PTK kelas IV Matematika

(1)

Laporan PTK kelas IV Matematika Lengkap

LAPORAN

PERBAIKAN PEMBELAJARAN

MELALUI PENELITIAN TINDAKAN KELAS (PTK)

Judul

PENINGKATAN HASIL BELAJAR MATEMATIKA

(sifat-sifat bangun ruang sederhana)

DENGAN MENGGUNAKAN ALAT PERAGA / MEDIA PEMBELAJARAN PADA

KELAS IV SD NEGERI 02 TEMUIRENG

Disusun Oleh:

Nama

: YUSUF HIDAYAT

NIM

: 818373565


(2)

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN (FKIP)

UNIVERSITAS TERBUKA

UNIT PROGRAM BELAJAR JARAK JAUH (UPBJJ) PURWOKERTO

POKJAR COMAL KABUPATEN PEMALANG

2012

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kahadirat Allah SWT, atas rahmat, taufik, serta hidayah-Nya, sehingga peneliti dapat menyelesaikan tugasnya untuk menyusun laporan melalui Penelitian Tindakan Kelas (PTK).

Penulisan laporan ini tidak terselesaikan tanpa bantuan dan dorongan dari berbagai pihak. Ucapan terima kasih kami sampaikan kepada:

1. Drs.H Zubaedi, M.Pd, selaku Pengelola UT UPBJJ PURWOKERTO POKJAR COMAL 2. Sobirin,S.Pd, M.Pd,selaku Pembimbing dalam Penulisan Penelitian Tindakan Kelas (PTK)

3. Karjo, S.Pd.SD, selaku Kepala SD Negeri 02 Temuireng yang telah mengizinkan dan memfasilitasi sarana dan prasarana

4. Berbagai pihak yang telah membantu penulis dalam penyusunan laporan pemantapan kemampuan pofesional

Penulis menyadari bahwa penulisan laporan ini masih banyak kekurangan. Saran dan kritik dari pembaca merupakan masukan yang sangat berharga demi sempurnanya penulisan ini.

Semoga penulisan laporan ini bermanfaat khususnya bagi penulis dan bermanfaat bagi pembaca untuk meningkatkan mutu pendidikan di sekolah dasar.


(3)

Pemalang, 16 April 2012

Penulis

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Sebagai salah satu upaya membantu siswa yang mengalami kesulitan belajar, adalah kegiatan remedial. Kegiatan remedial memiliki beberapa fungsi yang penting bagi keseluruhan proses pembelajaran. Warkitri, dkk. (1991) menyebutkan enam fungsi kegiatan remedial dalam kaitannya dengan proses pembelajaran. Keenam fungsi kegiatan remedial tersebut adalah fungsi koreksi, pemahaman, penyesuaian, pengayaan, ekselerasi, dan terapeutik.

KOREKTIF : memperbaiki cara mengajar dan cara belajar

PEMAHAMAN : memahami kelebihan/kekurangan guru dan siswa

PENYESUAIAN : menyesuaikan pembelajaran dengan karakteristik siswa


(4)

AKSELERASI : mempercepat penguasaan materi

TERAPEUTIK : membantu mengatasi masalah sosial-pribadi.

Ketuntasan belajar setiap indikator yang telah ditetapkan dalam suatu kompetensi dasar berkisar antara 0% sampai 100%. Ktiteria ideal ketuntasan untuk masing-masing indikator 75%.

Tindak lanjut diberikan sebagai suatu tindakan terhadap analisis hasil penilaian. Tindak lanjut yang diberikan antara lain melalui remedial dan pengayaan. Contoh, jika kriteria ketuntasan belajar yang ditetapkan oleh sekolah untuk mata pelajaran tertentu 75 %, perlu mendapatkan remedial untuk indikator-indikator yang belum dikuasai. Sebaliknya bila seorang anak mencapai kompetensi 75 %, maka anak tersebut perlu mendapatkan pengayaan.

Tindak lanjut remedial dan pengayaan dilakukan atas dasar analisis hasil evaluasi perorangan. Pendidik juga perlu melakukan analisis pencapaian kompetensi kelas, dan menemukan sebab-sebab yang mempengaruhi ketidak tercapaian ketuntasan minimal yang telah ditetapkan. Misalnya, kurangnya jam belajar yang tersedia, kurangnya sarana prasarana, suasana belajar yang kurang kondusif dan sebagainya yang biasa ditindak lanjuti dengan kebijakan sekolah maupun pemerintah daerah. (BPNP, 2007).

Dalam pembelajaran Matematika kompetensi dasar menentukan sifat-sifat bangun ruang sederhana di kelas IV SD Negeri Temuireng 02 Kecamatan Petarukan, Kabupaten Pemalang, tahun pelajaran 2011/2012 menunjukkan bahwa penguasaan siswa terhadap materi pelajaran masih rendah. Dari 20 siswa yang mendapat nilai 70 atau yang telah mengalami belajar tuntas baru 7 siswa (35%) sementara 13 siswa (65%) mendapat nilai di bawah 70 atau belum mengalami belajar secara tuntas. Nilai rata-rata

kelasnya yang dicapai adalah 65,40.

1. Identifikasi Masalah

Untuk mengetahui secara lebih rinci kekurangan-kekurangan yang dialami siswa, penulis melakukan refleksi diri dengan menjawab sejumlah pertanyaan refleksi. Jawaban atas pertanyaan refleksi yang dimaksud meliputi:

a. Sebagian besar siswa (75%) belum mengalami belajar tuntas - Siswa sering ke luar masuk kelas dan gaduh

- Siswa sering melihat ke luar sehingga perhatiannya tidak terpusat pada pelajaran b. Siswa kurang berani menjawab pertanyaan


(5)

c. Siswa tidak berani bertanya bila mengalami kesulitan

Dari identifikasi masalah di atas, dapat diketahui bahwa siswa belum berhasil belajar secara efektif, dengan indikator pokok nilai tes formatif rendah. Di samping itu, siswa kurang tertib mengikuti pelajaran karenanya perhatian terhadap pelajaran kurang. Siswa juga kurang aktif dan kemampuan berpikirnya kurang.

2. Analisis Masalah

Dari berbagai kekurangan yang dialami siswa dalam pembelajaran Matematika kompetensi dasar menentukan sifat-sifat bangun ruang sederhana diketahui bahwa proses pembelajaran belum berhasil menghantarkan siswa belajar secara efektif, proses pembelajaran belum efektif.

Untuk mengetahui secara rinci sebab-sebab kekurang efektifan pembelajaran tersebut, penulis melakukan refleksi. Dari jawaban terhadap pertanyaan-pertanyaan refleksi diketahui berbagai kekurangan dalam proses pembelajaran. Proses pembelajaran kurang efektif karena:

a. Siswa sering keluar masuk kelas dan gaduh disebabkan guru tidak memberi perhatian pada semua siswa b. Siswa sering melihat ke luar sehingga perhatiannya tidak terpusat pada pelajaran karena guru hanya

memberi tugas pada siswa yang dianggap pandai saja

c. Siswa kurang berani menjawab pertanyaan dikarenakan guru kurang memotifasi siswa untuk menjawab pertanyaan

d. Siswa tidak berani bertanya bila mengalami kesulitan disebabkan guru tidak memberi kesempatan kepada siswa untuk bertanya

Secara singkat dapat dikatakan proses pembelajaran Matematika kompetensi dasar menentukan sifat-sifat bangun ruang sederhana di kelas IV SD Negeri Temuireng 02 belum berjalan secara efektif. Ketidak efektifan proses pembelajaran terjadi terutama karena guru kurang mengaktifkan siswa dalam pembahasan materi pelajaran. Di samping itu guru membahas materi terlalu cepat, komunikasi guru yang kurang lancar, kurangnya pemanfaatan peraga, dan guru kurang mengupayakan pemantapan penguasan materi oleh siswa.

Untuk meningkatkan pemahaman siswa terhadap materi pelajaran peneliti menitikberatkan perbaikan pembelajaran pada alat peraga model bangun-bangun ruang. Menurut Ruseffendi, dkk. (1994) alat peraga merupakan alat yang digunakan untuk menerangkan atau mewujudkan konsep-konsep matematika. Dengan menggunakan alat peraga konsep-konsep dalam pembelajaran matematika akan mudah dipelajari oleh siswa.


(6)

Dari sebab-sebab kekurang efektifan pembelajaran, penulis merumuskan masalah sebagai berikut: 1. Apakah dengan penggunaan alat peraga benda konkret dapat meningkatkan keaktivan siswa dalam

pembelajaran Matematika tentang sifat-sifat bangun ruang sederhana?

2. Apakah melalui metode demonstrasi dapat meningkatkan prestasi belajar siswa tentang ciri-ciri bangun ruang sederhana?

C. Tujuan Penelitian

Dari rumusan masalah di atas, penulis merumuskan tujuan penelitian sebagai berikut:

“Mendeskripsikan memanfaatkan alat peraga model bangun-bangun ruang dalam pembelajaran Metematika kompetensi dasar menentukan sifat-sifat bangun ruang sederhana pada siswa kelas IV SD Negeri Temuireng 02 Kecamatan Petarukan, Kabupaten Pemalang tahun pelajaran 2011/2012 agar prestasi siswa dapat meningkat”.

D. Manfaat Penelitian

1. Manfaat Bagi Guru

a. Memperoleh pengalaman profesional dalam mengatasi siswa yang mengalami kesulitan dalam pembelajaran matematika dengan kompetensi dasar menentukan sifat-sifat bangun ruang sederhana melalui pemanfaatan alat peraga model bangun-bangun ruang,

b. Memperoleh pengalaman profesional dalam pemanfaatan alat peraga,

c. Hasil penelitian ini selain memberi masukan yang amat berarti, juga dapat dijadikan acuan dalam pengembangan pembelajaran Matematika khususnya pembelajaran menentukan sifat-sifat bangun ruang sederhana.

2. Manfaat bagi sekolah

a. Hasil penelitian ini dapat dijadikan acuan untuk meningkatkan mutu pembelajaran menentukan sifat-sifat bangun ruang sederhana dengan memanfaatkan alat peraga yang ada di sekolah,

b. Dapat meningkatkan prestasi belajar siswa sehingga akan dapat mengangkat nama sekolah di lingkungan dinas maupun masyarakat.

3. Manfaat bagi pendidikan pada umumnya

Hasil penelitian ini diharapkan dapat membuka wawasan kependidikan banyak guru khususnya guru sekolah dasar. Guru-guru di berbagai tempat tergerak mengadakan perbaikan pembelajaran melalui penelitian tindakan kelas. Dengan banyaknya guru melakukan penelitian tindakan kelas diharapkan proses pembelajaran di berbagai sekolah berjalan lebih efektif.


(7)

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

A. Pengertian Belajar dan Pembelajaran

Menurut Gagne yang dikutip Udin S.Winataputra (2004) bahwa belajar adalah suatu proses di mana suatu organisma berubah perilakunya sebagai akibat pengalaman (lihat Ratna Willis Dahar. 1989, hal 11).

Menurut Rusdi Susilana (2007) secara sederhana istilah pembelajaran (instruction) adalah upaya untuk membelajarkan seseorang atau sekelompok orang melalui satu atau lebih strategi, metode dan pendekatan tertentu ke arah pencapaian tujuan pembelajaran yang telah direncanakan. Pembelajaran merupakan suatu kegiatan terencana untuk mengkondidsikan seseorang atau sekelompok orang agar bisa belajar dengan baik. Oleh karena itu, unsur utama pembelajaran adalah siswa dan guru.

Padanan istilah “belajar” dan “pembelajaran” yang dapat dijumpai dalam kepustakaan asing adalah learning dan instruction. Istilah learning seperti dikemukakan oleh Fontana (1981: 147) mengandung pengertian proses perubahan yang relative tetap dalam perilaku individu sebagai hasil dari pengalaman.

Definisi tersebut memusatkan perhatian pada tiga hal:

1. Bahwa belajar harus memungkinkan terjadinya perubahan perilaku individu, 2. Bahwa perubahan itu harus merupakan buah dari pengalaman, dan

3. bahwa perubahan itu terjadi pada perilaku individu yang mungkin.

Di pihak lain istilah instruction seperti dikemukakan oleh Romiszowski (1981: 4) merujuk pada proses pengajaran berpusat pada tujuan yang dalam banyak hal dapat direncanakan sebelumnya (pre-planned). Karena sifat dan proses tersebut, maka proses belajar yang terjadi adalah proses perubahan perilaku dalam konteks pengalaman yang memang sebagian besar telah dirancang. Oleh sebab itu istilah instruction sering diartikan sebagai proses pembelajaran yakni proses membuat orang melakukan proses belajar sesuai dengan rancangan.


(8)

Seperti uraian di atas bahwa seseorang yang sudah melakukan belajar mengalami perubahan tingkah laku. Menurut Rochman Natawijaya (1984: 13) memaparkan tentang ciri perubahan tingkah laku dalam pengertian belajar adalah seperti berikut ini:

1. Perubahan yang terjadi secara sadar

Ini bahwa individu yang belajar akan menyadari terjadinya perubahan atau sekurang-kurangnya individu telah merasakan terjadinya perubahan. Dalam dirinya individu yang bersangkutan menyadari bahwa pengetahuannya bertambah, kecakapannya bertambah, kebiasaannya bertambah.

2. Perubahan dalam belajar bersifat kontinue dan fungsional.

Sebagai hasil belajar, perubahan yang terjadi dalam diri individu berlangsung terus menerus dan tidak statis. Satu perubahan yang terjadi akan menyebabkan perubahan perilaku dan akan berguna bagi kehidupan atau pun proses belajar berikutnya. Misalnya jika seorang anak belajar menulis, maka ia akan mengalami perubahan dari tidak bias menulis menjadi bisa menulis. Perubahan ini berlangsung terus sampai kecakapan menulisnya menjadi baik dan sempurna.

B. Proses Belajar Mengajar (PBM)

Menurut Nasution yang dikutip Nanang Fattah (2007) PBM yang sesuai dengan kebutuhan, merupakan bentuk belajar yang menghadapkan siswa dengan suatu atau sejumlah sumber belajar secara individual atau kelompok, tidak hanya sebatas cara konvensional, seperti guru menjelaskan materi kepada siswa di dalam kelas. PBM yang efektif adalah suatu kondisi yang memberikan kesempatan kepada siswa untuk berpikir dan berbeda pendapat dengan guru sehingga terjadi dialog interaktif.

C. Apersepsi

Menurut Piaget yang dikutip Suprayekti, dkk (2007) bahwa setiap siswa membawa pengertian dan pengetahuan awal yang sudah dimilikinya ke dalam setiap proses belajar, yang harus ditambahkan, dimodifikasi, diperbarui, direvisi, dan diubah oleh informasi baru yang dijumpai dalam proses belajar.

Kegiatan guru dalam apersepsi lebih menitik beratkan kegiatan mengulas pelajaran yang sudah dipelajari serta menghubungkannya dengan tahap pelajaran yang akan dipelajari. Apersepsi menekankan pada upaya guru dalam menghubungkan materi pelajaran yang sudah dimiliki oleh siswa dengan materi yang akan dipelajari oleh siswa, Toto Rukimah (2004).


(9)

1. Mengajukan pertanyaan tentang bahan pelajaran yang sudah dipelajari sebelumnya,

2. Memberikan komentar terhadap jawaban siswa serta mengulas materi pelajaran yang akan dibahas, 3. Membangkitkan motivasi dan perhatian siswa.

D. Motivasi

Banyak para ahli mendefinisikan motivasi, tetapi pada intinya sama yaitu dorongan baik dari dalam maupun dari luar untuk beraktifitas. Motivasi menutur Udin S. Winataputra (2001) berfungsi sebagai motor penggerak aktifitas. Bila motonya tidak ada, maka aktifitas tidakakan terjadi. Motivasi dibagi menjadi dua yaitu motivasi intrinsik atau motivasi internal dan motivasi ekstrinsik atau motivasi eksternal. Motivasi internal ditandai dengan dorongan berasal dari dalam diri siswa untuk berprilaku tertentu. Sedangkan motivasi eksternal berasal dari luar siswa. Memunculkan motivasi eksternal dapat dilakukan dengan cara: memberi pujian, hadiah, nasehat, menciptakan suasana yang menyenangkan dan kadang-kadang teguran, Udin S Winataputra (2001).

Menurut Hull yang dikutip Suciati, dkk, (2005) menjelaskan konsep motivasi sebagai dorongan untuk memenuhi atau memuaskan kebutukan agar tetap hidup. Dorongan inilah yang menggerakkan dan mengarahkan perhatian, perasaan dan perilaku atau kegiatan seseorang.

Motivasi berfungsi sebagai motor penggerak aktivitas. Motivasi belajar berkaitan erat dengan tujuan yang hendak dicapai oleh individu yang sedang belajar itu sendiri. Bila seseorang yang sedang belajar menyadari bahwa tujuan yang hendak dicapai berguna atau bermanfaat baginya maka motivasi belajar akan muncul dengan kuat. Motivasi ada dua: motivasi instrinsik adalah motivasi yang muncul dari dirinya sendiri dan motivasi ekstrinsik adalah motivasi yang muncul dari luar diri siswa.

Guru sedapat mungkin harus dapat berusaha memunculkan motivasi instrinsik di kalangan para siswa pada saat mereka belajar, umpamanya dengan cara menjelaskan kaitan tujuan pembelajaran dengan kepentingan atau kebutuhan siswa. H. Djadja Djadjuri (2004).

E. Penguatan

Menurut William C.Crain yang dikutip Agus Taufik (2005) guru, orang tua, dan pendidik harus memberikan penguatan terutama yang bersifat psikologis dan menghindari penguatan yang bersifat kebendaan. Sedangkan penghargaan (rewards) seharusnya diberikan hanya kepada perilaku yang masuk akal (reasonable) dan tidak bersifat memanjakan. Hindari hukuman (punishments) yang bersifat fisik.

Penguatan adalah respon yang diberikan terhadap perilaku atau perbuatan yang dianggap baik, yaitu dapat membuat terulangnya atau meningkatnya perilaku/perbuatan yang dianggap baik tersebut.


(10)

I.G.A.K Wardani dan Siti Julaeha (2007). Dalam proses belajar, guru harus tetap melaksanakan penguatan yang tujuannya adalah :

Meningkatkan perhatian siswa,

Membangkitkan dan memelihara motivasi belajar siswa,

 Mengontrol dan memodivikasi tingkahlaku siswa yang kurang positif serta mendorong memunculkan

tingkahlaku yang produktif. Raka Joni (1985).

F. Alat Peraga

1. Pengertian alat peraga

Secara harfiah media diartikan sebagai medium atau perantara. Dalam kaitannya dengan proses komunikasi pembelajaran, medium diartikan sebagai wahana penyalur pesan pembelajaran. Beberapa ahli dan asosiasi telah mengemukakan pengertian tentang media pembelajaran ini, antara lain sebagai berikut: a. Media pembelajaran sebagai sarana komunikasi baik dalam bentuk cetak maupun pandang dengar,

termasuk perangkat kerasnya.

b. Media pembelajaran sebagai teknologi pembawa pesan yang dapat dimanfaatkan untuk kepentingan pembelajaran.

c. Media pembelajaran adalah segala sesuatu yang dapat digunakan untuk merangsang pikiran, perasaan, perhatian, dan kemauan anak didik sehingga dapat mendorong terjadinya proses belajar pada diri siswa. d. Alat peraga merupakan alat yang digunakan untuk menerangkan atau mewujudkan konsep-konsep

matematika. Dengan menggunakan alat peraga konsep-konsep dalam pembelajaran matematika akan mudah dipelajari oleh siswa.

2. Jenis-jenis Alat peraga.

Beberapa ahli pendidikan, khususnya ahli tentang media pendidikan telah menggolongkan alat peraga sesuai dengan fungsi, bentuk dan sumber alat peraga rersebut. Secara umum alat peraga terdiri dari:

a. Bahan-bahan cetakan atau bacaan seperti: buku, Koran, majalah, dan sebagainya. b. Alat-alat audio dan visual seperti: radio, kaset, TV, video, dan lain-lain.

c. Sumber-sumber masyarakat seperti: monumen, candi, dan peninggalan sejarah lainnya.

d. Koleksi benda-benda seperti: koleksi mata uang kuno, koleksi awetan tumbuhan, dan sebagainya. e. Perilaku guru ketika mengajar yang dicontohkan kepada siswa.

Selanjutnya kalau kita lihat dari jenis indera yang kita gunaka, alat peraga dapat digolongkan menjadi tiga jenis, yaitu:

a. Media audio, yaitu alat peraga yang dapat didengar, seperti: kaset, suara burung, suara petir, suara bel, dan lain-lain.

b. Media visual, yaitu alat peraga yang dapat dilihat, seperti: hewan, tumbuhan, gambar, grafik, model, slide, dan lain-lain.

c. Media audio visual, yaitu alat peraga yang dapat didengar dan dilihat, seperti: video, film, dan lain-lain. Selain itu kita dapat mengelompokkan alat peraga berdasarkan bentuk penyajiannya, yaitu:


(11)

seperti: model, gambar, grafik, foto, peta timbul, awetan tumbuhan dan hewan, dan lain-lain. b. Alat peraga yang dapat diproyeksikan (projected), seperti: film, slide, film strip, dan sebagainya.

Sedangkan jika kita lihat dari sumber alat peraga tersebut, alat peraga dapat digolongkan menjadi:

a. Alat peraga alamiah (natural), yaitu alat peraga yang sesuai dengan benda aslinya di alam, seperti: hewan, tumbuhan, danau, hutan, dan lain-lain.

b. Alat peraga buatan (artificial), yaitu alat peraga hasil modifikasi atau meniru pada benda aslinya, seperti: model alat pernafasan, model jantung manusia, gambar, dan lain-lain.

3. Peranan alat peraga dalam pembelajaran.

Secara umum kita dapat menyimpulkan peranan alat peraga sehubungan dengan pendekatan keterampilan proses antara lain:

a. Dapat mengaktifkan komunikasi dan interaksi antara guru dan siswa dan antar siswa dan sesamanya dalam kegiatan belajat mengajar,

b. Dapat merangsang pikiran, perasaan, perhatian, dan kemauan siswa agar dapat mendorong kegiatan belajar mengajar, sehingga pengalaman belajar yang diperoleh akan lebih bermakna bagi siswa,

c. Dapat membangkitkan keinginan dan minat belajar siswa, sehingga perhatian siswa dapat terpusat pada bahan pelajaran yang diberikan guru,

d. Meletakkan dasar-dasar yang penting untuk perkembangan belajar, sehingga mambuat pelajaran lebih lama diingat,

e. Memberikan pengalaman nyata yang dapat menumbuhkan kegiatan mandiri di kalangan siswa.

G. Metode

Metode Pemberian Tugas

Ketika topik bahasan selesai atau ketika guru harus meninggalkan kelas untuk suatu alasan yang penting baik ada kaitannya dengan pembelajaran. Tugas biasanya diberikan guru berkenaan ceramah guru dan pertanyaan-pertanyaan yang diajukan, misal: PR matematika, pengerjaan LKS, mencatat kuliah tujuh menit, dan lain-lain. Metode penugasan menjadi salah satu cara penyampaian pelajaran agar siswa bersemangat mencari dan menemukan sendiri jawaban atau tugas guru.

Metode pemberian tugas/penugasan diartikan sebagai suatu cara interaksi belajar mengajar yang ditandai adanya tugas dari guru untuk dikerjakan peserta didik di sekolah maupun di rumah secara perorangan atau kelompok. Tujuan penggunaan metode pemberian tugas ini antara lain: merangsang anak aktif belajar baik secara individu maupun kelompok.

Kekuatan dan keterbatasan metode pemberian tugas

Kekuatan Kelemahan

o Merangsang keaktifan belajar siswa,

baik ada guru maupun tidak, baik di

o Sulit mengontrol apakah siswa


(12)

sekolah maupun di luar sekolah lain

o Kembangkan kemandirian siswa

o Sulit beri tugas yang sesuai dengan

kebutuhan siswa

o Lebih menyakinkan apa yang

disam-paikan guru, memperdalam apa yang dipelajari

o Tugas yang monoton dapat mem-beri

kebosanan pada siswa

o Membiasakan siswa mencari dan

menelaah sendiri informasi dan komunikasi

o Tugas yang banyak membuat beban

dan keluhan siswa

o Membina tanggung jawab dan disiplin

siswa

o Tugas kelompok biasanya

diker-jakan oleh siswa yang rajin

1. Jenis dan indikator prestasi belajar

Prestasi belajar pada dasarnya adalah hasil akhir yang diharapkan dapat dicapai setelah seseorang belajar. Menurut Ahmad Tafsir (2008: 34-35), hasil belajar atau bentuk perubahan tingkah laku yang diharapkan itu merupakan suatu target atau tujuan pembelajaran yang meliputi 3 (tiga) aspek yaitu: 1) tahu, mengetahui(knowing); 2) terampil melaksanakan atau mengerjakan yang ia ketahui itu(doing); dan 3) melaksanakan yang ia ketahui itu secara rutin dan konsekwen(being).

Adapun menurut Benjamin S. Bloom, sebagaimana yang dikutip oleh Abu Muhammad Ibnu Abdullah (2008), bahwa hasil belajar diklasifikasikan ke dalam tiga ranah yaitu: 1) ranah kognitif

(cognitive domain); 2) ranah afektif (affective domain); dan 3) ranah psikomotor (psychomotor domain). Bertolak dari kedua pendapat tersebut di atas, penulis lebih cenderung kepada pendapat Benjamin S. Bloom. Kecenderungan ini didasarkan pada alasan bahwa ketiga ranah yang diajukan lebih terukur, dalam artian bahwa untuk mengetahui prestasi belajar yang dimaksudkan mudah dan dapat dilaksanakan, khususnya pada pembelajaran yang bersifat formal.

2. Pengertian Aktifitas

Aktivitas belajar merupakan aktivitas utama yang menjadi fokus dari proses pendidikan yang walaupun istilah pendidikan sendiri didefinisikan secara berbeda-beda oleh berbagai kalangan dan telah banyak dipengaruhi pandangan dunianya (weltanschauung) masing- masing namun pada dasarnya, semua


(13)

pandangan yang berbeda tentang belajar dalam proses pendidikan tersebut bertemu dalam semacam kesimpulan awal, bahwa pendidikan adalah suatu proses penyiapan generasi muda melalui pembelajaran untuk menjalankan kehidupan dan memenuhi tujuan hidupnya secara lebih efektif dan efisien.

Dalam konteks ini, pendidikan dilihat sebagai sebuah proses yang lebih dari pada sekedar pengajaran, dimana yang terakhir ini dapat dikatakan sebagai suatu proses transfer pengetahuan belaka, bukan transformasi nilai dan pembentukan kepribadian dengan segala aspek yang dicakupnya. Dengan demikian pengajaran lebih berorientasi pada pembentukan para spesialis yang terkurung dalam ruang spesialisasinya yang sempit, yang perhatian dan minatnya lebih bersifat teknis. Di pihak lain terkait dengan konteks pernyataan di atas Azyumardi Azra (2002: 3) menganalisis bahwa pendidikan yang berlangsung dalam suatu schooling system cenderung terjebak menjadi suatu proses transfer pengetahuan dan keahlian dalam tekno struktur yang ada.

Akibatnya pendidikan atau lebih jelasnya pengajaran kemudian menjadi suatu komoditi belaka dengan berbagai implikasinya terhadap kehidupan pribadi seseorang dan kehidupan sosial kemasyarakatan.

Dalam dunia pendidikan dikenal tiga ranah yang perlu dikuasai, ditingkatkan, dan dikembangkan anak selama bersekolah, yaitu kognitif (berkaitan dengan pengetahuan), psikomotor (berkaitan dengan keterampilan), dan afektif (berkaitan dengan sikap dan nilai).

Penguasaan ranah kognitif yang mencapai tingkat 'keyakinan' (believe) akan mengendalikan perilaku dan kebiasaan individu sehari-hari sehingga mampu meningkatkan kecakapan hidup (life skill) dan menumbuhkan sikap positif. Para ahli pendidikan sependapat bahwa, untuk meningkatkan penguasaan ranah kognitif ternyata dipengaruhi oleh kepemilikan unsur meta- kognitif, yang salah satunya berkaitan dengan 'keterampilan belajar' atau 'belajar cara belajar (learn how to learn). Kadangkala, kita sering terjebak pada tujuan anak bersekolah. Seolah-olah tujuan akhir anak bersekolah adalah hanya untuk memahami sepenggal materi dari beberapa mata pelajaran. Padahal, realita kehidupan anak sering tidak berkaitan langsung dengan materi yang dipelajari di sekolah.

3. Pengertian Keterampilan Bertanya

Bertanya merupakan tingkah laku yang sangat penting di dalam kelas bertanya untuk mengetahui apakah kualitas berfikir siswa dari sederhana terjadi perubahan frerfikir secara kompleks setelah diberikan

pelajaran.Bertanya merupakan stimulus efektif yang mendorong kemampuan siswa untuk berfikir dan

mengemukakan jawaban yang sesuai dengan harapan guru.

Sardinian 1987 dalam bukunya ‘Interaksi dan Motivasi Belajar Mengajar’ mengatakan bahwa pertanyaan yang baik mempunyai ciri-ciri:


(14)

(1) Kalimatnya singkat dan jelas. (2) Tujuannya jelas.

(3) Setiap pertanyaan hanya -satu masalah. (4) Mendorong anak untuk berfikir kritis.

(5) Jawaban yang diharapkan bukan sekedar ya atau tidak. (6) Bahasa dalam pertanyaan dikenal baik oleh siswa, dan (7) tidak menimbulkan tafsiran ganda

1. Tujuan penggunaan keterampilan bertanya

(1) Membangkitkan minat dan rasa ingin tahu terhadap pokok bahasan (2) Memusatkan perhatian

(3) Mengembangkan SCL (Student Center Learning) (4) Menarik siswa dalam pokok pembicaraan

(5) Mengembangkan cara belajar siswa aktif (6) Mengetahui kesulitan belajar siswa (7) Memotifasi siswa mengeluarkan pendapat (8) Mengukur hasil belajar siswa.

Yang perlu diperhatikan dalam mengajukan pertanyaan: a. Kehangatan Dan Keantusiasan

Baik pada waktu mengajukan pertanyaan maupun menerima jawaban siswa, sikap dan gaya guru suara, ekpresi wajah, gerakan badan, dan sebagainya. Menampilkan ada tidaknya kehangatan.

b. Kebiasaan Yang Harus Dihindari

c. Mengulangi Pertanyaan Sendiri

Contoh : Sebelum siswa dapat berpikir maksimal terhadap pertanyaan guru mengulangi pertanyaan kembali akibatnya siswa tidak konsentrasi.

Mengulangi Jawaban Siswa

Menyebabkan waktu terbuang, siswa tidak mendengar jawaban dari temanya yang lain karena guru akan mengulanginya.

Mejawab Pertanyaan Sendiri

Pertanyaan dijawab guru sebelum siswa mendapatkan kesempatan cukup untuk memikirkan jawabanya sehingga anak beranggapan tidak perlu memikirkan jawabanya karena guru akan memikirkan jawabanya. Pertanyaan Yang Memancing Jawaban Serentak

Contoh : Apa ibu kota RI?

Akibatnya guru tidak dapat mengetahui dengan pasti siapa yang benar dan menutut kemungkinan terjadi interaksi selanjutnya.

Pertanyaan Ganda

Contoh : Siapa pemimpin orang belanda yang pertama datang ke Indonesia, mengapa mereka datang, dan apa akibat mereka itu bagi bangsa Indonesia. Hal ini akan mematahkan semangat siswa yang hanya sanggup menyelesaikan satu dari semua tugas itu.


(15)

h. Menentukan siswa tertentu untuk menjawabnya. Akibatnya anak yang tidak ditunjuk tidak memikirkan

jawabanya.

1. Kerangka berpikir

Dalam pembelajaran siswa mengalami dan melakukan belajar pada pembelajaran Matematika siswa belajar untuk mengembangkan kemampuan berkomunikasi dengan menggunakan bilangan dan symbol-symbol ketajaman penalaran yang dapat memperjelaskan dan menyelesaikan permasalahan dalam

Sk

KD

HarapanKlasikal 75 %

Pelaksanaan Siklus II

Perencanaan

Pelaksanaan

Pengamatan


(16)

kehidupan sehari-hari dalam aktifitas belajar tersebut akan menghasilkan perubahan yang bersifat kualitatif.Kualitas tersebut sangat dipengaruhi oleh pendekatan pembelajaran yang dilakukan guru. Dalam pembelajaran Matematika anak akan memahami konsep dengan baik bila anak sudah merasa tertarik dan berminat untuk belajar Matematika. Selain itu agar hasil belajar lebih bermakna dan memuaskan dalam hal ini menggunakan salah satu metode yang mengaktifkan siswa untuk berpikir lewat metode Demostrasi dengan menemukan konsep sendiri maupun dibimbing guru. Dan apabila Ketuntasan Klasikal Pada Siklus I Masih Kurang dari 75% Maka dilanjutkan dengan Siklus II yang dimulai dari Tindakan, Alat Peraga ( diperjelas & diperbesar Ukurannya)

1. Hipotesis ( jawaban sementara)

Berdasarkan landasan teori dan kerangka berfikir maka hipotesis yang kami ajukan adalah : metode Demostrasi dapat meningkatkan ketuntasan belajar mata pelajaran Matematika kelas IV Semester II SD Negeri 02 Temuireng Tahun Pelajaran 2011/ 2012 pada Kompetensi Dasar “sifat-sifat bangun ruang


(17)

BAB III

PELAKSANAAN PERBAIKAN PEMBELAJARAN

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

A. SETTING PENELITIAN

Penelitian dilaksanakan di SD Negeri 02 Temuireng dengan 2 Siklus. Siklus I dilaksanakan 2X tatap muka dilaksanakan Pada Tanggal 9 April 2012 dan 11 April 2012, Siklus 2 dilaksanakan 1X tatap muka dilaksanakn Pada Tanggal 16 April 2012,Penentuan waktu tersebut disesuaikan dengan jadwal tugas

mengajar pada pembahasan “sifat-sifat bangun ruang

Peneliti dilakukan oleh guru kelas IV yang telah menjabat dari januari 2010 sampai sekarang,

B. SUBYEK PENELITIAN

Adalah Siswa kelas IV SD Negeri 02 Temuireng Semester II tahun Pelajaran 2011/2012 yang jumlahnya 20 siswa terdiri dari 8 laki-laki & 12 siswa Perempuan. Kelas IV SD Negeri 02 Temuireng dijadikan Subyek penelitian dengan pertimbangan bahwa Kelas tersebut dengan materi Kompetensi Dasar

( KD )sifat-sifat bangun ruang sederhanadengan KKM = 70 pada kondisi awal / ulangan harian

rata-rata nilai yang diperoleh baru mencapai 65,40 disamping itu Ketuntasan Klasikal baru mencapai 35%, sedangkan ketuntasan klsikal yang diharapkan 75% berarti terdapat kekurangan 35%

C. SUMBER DATA

Penelitian ini mengunakan sumber data primer dan data sekunder. Data primer diambil dari hasil belajar siswa yang berupa ulangan harian . sedangkan data sekunder diambil melalui observasi / pengamatan secara langsung yang dapat dituangkan dalam jurnal kelas dan buku catatan perkembangan siswa.

D. TEKNIK DAN ALAT PENGUMPULAN DATA

Teknik Pengumpulan data mengunakan teknik test dan non test. Teknik penilaian dengan test digunakan untuk mengetahui hasil belajar siswa sedangkan teknik non test yang melalui observasi / pemgamatan digunakan untuk melengkapi data-data pendukung.


(18)

E. ANALISIS DAN VALIDASI DATA

Pada penelitian ini data yang dianalisis adalah : data primer dan data sekunder . analisis data primer yaitu : analisis hasil belajar pada Mata Pelajran Matematika dengan Kompetensi Dasar “sifat-sifat

bangun ruang “, Pelaksanaan analisis secara deskriptif komparatif yaitu membandingkan nilai kondisi

awal dengan hasil yang telah dicapai pada setiap Siklus.Validasi data menggunakan “ Triagulasi “ yaitu data yang diperoleh diklarifikasi /. Dicek kebenarannya.

F. INDIKATOR KINERJA.

Kemampuan nmemahami “sifat-sifat bangun ruang “ dapat dikelompokkan menjadi 5 Skala

dengan kategori sebagai berikut :

 Sangat Baik : 90 - 100

 Baik : 80 - 89

 Sedang : 70 - 79

 Rendah : 60 – 69

 Sengat Rendah : < 60

Dalam KTSP Sekolah SD Negeri 02 Temireng disebutkan bahwa ketuntasan Individu dengan KKM =70 sedangkan ketuntasan klasikal yang ditargetkan = 75% dari jumlah siswa yang ada di kelas tersebut.

G. PROSEDUR PENELITIAN

Alur penelitian tindakan kelas terdiri atas atas rangkaian 4 kegiatan yang dilakukan dalam siklus Secara berulang empat kegiatan itu meliputi : perencanaan, tindakan, pengamatan, dan refleksi dapat di gambarkan sebagai berikut :


(19)

Dalam pembelajaran siswa mengalami dan melakukan belajar pada pembelajaran Matematika siswa belajar untuk mengembangkan kemampuan berkomunikasi dengan menggunakan bilangan dan symbol-symbol ketajaman penalaran yang dapat memperjelaskan dan menyelesaikan permasalahan dalam kehidupan sehari-hari dalam aktifitas belajar tersebut akan menghasilkan perubahan yang bersifat kualitatif.Kualitas tersebut sangat dipengaruhi oleh pendekatan pembelajaran yang dilakukan guru. Dalam


(20)

pembelajaran Matematika anak akan memahami konsep dengan baik bila anak sudah merasa tertarik dan berminal untuk belajar Matematika. Selain itu agar hasil belajar lebih bermakna dan memuaskan dalam hal ini menggunakan salah satu metode yang mengaktifkan siswa untuk berpikir lewat metode Media Alat Peraga dengan menemukan konsep sendiri maupun dibimbing guru. Dan apabila Ketuntasan Klasikal Pada Siklus I Masih Kurang dari 75% Maka dilanjutkan dengan Siklus II yang dimulai dari Tindakan, Metode Demonstrasi ( yang diperlambat temponya & diambil secara merata siswa yang mendemonstrasikannya)

A. Subjek penelitian

1. Tempat Penelitian

Penelitian perbaikan pembelajaran dilaksanakan di kelas IV SD Negeri 02 Temuireng, Kecamatan Petarukan, Kabupaten Pemalang.

2. Karakteristik Siswa

Siswa kelas IV ini terdiri dari 20 siswa yang terbagi menjadi 8 laki-laki dan 12 perempuan. Peneliti adalah guru kelas IV di SD Negeri 02 Temuireng.

3. Jadwal Pelaksanaan

Perbaikan pembelajaran mata pelajaran Matematika dilaksanakan pada hari Senin, 09 April 2012

B. Deskripsi Perbaikan Per-Siklus

Jadwal Pelaksanaan Perbaikan Pembelajararan Per Siklus N

o Hari/tanggal Waktu

Mata Pelajaran

Pelaksanaa n

1. Senin, 9 April 2012 09.00-10.10 Matematika Siklus I

2. Senin, 16 April 2012 09.00-10.10 Matematika Siklus II

1. Pra-Siklus

Pembelajaran matematika tentang penjumlahan bilangan bulat yang dilakukan pada pra-siklus terdiri atas empat tahap, yaitu:

1. Perencanaan 2. Pelaksanaan 3. Observasi 4. Refleksi


(21)

Adapun langkah-langkah yang dimaksud adalah: a. Perencanaan

1. Mempersiapkan RPP

2. Alat peraga model bangun-bangun ruang

3. Membuat lembar kerja siswa

4. Membuat soal tes formatif

b. Pelaksanaan

1. Guru memberikan apersepsi

2. Guru memotifasi siswa

3. Guru terampil menjelaskan materi pelajaran dengan alat peraga model bangun-bangun ruang

4. Guru mengaktifkan siswa dalam tanya jawab

5. Siswa mengerjakan soal di papan tulis

6. Siswa menjawab pertanyaan lisan

7. Siswa berdiskusi secara berkelompok

8. Siswa mempresentasikan hasil diskusi

9. Siswa mengerjakan soal tes formatif

c. Observasi

Observasi mengamati proses pembelajaran yang difokuskan pada penggunaan alat peraga (lembar observasi terlampir). Hasil pengamatan terhadap guru diperoleh temuan-temuan antara lain:

1. Aspek guru yang perlu dipertahankan:

a. Guru menggunakan bahasa yang mudah dipahami siswa b. Guru memberi pertanyaan kepada siswa secara merata c. Menyimpulkan materi pelajaran

Cara yang dilakukan guru di atas perlu dipertahankan dalam pembelajaran siklus II untuk meningkatkan pemahaman siswa, terutama pada siswa yang belum mencapai ketuntasan belajar.

2. Aspek guru yang perlu ditingkatkan:

1. Alat peraga yang digunakan guru berupa gambar-gambar kecil yang tidak dapat dilihat semua siswa

2. Guru tidak melibatkan siswa dalam memberikan apersepsi

3. Guru acuh terhadap siswa yang menjawab pertanyaan

Agar dalam siklus II mencapai hasil belajar siswa yang lebih baik, aspek yang masih kurang perlu ditingkatkan dalam kegiatan perbaikan.

Hasil pengamatan terhadap siswa diperoleh temuan sebagai berikut:

1. Masih banyak siswa yang malu bertanya

2. Siswa kurang dilibatkan dalam penggunaan alat peraga

3. Banyak siswa yang mengalami kesulitan dalam mengerjakan tugas

d. Refleksi

Setelah peneliti memperoleh hasil pengamatan dan masukan teman sejawat serta konsultasi dengan pembimbing, diperoleh refleksi sebagai berikut:

a. Penggunaan metode ceramah dan dalam apersepsi belum menanamkan materi prasyarat b. Guru kurang memberikan alat peraga model bangun-bangun ruang


(22)

d. Ketuntasan belajar pada pra siklus mencapai 50%.

Pembelajaran pada pra-siklus belum mencapai ketuntasan klasikal. Untuk itu peneliti melakukan perbaikan pembelajaran siklus I

2. Siklus I

Perbaikan pembelajaran akan dilaksanakan dalam dua siklus dimana setiap siklusnya terdiri atas empat tahap, yaitu:

1. Perencanaan 2. Pelaksanaan 3. Observasi 4. Refleksi

Adapun langkah-langkah yang dimaksud adalah: a. Perencanaan

1. Mengadakan diskusi dengan teman sejawat

2. Mengadakan konsultasi dengan pembimbing

3. Mempersiapkan RPP Siklus I (terlampir)

4. Alat peraga model bangun-bangun ruang

5. Membuat lembar kerja siswa

6. Membuat soal tes formatif

7. Minta ijin Kepala Sekolah untuk melaksanakan pembelajaran

b. Pelaksanaan

1. Guru memberikan apersepsi

2. Guru memotifasi siswa

3. Guru terampil menjelaskan materi pelajaran dengan alat peraga model bangun-bangun ruang

4. Guru mengaktifkan siswa dalam tanya jawab

5. Siswa mengerjakan soal di papan tulis

6. Siswa menjawab pertanyaan lisan

7. Siswa berdiskusi secara berkelompok

8. Siswa mempresentasikan hasil diskusi

9. Siswa mengerjakan soal tes formatif

c. Observasi

Observasi mengamati proses pembelajaran yang difokuskan pada penggunaan alat peraga (lembar observasi terlampir). Hasil pengamatan terhadap guru diperoleh temuan-temuan antara lain:

1. Aspek guru yang perlu dipertahankan:

a. Guru menggunakan bahasa yang mudah dipahami siswa b. Guru memberi pertanyaan kepada siswa secara merata c. Menyimpulkan materi pelajaran

Cara yang dilakukan guru di atas perlu dipertahankan dalam pembelajaran siklus II untuk meningkatkan pemahaman siswa, terutama pada siswa yang belum mencapai ketuntasan belajar.


(23)

2. Aspek guru yang perlu ditingkatkan:

4. Alat peraga yang digunakan guru berupa gambar-gambar kecil yang tidak dapat dilihat semua siswa

5. Guru tidak melibatkan siswa dalam memberikan apersepsi

6. Guru acuh terhadap siswa yang menjawab pertanyaan

Agar dalam siklus II mencapai hasil belajar siswa yang lebih baik, aspek yang masih kurang perlu ditingkatkan dalam kegiatan perbaikan.

Hasil pengamatan terhadap siswa diperoleh temuan sebagai berikut:

4. Masih banyak siswa yang malu bertanya

5. Siswa kurang dilibatkan dalam penggunaan alat peraga

6. Banyak siswa yang mengalami kesulitan dalam mengerjakan tugas

d. Refleksi

Setelah peneliti memperoleh hasil pengamatan dan masukan teman sejawat serta konsultasi dengan pembimbing, diperoleh refleksi sebagai berikut:

a. Penggunaan metode ceramah dan dalam apersepsi belum menanamkan materi prasyarat b. Guru kurang memberikan alat peraga model bangun-bangun ruang

c. Siswa kurang termotivsai dan tidak berani menjawab pertanyaan guru

d. Ada peningkatan ketuntasan belajar klasikal (75%), sebesar15%. Ketuntasan belajar pada pra siklus mencapai 50% sedangkan pada siklus I 60 %.

3. Siklus II a. Perencanaan

1. Mengadakan diskusi dengan teman sejawat

2. Mengadakan konsultasi dengan pembimbing

3. Mempersiapkan RPP siklus II (terlampir)

4. Mempersiapkan alat peraga model bangun-bangun ruang

5. Membuat lembar kerja siswa

6. Membuat soal tes formatif

b. Pelaksanaan

1. Guru memberikan apersepsi

2. Guru memotifasi siswa

3. Guru trampil menjelaskan materi pelajaran dengan alat peraga

4. Guru mengaktifkan siswa dalam tanya jawab

5. Siswa menjawab pertanyaan lisan

6. Siswa berdiskusi secara berkelompok

7. Siswa mengamati alat peraga dalam menjawab soal

8. Siswa mempresentasikan hasil diskusi

9. Siswa mengerjakan soal tes formatif

c. Observasi

Hasil pengamatan terhadap guru diperoleh peningkatan aspek-aspek yang dilakukan guru dalam pembelajaran, antara lain:


(24)

1. Sebelum kegiatan inti guru mengadakan apersepsi

2. Dalam kegiatan inti guru menjelaskan materi pelajaran dengan menggunakan alat peraga yang tepat

4. Dalam memberi pertanyaan, guru sudah tidak terfokus pada satu siswa

5. Mengaktifkan siswa dalam latihan

Usaha-usaha yang dilakukan guru telah dapat meningkatkan hasil belajar siswa dalam usaha mencapai ketuntasan belajar secara klasikal.

Dari pengamatan terhadap siswa diperoleh temuan sebagai berikut:

1. Siswa tampak percaya diri dalam menjawab pertanyaan guru

2. Siswa terlibat aktif dalam menggunakan alat peraga

3. Kerjasama kelompok sudah tampak hidup

d. Refleksi

Setelah peneliti melaksanakan kegiatan perbaikan pembelajaran siklus II, diperoleh refleksi sebagai berikut:

Aspek guru yang mengalami peningkatan:

a. Guru menggunakan alat peraga berupa gambar-gambar kecil dengan melibatkan siswa dalam penggunaannya

b. Guru melibatkan siswa dalam memberikan apersepsi

c. Guru memberi penguatan terhadap siswa yang menjawab pertanyaan

d. Dengan penyajian materi dan disertai penggunaan alat peraga model bangun-bangun ruang, pemahama siswa terhadap materi meningkat

e. Dengan seringnya guru memberikan penguatan, motifasi siswa lebih tampak

Namun demikian hal ini kami menganggap proses kegiatan siklus telah berhasil dan membawa dampak kemajuan bagi siswa kami. Ada hal yang penulis rasakan sebagai suatu yang membanggakan walaupun sebelumnya penulis merasa pesimis ketika siswa-siswa mengerjakan soal-soal latihan. Ternyata mereka mampu dan sanggup melaksanakan tugas dengan baik dan penuh tanggung jawab.

Perbaikan pembelajaran pada siklus II berhasil, terbukti banyak siswa telah mencapai tingkat ketuntasan. Pada siklus I prosentase ketuntasan siswa 60% dan pada siklus II prosentase ketuntasan siswa 80%, sehingga ada kenaikan ketuntasan belajar siswa


(25)

DAFTAR PUSTAKA

Fattah Nanang (2007), Manajemen Berbasis Sekolah, Jakarta: Universitas Terbuka

Marsono Joko (2004), Matematika 4, Jakarta: Balai Pustaka

Natawijaya Rohman (1981),Matematika,Jakarta: balai pustaka Ruseffendi (1994) Matematika ,Jakarta:Universitas Terbuka

Setiawan Denny (2007), Komputer dan Media Pembelajaran, Jakarta: Universitas Terbuka

Sumantri Mulyani, Syaodi Nana (2005), Perkembangan Peserta Didik, Jakarta: Universitas Terbuka

Suprayekti (2007), Pembaharuan Pembelajaran, Jakarta: Universitas Terbuka

Susiliana Rusdi {2007}Pembaharuan Pembelajaran,JakartaUniversitas Terbuka

Wardani I.G.A.K, Julaeha Siti, Marsinah Ngadi (2007), Pemantapan Profesional, Jakarta: Universitas Terbuka

Wardani I.G.A.K. Wihardi Kuswaya Nasution Noehi {2007

}

penelitian tindakan kelasl, Jakarta: Universitas

Terbuka

Winataputra.Udin.S {2007} Pembaharuan Pembelajaran, Jakarta: Universitas Terbuka


(1)

pembelajaran Matematika anak akan memahami konsep dengan baik bila anak sudah merasa tertarik dan berminal untuk belajar Matematika. Selain itu agar hasil belajar lebih bermakna dan memuaskan dalam hal ini menggunakan salah satu metode yang mengaktifkan siswa untuk berpikir lewat metode Media Alat Peraga dengan menemukan konsep sendiri maupun dibimbing guru. Dan apabila Ketuntasan Klasikal Pada Siklus I Masih Kurang dari 75% Maka dilanjutkan dengan Siklus II yang dimulai dari Tindakan, Metode Demonstrasi ( yang diperlambat temponya & diambil secara merata siswa yang mendemonstrasikannya)

A. Subjek penelitian 1. Tempat Penelitian

Penelitian perbaikan pembelajaran dilaksanakan di kelas IV SD Negeri 02 Temuireng, Kecamatan Petarukan, Kabupaten Pemalang.

2. Karakteristik Siswa

Siswa kelas IV ini terdiri dari 20 siswa yang terbagi menjadi 8 laki-laki dan 12 perempuan. Peneliti adalah guru kelas IV di SD Negeri 02 Temuireng.

3. Jadwal Pelaksanaan

Perbaikan pembelajaran mata pelajaran Matematika dilaksanakan pada hari Senin, 09 April 2012

B. Deskripsi Perbaikan Per-Siklus

Jadwal Pelaksanaan Perbaikan Pembelajararan Per Siklus N

o Hari/tanggal Waktu

Mata Pelajaran

Pelaksanaa n 1. Senin, 9 April 2012 09.00-10.10 Matematika Siklus I 2. Senin, 16 April 2012 09.00-10.10 Matematika Siklus II

1. Pra-Siklus

Pembelajaran matematika tentang penjumlahan bilangan bulat yang dilakukan pada pra-siklus terdiri atas empat tahap, yaitu:

1. Perencanaan 2. Pelaksanaan 3. Observasi 4. Refleksi


(2)

Adapun langkah-langkah yang dimaksud adalah: a. Perencanaan

1. Mempersiapkan RPP

2. Alat peraga model bangun-bangun ruang

3. Membuat lembar kerja siswa

4. Membuat soal tes formatif

b. Pelaksanaan

1. Guru memberikan apersepsi

2. Guru memotifasi siswa

3. Guru terampil menjelaskan materi pelajaran dengan alat peraga model bangun-bangun ruang

4. Guru mengaktifkan siswa dalam tanya jawab

5. Siswa mengerjakan soal di papan tulis

6. Siswa menjawab pertanyaan lisan

7. Siswa berdiskusi secara berkelompok

8. Siswa mempresentasikan hasil diskusi

9. Siswa mengerjakan soal tes formatif

c. Observasi

Observasi mengamati proses pembelajaran yang difokuskan pada penggunaan alat peraga (lembar observasi terlampir). Hasil pengamatan terhadap guru diperoleh temuan-temuan antara lain:

1. Aspek guru yang perlu dipertahankan:

a. Guru menggunakan bahasa yang mudah dipahami siswa b. Guru memberi pertanyaan kepada siswa secara merata c. Menyimpulkan materi pelajaran

Cara yang dilakukan guru di atas perlu dipertahankan dalam pembelajaran siklus II untuk meningkatkan pemahaman siswa, terutama pada siswa yang belum mencapai ketuntasan belajar.

2. Aspek guru yang perlu ditingkatkan:

1. Alat peraga yang digunakan guru berupa gambar-gambar kecil yang tidak dapat dilihat semua siswa

2. Guru tidak melibatkan siswa dalam memberikan apersepsi

3. Guru acuh terhadap siswa yang menjawab pertanyaan

Agar dalam siklus II mencapai hasil belajar siswa yang lebih baik, aspek yang masih kurang perlu ditingkatkan dalam kegiatan perbaikan.

Hasil pengamatan terhadap siswa diperoleh temuan sebagai berikut: 1. Masih banyak siswa yang malu bertanya

2. Siswa kurang dilibatkan dalam penggunaan alat peraga

3. Banyak siswa yang mengalami kesulitan dalam mengerjakan tugas

d. Refleksi

Setelah peneliti memperoleh hasil pengamatan dan masukan teman sejawat serta konsultasi dengan pembimbing, diperoleh refleksi sebagai berikut:

a. Penggunaan metode ceramah dan dalam apersepsi belum menanamkan materi prasyarat b. Guru kurang memberikan alat peraga model bangun-bangun ruang


(3)

d. Ketuntasan belajar pada pra siklus mencapai 50%.

Pembelajaran pada pra-siklus belum mencapai ketuntasan klasikal. Untuk itu peneliti melakukan perbaikan pembelajaran siklus I

2. Siklus I

Perbaikan pembelajaran akan dilaksanakan dalam dua siklus dimana setiap siklusnya terdiri atas empat tahap, yaitu:

1. Perencanaan 2. Pelaksanaan 3. Observasi 4. Refleksi

Adapun langkah-langkah yang dimaksud adalah: a. Perencanaan

1. Mengadakan diskusi dengan teman sejawat

2. Mengadakan konsultasi dengan pembimbing

3. Mempersiapkan RPP Siklus I (terlampir)

4. Alat peraga model bangun-bangun ruang

5. Membuat lembar kerja siswa

6. Membuat soal tes formatif

7. Minta ijin Kepala Sekolah untuk melaksanakan pembelajaran

b. Pelaksanaan

1. Guru memberikan apersepsi

2. Guru memotifasi siswa

3. Guru terampil menjelaskan materi pelajaran dengan alat peraga model bangun-bangun ruang

4. Guru mengaktifkan siswa dalam tanya jawab

5. Siswa mengerjakan soal di papan tulis

6. Siswa menjawab pertanyaan lisan

7. Siswa berdiskusi secara berkelompok

8. Siswa mempresentasikan hasil diskusi

9. Siswa mengerjakan soal tes formatif

c. Observasi

Observasi mengamati proses pembelajaran yang difokuskan pada penggunaan alat peraga (lembar observasi terlampir). Hasil pengamatan terhadap guru diperoleh temuan-temuan antara lain:

1. Aspek guru yang perlu dipertahankan:

a. Guru menggunakan bahasa yang mudah dipahami siswa b. Guru memberi pertanyaan kepada siswa secara merata c. Menyimpulkan materi pelajaran

Cara yang dilakukan guru di atas perlu dipertahankan dalam pembelajaran siklus II untuk meningkatkan pemahaman siswa, terutama pada siswa yang belum mencapai ketuntasan belajar.


(4)

2. Aspek guru yang perlu ditingkatkan:

4. Alat peraga yang digunakan guru berupa gambar-gambar kecil yang tidak dapat dilihat semua siswa

5. Guru tidak melibatkan siswa dalam memberikan apersepsi

6. Guru acuh terhadap siswa yang menjawab pertanyaan

Agar dalam siklus II mencapai hasil belajar siswa yang lebih baik, aspek yang masih kurang perlu ditingkatkan dalam kegiatan perbaikan.

Hasil pengamatan terhadap siswa diperoleh temuan sebagai berikut: 4. Masih banyak siswa yang malu bertanya

5. Siswa kurang dilibatkan dalam penggunaan alat peraga

6. Banyak siswa yang mengalami kesulitan dalam mengerjakan tugas

d. Refleksi

Setelah peneliti memperoleh hasil pengamatan dan masukan teman sejawat serta konsultasi dengan pembimbing, diperoleh refleksi sebagai berikut:

a. Penggunaan metode ceramah dan dalam apersepsi belum menanamkan materi prasyarat b. Guru kurang memberikan alat peraga model bangun-bangun ruang

c. Siswa kurang termotivsai dan tidak berani menjawab pertanyaan guru

d. Ada peningkatan ketuntasan belajar klasikal (75%), sebesar15%. Ketuntasan belajar pada pra siklus mencapai 50% sedangkan pada siklus I 60 %.

3. Siklus II a. Perencanaan

1. Mengadakan diskusi dengan teman sejawat 2. Mengadakan konsultasi dengan pembimbing 3. Mempersiapkan RPP siklus II (terlampir)

4. Mempersiapkan alat peraga model bangun-bangun ruang 5. Membuat lembar kerja siswa

6. Membuat soal tes formatif b. Pelaksanaan

1. Guru memberikan apersepsi 2. Guru memotifasi siswa

3. Guru trampil menjelaskan materi pelajaran dengan alat peraga 4. Guru mengaktifkan siswa dalam tanya jawab

5. Siswa menjawab pertanyaan lisan 6. Siswa berdiskusi secara berkelompok

7. Siswa mengamati alat peraga dalam menjawab soal 8. Siswa mempresentasikan hasil diskusi

9. Siswa mengerjakan soal tes formatif c. Observasi

Hasil pengamatan terhadap guru diperoleh peningkatan aspek-aspek yang dilakukan guru dalam pembelajaran, antara lain:


(5)

1. Sebelum kegiatan inti guru mengadakan apersepsi

2. Dalam kegiatan inti guru menjelaskan materi pelajaran dengan menggunakan alat peraga yang tepat 4. Dalam memberi pertanyaan, guru sudah tidak terfokus pada satu siswa

5. Mengaktifkan siswa dalam latihan

Usaha-usaha yang dilakukan guru telah dapat meningkatkan hasil belajar siswa dalam usaha mencapai ketuntasan belajar secara klasikal.

Dari pengamatan terhadap siswa diperoleh temuan sebagai berikut: 1. Siswa tampak percaya diri dalam menjawab pertanyaan guru 2. Siswa terlibat aktif dalam menggunakan alat peraga

3. Kerjasama kelompok sudah tampak hidup d. Refleksi

Setelah peneliti melaksanakan kegiatan perbaikan pembelajaran siklus II, diperoleh refleksi sebagai berikut:

Aspek guru yang mengalami peningkatan:

a. Guru menggunakan alat peraga berupa gambar-gambar kecil dengan melibatkan siswa dalam penggunaannya

b. Guru melibatkan siswa dalam memberikan apersepsi

c. Guru memberi penguatan terhadap siswa yang menjawab pertanyaan

d. Dengan penyajian materi dan disertai penggunaan alat peraga model bangun-bangun ruang, pemahama siswa terhadap materi meningkat

e. Dengan seringnya guru memberikan penguatan, motifasi siswa lebih tampak

Namun demikian hal ini kami menganggap proses kegiatan siklus telah berhasil dan membawa dampak kemajuan bagi siswa kami. Ada hal yang penulis rasakan sebagai suatu yang membanggakan walaupun sebelumnya penulis merasa pesimis ketika siswa-siswa mengerjakan soal-soal latihan. Ternyata mereka mampu dan sanggup melaksanakan tugas dengan baik dan penuh tanggung jawab.

Perbaikan pembelajaran pada siklus II berhasil, terbukti banyak siswa telah mencapai tingkat ketuntasan. Pada siklus I prosentase ketuntasan siswa 60% dan pada siklus II prosentase ketuntasan siswa 80%, sehingga ada kenaikan ketuntasan belajar siswa


(6)

DAFTAR PUSTAKA

Fattah Nanang (2007), Manajemen Berbasis Sekolah, Jakarta: Universitas Terbuka Marsono Joko (2004), Matematika 4, Jakarta: Balai Pustaka

Natawijaya Rohman (1981),Matematika,Jakarta: balai pustaka Ruseffendi (1994) Matematika ,Jakarta:Universitas Terbuka

Setiawan Denny (2007), Komputer dan Media Pembelajaran, Jakarta: Universitas Terbuka

Sumantri Mulyani, Syaodi Nana (2005), Perkembangan Peserta Didik, Jakarta: Universitas Terbuka Suprayekti (2007), Pembaharuan Pembelajaran, Jakarta: Universitas Terbuka

Susiliana Rusdi {2007}Pembaharuan Pembelajaran,JakartaUniversitas Terbuka

Wardani I.G.A.K, Julaeha Siti, Marsinah Ngadi (2007), Pemantapan Profesional, Jakarta: Universitas Terbuka Wardani I.G.A.K. Wihardi Kuswaya Nasution Noehi {2007

}

penelitian tindakan kelasl, Jakarta: Universitas

Terbuka

Winataputra.Udin.S {2007} Pembaharuan Pembelajaran, Jakarta: Universitas Terbuka