlah

Berilah tanda checklist(√) pada setiap item yang sesuai (dimodifikasi dari Arikunto, 2009: 183)

Keterangan kriteria penilaian aktivitas siswa: A. Kemampuan Bertanya

0. Tidak mengajukan pertanyaan

1. Mengajukan pertanyaan tetapi tidak relevan dengan materi 2. Mengajukan pertanyaan yang relevan dengan materi B. Menjawab Pertanyaan

0. Tidak berkomunikasi secara lisan/tulisan dalam bertukar pendapat dengan anggota kelompok (diam saja)

1. Berkomunikasi secara lisan/tulisan dengan anggota kelompok tetapi tidak relevan dengan materi

2. Berkomunikasi secara lisan/tulisan dalam bertukar pendapat dengan anggota kelompok yang relavan dengan materi

C. Mengemukakan pendapat

0. Tidak mengemukakan pendapat/ide (diam saja).

1. Mengemukakan pendapat/ide namun tidak sesuai dengan pembahasan pada materi keanekaragaman hayatti.

2. Mengemukakan pendapat/ide sesuai dengan pembahasan pada materi keanekaragaman hayati

Catatan : Cara mengamati siswa pada lembar observasi aktivitas siswa dengan cara dapat dilihat secara langsung dan bantuan observer.


(45)

2)Menghitung rata-rata skor aktivitas dengan menggunakan rumus:

%

100

x

n

x

X

i

Ket: X = Rata-rata skor aktivitas siswa

Xi = Jumlah skor aktivitas yang diperoleh n = Jumlah skor aktivitas maksimum (10)

(Sudjana, 2005: 69)

3)Menafsirkan atau menetukan kategori Persentase Aktivitas Siswa sesuai kriteria pada tabel 3

Tabel 3. Kriteria Persentase Aktivitas Belajar Siswa

Persentase (%) Kriteria

87,50 – 100 75,00 – 87,49 50,00 – 74,99 0 – 49,99

Sangat baik Baik

Cukup Kurang

Sumber: Dimodifikasi dari Hidayati dalam Trisila (2012: 32) 2. Pengolahan Data Angket Tanggapan Siswa Terhadap Penerapan

Model Pembelajaran Make A Match

Data tanggapan siswa terhadap pembelajaran dikumpulkan melalui penyebaran angket. Angket tanggapan berisi 10 pernyataan yang terdiri atas 5 pernyataan positif dan 5 pernyataan negatif.


(46)

a) Membuat Pernyataan Angket Tanggapan Siswa

Table 5. Pernyataan Angket Tanggapan Siswa Terhadap Penerapan Model Pembelajaran Make A Match

No Pertanyaan S TS

1 Saya senang mempelajari materi pokok keanekaragaman hayati melalui media dan model pembelajaran yang diberikan oleh guru

2 Saya lebih mudah memahami materi yang dipelajari melalui media dan model yang dilakukan oleh guru 3 Media dan model pembelajaran yang digunakan menjadikan saya lebih aktif dalam diskusi kelas dan kelompok 4 Saya merasa sulit mengerjakan soal-soal di LKS dengan media dan model pembelajaran yang digunakan oleh

guru

5 Saya termotivasi untuk mencari data/ informasi dari berbagai sumber (buku, internet, dan sebagainya) untuk menyelesaikan permasalahan dalam LKS

6 Pembelajaran yang saya ikuti tidak berpengaruh terhadap hasil belajar saya

7 Pembelajaran yang saya ikuti tidak menjadikan saya lebih aktif dalam diskusi kelompok dan kelas 8 Saya merasa bosan dalam proses belajar dengan pembelajaran yang diberikan oleh guru

9 Pembelajaran yang diberikan guru menjadikan saya berani untuk mempresentasikan laporan akhir kelompok 10 Pembelajaran yang diberikan guru kepada saya tidak berpengaruh terhadap aktivitas belajar saya.


(47)

b) Membuat Skor Angket

Tiap pernyataan memiliki skor sebagai berikut:

Tabel 5. Skor Tiap Pernyataan Tanggapan Siswa Terhadap Model Pembelajaran Make A Match

No. Item Soal Sifat Pertanyaan Skor

1 0

1. Positif S TS

2. Positif S TS

3. Positif S TS

4. Negatif TS S

5. Positif S TS

6. Negatif TS S

7. Negatif TS S

8. Negatif TS S

9. Positif S TS

10. Negatif TS S

Keterangan :S=Setuju; TS= Tidak Setuju (dimodifikasi dari Sukarsih, 2012: 30)

c) Menghitung persentase skor angket dengan menggunakan rumus sebagai berikut: % 100  

maks in S S X

Keterangan: Xin = Persentase jawaban siswa;

S = Jumlah skor jawaban; Smaks= Skor maksimum yang diharapkan (10) (Sudjana, 2002: 69).

d) Melakukan tabulasi data temuan pada angket berdasarkan klasifikasi yang dibuat, bertujuan untuk memberikan gambaran frekuensi dan kecenderungan dari setiap jawaban berdasarkan pernyataan angket.


(48)

Tabel 5. Tabulasi Angket Tanggapan Siswa Terhadap Penerapan Model Pembelajaran Make A Match

No. Pertanyaan Angket

Pilihan jawaban

Nomor Responden

(Siswa) Persentase 1 2 3 4 5 dst.

1 S

TS

2 S

TS

3 S

TS

4 S

TS

5 S

TS

dst. S

TS

Sumber: Dimodifikasi dari Sukarsih (2012: 31) b). Analisis Data Kuantitatif

Data penelitian yang berupa nilai pretes, postes, kemudian di hitung selisih antara nilaipretes dan nilai postes. Nilai tersebut disebut N-gain lalu dianalisis secara statistika. Untuk mendapatkan N-gain dapat dihitung dengan menggunakan Hake (1999: 1) yaitu :

Keterangan:

N-gain = average normalized gain = rata-rata N-gain

Spost = postscore class averages = rata-rataskor postes

Spre = prescore class averages = rata-rataskor pretes

Smax = maximum score = skor maksimum

Sedangkan untuk mengukur persen (%) peningkatan (%g) hasil belajar siswa digunakan rumus sebagai berikut:


(49)

Nilai pretes, postest, dan N-gain pada kelas eksperimen dan kontrol selanjutnya dianalisis menggunakan uji t dengan program SPSS versi 17, yang sebelumnya dilakukan uji prasyarat berupa uji normalitas dan kesamaan dua varians (homogenitas) data:

1. Uji Normalitas Data (Uji Lilliefors) Uji normalitas data dilakukan menggunakan uji Lilliefors dengan

program SPSS versi 17. a. Hipotesis

Ho : Sampel berdistribusi normal H1 : Sampel tidak berdistribusi normal b. Kriteria Pengujian

Terima Ho jika Lhitung < Ltabel atau p-value > 0,05, tolak Ho untuk harga yang lainnya (Sudjana, 2005: 466).

2. Kesamaan Dua Varians

Apabila masing masing data berdistribusi normal, maka dilanjutkan dengan uji kesamaan dua varians dengan menggunakan program SPSS versi 17.

a. Hipotesis yang digunakan yaitu :

Ho : Kedua sampel mempunyai varians sama

H1 : Kedua sampel mempunyai varians berbeda

b. Dengan Kriteria Uji yaitu:

- Jika Fhit < F tab atau probabilitasnya> 0,05 maka H0 diterima - Jika F hit > F tab atau probabilitasnya < 0,05 maka H0 ditolak.

(Pratisto, 2004: 71). 3. Pengujian Hipotesis

Setelah data dinyatakan normal dan homogen, berikutnya data di uji dengan pengujian hipotesis. Untuk pengujian hipotesis digunakan uji


(50)

kesamaan dua rata-rata dan uji perbedaan dua rata-rata dengan mengunakan program SPSS 17.

a. Uji Kesamaan Dua Rata-rata 1. Hipotesis

H0 = Rata-rata N-gain kedua sampel sama H1 = Rata-rata N-gain kedua sampel tidak sama 2. Kriteria Uji:

- Jika –t tabel < t hitung < t tabel, maka Ho diterima

- Jika t hitung < -t tabel atau t hitung > t tabel maka Ho ditolak (Pratisto, 2004: 13).

b. Uji Perbedaan Dua Rata-rata 1. Hipotesis

H0 = rata-rata N-gain pada kelompok eksperimen sama dengan kelompok kontrol.

H1 = rata-rata N-gain pada kelompok eksperimen lebih tinggi dari kelompok kontrol.

2. Kriteria Uji :

- Jika –t tabel < t hitung < t tabel, maka Ho diterima

- Jika t hitung < -t tabel atau t hitung > t tabel, maka Ho ditolak (Pratisto, 2004: 10).

c. Uji Mann-Whitney U

Apabila data yang didapatkan tidak berdistribusi normal, maka dilakukan Uji Mann-Whitney U

1. Hipotesis

Ho = Tidak terdapat perbedaan nilai rata-rata antara kelas eksperimen dengan kelas kontrol

H1 = Terdapat perbedaan nilai rata-rata antara kelas eksperimen dengan kelas kontrol

2. Kriteria Uji

- Jika p-value > 0,05 maka terima Ho


(51)

V. SIMPULAN DAN SARAN

A. Simpulan

Berdasarkan hasil analisis data dan pembahasan, maka dapat disimpulkan sebagai berikut.

1. Penggunaan model pembelajaran kooperatif tipe Make A Match meningkatkan aktivitas belajar siswa kelas X MA Al-Hikmah Bandar Lampung Tahun Pelajaran 2012/2013 pada materi keanekaragaman hayati.

2. Penggunaan model pembelajaran kooperatif tipe Make A Match meningkatkan hasil belajar siswa kelas X MA Al-Hikmah Bandar Lampung Tahun Pelajaran 2012/2013 pada materi keanekaragaman hayati.

B. Saran

Untuk kepentingan penelitian berikutnya, maka penulis menyarankan sebagai berikut:

1. Peneliti lain yang akan menerapkan model pembelajaran kooperatif Make A Match, hendaknya terlebih dahulu mengajar materi lain dengan model Make A Match sehingga siswa terlatih dan terbiasa dengan model yang digunakan.


(52)

2. Peneliti yang hendak menggunakan model pembelajaran kooperatif Make A Match seharusnya menjelaskan tata cara model pembelajaran kooperatif Make A Match agar saat pencocokan kartu suasana kelas kondusif dan tidak gaduh.


(53)

DAFTAR PUSTAKA

Amri, dan Ahmadi. 2010. Konstruksi Pengembangan Pembelajaran. Prestasi Pustaka. Jakarta.

Arikunto, S. 2009. Dasar-Dasar Evaluasi pendidikan. Bumi Aksara. Jakarta. Arsyad, A. 2008. Media Pembelajaran. Raja Grafindo Persada. Jakarta. Dalyono. 1996. Psikologi Pendidikan. Rineka Cipta. Jakarta.

Daryanto. 2007. Evaluasi Pendidikan. Rineka cipta. Jakarta.

Dimyati dan Mujiono. 2002. Belajar dan Pembelajaran. Rineka Cipta. Jakarta. Djamarah, S. B dan A, Zain. 2006. Strategi Belajar Mengajar. PT Asdi

Mahasatya. Jakarta.

Fitriani, I. 2012. Efektivitas Model Pembelajaran Kooperatif TipeMake A Match Terhadap Pemahaman Konsep Matematis Siswapada SMPN 19 Bandar Lampung Tahun Pelajaran 2011/2012 (Skripsi). FKIP UNILA. Bandar Lampung.

Hadjar, I. 1999. Dasar-dasar Metodologi Penelitian Kwantitatif Dalam Pendidikan. PT Grafindo Persada. Jakarta.

Hake, R. R. 1999. Analyzing Changed/Gain Scores. Indiana University USA. (Online) http://www.physics.indiana.edu/~sdi/AnalyzingChange-Gain.pdf (15 November 2012: 15.32 WIB).

Hamalik, O. 2004. Pendidikan Guru Berdasarkan Pendekatan Kompetensi. Bumi Aksara. Jakarta.

_________. 2009. Kurikulum dan Pembelajaran. Bumi Aksara. Jakarta. Huda, M. 2011. Cooperative Learning. Pustaka Pelajar. Yogyakarta.


(54)

Irmawati. 2011. Pengaruh Model Pembelajaran Make A Match dengan Strategi Pencocokan Kartu Indeks dan Model Pembelajaran NHT dengan Strategi Bertukar Tempat Berbantu Kartu Masalah Terhadap Hasil Belajar Siswa Kelas VIII Semester II Pokok Bahasan Prisma dan Limas MTsN 1 Semarang Tahun Ajaran 2010/2011. [On Line]. Tersedia: Andynuriman.files.word- press.com/2011/10/skripsi1.pdf .(diakses pada tanggal 20 September 2012).

Isjoni. 2010. Cooperative Learning. Alfabeta. Bandung.

Murdin, A. S. 2010. Konsep Efekitivias Pembelajaran. [On line]. Tersedia: http://sambasalim.com/pendidikan/konsep-efektivitas-pembelajaran.html (diakses pada tanggal 21 September 2012).

Noor, J. 2011. Metodologi Penelitian: Skripsi, Tesis, Disertasi, & Karya Ilmiah. Kencana Prenada Media Group. Jakarta.

Pidarta, M. 2007. Landasan Kependidikan. Rineka Cipta. Jakarta.

Pratisto, A. 2004. Cara Mudah mengatasi Masalah Statistik dan Rancangan Percobaan dengan SPSS 12. PT Gramedia. Jakarta.

Purwanto, M. 2011. Prinsip-prinsip dan Teknik Evaluasi Pengajaran. PT Remaja Rosdakarya. Bandung.

Rohani, A. 2004. Media Instruksional Edukatif. Jakarta. Rineka Cipta. Sanjaya, W. 2009. Strategi Pembelajaran Berorientasi Standar Proses

Pendidikan. Kencana. Jakarta.

Sardiman. 1994. Interaksi dan Motivasi Belajar dan Mengajar. Rajawali Press. Yogyakarta.

Siska, F. 2011. Pengaruh Model Pembelajaran Learning Cycle 5 Fase (Lc5e) Terhadap Keterampilan Berfikir Kritis Siswa Pada Materi Pokok Keanekaragaman Hayati. (Skripsi). Universitas Lampung. Bandar Lampung.

Slameto. 2003. Proses Belajar Mengajar dalam Sistem Kredit Semester. Bumi Aksara. Jakarta.

Slavin, R. 2008. Psikologi Pendidikan Teori dan Praktek. Pt.Indeks. Jakarta. Sudjana. 2005. Metode Statistika Edisi Keenam. Penerbit Tarsito. Bandung.


(55)

Sukarsih, W. S. 2012. Penerapan Model Pembelajaran Team Assisted Individualization (TAI) Terhadap Aktivitas Belajar Dan Penguasaan Konsep Siswa Pada Materi Peranan Manusia Dalam Keseimbangan Ekosistem. (Skripsi). Universitas Lampung. Bandar Lampung. Suprijono, A. 2011. Cooperative Learning. Pustaka Pelajar. Yogyakarta. Susanti, D. 2012. Penggunaan Media Kartu Bergambar Melalui Model

Pembelajaran Kooperatif Tipe Think Pair Share (Tps) Terhadap

Kemampuan Berpikir Kreatif Siswa Pada Materi Pokok Keanekaragaman Hayati. (Skripsi). Universitas Lampung. Bandar Lampung.

Suyatna, A. 2008. Modul Model-Model pembelajaran. Departemen Pendidikan Nasional. Universitas Lampung. Fakultas Keguruan Dan Ilmu Pendidikan. Tim MPKBM. 2001. Strategi Pembelajaran Matematika Kontemporer.

JICA-UPI. Bandung.

Trianto. 2007. Model-model Pembelajaran Inovatif Berorientasi Konstruktivistik. Prestasi Pustaka. Jakarta.

Trisila, Y. 2012. Pengaruh Penerapan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Example Non Examples Terhadap Aktivitas Dan Hasil Belajar Siswa Pada Materi Pokok Pencemaran Lingkungan. (Skripsi). Universitas Lampung. Bandar Lampung.


(1)

kesamaan dua rata-rata dan uji perbedaan dua rata-rata dengan mengunakan program SPSS 17.

a. Uji Kesamaan Dua Rata-rata 1. Hipotesis

H0 = Rata-rata N-gain kedua sampel sama

H1 = Rata-rata N-gain kedua sampel tidak sama

2. Kriteria Uji:

- Jika –t tabel < t hitung < t tabel, maka Ho diterima

- Jika t hitung < -t tabel atau t hitung > t tabel maka Ho ditolak (Pratisto,

2004: 13).

b. Uji Perbedaan Dua Rata-rata 1. Hipotesis

H0 = rata-rata N-gain pada kelompok eksperimen sama dengan

kelompok kontrol.

H1 = rata-rata N-gain pada kelompok eksperimen lebih tinggi dari

kelompok kontrol. 2. Kriteria Uji :

- Jika –t tabel < t hitung < t tabel, maka Ho diterima

- Jika t hitung < -t tabel atau t hitung > t tabel, maka Ho ditolak (Pratisto,

2004: 10).

c. Uji Mann-Whitney U

Apabila data yang didapatkan tidak berdistribusi normal, maka dilakukan Uji Mann-Whitney U

1. Hipotesis

Ho = Tidak terdapat perbedaan nilai rata-rata antara kelas eksperimen dengan kelas kontrol

H1 = Terdapat perbedaan nilai rata-rata antara kelas eksperimen

dengan kelas kontrol 2. Kriteria Uji

- Jika p-value > 0,05 maka terima Ho


(2)

V. SIMPULAN DAN SARAN

A. Simpulan

Berdasarkan hasil analisis data dan pembahasan, maka dapat disimpulkan sebagai berikut.

1. Penggunaan model pembelajaran kooperatif tipe Make A Match meningkatkan aktivitas belajar siswa kelas X MA Al-Hikmah Bandar Lampung Tahun Pelajaran 2012/2013 pada materi keanekaragaman hayati.

2. Penggunaan model pembelajaran kooperatif tipe Make A Match meningkatkan hasil belajar siswa kelas X MA Al-Hikmah Bandar Lampung Tahun Pelajaran 2012/2013 pada materi keanekaragaman hayati.

B. Saran

Untuk kepentingan penelitian berikutnya, maka penulis menyarankan sebagai berikut:

1. Peneliti lain yang akan menerapkan model pembelajaran kooperatif Make A Match, hendaknya terlebih dahulu mengajar materi lain dengan model Make A Match sehingga siswa terlatih dan terbiasa dengan model yang digunakan.


(3)

2. Peneliti yang hendak menggunakan model pembelajaran kooperatif Make A Match seharusnya menjelaskan tata cara model pembelajaran kooperatif Make A Match agar saat pencocokan kartu suasana kelas kondusif dan tidak gaduh.


(4)

DAFTAR PUSTAKA

Amri, dan Ahmadi. 2010. Konstruksi Pengembangan Pembelajaran. Prestasi Pustaka. Jakarta.

Arikunto, S. 2009. Dasar-Dasar Evaluasi pendidikan. Bumi Aksara. Jakarta. Arsyad, A. 2008. Media Pembelajaran. Raja Grafindo Persada. Jakarta. Dalyono. 1996. Psikologi Pendidikan. Rineka Cipta. Jakarta.

Daryanto. 2007. Evaluasi Pendidikan. Rineka cipta. Jakarta.

Dimyati dan Mujiono. 2002. Belajar dan Pembelajaran. Rineka Cipta. Jakarta. Djamarah, S. B dan A, Zain. 2006. Strategi Belajar Mengajar. PT Asdi

Mahasatya. Jakarta.

Fitriani, I. 2012. Efektivitas Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Make A Match Terhadap Pemahaman Konsep Matematis Siswa pada SMPN 19 Bandar Lampung Tahun Pelajaran 2011/2012 (Skripsi). FKIP UNILA. Bandar Lampung.

Hadjar, I. 1999. Dasar-dasar Metodologi Penelitian Kwantitatif Dalam Pendidikan. PT Grafindo Persada. Jakarta.

Hake, R. R. 1999. Analyzing Changed/Gain Scores. Indiana University USA. (Online) http://www.physics.indiana.edu/~sdi/AnalyzingChange-Gain.pdf (15 November 2012: 15.32 WIB).

Hamalik, O. 2004. Pendidikan Guru Berdasarkan Pendekatan Kompetensi. Bumi Aksara. Jakarta.

_________. 2009. Kurikulum dan Pembelajaran. Bumi Aksara. Jakarta. Huda, M. 2011. Cooperative Learning. Pustaka Pelajar. Yogyakarta.


(5)

Irmawati. 2011. Pengaruh Model Pembelajaran Make A Match dengan Strategi Pencocokan Kartu Indeks dan Model Pembelajaran NHT dengan Strategi Bertukar Tempat Berbantu Kartu Masalah Terhadap Hasil Belajar Siswa Kelas VIII Semester II Pokok Bahasan Prisma dan Limas MTsN 1

Semarang Tahun Ajaran 2010/2011. [On Line]. Tersedia:

Andynuriman.files.word- press.com/2011/10/skripsi1.pdf .(diakses pada tanggal 20 September 2012).

Isjoni. 2010. Cooperative Learning. Alfabeta. Bandung.

Murdin, A. S. 2010. Konsep Efekitivias Pembelajaran. [On line]. Tersedia: http://sambasalim.com/pendidikan/konsep-efektivitas-pembelajaran.html (diakses pada tanggal 21 September 2012).

Noor, J. 2011. Metodologi Penelitian: Skripsi, Tesis, Disertasi, & Karya Ilmiah. Kencana Prenada Media Group. Jakarta.

Pidarta, M. 2007. Landasan Kependidikan. Rineka Cipta. Jakarta.

Pratisto, A. 2004. Cara Mudah mengatasi Masalah Statistik dan Rancangan Percobaan dengan SPSS 12. PT Gramedia. Jakarta.

Purwanto, M. 2011. Prinsip-prinsip dan Teknik Evaluasi Pengajaran. PT Remaja Rosdakarya. Bandung.

Rohani, A. 2004. Media Instruksional Edukatif. Jakarta. Rineka Cipta. Sanjaya, W. 2009. Strategi Pembelajaran Berorientasi Standar Proses

Pendidikan. Kencana. Jakarta.

Sardiman. 1994. Interaksi dan Motivasi Belajar dan Mengajar. Rajawali Press. Yogyakarta.

Siska, F. 2011. Pengaruh Model Pembelajaran Learning Cycle 5 Fase (Lc5e) Terhadap Keterampilan Berfikir Kritis Siswa Pada Materi Pokok Keanekaragaman Hayati. (Skripsi). Universitas Lampung. Bandar Lampung.

Slameto. 2003. Proses Belajar Mengajar dalam Sistem Kredit Semester. Bumi Aksara. Jakarta.

Slavin, R. 2008. Psikologi Pendidikan Teori dan Praktek. Pt.Indeks. Jakarta. Sudjana. 2005. Metode Statistika Edisi Keenam. Penerbit Tarsito. Bandung.


(6)

Sukarsih, W. S. 2012. Penerapan Model Pembelajaran Team Assisted Individualization (TAI) Terhadap Aktivitas Belajar Dan Penguasaan Konsep Siswa Pada Materi Peranan Manusia Dalam Keseimbangan Ekosistem. (Skripsi). Universitas Lampung. Bandar Lampung. Suprijono, A. 2011. Cooperative Learning. Pustaka Pelajar. Yogyakarta. Susanti, D. 2012. Penggunaan Media Kartu Bergambar Melalui Model

Pembelajaran Kooperatif Tipe Think Pair Share (Tps) Terhadap

Kemampuan Berpikir Kreatif Siswa Pada Materi Pokok Keanekaragaman Hayati. (Skripsi). Universitas Lampung. Bandar Lampung.

Suyatna, A. 2008. Modul Model-Model pembelajaran. Departemen Pendidikan Nasional. Universitas Lampung. Fakultas Keguruan Dan Ilmu Pendidikan. Tim MPKBM. 2001. Strategi Pembelajaran Matematika Kontemporer.

JICA-UPI. Bandung.

Trianto. 2007. Model-model Pembelajaran Inovatif Berorientasi Konstruktivistik. Prestasi Pustaka. Jakarta.

Trisila, Y. 2012. Pengaruh Penerapan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Example Non Examples Terhadap Aktivitas Dan Hasil Belajar Siswa Pada Materi Pokok Pencemaran Lingkungan. (Skripsi). Universitas Lampung. Bandar Lampung.


Dokumen yang terkait

PENGARUH PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN SNOWBALL THROWING TERHADAP AKTIVITAS DAN PENGUASAAN KONSEP OLEH SISWA PADA MATERI POKOK SISTEM PERNAPASAN (Studi Eksperimen Pada Siswa Kelas XI Semester Genap SMA Persada Bandar Lampung Tahun Pelajaran 2011/2012)

0 11 26

PENGARUH PENGUNAAN METODE DISKUSI MELALUI MEDIA GAMBAR TERHADAP AKTIVITAS DAN PENGUASAAN MATERI POKOK KEANEKARAGAMAN HAYATI (Studi Eksperimen Siswa Kelas X MA Al Hikmah Bandar Lampung Semester Genap Tahun Pelajaran 2012/2013)

0 11 55

PENGARUH PENGUNAAN METODE DISKUSI MELALUI MEDIA GAMBAR TERHADAP AKTIVITAS DAN PENGUASAAN MATERI POKOK KEANEKARAGAMAN HAYATI (Studi Eksperimen Siswa Kelas X MA Al Hikmah Bandar Lampung Semester Genap Tahun Pelajaran 2012/2013)

0 7 61

PENGARUH PENERAPAN MEDIA VIDEO TERHADAP AKTIVITAS DAN PENGUASAAN MATERI POKOK SISTEM PERNAPASAN (Kuasi Eksperimen pada Siswa Kelas XI SMA Negeri 14 OKU Semester GenapTahun Pelajaran 2012/2013)

0 12 58

EFEKTIVITAS PENGGUNAAN MULTIMEDIA MELALUI METODE DISKUSI TERHADAP AKTIVITAS BELAJAR DAN PENGUASAAN KONSEP OLEH SISWA PADA MATERI POKOK EKOSISTEM (Studi Eksperimen Pada Siswa Kelas VII SMP N 1 Talang Padang Semester Genap Tahun Pelajaran 2012/2013)

0 6 59

PENGARUH PENGGUNAAN MEDIA VIDEO TERHADAP AKTIVITAS DAN HASIL BELAJAR SISWA PADA MATERI POKOK CIRI-CIRI MAKHLUK HIDUP (Kuasi Eksperimental pada Siswa Kelas VII Semester Genap MTs Negeri 2 Bandar Lampung Tahun Pelajaran 2012/2013)

0 4 57

PENGGUNAAN MEDIA GAMBAR TERHADAP AKTIVITAS DAN HASIL BELAJAR SISWA KELAS X SMA GAJAH MADA BANDAR LAMPUNG PADA MATERI POKOK KEANEKARAGAMAN HAYATI (Kuasi Eksperimental pada Siswa Kelas X SMA Gajah Mada Bandar Lampung Tahun Pelajaran 2012/2013)

0 5 48

PENGARUH PENGUNAAN METODE DISKUSI DENGAN MEDIA GAMBAR TERHADAP AKTIVITAS BELAJAR DAN PENGUASAAN MATERI POKOK PERTUMBUHAN DAN PERKEMBANGAN PADA MAKHLUK HIDUP (Studi Eksperimen Siswa Kelas VIII SMP N 2 Jati Agung Kabupaten Lampung Selatan Semester Ganjil Ta

1 15 72

PENGARUH PENGGUNAAN MODEL PEMBELAJARAN LEARNING CYCLE TERHADAP AKTIVITAS DAN PENGUASAAN MATERI POKOK EKOSISTEM (Kuasi Eksperimen Pada Siswa Kelas VII SMP Negeri 18 Bandar Lampung Semester Genap Tahun Pelajaran 2013/2014)

0 3 53

PENGARUH MEDIA MAKET TERHADAP AKTIVITAS BELAJAR DAN PENGUASAAN MATERI OLEH SISWA PADA MATERI POKOK EKOSISTEM (Studi Eksperimen pada Siswa Kelas X Semester Genap SMA Negeri 1 Tulang Bawang Tengah Tahun Pelajaran 2013/2014)

0 10 60