UPAYA MENINGKATKAN KEMANDIRIAN RENCANA STUDI LANJUT MENGGUNAKAN LAYANAN KONSELING KELOMPOK PADA SISWA DI SMP NEGERI 5 BANDARLAMPUNG TAHUN AJARAN 2012/2013

(1)

SANWACANA

Assalamu’alaikum warohmatullohi wabarokatuh

Puji Syukur penulis ucapkan kehadirat Alloh SWT, yang telah melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan skripsi yang berjudul “Upaya Meningkatkan Kemandirian Rencana Studi Lanjut Menggunakan Layanan Konseling Kelompok Pada Siswa di SMP Negeri 5 Bandar Lampung Tahun Ajaran 2012/2013”. Skripsi ini disusun sebagai salah satu syarat untuk meraih gelar Sarjana Pendidikan di Universitas Lampung.

Penulis menyadari di dalam menyusun skripsi ini bukan hanya atas kemampuan dan usaha penulis semata. Namun juga bantuan dari berbagai pihak. Untuk itu pada kesempatan ini, penulis sampaikan terima kasih kepada:

1. Bapak Dr. Bujang Rahman, M.Si. selaku Dekan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Lampung

2. Bapak Drs. Baharuddin Risyak, M.Pd selaku Ketua Jurusan Ilmu Pendidikan

3. Bapak Drs. Yusmansyah, M.Si selaku Ketua Program Studi Bimbingan Konseling sekaligus Pembimbing Utama pada penulisan skripsi ini. Terima kasih atas kesediaan waktu dan tenaganya yang telah memberikan bimbingan, saran dan kritik dalam proses penyelesaian skripsi ini.

4. Ibu Shinta Mayasari, S.Psi., M.Psi., Psi., selaku pembimbing kedua yang telah memberikan waktu, ide, petunjuk, bimbingan selama penyusunan skripsi serta memberikan ilmunya selama penelitian.

5. Ibu Diah Utaminingsih, S.Psi., M.A., Psi., selaku penguji utama pada penulisan skripsi ini. Terima kasih atas bimbingan, masukan dan saran-sarannya hingga menuju ujian akhir.


(2)

6. Bapak dan Ibu Dosen Bimbingan Konseling FKIP Unila, terima kasih atas ilmu-ilmu yang telah diberikan selama perkuliahan berlangsung, semoga apa yang bapak dan ibu berikan dapat bermanfaat untuk masa depan.

7. Bapak dan Ibu Staf Administrasi FKIP Unila, terima kasih atas bantuannya selama ini dalam menyelesaikan segala keperluan administrasi kami.

8. Bapak Ahmad Syafei, M.Pd., selaku Kepala SMP Negeri 5 Bandar Lampung. Terima kasih atas bantuan dan kesediaannya membantu penulis dalam memberikan izin penelitian.

9. Ibu Woro Wardhani, S.Pd., selaku Guru Bimbingan dan Konseling SMP Negeri 5 Bandar Lampung yang telah memberikan bimbingan dalam penelitian.

10. Guru dan Staf Tata Usaha SMP Negeri 5 Bandar Lampung yang telah memberikan bantuan dalam penelitian.

11. Kedua orang tuaku tercinta yang tak henti-hentinya menyayangiku, dan tanpa lelah memberikan semua pengorbanan, doa, dukungan, semangat serta selalu sabar menantikan keberhasilanku.

12. Kakakku (Mas Inu) dan kedua adikku (Cimot dan Dewi), Mbak Lina serta keponakan kecilku Sakina Bunga Dzikria yang kusayangi dan selalu senantiasa memberikan do'a, semangat dan motivasi kepadaku.

13. Sahabat-sahabat seperjuangku (team Mapala 9CM), Dian Shinta ’Ambar’sari, ’Chingu’ Satri, Dwi ’Dudu’ Trisnaningsih, Arlia ’Pringsewu’, Cimudt ’Ardiyanti’, Ipeh ’Zoom’, Wita, Lie ’Jolie’, Era terima kasih untuk motivasi yang diberikan dan untuk persahabatan yang indah serta perjuangan indah di saat-saat terakhir kita.

14. Teman-teman Bimbingan dan Konseling angkatan 2005: Bayi, Arif, Amien, Ato, Egi, Andi, Wulan, Yulis, Yana, Esti, Tia, Irma, Fitri, Lia, Herlina, Apri, Meli, dan lain-lain yang telah


(3)

memberikan kenangan manis. Terimakasih atas kebersamaan dan kekompakan kita selama ini. Semoga kita tetap kompak selalu.

15. Kakak dan adik tingkat Program Studi Bimbingan dan Konseling dari Angkatan 2001 sampai Angkatan 2012 yang tidak dapat disebutkan satu persatu karena keterbatasan memoriku, terima kasih atas kebersamaannya

16. Rekan-rekan PPL di SMP Negeri 3 Bandar Lampung : Gali, Idun, Imam, Dies, Herlina, Mbak Yuli, Ike. Terima kasih atas kebersamaannya. Semoga kita semua bisa menjadi orang yang sukses dan apa yang diharapkan dapat tercapai.

17. Siswa-siswi SMP Negeri 5 Bandar Lampung (Desmi, Febri, Icut, Rini, Asep, Mutiara, Maulidza, Novri) sebagai subjek penelitianku. Terima kasih atas bantuan dan kerja sama adek-adek sekalian sehingga skripsi ini dapat terselesaikan.

18. Rekan-rekan sesama volunteer di Autism Care Indonesia (Kak Shinta, Susi, Ridho, Erin, Diana, Tara, Jeje, Aslama, Arum, Idjo, Bebi, dan kawan-kawan lainnya). Terima kasih atas dorongan dan motivasinya selama ini. Tetap jaga semangat dan kekompakan kita.

19. Untuk semua nama yang tidak disebutkan di sini tapi pernah mengisi dan mewarnai hidupku, terima kasih atas semua kasih sayang, kebaikan, dan dukungan yang telah memberikan kesan dan pelajaran hidup yang berharga bagi penulis.

Penulis menyadari bahwa dalam skripsi ini masih banyak kekurangan jauh dari kesempurnaan, oleh karena itu penulis mengharapkan saran dan kritik yang bersifat membangun dari berbagai pihak. Penulis mengharapkan semoga skripsi ini bermanfaat bagi semua pihak yang membutuhkan.


(4)

Bandar Lampung, Desember 2012 Penulis,


(5)

RIWAYAT HIDUP

Penulis lahir di Tanjungkarang, Lampung tanggal 19 Mei 1987, merupakan anak kedua dari 4 bersaudara, dari pasangan Bapak Heru Sasongko dan Ibu Ruswati.

Jenjangpendidikanpenulisdimulaidari pendidikandi Taman Kanak-kanakCendrawasihTanjungAgung, Bandarlampungtahun 1993.Kemudianmelanjutkan di Sekolah Dasar (SD) Negeri1 Sawah Lamatahun 1999. Menyelesaikanpendidikanlanjutan diSekolahLanjutan Tingkat Pertama (SLTP) Negeri 10 Bandar Lampungtahun 2002, dan Sekolah Menengah Atas (SMA) Negeri5Bandar Lampung tahun 2005.

Tahun 2005, penulis terdaftar sebagai mahasiswa Jurusan Ilmu Pendidikan Program Studi Bimbingan Konseling FKIP Unila melalui jalurSeleksi Peneriamaan Mahasiswa Baru(SPMB).Dan tahun 2009 penulis telah melaksanakan Praktik Layanan Bimbingan Konseling (PLBK) di SMPNegeri 3Bandar Lampung.

Selamamasaperkuliahan, penulispernahmengikutibeberapaorganisasidiantaranya: anggota FPPI dimulaisejaktahun 2005, volunteer keterapisan di Klinik Autism Care Indonesia (ACI) sejaktahun 2010 hinggakini.


(6)

(7)

PERSEMBAHAN

Sebuah karya kecil... yang menambah warna dalam kehidupanku, dengan segala kerendahan hati kupersembahkan pada Mu Ya Robbi, sebagai pemberi kehidupan dan sumber kekuatan untukku menjalaninya.

AyahandakuHerusasongkodanIbundaRuswati

yangtakpernahlelahmemberikandoa, semangatdanpengorbanan sertalinangan air mata ….., yang selalu terarah untukku. . Terimakasihataskesabarannyadalammenantikeberhasilanku.

Kakakku, Mas Wisnu, sertaKeduaAdikkuTrisnodanDewisertaMbaksematawayangku, MbakLina. Terimakasihuntukdoadanmotivasi yang telahdiberikan.

KeponakankutersayangSakinaBungaDzikria

yangmampumemberikankeceriaandanmenghilangkansemuakesedihan. Untuksemua orang yang mendoakandanmengharapkankeberhasilanku.


(8)

(9)

DAFTAR TABEL

Tabelhalaman

Tabel 1.Data Siswa Yang Memiliki KemandirianRencana

StudiLanjut Yang Rendah ... 46

Tabel 2.SkorNilaiAlternatifJawaban ... 50

Tabel 3.Kisi-Kisi Skala Kemandirian ... 51

Tabel 4.Kriteria Kemandirian Rencana Studi Lanjut ... 60

Tabel 5.Data HasilPretestSebelumPemberianLayanan Konseling kelompok ... 60

Tabel 6. Data Hasil Sebelum dan Setelah Layanan Konseling Kelompok ... 61


(10)

MOTTO

Impian, Cinta, dan Kehidupan. Sederhana, tapi luar biasa.... ada dalam diri

setiap manusia jika mau meyakininya”

(Donny Dhirgantoro, 5cm)

”Yang terpenting dalam hidup ini adalah bagaimana cara kita untuk melakukan

yang terbaik pada setiap tarikan napas kita. Hingga tak besar penyesalan yang

akan kita jumpai nanti”

(Wisni)


(11)

1

DAFTAR PUSTAKA

Ali, M. 2010. Psikologi Remaja.PT Bumi Aksara: Jakarta

Ali, M & Asrori, M. 2004. Psikologi Remaja (Perkembangan Peserta Didik). Bumi Aksara: Bandung

Arikunto, S. 2006. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik. Rineka Cipta: Jakarta

Azwar, S. 1995. Sikap Manusia, Teori dan Pengukurannya. Pustaka Pelajar Offset: Yogyakarta

Azwar, S. 2005. Penyusunan Skala Psikologi. Pustaka Pelajar: Yogyakarta

Bahara. 2008. Pengantar Interaksi Belajar–Mengajar Dasar Dan Teknik

Metodologi Pengajaran. Bandung: Transito

Basri, H. 2000. Remaja Berkualitas (Problematika Remaja dan Solusinya). Pustaka Pelajar: Yogyakarta

Djali. 2007. Psikologi Pendidikan. PT Bumi Aksara: Jakarta

Emzir. 2009. Metodologi Penelitian Pendidikan, Kuantitatif dan Kualitatif. Raja Grafindo Persada: Jakarta

Gea, A. 2002. Relasi dengan Diri Sendiri. Gramedia: Jakarta

Hadi, S. 1984. Bimbingan Menulis Skripsi, Thesis. Psikologi Gama: Yogyakarta Harrold, F. 2005. The 10 Minutes Life Coach.. Gramedia: Jakarta

Jannah, I. 2006. Seri Pengembangan Pribadi Remaja: Every Day is Pede Day. Era Eureka: Solo


(12)

2

Mu’tadin. 2002. Kemandirian Sebagai Kebutuhan Psikologis Remaja, (Online) http://0248.multiply.com/journal/item/17/Kemandirian_Sebagai_Kebutu han_Psikologis_Remaja

Prayitno. 1995. Layanan Bimbingan dan Konseling Kelompok. Galia Indonesia: Padang

Rahmawati, S.H. 2005. Perbedaan Kemandirian antara Anak Sulung dengan Anak Bungsu. Universitas Negeri Semarang (skripsi)

Setiyowati, A. 2008. Hubungan Antara Kemandirian dengan Kecenderungan

Aktualisi Diri pada Remaja di Kulliyatu Al-Mu’allimi Al-Islamiyah pondok Pesantren Ibnul Qoyim Putri. Universitas Ahmad Dahlan: Jogjakarta (Skripsi)

Setyawan, I. 2008. Hubungan Kemandirian dengan Adversity Intelligence pada Remaja Tuna Daksa di SLB-D YPAC Surakarta. Fakultas Psikologi Universitas Diponegoro: Semarang (Skripsi)

Slameto. 1991. Belajar dan Faktor-Faktor yang Mempengaruhinya. Rineka

Cipta: Bandung

Sugiyono. 2011. Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R & D. ALFABETA: Bandung

Sukardi, DK. 2000. Pengantar Pelaksanaan Program Bimbingan dan Konseling di Sekolah. Rineka Cipta: Jakarta

Suryani, I. 2008. Hubungan antara Kemandirian dengan

Kemampuan Penyesuaian Diri pada Santriwati Kelas Satu Madrasah Tsanawiyah Pondok Pesantren Al Mukmin Ngruki Sukoharjo Surakarta Tahun Ajaran 2007/2008. Universitas Ahmad Dahlan: Jogjakarta (Skripsi) Whitherington. 1999. Psikologi Pendidikan. Rineka Cipta: Jakarta

Winkel. 1991. Bimbingan dan Konseling di Institut Pendidikan. Grasindo: Jakarta . 1983. Psikologi Pendidikan. Gramedia: Jakarta


(13)

DAFTAR GAMBAR

Gambar halaman

Gambar 1.1.Kerangka Pikir Penelitian ... 12

Gambar 2.1. Tahap Pembentukan ... 36

Gambar 2.2.Tahap Peralihan ... 37

Gambar 2.3.Tahap Kegiatan ... 38

Gambar 2.4.Tahap Pengakhiran ... 39

Gambar 3.1. PolaOne-Group Pretest-Posttest Designs ... 44

Gambar 3.2.Hubungan Antar Variabel ... 47

Gambar 4.1.GrafikPeningkatanKemandirian RencanaStudiLanjut ... 62 Gambar 4.2.Grafik Perubahan KemandirianDesmiatunSiti... 73

Gambar 4.3.Grafik Perubahan Kemandirian Cut Tiari ... 75

Gambar 4.4. Grafik Perubahan KemandirianFebriyanti ... 77

Gambar 4.5. Grafik Perubahan KemandirianAnggriNovri ... 79

Gambar 4.6. Grafik Perubahan KemandirianRiniIqtara ... 82

Gambar 4.7. Grafik Perubahan KemandirianMaulidzaAulia ... 84

Gambar 4.8. Grafik Perubahan KemandirianMutiaraLatifah ... 86


(14)

DAFTAR ISI Halaman JUDUL DAFTAR ISI DAFTAR TABEL DAFTA GAMBAR I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang dan Masalah ... 1

1. Latar Belakang ... 1

2. Identifikasi Masalah ... 7

3. Pembatasan Masalah ... 8

4. Rumusan Masalah ... 8

B. Tujuan dan Manfaat Penelitian ... 9

1. Tujuan Penelitian ... 9

2. Manfaat Penelitian ... 9

C. Kerangka Pikir ... 9

D. Hipotesis ... 13

II. TINJAUAN PUSTAKA A. Kemandirian ... 15

1. Pengertian Kemandirian... 15

2. Ciri-Ciri Mandiri ... 18

3. Komponen Pembentuk Kemandirian ... 20

4. Aspek-Aspek Kemandirian ...21

5. Tingkatan dan Karakteristik Kemandirian ...23

6. Terbentuknya Kemandirian dan Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kemandirian Remaja ... 25

a. Terbentuknya Kemandirian ...25

b. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kemandirian Remaja ...26

4. Upaya Pengembangan Kemandirian Remaja dan ImplikasinyaBagi Pendidikan ...28

B. Layanan Konseling Kelompok ... 30

1. Dinamika Kelompok ...31

2. Pembentukan Kelompok ... 33

3. Tahap Penyelenggaraan Layanan Konseling Kelompok ... 34 C Keterkaitan Kemandirian Rencana Studi Lanjut


(15)

Menggunakan Layanan Konseling Kelompok ...40

III. METODOLOGI PENELITIAN A. Metode Penelitian ...43

B. Subjek Penelitian ...45

C. Variabel Penelitian dan Definisi Operasional ...46

1. Variabel Penelitian ...46

b. Definisi Operasional Variabel ...47

D. Teknik Pengumpulan Data ...49

E. Uji Instrumen ...52

1. Uji Validitas Instrumen ...52

2. Uji Reliabilitas ...54

F. Teknik Analisis Data...56

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian ...58

1. Gambaran Hasil Pra Konseling Kelompok ...58

2. Deskripsi Data ...59

B. Data Skor Subjek Sebelum (Pretest) dan Sesudah (Posttest) Mengikuti Layanan Konseling Kelompok ...61

C. Analisis Data Hasil Penelitian ...65

1. Hasil Pelaksanaan Kegiatan Layanan Konseling Kelompok ...66

a. Pelaksanaan Tahap I: Pembentukan ... 67

b. Pelaksanaan Tahap II: Peralihan ...69

c. Pelaksanaan Tahap III: Kegiatan ...69

d. Pelaksanaan Tahap IV: Pengakhiran ...70

2. Deskripsi Hasil yang Diperoleh dari Setiap Pertemuan Layanan Konseling Kelompok……….. 71

D. Pembahasan ...89

V. KESIMPULAN DAN SARAN A. Simpulan ... 97

1. Kesimpulan Statistik ... 97

2. Kesimpulan Penelitani ... 98

B. Saran ... 99

DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN


(16)

UPAYA MENINGKATKAN K

MENGGUNAKAN LAYANAN PADA SISWA DI SMP NE

PROGRAM STUDI BIMBINGAN DAN KONSELING JURUSAN ILMU PENDIDIKAN

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

UPAYA MENINGKATKAN KEMANDIRIAN RENCANA STUDI LANJUT MENGGUNAKAN LAYANAN KONSELING KELOMPOK

PADA SISWA DI SMP NEGERI 5 BANDARLAMPUNG TAHUN AJARAN 2012/2013

Oleh

WISNI WIDYAWATI 0513052049

PROGRAM STUDI BIMBINGAN DAN KONSELING JURUSAN ILMU PENDIDIKAN

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS LAMPUNG

2012

TUDI LANJUT KONSELING KELOMPOK


(17)

(18)

UPAYA MENINGKATKAN K

MENGGUNAKAN LAYANAN PADA SISWA DI SMP NE

Sebagai Salah SatuSyaratuntukMencapaiGelar

Program StudiBimbinganKonseling

FakultasKeguruandanIlmuPendidikanUniversitas Lampung

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

UPAYA MENINGKATKAN KEMANDIRIAN RENCANA STUDI LANJUT MENGGUNAKAN LAYANAN KONSELING KELOMPOK

PADA SISWA DI SMP NEGERI 5 BANDARLAMPUNG TAHUN AJARAN 2012/2013

Oleh WisniWidyawati

0513052049

Skripsi

Sebagai Salah SatuSyaratuntukMencapaiGelar SarjanaPendidikan

Pada

Program StudiBimbinganKonseling

FakultasKeguruandanIlmuPendidikanUniversitas Lampung

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS LAMPUNG

BANDAR LAMPUNG 2012

TUDI LANJUT KONSELING KELOMPOK


(19)

ABSTRAK

UPAYA MENINGKATKAN KEMANDIRIAN RENCANA STUDI LANJUT

MENGGUNAKANLAYANAN KONSELING KELOMPOK PADA SISWA SMP NEGERI 5 BANDARLAMPUNG TAHUN AJARAN 2011/2012

OLEH

WISNI WIDYAWATI

Masalah dalam penelitian ini adalah kemandirianrencana studi lanjut siswa yang rendah. Permasalahan dalam penelitian ini adalah “Apakah kemandirian rencana studi lanjut siswa dapat ditingkatkan dengan menggunakan layanan konseling kelompok?”. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui peningkatan kemandirian siswa rencana studi lanjut menggunakan layanan konseling kelompok.

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode quasi eksperimen dengan desain

One-Group Pretest-PosttesDesign. Subjek dalam penelitian sebanyak 8 siswa kelas VIII yang

kurang memiliki kemandirian rencana studi lanjut. Teknik pengumpulan data dalam penelitian ini menggunakan skala kemandirian.

Hasil yang diperoleh dalam penelitian ini menunjukkan bahwa kemandirian rencana studi lanjut siswadapat ditingkatkan dengan menggunakan layanan konseling kelompok, hal ini ditunjukkan dari hasil analisis data dengan menggunakan uji Wilcoxon, dari hasil pretest dan posttest yang diperoleh zhitung = 2,52 > ztabel = 0,012 maka, Ho ditolak dan Ha diterima, yang artinya kemandirian rencana studi lanjut siswa dapat ditingkatkan dengan menggunakan layanan konseling kelompok.

Kesimpulan dalam penelitian ini terdapat perbedaan kemandirian rencana studi lanjut sebelum dan sesudah diberikan layanan konseling kelompok pada siswa di SMP Negeri 5 Bandarlampung Tahun Ajaran 2011/2012. Artinya kemandirian rencana studi lanjut siswa dapat ditingkatkan dengan menggunakan layanan konseling kelompok.

Saran yang dapat diberikan adalah (1) Kepada guru bimbingan dan konseling hendaknya dapat membantu dan membimbing siswa dalam meningkatkan kemandirian untuk menentukan rencana studi lanjut siswa dengan menggunakan layanan konseling kelompok (2) Siswa yang memiliki kemandirian rencana studi lanjut yang rendah, hendaknya agar bisa meningkatkan kemandirian rencana studi lanjutnya sedini mungkin dengan mengikuti layanan konseling kelompok, agar bisa mencapai tujuan kemandirian (3) Kepada para peneliti, hendaknya dapat melakukan penelitian mengenai kemandirian siswa pada kondisi subjek yang berbeda dengan menggunakan layanan yang sama maupun layanan lainnya.


(20)

I. PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG DAN MASALAH 1. Latar Belakang

Konsepsi manusia seutuhnya merupakan konsepsi ideal kemanusiaan yang terletak pada pengertian kemandirian yaitu bahwa manusia dengan keutuhan unsur-unsurnya yang mempunyai nilai diri yang spesifik. Kemandirian bukan berarti menyendiri atau serba sendiri. Seseorang yang mandiri adalah seseorang yang berhasil membangun nilai dirinya sedemikian rupa sehingga mampu menempatkan perannya di dalam kehidupannya dengan penuh manfaat.

Usia siswa SMP hampir seluruhnya adalah individu yang tengah memasuki masa remaja awal. Para ahli pada umumnya sependapat, bahwa masa remaja adalah masa yang mempunyai karakteristik tersendiri. Kebiasaan, harapan, tuntutan, cita-cita, kebutuhan, minat dan segala pola hidupnya diwarnai oleh idealisme yang tinggi. Pada masa tersebut telah terjadi berbagai persoalan di dalam diri mereka. Remaja menghadapi persoalan identitas, yaitu mereka kurang mengetahui siapa dirinya yang sebenarnya, apa yang mampu dikerjakan, ke arah mana ia berjalan, dan dimana tempatnya di dalam masyarakat. Seringkali dalam mencari dunianya, banyak dari mereka yang setengah menyadari akan potensi yang mereka miliki karena pandangannya ditopang oleh idealisme yang terlalu tinggi.


(21)

Persoalan pun semakin kompleks setelah mereka dihadapkan pada banyak alternatif pilihan yang rumit. Mereka memerlukan bantuan agar mereka dapat menentukan pilihan secara realistis dan tepat serta dapat menghubungkan apa yang dimilikinya dengan tuntutan yang diperlukan dalam memilih karir yang dipilihnya.

Pada usia remaja, siswa seharusnya telah mampu merencanakan tentang kehidupan di masa depannya, termasuk dalam hal menentukan studi lanjutan. Siswa dapat dikatakan telah memiliki minat yang jelas terhadap jenis pendidikan. Oleh karena itu secara sadar mereka telah mengetahui pula bahwa untuk mencapai pekerjaan yang diidamkannnya itu, mereka memerlukan sarana pendidikan, pengetahuan dan keterampilan tertentu yang harus dimiliki.

Bagi siswa yang sebagian besar telah memasuki usia remaja memperoleh kebebasan atau kemandirian merupakan tugas mereka. Kemandirian mengandung arti bahwa siswa harus belajar dan berlatih dalam membuat rencana, memilih alternatif, membuat keputusan, bertindak sesuai dengan keputusannya sendiri serta bertanggung jawab atas segala sesuatu yang dilakukannya. Dengan demikian, siswa akan berangsur-angsur melepaskan diri dari ketergantungan pada orang tua atau orang dewasa lainnya dalam banyak hal.

Secara psikologis, siswa SMP telah cukup mampu untuk memikul tanggung jawab dan hidup mandiri dalam kehidupan bermasyarakat. Siswa SMP telah berkemampuan untuk menarik keputusan, sekalipun dasar pertimbangan yang digunakan belum cukup luas terutama yang berkaitan dengan pandangan akan masa depan yang belum mantap. Oleh karenanya, mereka masih memerlukan arahan atau konseling dari orang tua dan guru pembimbingnya.


(22)

Selama masa pendidikan, tuntutan terhadap kemandirian sangat besar dan bila tidak direspon secara tepat bisa saja menimbulkan dampak yang tidak menguntungkan bagi perkembangan psikologis siswa di masa mendatang. Di tengah berbagai gejolak perubahan yang terjadi di masa kini, betapa banyak siswa yang mengalami kekecewaan dan rasa frustasi yang mendalam terhadap orang tua karena tidak kunjung mendapat apa yang dinamakan kemandirian. Hal ini mengakibatkan mereka tidak mandiri dalam bertindak dan akan selalu mengalami ketergantungan pada orang lain.

Sebagai contoh adalah siswa yang mengalami dilema yang sangat besar antara mengikuti kehendak orang tua dengan mengikuti keinginannya sendiri. Jika ia mengikuti kehendak orang tua maka dari segi ekonomi yaitu dalam bentuk biaya sekolah, siswa akan terjamin karena orang tua pasti akan membantu sepenuhnya. Sebaliknya jika ia tidak mengikuti kemauan orang tua bisa jadi orang tuanya tidak mau membiayai sekolahnya lagi. Situsasi yang demikian ini sering dikenal sebagai keadaan yang ambivalensi dan dalam hal ini akan menimbulkan konflik pada diri siswa. Konflik ini akan memengaruhi siswa dalam usahanya untuk mandiri, sehingga sering menimbulkan hambatan di dalam proses pengambilan keputusannya.

Contoh yang ditemukan di lapangan adalah terdapat beberapa siswa yang mengalami dilema yang sangat besar antara mengikuti kehendak orang tua dengan mengikuti keinginannya sendiri atau dalam hal pemilihan studi lanjut ke jenjang Sekolah Lanjutan Tingkat Atas. Dalam hal ini masih banyak dijumpai orang tua yang sangat ngotot untuk memasukkan anaknya ke sekolah yang mereka kehendaki meskipun anaknya sama sekali tidak berminat untuk masuk ke sekolah tersebut.


(23)

Situasi seperti ini akan menimbulkan konflik pada diri siswa sendiri. Konflik ini akan memengaruhi siswa dalam usahanya untuk mandiri, sehingga sering menimbulkan hambatan dalam penyesuaian diri terhadap lingkungan sekitarnya. Dalam beberapa kasus yang terjadi tidak jarang siswa menjadi frustasi dan memendam kemarahan yang mendalam terhadap orang tuanya atau orang lain di sekitarnya. Frustasi dan kemarahan tersebut seringkali diungkapkan dengan perilaku-perilaku yang tidak simpatik terhadap orang tua maupun orang lain, tidak semangat dalam menyelesaikan tugas sekolah yang diberikan oleh gurunya dan dapat membahayakan dirinya dan orang lain di sekitarnya. Hal ini tentu saja sangat merugikan siswa tersebut karena akan menghambat tercapainya kedewasaan dan kematangan kehidupan psikologisnya.

Berdasarkan studi pendahuluan dan wawancara yang disertai dengan informasi dari guru pembimbing di SMP Negeri 5 Bandar Lampung yang menjelaskan bahwa saat ini SMP Negeri 5 Bandar Lampung merupakan salah satu Sekolah yang sedang dalam proses penerapan RSBN (Rintisan Sekolah Bertaraf Nasional), tetapi dari seluruh siswa kelas VIII yang berjumlah 210 orang ternyata masih terdapat masalah yang kompleks yang berhubungan dengan kemandirian siswa dalam merencanakan studi lanjut. Di antaranya 1) terdapat siswa yang belum bisa menentukan rencana studi lanjut yang akan diambil, 2) terdapat siswa yang merasa sulit saat harus memilih satu di antara bermacam-macam pilihan studi lanjut, 3) terdapat beberapa siswa yang saat akan merencanakanpilihan studi lanjut, selalu menyerahkan atau meminta bantuan orang lain untuk memutuskannya, 4) terdapat siswa yang akan melanjutkan studi lanjut berdasarkan keinginan dan pilihan orang tua, 5) terdapat siswa yang menentukan studi lanjut karena mengikuti teman


(24)

Siswa kelas VIII dipilih sebagai sasaran penelitian adalah karena padausia ini merupakan usia pertengahan masa remaja dengan berbagai permasalahan remaja yang kompleks dan para remaja akan dihadapkan pada berbagai pilihan dalam hidupnya seperti pemilihan studi lanjut. Penelitian ini diharapkan dapat digunakan untuk membantu siswa agar lebih mandiri dalam merencanakan studi lanjut ke jenjang berikutnya yang akan diambil setelah lulus sekolah.

Salah satu upaya yang dapat dilakukan dalam rangka meningkatkan kemandirian rencana studi lanjut adalah dengan menggunakan layanan konseling kelompok.Layanan konseling kelompok pada dasarnya adalah layanan konseling perorangan yang dilaksanakan dalam suasana kelompok. Di dalam konseling kelompok terdapat pemimpin kelompok (konselor) dan anggota kelompok (klien). Di dalamnya terjadi hubungan konseling dalam suasana yang diusahakan sama seperti konseling perorangan yang hangat, terbuka dan penuh kehangatan. Terdapat juga pengungkapan dan pemahaman masalah klien, penelusuran sebab-sebab timbulnya masalah, upaya pemecahan masalah jika diperlukan menggunakan metode-metode khusus, evaluasi dan tindak lanjut.

Layanan konseling kelompok merupakan upaya bantuan untuk dapat memecahkan masalah dengan memanfaatkan dinamika kelompok. Dalam layanan konseling kelompok menggunakan pendekatan interaksional, di mana dalam pendekatan tersebut menitikberatkan interaksi atau hubungan timbal balik antar anggota, anggota dengan konselor (pemimpin kelompok) dan sebaliknya, yang akan nampak dalam dinamika kelompok. Interaksi itu selain berusaha bersama untuk dapat memecahkan masalah juga setiap anggota kelompok dapat belajar untuk mendengarkan secara aktif, melakukan konfrontasi dengan tepat, memperhatikan perhatian yang sungguh-sungguh terhadap anggota lain.


(25)

Di dalam kelompok, anggota kelompok akan saling menolong, menerima, berempati dengan tulus. Keadaan ini membutuhkan suasana yang positif antara anggota, sehingga mereka akan merasa diterima, dimengerti, dan menambah rasa positif dalam diri mereka. Konseling kelompok bersifat memberikan kemudahan dalam pertumbuhan dan perkembangan individu, dalam arti bahwa konseling kelompok memberikan dorongan dan kemandirian kepada individu untuk membuat perubahan-perubahan atau bertindak dengan memanfaatkan potensi secara maksimal sehingga dapat mewujudkan diri yang ideal.

Tujuan Umum dari kegiatan layanan konseling kelompok adalah untuk mengembangkan kepribadian siswa dimana berkembang kemampuan sosialisasinya, komunikasinya, kepercayaan diri, keperibadian, dan mampu memecahkan masalah yang berlandaskan nilai ilmu dan agama. Di samping itu,layanan konseling kelompok pun memiliki beberapa manfaat bagi siswa di antaranya yaitu: membantu siswa agar berkembang menjadi pribadi yang mandiri; bertanggung jawab, kreatif, produktif dan berperilaku jujur, membantu meringankan beban mental siswa dalam belajar; membantu siswa untuk memahami diri dan lingkungannya; membantu mencegah atau menghindarkan diri dari berbagai permasalahan yang dapat menghambat perkembangan dirinya; membantu mengembangkan kemampuan berkomunikasi, menerima atau menyampaikan pendapat, bertingkah laku dan hubungan sosial, baik di rumah, sekolah maupun masyarakat; dan membantu untuk mencari dan menggali informasi tentang karir, dunia kerja dan prospek masa depan siswa.

Berdasarkan pada uraian tersebut, maka penulis mengambil kesimpulan bahwa layanan konseling kelompok dapat digunakan untuk meningkatkan kemandirian rencana studi lanjut siswa, dan skripsi ini disusun dengan judul “Upaya Meningkatkan Kemandirian Rencana Studi


(26)

Lanjut Menggunakan Layanan Konseling Kelompok Pada Siswa di SMP Negeri 5 Bandar Lampung Tahun Pelajaran 2012/2013”.

2. Identifikasi Masalah

Dengan memperhatikan uraian latar belakang masalah tersebut, maka permasalahan dalam penelitian ini dapat dirumuskan sebagai berikut :

1. Terdapat siswa yang belum bisa menentukan rencana studi lanjut yang akan diambil. 2. Terdapat siswa yang merasa sulit saat harus memilih satu di antara bermacam-macam

pilihan keputusan studi lanjutan.

3. Terdapat beberapa siswa yang saat akan merencanakan suatu pilihan studi lanjut, selalu menyerahkan atau meminta bantuan orang lain untuk memutuskannya.

4. Terdapat siswa yang akan melanjutkan studi lanjut berdasarkan keinginan dan pilihan orang tua.

5. Terdapat siswa yang menentukan studi lanjut karena mengikuti teman 3. Pembatasan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah dan identifikasi masalah yang ada, maka penulis membatasi masalah dalam penelititian ini. Secara konseptual penelitian ini akan menelaah tentang “Upaya Meningkatkan Kemandirian Rencana Studi Lanjut Menggunakan Layanan Konseling Kelompok”.

4. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang, identifikasi masalah dan pembatasan masalah di atas, maka masalah yang ada dalam penelitian ini adalah kurangnya kemandirian siswa dalam mengambil dan


(27)

menentukan suatu rencana studi lanjut. Permasalahannya adalah: “Apakah kemandirian rencana studi lanjutsiswa dapat ditingkatkan dengan menggunakan layanan konseling kelompok?”.

B. TUJUAN DAN MANFAAT PENELITIAN 1. Tujuan Penelitian

Adapun tujuan dari penelitian ini adalah :

“Mengetahuipeningkatan kemandirian rencana studi lanjutmelalui layanan konseling kelompok pada siswa di SMP Negeri 5 Bandar Lampung tahun ajaran 2012/2013”.

2. Manfaat Penelitian a. Manfaat teoritis.

Menambah khasanah pengetahuan dalam dunia pendidikan, khususnya konseling dan konseling tentang kemandirian rencana studi lanjut.

b. Manfaat praktis.

Memberikan informasi tentang kemandirian rencana studi lanjut pada siswa di SMP Negeri 5 Bandar Lampung pada tahun ajaran 2012/2013 kepada siswa sebagai anak, orang tua atau wali murid dan guru pembimbing sebagai bahan pertimbangan dalam pembentukan


(28)

kemandirian anak atau siswa asuh melalui kegiatan bimbingan dan konseling di sekolah maupun pengembangan kemandirian mahasiswa oleh para dosen.

C. Kerangka Pikir

Sebagian besar usia siswa SMP hampir seluruhnya adalah individu yang tengah memasuki masa remaja awal. Remaja perlu mempersiapkan diri untuk menghadapi masa depannya, karena remaja berada pada tahap perkembangan yang sangat potensial dan dalam proses mencari identitas diri. Usaha mempersiapkan remaja menghadapi masa depan yang serba kompleks, salah satunya adalah dengan cara meningkatkan kemandirian.

Kemandirian merupakan suatu sikap individu yang diperoleh secara kumulatif selama perkembangan, dimana individu akan terus belajar untuk bersikap mandiri dalam menghadapi berbagai situasi di lingkungan, sehingga individu pada akhirnya akan mampu berpikir dan bertindak sendiri. Melalui kemandiriannya seseorang dapat memilih jalan hidupnya untuk dapat berkembang dengan lebih mantap.

Remaja harus belajar dan berlatih dalam membuat rencana, memilih alternatif, membuat keputusan, bertindak sesuai dengan keputusannya sendiri serta bertanggung jawab atas segala sesuatu yang dilakukannya. Remaja akan berangsur-angsur melepaskan diri dari ketergantungan pada orang tua atau orang dewasa lainnya dalam banyak hal.

"kemandirian adalah suatu sikap individu yang diperoleh secara kumulatif selama perkembangan, individu akan terus belajar untuk bersikap mandiri dalam menghadapi berbagai situasi lingkungan, sehingga individu pada akhirnya akan mampu berfikir dan bertindak sendiri dengan kemandiriannya seseorang dapat memilih jalan hidupnya untuk dapat berkembang dengan lebih mantap”. (Mutadin:2002)


(29)

Berdasarkan fakta di lapangan, di SMP Negeri 5 Bandar Lampung terdapat beberapa siswa kelas VIII yang memiliki kemandirian rencana studi lanjutyang rendah. Kemandirian rencana studi lanjut siswa yang rendah menyebabkan siswa merasa bingung dengan pilihan studi lanjut yang akan diambil setelah lulus sekolah, siswa cenderung menyerahkan keputusan studi lanjut kepada orang tua, siswa tidak memiliki kepercayaan diri terhadap rencana studi lanjut yang akan diambil dan memilih studi lanjut karena mengikuti teman.

Kemandirian yang rendah dalam merencanakanstudi lanjut tersebut tidak dapat dibiarkan begitu saja, karena hal ini menyangkut masalah masa depan siswa. Untuk itu kemandirian rencana studi lanjut pada siswa perlu ditingkatkan, agar siswa dapat menentukan sendiri rencana studi lanjut yang akan diambil setelah lulus sekolah secara tepat, yang sesuai dengan bakat, minat dan kemampuan yang dimiliki oleh siswa. Untuk mengatasi masalah rendahnya kemandirian rencana studi lanjut pada siswa, peneliti mencoba menggunakan layanan konseling kelompok berdasarkan manfaat yang bisa diperoleh dari pemberian layanan konseling kelompok yaitu peserta kelompok didorong untuk mencari serta menemukan cara yang terbaik dalam pemecahan masalahnya, sehingga mereka dapat menjadi individu yang mandiri dan mampu merencanakan sendiri mengenai keputusan berbagai masalah yang dihadapinya

Dalam kegiatan layanan konseling kelompok terjadi proses penerimaan dan pengertian dari teman dalam kelompok menghasilkan rasa aman dan rasa bersatu yang akan mendukung proses introspeksi dan ekspresi perasaan-perasaan mendalam sehingga akan menciptakan penerimaan dan pengalaman-pengalaman serta perubahan sikap yang dicobakan akan memperkuat kemandirian untuk mengadakan perubahan pada dirinya. Pengalaman kelompok juga akan meningkatkan keterampilan berkomunikasi dengan orang lain dan akan berkembang hubungan


(30)

antar pribadi yang secara alami, serta memperkembangkan keberanian untuk mencoba memecahkan masalah-masalah pribadi dan konflik emosional.

Layanan ini menaruh kepercayaan bahwa klien memiliki kesanggupan untuk memecahkan masalahnya sendiri secara mandiri. Karena itu, dalam layanan konseling kelompok ini kegiatan sebagian besar difokuskan pada masalah yang dimiliki oleh peserta kelompok. Peserta kelompok didorong oleh konselor untuk mencari serta menemukan cara yang terbaik dalam pemecahan masalahnya, sehingga mereka dapat menjadi individu yang mandiri dan mampu membuat keputusan sendiri mengenai berbagai masalah yang dihadapinya.

Secara umum tujuan penggunaan layanan konseling kelompok yang ingin dicapai adalah untuk membantu individu atau klien agar berkembang secara optimal sehingga ia mampu menjadi manusia yang berguna.

Berdasarkan hal tersebut, maka peneliti mencoba menggunakan layanan konseling kelompok dalam meningkatkan kemandirian rencana studi lanjut.

Berikut dapat digambarkan alur kerangka pikir dalam penelitian ini.

Layanan Konseling Kelompok

Gambar 1.1. Kerangka Pikir Penelitian

Kemandirian Rencana Studi Lanjut Rendah

Kemandirian Rencana Studi Lanjut Meningkat


(31)

Gambar tersebut memperlihatkan bahwa, pada awalnya siswa yang memiliki kemandirian rencana studi lanjut yang rendah melalui layanan konseling kelompok, diharapkan siswa dapat memperoleh kemandirian rencana studi lanjut yang akan diambil setelah lulus sekolah, serta mereka mampu menentukan masa depan mereka sendiri tanpa adanya paksaan dan pengaruh dari orang-orang di sekitarnya agar mereka benar-benar dapat memperoleh kemandiriannya.

D. Hipotesis

Hipotesis adalah jawaban atau dugaan sementara dari suatu permasalahan penelitian, dimana jawaban atau dugaan tersebut telah terbukti dengan data-data yang telah dikumpulkan peneliti. Menurut Arikunto (2006:62) Hipotesis adalah suatu jawaban yang bersifat sementara terhadap permasalahan penelitian seperti terbukti melalui data yang terkumpul.

Agar penelitian ini terarah, dengan demikian diperlukan adanya hipotesis sehingga kemandirian rencana studi lanjut yang rendah pada siswa dapat ditingkatkan melalui layanan konseling kelompok. Adapun hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini adalah “apakah terdapat perbedaan kemandirian rencana studi lanjut pada siswa sebelum dan sesudah diberikan layanan konseling kelompok”.

Sesuai dengan hipotesis penelitian, maka dapat dirumuskan hipotesis statistik sebagai berikut: Ha : Terdapat perbedaan kemandirian rencana studi lanjut pada siswa sebelum dan sesudah

diberikan layanan konseling kelompok

Ho : Tidak terdapat perbedaan kemandirian rencana studi lanjut pada siswa sebelum dan sesudah diberikan layanan konseling kelompok.


(32)

Peneliti menggunakan uji statistik non parametik dengan uji Wilcoxon, dengan ketentuan jika hasil zhitung > ztabel maka hipotesis Ho ditolak dan Ha diterima. Tetapi, jika zhitung < ztabel maka Ho


(33)

II. TINJAUAN PUSTAKA

Penelitian ini berjudul ” Upaya Meningkatkan Kemandirian Rencana Studi Lanjut Menggunakan Layanan Konseling Kelompok Pada Siswa di SMP Negeri 5 Bandar Lampung Tahun Ajaran 2012/2013”. Maka, berikut ini uraian teori yang berhubungan dengan kemandirian dan layanan konseling kelompok.

A. KEMANDIRIAN 1. Pengertian Kemandirian

Kemandirian merupakan salah satu aspek kepribadian yang sangat penting bagi individu. Seseorang tidak pernah lepas dari cobaan dan tantangan dalam menjalani kehidupan ini. Individu yang memiliki kemandirian tinggi akan mampu menghadapi segala permasalahan karena individu yang mandiri tidak bergantung pada orang lain, selalu berusaha menghadapi dan memecahkan masalah yang ada.

Gea (2002:145) mengatakan Seseorang yang mandiri adalah suatu suasana di mana seseorang mau dan mampu mewujudkan kehendak atau keinginan dirinya yang terlihat dalam tindakan atau perbuatan nyata guna menghasilka sesuatu (barang atau jasa) demi pemenuhan kebutuhan hidupnya dan sesamanya.

Dalam hal ini mandiri berarti suatu sikap seseorang dalam mewujudkan keinginan dirinya untuk memenuhi kebutuhan hidupnya


(34)

Mu’tadin (2002) mengemukakan bahwa Kemandirian adalah suatu sikap individu yang diperoleh secara kumulatif selama perkembangan, individu akan terus belajar untuk bersikap mandiri dalam menghadapi berbagai situasi lingkungan, sehingga individu pada akhirnya akan mampu berfikir dan bertindak sendiri.

Artinya bahwa kemandirian tercipta karena proses belajar yang terjadi secara terus menerus sehingga pada akhirnya individu tersebut dapat bertindak sendiri sesuai dengan pilihannya. Kemandirian, menurut Basri (2000:53) adalah keadaan seseorang dalam kehidupannya mampu memutuskan atau mengerjakan sesuatu tanpa bantuan orang lain.

Berdasarkan pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa kemandirian adalah kemampuan seseorang dalam mewujudkan kehendak atau keinginannya secara nyata dengan tidak bergantung pada orang lain.

Dengan demikian, yang dimaksud dengan kemandirian dalam penelitian ini adalah perilaku siswa dalam mewujudkan kehendak atau keinginannya secara nyata dengan tidak bergantung pada orang lain.

Kemandirian dapat pula diartikan sebagai suatu usaha yang dilakukan oleh individu untuk mencari dan memilih sendiri apa yang diinginkannya, tidak bergantung pada orang lain, sehingga usaha yang dilakukannya dapat membuahkan hasil yang maksimal sesuai dengan apa yang diinginkannya dan dimilikinya serta dapat berdiri dengan kekuatan sendiri.

Individu akan memiliki jiwa kemandirian yang kuat jika memiliki suatu kebutuhan dan keinginan yang besar yang berasal dari dalam dirinya sendiri. Kemandirian yang dimiliki seseoranng dipengaruhi oleh faktor yang berasal dari dalam dan dari luar diri individu yaitu lingkungan keluarga, lingkungan sekolah dan lingkungan masyarakat.


(35)

Kemandirian juga dipengaruhi oleh faktor genetik. Sebagaimana yang dikatakan oleh Ali (2010:118). Ada beberapa hal yang mempengaruhi pembentukan kemandirian seseorang, yaitu : 1. Dipengaruhi oleh genetika

2. Pola asuh orang tua

3. Sistem pendididkan di sekolah 4. Sistem kehidupan di masyarakat.

Pembentukan kemandirian seseorang anak dipengaruhi oleh genetika yang diturunkan oleh orang tua kepada anaknya. Orang tua yang memiliki kemandirian yang tinggi kemungkinan besar akan diturunkan kepada anaknya, sehingga anak akan memiliki kemandirian seperti orang tuanya. Cara orang tua dalam mengasuh dan mendidik sangat besar pengaruhnya terhadap perkembangan dan pembentukan kemandirian anaknya. Sistem pendidikan yang demokratis akan memberikan kesempatan kepada siswa untuk mengembangkan dan meningkatkan kamandirian yang dimilikinya. Begitu pula sistem kehidupan di masyarakat yang terlalu menekankan pentingnya hirarki struktur sosial dapat menghambat perkembangan kemandirian individu. Havighurst(dalam Mu’tadin, 2002) menambahkan bahwa kemandirian terdiri dari beberapa aspek, yaitu:

 Emosi, aspek ini ditunjukkan dengan kemampuan mengontrol emosi dan tidak bergantungnya kebutuhan emosi dari orang tua

 Ekonomi, aspek ini ditunjukkan dengan kemampuan mengatur ekonomi dan tidak bergantungnya kebutuhan ekonomi pada orang tua

 Intelektual, aspek ini ditunjukkan dengan kemampuan untuk mengatasi berbagai masalah yang dihadapi

 Sosial, aspek ini ditunjukkan dengan kemampuan untuk mengadakan interaksi dengan orang lain dan tidak bergantung atau menunggu aksi dari orang lain

2. Ciri-ciri Mandiri

Individu dapat dikatakan mandiri jika ia mampu menyelesaikan setiap persoalan yang ia hadapi dengan baik tanpa bergantung dengan individu lain. Individu yang mandiri akan berusaha


(36)

mencapai tujuan hidupnya secara optimal dengan mengetahui kemampuan seta kelemahan-kelemahan yang ada pada dirinya. Dengan demikian, individu yang mandiri diharapkan dapat berdiri dan berkembang dengan kekuatan yang ada pada dirinya.

Menurut Slameto (1991:45), seorang individu dikatakan mandiri apabila memiliki ciri-ciri sebagai berikut :

1. Dapat menemukan identitas dirinya 2. Selalu memiliki inisiatif

3. Selalu membuat pertimbangan-pertimbangan dalam melakukan sesuatu 4. Bertanggung jawab

5. Dapat mencukupi kebutuhan-kebutuhannya sendiri

Soelaeman (dalam Setiyowati, 2008), menyatakan bahwa ada lima karakteristik kemandirian remaja, yaitu:

a. Kedirian

Remaja yang mandiri memiliki pendirian sendiri dan menunjukkan pengukuhan bahwa dirinya berbeda dari orang lain.

b. Komunikasi

Remaja yang mandiri tidak pernah berlangsung dalam kesendirian, melainkan selalu berinteraksi dan mampu menyesuaikan diri dengan lingkungan fisik, lingkungan sosial, diri sendiri, maupun Tuhan.

c. Keterarahan

Komunikasi yang dilakukan oleh remaja dengan berbagai pihak, menunjukkan adanya keterarahan dalam dirinya yang menyatakan bahwa hidupnya memiliki tujuan.

d. Dinamika

Proses perwujudan dan pencapaian tujuan yang diinginkan remaja memerlukan adanya dinamika yang menyatakan bahwa mereka memiliki pikiran, kemampuan, dan kemauan sendiri untuk berbuat dan berkreasi, serta tidak menjadi objek yang dipolakan atau digerakkan oleh orang lain.

e. Sistem Nilai

Remaja memiliki sistem nilai dalam hidupnya, sebagai elemen inti dari cara dan tujuan hidup yang dimilikinya.


(37)

Selain itu, Kartadinata (dalam Setiyowati, 2008), mengatakan bahwa ciri-ciri kemandirian , adalah:

a. Memiliki pandangan hidup sebagai suatu keseluruhan

b. Cenderung bersikap realistik dan objektif terhadap diri sendiri maupun orang lain c. Mampu mengintegrasikan nilai-nilai yang bertentangan

d. Ada keberanian untuk menyelesaikan konflik dalam diri e. Menghargai kemandirian orang lain

f. Sadar akan adanya saling ketergantungan dengan orang lain g. Mampu mengekspresikan perasaan dengan penuh keyakinan

Berdasarkan pendapat-pendapat tersebut dapat disimpulkan bahwa individu dikatakan mandiri apabila memiliki ciri-ciri sebagai berikut antara lain percaya diri, mampu berinisiatif, mampu mengatasi masalah, mampu mengerjakan tugas pribadi, mampu mempertahankan prinsip mampu mengambil keputusan, mempunyai perencanaan karier di masa depan, mampu mengontrol emosi, bebas secara emosi dari orang tua, mempunyai kehendak yang kuat, puas dengan keputusan sendiri, menghargai waktu, bertanggung jawab, mampu menghindari pengaruh negatif pergaulan, mampu menerima kritik, mampu menerima perbedaan pendapat, mempunyai hubungan baik dengan orang lain.

Individu yang mandiri akan selalu membuat pertimbangan yang matang sebelum bertindak, serta berani dan bertanggung jawab atas tindakan yang dilakukan dalam rangka memenuhi kebutuhan hidupnya, mampu berdiri dengan kekuatan sendiri dan tidak bergantung dengan orang lain. Serta individu dikatakan mandiri jika invidu tersebut dapat menyelesaikan dan menghadapi semua masalah yang dihadapi dengan baik. Pengalaman dan latihan yang dimiliki oleh individu sangat berpengaruh dalam menghadapi dan menyelesaikan masalah yang dihadapinya. Semakin banyak pengalaman dan latihan yang dimiliki individu, akan semakin baik individu tersebut dalam menyelesaikan semua masalah yang dihadapinya.


(38)

3. Komponen Pembentuk Kemandirian

Komponen-komponen pembentuk kemandirian harus dimiliki ketika individu akan memiliki kemandirian.

Masrun, dkk (dalam Bahara, 2008:62) menyatakan bahwa ada lima komponen utama kemandirian, yaitu:

a. Adanya kebebasan b. Progresif dan ulet c. Inisiatif

d. Terkendali dari dalam

e. Kemantapan diri atau harga diri dan percaya diri

Dengan demikian, individu dapat dikatakan mandiri jika individu tersebut telah memiliki suatu kebebasan untuk bertindak dan berpendapat, memiliki keinginan untuk maju dan selalu memiliki inisiatif dengan kemampuan yang dimilikinya, individu tersebut tekun dan kreatif, serta memiliki rasa percaya diri yang kuat dalam mengatasi masalah yang dihadapi oleh individu tersebut.

4. Aspek-aspek Kemandirian

Definisi para ahli tentang mandiri dan kemandirian tersebut di atas memberikan gambaran tentang aspek-aspek yang menyusun kemandirian.

Menurut Masrun (dalam Suryani, 2008), ada 5 aspek kemandirian, yaitu:

a. Bebas, yang ditunjukkan dengan tindakan yang dilakukan atas dasar kehendak sendiri bukan karena orang lain dan tidak tergantung pada orang lain.

b. Progresif dan ulet, ditunjukkan dengan adanya usaha mengejar prestasi, penuh ketekunan, merencanakan, dan mewujudkan harapan.

c. Inisiatif, ditunjukkan dengan kemampuan untuk berfikir dan bertindak secara orisinal, kreatif, penuh inisiatif.


(39)

d. Pengendalian dari dalam (internal locus of control), ditunjukkan dengan adanya perasaan mampu menghadapi permasalahan yang ada, kemauan mengendalikan tindakan serta kemampuan mempengaruhi lingkungan atas usaha sendiri.

e. Kemampuan diri, yang ditunjukkan dengan adanya rasa percaya diri terhadap kemampuan diri, menerima dirinya, dan memperoleh kepuasan dari usahanya.

Berbeda dengan pendapat tersebut Steinberg (dalam Setiyawan, 2008), mengemukakan bahwa aspek-aspek kemandirian meliputi :

a. Kemandirian Emosi (Emotional Autonomy)

Aspek emosional tersebut menekankan pada kemampuan remaja untuk melepaskan diri dari ketergantungan orang tua dalam pemenuhan kebutuhan-kebutuhan dasarnya. Remaja yang mandiri secara emosional tidak akan lari ke orang tua ketika mereka dirundung kesedihan, kekecewaan, kekhawatiran atau membutuhkan bantuan. Remaja yang mandiri secara emosional juga akan memiliki energi emosional yang besar dalam rangka menyelesaikan hubungan-hubungan di luar keluarga dan merasa lebih dekat dengan teman-teman daripada orang tua.

b. Kemandirian Bertindak (Behavioral Autonomy)

Aspek kemandirian bertindak (behavioral autonomy) merupakan kemampuan remaja untuk melakukan aktivitas, sebagai manifestasi dari berfungsinya kebebasan, menyangkut peraturan-peraturan yang wajar mengenai perilaku dan pengambilan keputusan. Remaja yang mandiri secara behavioral mampu untuk membuat keputusan sendiri dan mengetahui dengan pasti kapan seharusnya meminta nasehat orang lain dan mampu mempertimbangkan bagian-bagian alternatif dari tindakan yang dilakukan berdasarkan penilaian sendiri dan saran-saran dari orang lain.

c. Kemandirian Nilai (Value Autonomy)

Aspek kemandirian nilai (value autonomy) adalah kebebasan untuk memaknai seperangkat prinsip tentang benar dan salah, yang wajib dan yang hak, yang penting dan yang tidak penting. Kepercayaan dan keyakinan tersebut tidak dipengaruhi oleh lingkungan termasuk norma masyarakat, misalnya memilih belajar daripada bermain, karena belajar memiliki manfaat yang lebih banyak daripada bermain dan bukan karena belajar memiliki nilai yang positif menurut lingkungan.

Havighurst (dalam Mu'tadin, 2002) menambahkan bahwa kemandirian terdiri dari beberapa aspek, yaitu:

1. Emosi, aspek ini ditunjukan dengan kemampuan mengontrol emosi dan tidak tergantungnya kebutuhan emosi dari orang tua.

2. Ekonomi, aspek ini ditunjukan dengan kemampuan mengatur ekonomi dan tidak tergantungnya kebutuhan ekonomi pada orang tua.


(40)

3. Intelektual, aspek ini ditunjukan dengan kemampuan untuk mengatasi berbagai masalah yang dihadapi.

4. Sosial, aspek ini ditunjukan dengan kemampuan untuk mengadakan interaksi dengan orang lain dan tidak tergantung atau menunggu aksi dari orang lain.

Mengembangkan kemandirian, merupakan salah satu usaha mempersiapkan remaja dalam menghadapi masa depan (Asrori&Ali, 2008:108). Kemandirian sebagai unsur yang penting agar remaja memiliki kepribadian yang matang dan terlatih dalam menghadapi masalah, mengembangkan kesadaran bahwa dirinya cakap dan mampu, dapat menguasai diri, tidak takut dan malu terhadap dirinya serta berkecil hati atas kesalahan yang diperbuatnya. Melalui kemandirian diharapkan remaja mampu menentukan masa depannya sendiri sesuai dengan apa yang diinginkan, sehingga hasil yang peroleh maksimal dan sesuai dengan kebutuhan serta kemampuan yang dimiliki oleh individu tersebut.

5. Tingkatan dan Karakteristik Kemandirian

Sebagai suatu dimensi psikologis yang kompleks, kemandirian dalam perkembangannya memiliki tingkatan-tingkatan. Perkembangan kemandirian seseorang juga berlangsung secara bertahap sesuai dengan tingkatan perkembangan kemandirian tersebut. Lovinger (dalam Ali, 2010:114) mengemukakan tingkatan kemandirian beserta ciri-cirinya sebagai berikut:

1. Tingkatan pertama, adalah tingkat impulsif dan melindungi diri Ciri-ciri tingkatan ini adalah:

a. Peduli terhadap kontrol dan keuntungan yang dapat diperoleh dari interaksinya dengan orang lain;

b. Mengikuti peraturan secara oportunistik dan hedonistik;

c. Berpikir tidak logis dan tertegun pada cara berpikir tertentu (stereotype);

d. Cenderung melihat kehidupan hanya sebagai permainan yang tanpa makna dan tidak berarti apa-apa (zero-sum game)

e. Cenderung menyalahkan dan mencela orang lain serta lingkungannya. 2. Tingkatan kedua, adalah tingkatan konformistik.


(41)

Ciri-ciri tingkatan ini adalah:

a. Peduli terhadap penampilan diri dan penerimaan sosial;

b. Cenderung berpikir tidak logis dan tertegun pada cara berpikir tertentu stereotype dan klise;

c. Peduli akan konformitas terhadap aturan eksternal;

d. Bertindak dengan motif yang dangkal untuk memperoleh pujian; e. Menyamakan diri dari ekspresi emosi dan kurangnya introspeksi; f. Perbedaan kelompok didasarkan atas ciri-ciri eksternal;

g. Takut tidak diterima kelompok; h. Tidak sensitif terhadap keindividualan; i. Merasa berdosa jika melanggar aturan. 3. Tingkatan ketiga, adalah tingkat sadar diri.

Ciri-ciri tingkatan ini adalah: a. Mampu berpikir alternatif

b. Melihat harapan dan berbagai kemungkinan dalam situasi; c. Peduli untuk mengambil manfaat dan kesempatan yang ada; d. Menekankan pada pentingnya pemecahan masalah;

e. Memikirkan cara hidup;

f. Penyesuain terhadap situasi dan peranan.

4. Tingkatan keempat, adalah tingkat sesama (conscientious). Ciri-ciri tingkatan ini adalah:

a. Bertindak atas dasar nilai-nilai internal;

b. Mampu melihat diri sebagai pembuat pilihan dan pelaku tindakan;

c. Mampu melihat keragaman emosi, motif, dan perspektif diri sendiri maupun orang lain; d. Sadar akan tanggung jawab;

e. Mampu melakukan kritik dan penilaian diri; f. Peduli akan hubungan mutualistik;

g. Memiliki tujuan jangka panjang;

h. Cenderung melihat peristiwa dalam konteks sosial; i. Berpikir lebih kompleks dan atas dasar pola analitis. 5. Tingkatan kelima, adalah tingkat individualistis.

Ciri-ciri tingkatan ini adalah:

a. Peningkatan kesadaran individualitas;

b. Kesadaran akan konflik emosional antara kemandirian dengan ketergantungan; c. Menjadi lebih toleran terhadap diri sendiri dan orang lain;

d. mengenal eksistensi perbedaan individual;

e. mampu bersikap toleran terhadap pertentangan dalam kehidupan; f. membedakan kehidupan internal dengan kehidupan luar dirinya; g. mengenal kompleksitas diri;

h. peduli akan perkembanagn dan masalah-masalah sosial. 6. Tingkatan keenam, adalah tingkat mandiri.


(42)

a. Memiliki pandangan hidup sebagai suatu keseluruhan;

b. Cenderung bersikap realistik dan objektif terhadap diri sendiri maupun orang lain; c. Peduli terhadap pemahaman abstrak, seperti keadilan sosial;

d. Mampu mengintegrasikan nilai-nilai yang bertentangan; e. Toleran terhadap perbedaan;

f. Peduli akan pemenuhan diri (Self-fulfilment);

g. Ada keberanian untuk menyelesaikan konflik internal; h. Responsif terhadap kemandirian orang lain;

i. Sadar akan adanya saling ketergantungan dengan orang lain;

j. Mampu mengekspresikan perasaan dengan penuh keyakinan dan keceriaan;

Berdasarkan perspektif tingkatan-tinggatan kemandirian diatas, menunjukan bahwa tingkat kemandirian remaja pada umumnya bervariasi dan menyebar pada tingkatan sadar diri, seksama, individualistik, dan mandiri. Kecenderungan bervariasi mengisyaratkan bahwa proses pengambilan keputusan oleh remaja belum sepenuhnya dilakukan secara mandiri.

6. Terbentuknya Kemandirian dan Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kemandirian Remaja

a. Terbentuknya Kemandirian

Kemandirian terbentuk oleh interaksi antara faktor bawaan dan lingkungan. Kemandirian dapat berkembang dengan baik jika diberikan kesempatan untuk mengembangkan potensi bawaan melalui latihan terus menerus dan dilakukan sejak dini.

Proses belajar tersebut diawali dari lingkungan terdekat yaitu keluarga, dan pengalaman yang diperoleh dari berbagai lingkungan di luar rumah. Jika lingkungan mendukung tumbuhnya kemandirian pada masa kanak-kanak dan mengembangkannya pada masa remaja maka akan terbentuk pribadi mandiri yang utuh pada masa dewasa (Mu’tadin, 2002). Apabila sebaliknya, remaja akan tumbuh menjadi pribadi yang selalu menggantungkan diri


(43)

pada orang lain, selalu ragu-ragu dalam mengambil keputusan dan bahkan tidak berani memikul tanggung jawabnya sendiri.

Kemandirian semakin berkembang pada setiap masa perkembangan seiring pertambahan usia dan pertambahan kemampuan. Pada usia 12 sampai 15 tahun, anak sekolah di tingkat SMP. Banyak sekali pilihan bagi mereka. Pada masa ini mereka diharapkan dapat membuat sendiri pilihan yang sesuai baginya tanpa tergantung pada orangtuanya. Pada masa ini orangtua hanya perlu mengarahkan dan membimbing anak untuk mempersiapkan diri dalam meniti perjalanan menuju masa depan. Lie & Prasasti (dalam Rahmawati, 2005:15)

b. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kemandirian Remaja

Menurut Ali (2010:118) Ada sejumlah faktor yang sering disebut sebagai korelat bagi perkembangan kemandirian, yaitu sebagai berikut:

1. Gen atau keturunan orang tua

Orang tua yang memiliki sifat kemandirian tinggi seringkali menurunkan anak yang memiliki kemandirian juga. Faktor keturunan ini masih menjadi perdebatan karena ada yang berpendapat bahwa sesungguhnya bukan sifat kemandirian orang tuanya itu menurun kepada anaknya, melainkan sifat orang tuanya muncul berdasarkan cara orang tua mendidiknya.

2. Pola asuh orang tua

Cara orang tua mengasuh atau mendidik anak akan mempengaruhi perkembangan kemandirian anak remajanya. Orang tua yang terlalu banyak melarang atau mengeluarkan kata “jangan” kepada anak tanpa disertai penjelasan yang rasional akan menghambat perkembangan kemandirian anak. Sebaliknya, orang tua yang menciptakan suasana aman dalam interaksi keluarganya akan dapat mendorong kelancaran perkembangan anak. Demikian juga, orang tua yang cenderung sering membanding-bandingkan anak yang satu dengan lainnya juga akan berpengaruh kurang baik terhadap perkembangan kemandirian anak.

3. Sistem pendidikan di sekolah

Proses pendidikan di sekolah yang tidak mengembangkan demokratisasi pendidikan dan cenderung menekankan indoktrinasi tanpa argumentasi akan menghambat perkembangan kemandirian remaja. Demikian juga proses pendidikan yang banyak menekankan pentingnya pemberian sanksi atau hukuman (punishment) juga dapat


(44)

menghambat perkembangan kemandirian remaja. Sebaliknya, proses pendidikan yang lebih menekankan pentingnya penghargaan terhadap potensi anak, pemberian reward, dan penciptaan kompetisi positif akan memperlancar perkembangan kemandirian remaja.

4. Sistem kehidupan di masyarakat

Sistem kehidupan masyarakat yang terlalu menekankan pentingnya hierarki struktur sosial, merasa kurang aman atau mencekam, serta kurang menghargai manifestasi potensi remaja dalam kegiatan produktif dapat menghambat kelancaran perkembangan kemandirian remaja. Sebaliknya, lingkungan masyarakat yang aman, menghargai ekspresi potensi remaja dalam bentuk berbagai kegiatan, dan tidak berlaku hierarkis akan merangsang dan mendorong perkembangan kemandirian remaja.

Sedangkan menurut Basri (dalam Suryani, 2008), kemandirian dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu:

a. Faktor Endogen (internal)

Faktor endogen adalah faktor yang berasal dari dalam dirinya sendiri, seperti keadaan keturunan dan konstitusi tubuhnya sejak dilahirkan dengan segala perlengkapan yang melekat padanya. Segala sesuatu yang dibawa sejak lahir merupakan bekal dasar bagi pertumbuhan dan perkembangan anak selanjutnya.

b. Faktor Eksogen (eksternal)

Faktor eksogen merupakan semua keadaan atau pengaruh yang berasal dari luar dirinya, seiring pula dinamakn faktor lingkungan. Kehidupan yang dihadapi individu sangat mempengaruhi perkembangan kepribadian seseorang, baik dalam kebiasaan hidup akan mempengaruhi pembentukan kepridian seseorang, termasuk dalam hal kemandirian. Sebagaimana aspek-aspek psikologis lainnya, kemandirian juga bukanlah semata-mata merupakan pembawaan yang melekat pada diri individu sejak lahir. Perkembangan kemandirian juga dipengaruhi oleh berbagai stimulasi yang datang dari lingkungannya, selain potensi yang telah dimiliki sejak lahir sebagai keturunan dari orang tuanya.


(45)

7. Upaya Pengembangan Kemandirian Remaja dan Implikasinya Bagi Pendidikan

Kemandirian sebagai aspek psikologis berkembang diturunkan oleh orang tuanya maka intervensi positif melalui usaha pengembangan atau pendidikan sangat diperlukan bagi kelancaran perkembangan kemandirian remaja, Ali (2010:119).

Sejumlah intervensi dapat dilakukan sebagai usaha pengembangan kemandirian remaja, antara lain sebagai berikut:

1. Penciptaan partisipasi dan keterlibatan remaja dalam keluarga. Hal ini dapat diwujudkan dalam bentuk:

a. Saling menghargai antar anggota keluarga;

b. Keterlibatan dalam memecahkan masalah remaja atau keluarga. 2. Penciptaan keterbukaan. Ini dapat diwujudkan dalam bentuk:

a. Toleransi dalam perbedaan pendapat;

b. Memberikan alasan terhadap keputusan yang diambil bagi remaja; c. Keterbukaan terhadap minat remaja;

d. Mengembangkan komitmen bagi tugas remaja; e. Kehadiran dan keakraban hubungan dengan remaja.

3. Penciptaan kebebasan untuk mengeksplorasi lingkungan. Hal ini dapat diwujudkan dalam bentuk:

a. Mendorong rasa ingin tahu remaja;

b. Adanya jaminan rasa aman dan kebebasan untuk mengeksplorasi lingkungan; c. Adanya aturan tetapi tidak cenderung mengancam apabila ditaati.

4. Penerimaan positif tanpa syarat. Hal ini dapat diwujudkan dalam bentuk:

a. Menerima apa pun kelebihan maupun kekurangan yang ada pada diri remaja; b. Tidak membeda-bedakan remaja satu dengan yang lain;

c. Menghargai ekspresi potensi remaja dalam bentuk kegiatan produktif apa pun meskipun sebenarnya hasilnya kurang memuaskan.

5. Empati terhadap remaja. Hal ini dapat diwujudkan dalam bentuk: a. Memahami dan menghayati pikiran dan perasaan remaja;

b. Melihat berbagai persoalan remaja dengan menggunakan perspektif atau sudut pandang remaja;


(46)

6. Penciptaan kehangatan hubungan dengan remaja. Hal ini dapat diwujudkan dalam bentuk: a. Interaksi secara akrab tetapi tetap saling menghargai;

b. Menambah frekuensi interaksi dan tidak bersikap dingin terhadap remaja; c. Membangun suasana humor dan komunikasi ringan dengan remaja.

Upaya pengembangan kemandirian di atas diharapkan mampu mengembangkan kemandirian pada remaja serta merupakan usaha dalam bidang pendidikan untuk kelancaran kemandirian remaja.

Terdapat delapan tugas perkembangan peserta didik SMP merupakan kompetensi yang harus dikuasai secara optimal. Untuk pencapaian kompetensi secara optimal ini diperlukan kerjasama tiga pilar pendidikan yakni manajemen, pengajaran, dan bimbingan dan konseling. (Juntika Nurhasan, 2000 : 2).

Salah satu dari delapan tugas perkembangan peserta didik adalah dalam bidang kemandirian. Mengingat para peserta didik di SMP sebagian besar adalah remaja awal yang memiliki karakteristik dan tugas-tugas perkembangan yang harus dipenuhi. Adapun tugas-tugas perkembangan peserta didik di SMP tersebut adalah sebagai berikut :Mengenal gambaran dan mengembangkan sikap tentang kehidupan mandiri secara emosional, sosial, dan ekonomi.

 Memiliki gambaran tentang kehidupan mandiri secara emosional, sosial, dan ekonomi.  Memiliki gambaran tentang sikap yang seharusnya diambil dalam kehidupan mandiri

secara emosional, sosial, dan ekonomi.

 Memiliki kesadaran dan dorongan untuk melaksanakan sikap dasar dalam kehidupan mandiri, emosional, sosial, dan ekonomi. Motivasi untuk melaksanakan sikap dasar dalam kehidupan mandiri, emosional, sosial dan ekonomi.


(47)

Selain konseling perorangan, terdapat pula layanan konseling kelompok. Apabila konseling perorangan menunjuk pada layanan kepada individu orang per orang, konseling kelompok justru mengarahkan layanan kepada sekelompok individu. Dengan interaksi sosial yang intensif dan dinamis selama berlangsungnya layanan. Layanan konseling kelompok dapat digunakan untuk memecahkan masalah-masalah yang dialami oleh para anggota kelompok.

Layanan konseling kelompok pada dasarnya adalah layanan konseling perorangan yang dilaksankan dalam suasana kelompok. Di dalam konseling kelompok terdapat pemimpin kelompok (konselor) dan anggota kelompok (klien). Di dalamnya terjadi hubungan konseling dalam suasana yang diusahakan sama seperti konseling perorangan yang hangat, terbuka dan penuh kehangatan. Terdapat juga pengungkapan dan pemahaman masalah klien, penelusuran sebab-sebab timbulnya masalah, upaya pemecahan masalah jika diperlukan menggunakan metode-metode khusus, evaluasi dan tindak lanjut.

Berbagai macam rumusan tentang pengertian konseling kelompok akan dibahas dalam bab ini, namun dalam pembahasannya terlebih dahulu akan disampaikan tentang pengertian konseling kelompok menurut beberapa para ahli:

Menurut Winkel (1991:485) Konseling kelompok merupakan merupakan bentuk khusus dari layanan konseling, yaitu wawancara konseling antara konselor professional dengan beberapa orang sekaligus yang tergabung dalam suatu kelompok kecil.

Sukardi (2000 : 49), mengemukakan bahwa konseling kelompok adalah layanan bimbingan dan konseling yang memungkinkan peserta didik memperoleh kesempatan untuk pembahasan dan pengentasan permasalahan yang dialaminya melalui dinamika kelompok. Itu berarti bahwa dalam konseling kelompok para siswa dapat mengungkapkan berbagai masalah yang terjadi pada dirinya, dan memungkinkan mencari pemecahan masalah dengan bantuan anggota kelompok.


(48)

Berdasarkan definisi di atas, maka dapat disimpulkan bahwa konseling kelompok merupakan bantuan yang diberikan oleh konselor dalam upaya pemecahan masalah individu kearah pengentasan permasalahan kepada beberapa klien yang tergabung dalam kelompok kecil.

1. Dinamika Kelompok

Dinamika kelompok adalah kekuatan yang mendorong kehidupan kelompok. Dinamika kelompok merupakan sinergi dari semua faktor yang ada dalam suatu kelompok, artinya merupakan pengarahan secara serentak semua faktor ynag dapat digerakkan dari kelompok itu. Dengan demikian, dinamika kelompok merupakan jiwa yang menghidupkan dan menghidupi suatu kelompok.

Peranan dinamika kelompok dalam konseling dan konseling merupakan usaha pemberian bantuan kepada orang-orang yang memerlukan. Suasana kelompok yaitu antar hubungan dari semua orang yang terlibat dalam kelompok dapat merupakan wahana dimana masing-masing anggota kelompok itu (secara perorangan) dapat memanfaatkan semua informasi, tanggapan dan berbagai reaksi dari anggota kelompok lainnya untuk kepentingan dirinya yang bersangkut paut dengan pengembangan diri anggota kelompok yang bersangkutan. Dari segi lain, kesempatan mengemukakan pendapat, tanggapan dan berbagai reaksipun dapat merupakan peluang yang sangat berharga bagi perorangan yang bersangkutan. Kesempatan timbal balik inilah yang merupakan dinamika dari kehidupan kelompok (dinamika kelompok) yang akan membawa manfaat bagi anggotanya.

Kehidupan kelompok dijiwai oleh dinamika kelompok yang akan menentukan arah gerak dan arah pencapaian tujuan konseling dan konseling melalui layanan konseling kelompok. Kelompok


(49)

yang hidup adalah yang berdinamika, bergerak dan aktif berfungsi untuk memenuhi suatu kebutuhan dan mencapai suatu tujuan.

Menurut Prayitno (1995: 66-67) Keterampilan berkomunikasi secara efektif, sikap bertenggang rasa, memberi dan menerima, toleran, mementingkan musyawarah untuk mencapai mufakat seiring dengan sikap demokratis, memiliki sikap tanggung jawab sosial seiring dengan kemandiriannya yang kuat, merupakan arah pengembangan pribadi yang dapat dijangkau melalui keaktifannya dinamika kelompok.

Hal diatas menjelaskan bahwa anggota kelompok memiliki keterampilan komunikasi secara efektif merupakan kunci pokok keaktifannya dinamika kelompok dalam mengembangkan kemampuan-kemampuan sosial.

Berkaitan dengan konseling kelompok maka dinamika kelompok merupakan suatu wadah yang hidup, bergerak dan berdenyut. Selalu aktif dalam rangka membantu indivdu-individu untuk dapat secara mandiri maupun bersama dalam memecahkan masalahnya. Oleh karena itu, dinamika kelompok memegang peranan penting sebagai wadah kehidupan atau jiwa dan gerak kelompok. Sehingga kelompok mempunyai peran membantu memecahkan masalah pribadi para anggota kelompok, yaitu apabila interaksi dalam kelompok itu difokuskan pada pemecahan masalah pribadi yang dimaksudkan, masing-masing anggota kelompok akan menyumbang baik langsung maupun tidak langsung dalam pemecahan masalah pribadi tersebut.

2. Pembentukan Kelompok

Kelompok pada dasarnya didukung dan dibentuk melalui berkumpulnya sejumlah orang. Kumpulan orang-orang itu menjunjung suatu atau beberapa kualitas tertentu, sehingga dengan demikian kumpulan tersebut menjadi sebuah kelompok. Unsur-unsur yang paling pokok untuk terbentuknya suatu kelompok yaitu tujuan, keanggotaan dan kepemimpinan serta aturan yang diikuti. Dalam suatu kelompok semua individu yang ada didalamnya mengikatkan diri pada satu


(50)

tujuan. Keanggotaan suatu kelompok justru ditentukan oleh keterikatan individu yang bersangkutan pada tujuan yang dimaksudkan itu.

Kebersamaan dalam kelompok lebih lanjut diikat dengan adanya pemimpin kelompok yang bertugas mempersatukan seluruh anggota kelompok untuk melakukan kegiatan bersama dan untuk melakukan tujuan yang satu secara bersama-sama. Memiliki aturan dalam melaksanakan kegiatan-kegiatan tanpa aturan itu pemimpin kelompok tidak dapat menjalankan fungsinya dengan baik, kegiatan anggota tidak terarah, atau akan terjadi kesimpangsiuran, atau bahkan benturan atau kekacauan, yang semuanya akan mengakibatkan tujuan bersama tidak tercapai. Dengan demikian jelaslah bahwa suatu kelompok membutuhkan aturan, nilai-nilai, atau pedoman yang memungkinkan seluruh anggota bertindak dan mengarahkan diri bagi pencapaian tujuan-tujuan yang mereka kehendaki.

Prayitno (1995:309) mengatakan jumlah anggota dalam konseling kelompok dikenal dengan kelompok dua (yang terdiri dari 2 orang), kelompok 3 dan seterusnya, kelompok kecil (terdiri dari 2-5 orang), kelompok sedang (terdiri dari 6-15 orang), kelompok agak besar (terdiri dari 16-25 orang), kelompok besar (terdiri dari 27-40 orang).

Menurut sikap pembentukannya dikenal dengan adanya kelompok primer (misalnya satuan keluarga) dan kelompok sekunder yaitu kelompok yang dibentuk secara sengaja untuk tujuan-tujuan tertentu (misalnya kelompok belajar, kelompok murid dalam satu kelas, kelompok organisasi pemuda dan lain-lain).


(51)

Kegiatan konseling kelompok berlangsung dalam beberapa tahap, Prayitno (1995) mengemukakan ada empat tahap kegiatan yang perlu dilalui dalam kegiatan konseling kelompok yaitu :

a. Tahap Pembentukan

Yaitu tahapan untuk membentuk kerumunan sejumlah individu menjadi satu kelompok yang siap mengembangkan dinamika kelompok dalam tujuan bersama.Kegiatan pada tahapan ini dapat dilihat pada Gambar 2.1.

b. Tahap Peralihan

Tahap peralihan ialah tahapan untuk mengalihkan awal kelompok ke kegiatan berikutnya yang lebih terarah pada pencapaian tujuan kelompok. Kegiatan pada tahapan ini dapat dilihat pada Gambar 2.2.

c. Tahap Kegiatan

Tahap kegiatan yaitu tahap kegiatan inti untuk membahas topik-topik tertentu. Pada tahap inilah layanan konseling kelompok menampilkan jati dirinya. Kegiatan pada tahapan ini dapat dilihat pada Gambar 2.3.

d. Tahap Pengakhiran

Tahap pengakhiran yaitu tahap akhir kegiatan untuk melihat kembali apa yang sudah dilakukan dan dicapai oleh kelompok, serta merencanakan kegiatan selanjutnya. Kegiatan pada tahapan ini dapat dilihat pada Gambar 2.4.


(52)

TAHAP-TAHAP KEGIATAN KELOMPOK DALAM KONSELING KELOMPOK

BAGAN I:


(53)

Gambar 2.1. Tahap Pembentukan

BAGAN II: TAHAP II: PERALIHAN

Tahap I Pembentukan

Peranan Pemimpin Kelompok a. Menampilkan diri secara utuh dan terbuka

b. Menampilkan penghormatan kepada orang lain, hangat, tulus, dan bersedia membantu dan poenuh empati. c. Sebagai contoh.

Tema: a. Pengenalan b. Pelibatan diri c. Pemasukan diri

Tujuan:

a. Anggota memahami pengertian dan kegiatan kelompok dalam rangka konseling dan konseling. b. Tumbuhnya suasana kelompok. c. Tumbuhnya informed consent

anggota mengikuti kegiatan kelompok.

d. Tumbuhnya saling mengenal, percaya, menerima, dan

membantu diantara para anggota. e. Tumbuhnya suasana bebas dan

terbuka.

f. Dimulai pembahasan tentang tingkah laku dan perasaan dalamkelompok.

Kegiatan:

a. Mengungkapkan pengertian dan tujuan kegiatan kelompok dalam rangka pelayanan konseling dan konseling.

b. Menjelaskan (1) cara-cara, dan (2) asas-asas kegiatan kelompok. c. Saling memperkenalkan dan

mengungkapkan diri. d. Tehnik khusus.

e. Permainan penghangatan atau pengakrabkan.


(54)

Gambar 2.2. Tahap Peralihan

BAGAN III: Tahap II

Peralihan

Peranan Pemimpin Kelompok

a. Menerima suasana yang ada secara sabar dan terbuka. b. Tidak menggunakan cara-cara yang bersifat langsung atau

mengambil alih kekuasaannya.

c. Mendorong dibahasnya suasana perasaan.

d. Membuka diri, sebagai contoh dan penuh empati. Tema: Pembangunan jembatan

antara tahap I dan tahap III Tujuan:

a. Terbebaskannya anggota dari perasaan atau sikap enggan, ragu, malu atau saling tidak percaya untuk memasuki tahap berikutnya b. Makin mantapnya suasana

kelompok dan kebersamaan. c. Makin mantapnya minat untuk

ikut serta dalam kegiatan kelompok.

Kegiatan:

a. Menjelaskan kegiatan yang akan ditempuh pada tahap berikutnya. b. Menawarkan atau mengamati

apakah para anggota sudah siap menjalani kegiatan pada tahap berikutnya (tahap III).

c. Membahas suasana yang terjadi. d. Meningkatkan kemampuan

keikutsertaan anggota.

e. Kalau per kembali kebeberapa aspek tahap I (tahap


(55)

TAHAP III: KEGIATAN

Gambar 2.3. Tahap Kegiatan

Tahap III Kegiatan

Peranan Pemimpin Kelompok

a. Sebagai pengatur lalu lintas yang sabar dan terbuka. b. Aktif tetapi tidak banyak bicara.

c. Membuka diri, sebagai contoh dan penuh empati. Tema: Kegiatan pencapaian tujuan

(penyelesaian tugas) Tujuan:

a. Terbahasnya suatu masalah atau topik yang relevan dengan kehidupan anggota secara mendalam dan tuntas.

b. Ikut sertanya seluruh anggota secara aktif dan dinamis dalam pembahasan, baik yang

menyangkut unsur-unsur tingkah laku, pemikiran, atau perasaan.

Kegiatan:

a. Pemimpin kelompok

mengemukakan suatu masalah atau topik.

b. Tanya jawab antara anggota dan pemimpin kelompok tentang hal-hal yang belum jelas yang menyangkut masalah atau topik yang dikemukakan pemimpin kelompok.

c. Anggota membahas masalah atau topik tersebut secara mendalam dan tuntas.


(56)

BAGAN IV:

TAHAP IV: PENGAKHIRAN

Gambar 2.4. Tahap Pengakhiran

Tahap IV Pengakhiran

Peranan Pemimpin Kelompok

a. Tetap mengusahakan suasana hangat, bebas, dan terbuka. b. Memberikan pernyataan dan mengucapkan terima kasih atas

keikutsertaan anggota.

c. Memberikan semangat untuk kegiatan lebih lanjut. d. Penuh rasa persahabatan dan empati.

Tema: penilaian dan tindak lanjut Tujuan:

a. Terungkapnya kesan-kesan anggota kelompok tentang pelaksanaan kegiatan. b. Terungkapnya hasil kegiatan

kelompok yang telah dicapai yang dikemukakan secara mendalam dan tuntas.

c. Terumusnya rencanan kegiatan lebih lanjut.

d. Tetap dirasakannya hubungan kelompok dan rasa kebersamaan meskipun kegiatan diakhiri.

Kegiatan:

a. Pemimpin kelompok

mengemukakan bahwa kegiatan akan segera diakhiri.

b. Pemimpin dan anggota kelompok mengemukakan kesan dan hasil-hasil kegiatan.

c. Membahas kegiatan lanjutan. d. Mengemukakan pesan dan


(57)

C. Keterkaitan Kemandirian Rencana Studi Lanjut Siswa Menggunakan Layanan Konseling Kelompok

Kemandirian merupakan hal yang sangat mendasar yang harus dimiliki setiap siswa. Siswa yang mandiri akan mendorong dirinya lebih baik dalam bersikap dan dalam menentukan pengambilan keputusan di lingkungan yang ia tinggali, baik lingkungan keluarganya, masyarakat maupun lingkungan sekolah. Tanpa adanya kemandirian akan mustahil apabila tugas yang diselesaikannya akan berhasil dengan baik. Orang yang kurang mandiri akan selalu bergantung kepada orang lain, karena ia tidak yakin dengan kemampuan yang dimilikinya.

Selama masa remaja, tuntutan terhadap kemandirian sangat besar dan bila tidak direspon secara tepat bisa saja menimbulkan dampak yang tidak menguntungkan bagi perkembangan psikologis remaja di masa mendatang. Di tengah berbagai gejolak perubahan yang terjadi di masa kini, betapa banyak remaja yang mengalami kekecewaan dan rasa frustasi yang mendalam terhadap orang tua dan lingkungannya karena tidak kunjung mendapat apa yang dinamakan kemandirian. Dan ini mengakibatkan mereka tidak mandiri dalam bertindak dan akan selalu mengalami ketergantungan dengan orang lain.

Dalam Upaya meningkatkan kemandirian rencana studi lanjut siswa, maka guru pembimbing dapat memberikan bantuan melalui pelaksanaan layanan konseling kelompok.

Ohslen (1970: 450) mengemukakan bahwa: ”konseling kelompok adalah suatu hubungan antara konselor dengan satu atau lebih klien yang penuh dengan perasaan penerimaan, kepercayaan, dan rasa aman.”


(58)

Itu berarti bahwa dalam pelaksanaan layanan konseling kelompok, pemimpin kelompok harus membina hubungan baik dengan klien. Hal ini dilakukan agar proses konseling kelompok ini dapat efektif dalam membantu siswa mandiri untuk merencanakan studi lanjutnya.

Kemandirian dengan layanan konseling kelompok sangat berkaitan. Di dalam layanan konseling mempunyai beberapa tujuan yaitu :

1. Dapat mengembangkan bakat dan minat masing-masing anggota kelompok. Layanan konseling kelompok dalam prosesnya siswa dapat mengembangkan diri secara optimal. Siswa dituntut untuk mengeluarkan segala keinginannya, yang nantinya akan dibahas dan didiskusikan dalam layanan tersebut. Keinginan atau minat ini juga ditentukan oleh adanya bakat. Oleh karena itu, siswa yang kurang mandiri akan tergugah dan terdorong juga untuk dapat mengeluarkan segala bakat dan minat yang dimilikinya yang karena itu dia merasa hal itu perlu dibahas dalam layanan konseling kelompok.

2. Mengentaskan permasalahan-permasalahan

Permasalahan-permasalahan dalam kelompok yang menyangkut kemandirian dapat terselesaikan oleh karena adanya lingkungan kelompok yang nyaman dan saling terbuka. Siswa yang mandiri akan dengan terbuka mengemukakan permasalahan yang dialaminya di hadapan peserta kelompok lainnya yang mempunyai permasalahan yang sama. Sehingga siswa akan mampu membuat pemecahan bagi masalah mereka bersama. Dan pada akhirnya siswa akan mampu belajar mengambil keputusan terbaik bagi masalah yang dihadapinya sendiri tanpa bantuan dari orang lain lagi. Semua itu karena kemandirian yang tinggi.


(59)

(1)

Untuk mengetahui apakah item-item pada skala dapat memberikan kontribusi terhadap variabel yang diteliti, maka dapat dilakukan dengan mengkorelasikan antara skor tiap item pada instrumen dengan skor total, menggunakan rumus korelasi product moment dari Pearson.

Adapun rumus product moment dari Pearson, sebagai berikut:

  

 

2 2

2

 

2

 

 

y y

N x x

N

y x xy

N rxy

Keterangan :

rxy = koefisien korelasi antara X dan Y

X = jumlah skor butir, masing-masing item

Y = jumlah skor total N = jumlah responden

X

2 = jumlah kuadrat butir

Y

2 = jumlah kuadrat total

Selanjutnya keputusan dengan membandingkan rhit dengan rtab . jika rhit > rtab berarti pernyataan valid, tetapi jika rhit < rtab berarti pernyataan tersebut tidak valid.

Uji coba skala dilakukan sebelum skala dijadikan sebagai instrumen dalam penelitian. Skala disebarkan kepada 30 orang siswa di luar subjek penelitian. Berdasarkan hasil uji coba didapatlah 35 item yang valid dari 62 item. Adapun r tabel yang digunakan sebagai batas


(2)

validitas dari instrumen yang digunakan adalah 0,361 sesuai ketentuan dari r tabel dengan responden sebanyak 30 orang.

2. Uji Reliabilitas

Reliabilitas adalah jika suatu instrumen cukup dapat dipercaya untuk dapat dipergunakan sebagai alat pengumpul data karena instrumen tersebut sudah baik (Arikunto, 2006:178).

Untuk menguji reliabilitas skala dalam penelitian ini maka teknik uji yang digunakan adalah dengan menggunakan rumus alpha karena skor yang diberikan bukan 1 atau 0. Hal ini sesuai menurut Arikunto (2006:171) yang menyatakan bahwa ”untuk mencari reliabilitas instrumen yang skornya bukan 1 dan 0 menggunkan rumus alpha”

Berikut adalah Rumus Alpha :

               

2

1 2 11 1 ) 1 (

b k k r Keterangan : 11

r = Reliabilitas instrument

k = Banyaknya butir pertanyaan atau banyaknya soal

2

b

= Jumlah varians butir 2

1

 = Varians total

Menurut Arikunto (2006:73), untuk mengetahui tinggi rendahnya reliabilitas menggunakan kriteria sebagai berikut :

0,8 - 1,00 = sangat tinggi 0,6 - 0,799 = tinggi 0,4 - 0,599 = cukup 0,2 - 0,399 = rendah


(3)

0 < 0,200 = sangat rendah

Berdasarkan hasil pengolahan data uji coba instrument ada 35 item yang memiliki kontribusi yang besar dengan reliabilitas yang tinggi yakni 0,899 dengan rtabel 0,361. Berdasarkan kriteria

reliabilitas yang telah dikemukakan oleh Basrowi dan Kasinu di halaman sebelumnya, maka dapat diketahui bahwa tingkat reliabilitas skala adalah sangat tinggi.

F. Teknik Analisis Data

Setelah data diperoleh, langkah selanjutnya ialah melakukan analisis data yakni, pelaksanaan layanan konseling kelompok dalam upaya meningkatkan kemandirian rencana studi lanjut siswa.Dengan analisis data maka akan dapat membuktikan hipotesis dan menarik kesimpulan tentang masalah yang akan diteliti.

Karena penelitian ini menggunakan metode quasi eksperimen dengan one-group pretest-postttest yaitu untuk mengetahui dampak dari sebuah perlakuan lalu mengamati akibat dari perlakuan tersebut, maka pendekatanefektif yang digunakan untuk melihat apakah hasil dari perlakuan yang telah diberikan efektif atau tidak, yaitu dengan membandingkan nilai-nilai antara pre-test dan post-test.

Teknik analisis data yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan statistik non parametrik berupa uji Wilcoxon, karena membandingkan dua variabel dengan sampel yang sama. Adapun rumus yang digunakan adalah :


(4)

z =

T T

 

=

24 ) 1 2 )( 1

( 4

) 1 (

 

  

n n

n n n

Keterangan:

T = Jumlah jenjang yang kecil n = Jumlah sampel

Dari hasil hitung tersebut dikonsultasikan dengan indeks tabel wilcoxon. Jika hasil analisis data lebih besar dari indeks tabel wilcoxon, berarti penggunaan layanan konseling kelompokefektif dalam meningkatkan kemandirian rencana studi lanjut siswa.


(5)

V. SIMPULAN DAN SARAN

A. Simpulan

Berdasarkan hasil penelitian di SMP Negeri 5 Bandar Lampungtahunpelajaran 2012/2013, maka dapat diambil kesimpulan, yaitu:

1. Kesimpulan Statistik

Berdasarkan hasil yang diperoleh dalam penelitian ini, makadapatdiambilkesimpulan, bahwa kemandirian rencana studi lanjut dapat ditingkatkan dengan menggunakan layanan konseling kelompok. Hal ini menunjukkan bahwa terdapat perbedaan kemandirian rencana studi lanjut sebelum dan sesudah diberikan layanan konseling kelompok. Hal ini terbukti dari hasil pretest dan posttest yang diperoleh zhitung =2,52. Kemudian dibandingkan dengan

ztabel 0,05 = 0,012. Karena zhitung >ztabel maka, Ho ditolak dan Ha diterima, artinya terdapat

perbedaan signifikan antara skor kemandirian siwa untuk menentukan rencana studi lanjut sebelum diberikan perlakuan dan setelah diberikan perlakuan dengan layanan konseling kelompok kepada subjek penelitian.

2. Kesimpulan Penelitian

Kemandirian siswa untuk menentukan rencana studi lanjut yang rendah dapat ditingkatkan melalui layanan konseling kelompok. Hal ini ditunjukkan dari perubahan pada diri siswa


(6)

pada setiap pertemuan kegiatan konseling kelompok telah mengarah pada peningkatan kemandirian siswa untuk menentukan rencana studi lanjut terlihat lebih baik dari sebelumnya.

B. Saran

Saran yang dapat dikemukakan dari penelitian yang telah dilakukan di SMP Negeri 5 Bandar Lampung adalah:

1. Kepadasiswa

Siswa yang memiliki kemandirian untuk menentukan rencana studi lanjut yang rendah, hendaknya agar bisa meningkatkan kemandirian untuk menentukan rencana studi lanjutnya sedini mungkin dengan mengikuti layanan konseling kelompok, agar bisa mencapai tujuan kemandirian.

2. Kepada guru pembimbing

Kepada guru bimbingan dan konseling hendaknya dapat membantu dan membimbing siswa dalam meningkatkan kemandirianuntukmenentukanrencanastudilanjutsiswadengan menggunakan layanankonselingkelompok.


Dokumen yang terkait

UPAYA MENINGKATKAN KEMANDIRIAN RENCANA STUDI LANJUT MENGGUNAKAN LAYANAN KONSELING KELOMPOK PADA SISWA DI SMP NEGERI 5 BANDARLAMPUNG TAHUN AJARAN 2012/2013

0 11 75

PENGGUNAAN KONSELING SEBAYA DALAM MENINGKATKAN PENYESUAIAN SOSIAL DI SEKOLAH PADA SISWA KELAS XII SMA NEGERI 9 BANDARLAMPUNG TAHUN AJARAN 2011/2012

1 19 79

UPAYA MENINGKATKAN INTERAKSI SOSIAL DENGAN MENGGUNAKAN KONSELING KELOMPOK PADA SISWA KELAS VII SMP NEGERI 3 GEDONG TATAAN TAHUN PELAJARAN 2011/2012

0 13 74

PEMBELAJARAN MEMBACA TABEL SISWA KELAS VII SMP NEGERI 5 BANDARLAMPUNG TAHUN PELAJARAN 2012/2013

0 7 111

UPAYA MENGATASI KESULITAN BELAJAR SISWA DENGAN MENGGUNAKAN LAYANAN KONSELING KELOMPOK PADA SISWA KELAS X SMA NEGERI 1 KOTAGAJAH LAMPUNG TENGAH TAHUN PELAJARAN 2013/2014

0 46 70

PENINGKATAN MOTIVASI BELAJAR SISWA DENGAN MENGGUNAKAN LAYANAN KONSELING KELOMPOK PADA SISWA KELAS VIII SMP MUHAMMADIYAH 3 METRO TAHUN AJARAN 2013/2014

0 6 69

MENINGKATKAN MOTIVASI BELAJAR SISWA MENGGUNAKAN LAYANAN KONSELING KELOMPOK PADA SISWA KELAS VIII SMP NEGERI 1 SUKADANA KABUPATEN LAMPUNG TIMUR TAHUN AJARAN 2012/2013

0 7 59

PENINGKATAN MOTIVASI BERPRESTASI DENGAN MENGGUNAKAN LAYANAN BIMBINGAN KELOMPOK PADA SISWA KELAS IX SMP NEGERI 1 LIWA TAHUN PELAJARAN 2012/2013

0 2 36

PENINGKATAN DISIPLIN SISWA DI SEKOLAH MENGGUNAKAN LAYANAN KONSELING KELOMPOK DENGAN PENDEKATAN BEHAVIOR DI SMP NEGERI 1 GADINGREJO TAHUN PELAJARAN 2014/2015

5 50 68

UPAYA MENINGKATKAN KEDISIPLINAN BERSERAGAM DALAM UPACARA MELALUI LAYANAN BIMBINGAN KELOMPOK PADA SISWA KELAS VIII SMP 5 KUDUS TAHUN PELAJARAN 20122013

2 2 14