BAB 5 PEMBAHASAN
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui rerata nilai skeletal, dental dan profil jaringan lunak pada mahasiswa FKG USU ras Deutro Melayu. Dengan
mengetahui hal tersebut, maka hasil penelitian ini dapat dijadikan penunjang dalam penegakan diagnosis dan rencana perawatan pada ras Deutro Melayu. Selain itu
penelitian ini bertujuan untuk melihat perbedaan rerata nilai skeletal, dental dan profil jaringan lunak antara perempuan dan laki-laki ras Deutro Melayu, antara ras Deutro
Melayu dengan ras Proto Melayu suku Batak dan antara ras Deutro Melayu dengan ras Kaukasoid.
Data diolah menggunakan program komputerisasi. Pertama sekali digunakan analisis statistik deskriptif untuk mengetahui rerata nilai skeletal, dental dan profil
jaringan lunak. Setelah itu dilakukan uji analitik untuk melihat perbedaan antara perempuan dan laki-laki ras Deutro Melayu, antara ras Deutro Melayu dengan ras
Proto Melayu suku Batak dan antara ras Deutro Melayu dengan ras Kaukasoid. Namun sebelum dilakukan uji analitik, harus dilakukan uji normalitas data dengan uji
Kolmogorov-Smirnov terlebih dahulu untuk mengetahui distribusi data mana yang normal dan yang tidak normal. Distribusi data yang normal akan diuji dengan uji
analitik yaitu uji t independent sedangkan data yang tidak normal diuji dengan uji Mann-Whitney. Hasil uji normalitas data menunjukkan nilai skeletal yang normal
p 0,05 sehingga dapat dilanjutkan dengan uji t independent kecuali pada nilai L NSGn p 0,05 sehingga dilanjutkan dengan uji Mann-Whitney. Distribusi data
pada nilai dental dan profil jaringan lunak secara keseluruhan normal sehingga bisa dilanjutkan dengan uji t independent.
Tabel 4, 5, 6 dan 7 menunjukkan rerata nilai skeletal, dental dan profil jaringan lunak antara laki-laki dan perempuan. Hasil penelitian ini menunjukkan tidak
Universitas Sumatera Utara
ada perbedaan bermakna nilai skeletal, dental dan profil jaringan lunak antara laki- laki dan perempuan. Kusnoto yang dikutip oleh Susilowati juga menyatakan tidak ada
perbedaan bermakna nilai skeletal L SNA, L SNB dan L ANB antara laki-laki dan perempuan.
4
Hasil penelitian ini berbeda dengan hasil penelitian Munandar pada orang Indonesia ras Deutro Melayu dengan analisis Downs yang menyatakan bahwa
terdapat perbedaan yang bermakna nilai sudut interinsisal dan sudut insisivus sentralis bawah terhadap bidang mandibula antara laki-laki dan perempuan ras Deutro
Melayu.
8
Analisis sefalometri merupakan salah satu sarana penunjang yang penting untuk menegakkan diagnosis yang tepat.
6
Kelompok etnik yang berbeda cenderung memiliki pola bentuk tengkorak dan rahang berbeda karena adanya variasi genetik
pada setiap manusia.
1,3,5,19,23
Beberapa penelitian mengenai variasi karakteristik kraniofasial pada etnik yang berbeda-beda sudah pernah dilakukan dengan
menggunakan berbagai analisis dan variabel pengukuran sesuai dengan analisisnya.
11,12
Penelitian ini menggunakan analisis yang digunakan oleh Bishara pada penelitiannya terhadap ras Kaukasoid yang berumur di atas 18 tahun. Oleh
karena itu, hasil penelitian ini akan dibandingkan dengan hasil penelitian Bishara pada ras Kaukasoid dan penelitian Leo Hannes pada suku Batak ras Proto Melayu.
Tabel 8 menunjukkan tidak ada perbedaan bermakna nilai L SNA antara ras Deutro Melayu dan suku Batak. Tabel 11 menunjukkan ada perbedaan bermakna
antara ras Deutro Melayu dan Kaukasoid jenis kelamin perempuan dimana nilai L SNA pada ras Deutro Melayu lebih besar dibandingkan Kaukasoid. Hal ini
menunjukkan bahwa maksila pada perempuan ras Deutro Melayu lebih prognathic dibandingkan perempuan ras Kaukasoid. Mohammad dkk menyatakan nilai L SNA
yang besar disebabkan posisi maksila yang lebih ke depan.
21
Hashim menyatakan bahwa maksila yang prognatik berhubungan dengan sudut nasolabial yang tajam atau
kecil.
7
Universitas Sumatera Utara
Nilai L SNB pada ras Deutro Melayu tidak memiliki perbedaan yang bermakna dengan suku Batak. Akan tetapi nilai L SNB pada ras Deutro Melayu jenis
kelamin perempuan menunjukkan adanya perbedaan yang bermakna dengan perempuan ras Kaukasoid dimana nilai L SNB pada perempuan ras Deutro Melayu
lebih besar daripada ras Kaukasoid. Mohammad dkk menyatakan nilai L SNB yang besar mengindikasikan posisi mandibula yang prognatik.
21
Oleh karena itu, perempuan ras Deutro Melayu memiliki mandibula yang lebih prognatik
dibandingkan perempuan ras Kaukasoid. Nilai L ANB pada ras Deutro Melayu memiliki perbedaan yang bermakna
dengan suku Batak pada jenis kelamin perempuan dimana nilai L ANB pada ras Deutro Melayu lebih kecil daripada suku Batak. Nilai L ANB pada ras Deutro
Melayu juga menunjukkan perbedaan yang bermakna dengan ras Kaukasoid pada jenis kelamin laki-laki dimana ras Deutro Melayu memiliki nilai L ANB lebih besar
dibandingkan ras Kaukasoid. Rahardjo menyatakan sudut L ANB besar maka perbedaan letak maksila dan mandibula semakin besar juga.
2
Mohammad dkk menyatakan nilai ANB tergantung pada panjang basis kranial, posisi anteroposterior
rahang dan rotasi bidang oklusal.
21
Nilai L NAPog atau sudut konveksitas skeletal pada ras Deutro Melayu tidak memiliki perbedaan yang bermakna dibandingkan suku Batak. Nilai L NAPog pada
ras Deutro Melayu jenis kelamin laki-laki memiliki perbedaan yang bermakna jika dibandingkan dengan ras Kaukasoid, dimana laki-laki ras Deutro Melayu memiliki
nilai yang lebih besar. Hal ini menunjukkan laki-laki ras Deutro Melayu memiliki profil wajah yang lebih cembung dibandingkan laki-laki ras Kaukasoid. Hal ini
sejalan dengan penelitian Munandar yang menyatakan bahwa ras Deutro Melayu memiliki profil wajah yang lebih cembung dibandingkan ras Kaukasoid.
8
Ricketts menyatakan konveksitas skeletal yang besar disebabkan inklinasi bidang A-Pog yang
lebih ke depan.
26
Choy menyatakan konveksitas skeletal yang besar disebabkan posisi
Universitas Sumatera Utara
maksila yang maju atau mandibula yang mundur.
6
Susilowati mengatakan bila nilai L ANB semakin besar maka nilai konveksitas wajah juga semakin besar dan ada
korelasi antara konveksitas jaringan keras dengan jaringan lunak.
4
Pernyataan ini dapat dibuktikan dengan melihat nilai L ANB pada laki-laki ras Deutro Melayu lebih
besar dibandingkan dengan ras Kaukasoid. Nilai L MP : SN atau besar rotasi mandibula pada ras Deutro Melayu tidak
memiliki perbedaan yang bermakna jika dibandingkan dengan suku Batak dan ras Kaukasoid. Hal ini bertentangan dengan penelitian Munandar yang menyatakan
terdapat perbedaan yang bermakna antara ras Deutro Melayu dan ras Kaukasoid pada nilai sudut rotasi mandibula. Munandar mengatakan ras Deutro Melayu memiliki
rotasi mandibula yang searah jarum jam bila dibandingkan dengan ras Kaukasoid.
8
Beane dkk menyatakan sudut rotasi mandibula yang besar menunjukkan rotasi mandibula yang ke bawah dan belakang.
27
Jacobson menyatakan sudut bidang mandibula yang terlalu tinggi menunjukkan kecenderungan open bite sedangkan
bidang mandibula yang rendah menunjukkan kebalikannya deep bite.
22
Pola pertumbuhan wajah skeletal atau nilai L NSGn pada ras Deutro Melayu cenderung sama dengan suku Batak. Ras Deutro Melayu jika dibandingkan dengan
ras Kaukasoid ditemukan adanya perbedaan yang bermakna pada jenis kelamin laki- laki dimana nilai L NSGn pada laki-laki ras Deutro Melayu lebih besar daripada
Kaukasoid. Sejalan dengan penelitian Munandar yang menyatakan terdapat perbedaan yang bermakna antara ras Deutro Melayu dengan Kaukasoid pada pola
pertumbuhan wajah. Munandar mengatakan pola pertumbuhan skeletal orang Indonesia lebih vertikal.
8
Ricketts menyatakan nilai pertumbuhan wajah skeletal yang besar menunjukkan karakter yang harmonis atau baik sedangkan nilai yang kecil
menunjukkan gambaran muka yang panjang.
26
Pada tabel 9 dapat dilihat bahwa nilai sudut interinsisal antara ras Deutro Melayu dengan suku Batak tidak memiliki perbedaan yang bermakna sedangkan
antara ras Deutro Melayu dengan ras Kaukasoid ditemukan ada perbedaan yang
Universitas Sumatera Utara
bermakna. Hal ini sejalan dengan penelitian Munandar yang menyatakan nilai sudut interinsisal pada ras Deutro Melayu lebih kecil dibandingkan Kaukasoid karena posisi
insisivus atas dan bawah pada ras Deutro Melayu lebih protrusif.
8
Mohammad dkk juga mengatakan bahwa nilai sudut interinsisal yang kecil disebabkan oleh letak
insisivus atas dan bawah yang lebih maju terhadap garis N-A dan N-B.
21
Choy menyatakan sudut interinsisal yang besar menunjukkan posisi insisivus sentralis atas
yang tegak dan inklinasi insisivus sentralis bawah yang lebih besar.
6
Nilai sudut insisivus sentralis atas terhadap basis kranial pada perempuan ras Deutro Melayu tidak memiliki perbedaan yang bermakna dengan perempuan suku
Batak dan ras Kaukasoid. Berbeda dengan perempuan, pada jenis kelamin laki-laki ras Deutro Melayu ditemukan perbedaan yang bermakna jika dibandingkan dengan
suku Batak dan ras Kaukasoid, dimana laki-laki ras Deutro Melayu memiliki nilai yang lebih kecil dibandingkan suku Batak dan lebih besar dibandingkan ras
Kaukasoid. Rakosi menyatakan nilai sudut insisivus sentralis atas terhadap basis kranial yang besar mengindikasikan protrusi maksila sedangkan sudut yang kecil
mengindikasikan posisi insisivus maksila yang tegak.
25
Nilai sudut insisivus sentralis bawah terhadap bidang mandibula antara ras Deutro Melayu dengan suku Batak dan antara laki-laki ras Deutro Melayu dengan ras
Kaukasoid tidak ditemukan perbedaan yang bermakna. Akan tetapi terdapat perbedaan yang bermakna antara perempuan ras Deutro Melayu dengan Kaukasoid
dimana nilai tersebut lebih besar pada ras Deutro Melayu. Hal ini menunjukkan posisi insisivus mandibula pada perempuan ras Deutro Melayu lebih protrusif dibandingkan
dengan ras Kaukasoid. Hal ini sejalan dengan penelitian Munandar dimana terdapat perbedaan yang bermakna antara ras Deutro Melayu dan Kaukasoid.
8
Nilai jarak insisivus sentralis atas terhadap bidang N-A pada ras Deutro Melayu tidak memiliki perbedaan yang bermakna jika dibandingan dengan suku
Batak. Perbedaan jarak ini antara ras Deutro Melayu dengan ras Kaukasoid tidak dapat diketahui karena tidak dilakukan pengukuran jarak insisivus atas terhadap garis
Universitas Sumatera Utara
N-A. Choy menyatakan nilai jarak insisivus sentralis atas terhadap bidang N-A yang besar disebabkan posisi insisivus maksila yang protrusif.
6
Nilai jarak insisivus sentralis bawah terhadap bidang N-B antara ras Deutro Melayu dengan suku Batak tidak memiliki perbedaan yang bermakna. Jika
dibandingkan dengan ras Kaukasoid terdapat perbedaan yang bermakna dimana nilai ini lebih besar pada ras Deutro Melayu. Menurut Mohammad dkk jarak insisivus
sentralis bawah terhadap bidang N-B berhubungan dengan besar sudut interinsisal. Semakin kecil nilai sudut interinsisal maka jarak ini akan semakin besar.
21
Hal ini dibuktikan oleh nilai jarak insisivus sentralis bawah terhadap bidang N-B lebih besar
pada ras Deutro Melayu dibandingkan Kaukasoid dan nilai sudut interinsisal yang lebih kecil pada ras Deutro Melayu. Choy menyatakan nilai jarak insisivus sentralis
bawah terhadap bidang N-B yang besar disebabkan posisi insisivus mandibula yang lebih protrusif.
6
Nilai jarak insisivus sentralis atas terhadap bidang A-Pog pada ras Deutro Melayu dan suku Batak cenderung sama atau tidak terdapat perbedaan yang
bermakna. Akan tetapi nilai ini memiliki perbedaan yang bermakna antara ras Deutro Melayu dan Kaukasoid dimana ras Deutro Melayu memilki nilai yang lebih besar.
Hal ini sejalan dengan penelitian Munandar yang menyatakan terdapat perbedaan bermakna nilai jarak insisivus sentralis atas terhadap bidang A-Pog antara ras Deutro
Melayu dengan Kaukasoid. Hal ini menunjukkan bahwa insisivus sentralis atas ras Deutro Melayu lebih maju protrusif terhadap garis A-Pog dibandingkan dengan
Kaukasoid.
8
Tabel 10 dan 13 menunjukkan perbandingan profil jaringan lunak antara ras Deutro Melayu dengan suku Batak dan ras Kaukasoid berdasarkan analisis Ricketts.
Bibir atas ras Deutro Melayu terletak di posterior garis estetis sedangkan bibir bawah terletak di anterior garis estetis. Ada perbedaan yang bermakna jarak bibir atas dan
bawah terhadap bidang estetis antara perempuan ras Deutro Melayu dengan perempuan suku Batak dimana rerata profil jaringan lunak pada suku Batak lebih
besar daripada ras Deutro Melayu. Hal ini menggambarkan posisi bibir atas dan
Universitas Sumatera Utara
bawah pada ras Deutro Melayu lebih retrusif dibandingkan dengan suku Batak. Jarak bibir atas dan bawah terhadap bidang estetis baik pada laki-laki maupun perempuan
ras Deutro Melayu memiliki perbedaan yang bermakna dengan ras Kaukasoid dimana nilai tersebut lebih besar pada ras Deutro Melayu. Hal ini menggambarkan posisi
bibir atas dan bawah pada ras Deutro Melayu lebih protrusif terhadap garis estetis. Hashim menyatakan posisi yang retrusif dari bibir atas dan bawah terhadap garis
estetis menunjukkan posisi hidung dan dagu yang sedikit menonjol.
7
Hasil ini sejalan dengan penelitian Soehardono yang dikutip oleh Heryumani yang menyatakan profil
jaringan lunak ras Deutro Melayu lebih protrusif daripada ras Kaukasoid.
5
Universitas Sumatera Utara
BAB 6 KESIMPULAN DAN SARAN