Klasifikasi Penatalaksanaan Gambaran Faktor Risiko yang Menyebabkan Terjadinya Miopia pada Siswa SMA Shafiyyatul Amaliyyah Medan Tahun 2013

ii. Teori Biologi Teori ini timbul setelah pengamatan bahwa miop ia aksial adalah herediter, penipisan bola mata hanya di daerah pole posterior, degenerasi retina terjadi sekunder setelah atrofi koroid dan adanya perubahan -perubahan atrofi yang tidak sesuai dengan besarnya pemanjangan bola mata. Vogt mengatakan bahwa fa ktor timbulnya miopia terdapat pada jaringan ektodermal yaitu retina, sedangkan jaringan mesodermal disekitarnya tetap normal. Retina tumbuh lebih menonjol dibanding dengan koroid dan sklera. Pertumbuhan retina yang abnormal ini diikuti dengan penipisan sk lera dan peregangan koroid. Koroid yang peka terhadap regangan akan menjadi atrofi. Seperti diketahui pertumbuhan sklera berhenti pada janin berusia 5 bulan sedangkan bagian posterior retina masih tumbuh terus sehingga bagian posterior sklera menjadi paling tipis. Menurut David A. Goss Faktor utama dari miopia ini adalah peningkatan panjang aksial bola mata, yang disebabkan oleh penurunan kuantitas dan perubahan karakteristik anatomi dari jaringan kolagen sklera. Sklera merupakan jaringan penyokong utama d ari segmen posterior. Dalam keadaan normal tersusun dari ikatan serabut kolagen yang padat. Ikatan-ikatan tersebut terdiri dari pita -pita lebar dan teranyam. Nikolaev mengatakan bahwa pada miopia yang tinggi diameter serabut kolagen sklera mengalami penurunan. Curtin menyebutkan bahwa pada orang dengan derajat miopia tinggi akan mengalami penurunan kuantitas dan kualitas dari serabut kolagen sklera yang berupa sudut ikatan antara serabut kolagen sklera melebar dan anyamannya kurang terpola. Perubahan -perubahan ini dijumpai pada kutub posterior sehingga akan menyebabkan regangan dan penipisan pada sklera yang akhirnya menambah panjang aksial bola mata Widodo dan Prillia, 2007.

2.1.4. Klasifikasi

Menurut Ilyas 2010 dikenal beberapa bentuk miopia seperti : a. Miopia refraktif, bertambahnya indeks bias media penglihatan seperti terjadi pada katarak intumessen dimana lensa menjadi lebih cembung sehingga pembiasan lebih kuat. Sama dengan miopia bias atau miopia indeks , miopia yang terjadi akibat pembiasan media penglihatan kornea dan lensa yang terlalu kuat. b. Miopia aksial, miopia akibat panjangnya sumbu bola mata, dengan kelengkungan kornea dan lensa yang normal. Menurut derajat beratnya miopia dibagi dalam : a. Miopia ringan, dimana miopia kecil daripada 1 -3 dioptri b. Miopia sedang, dimana miopia lebih antara 3 -6 dioptri c. Miopia berat atau tinggi, dimana miopia lebih besar dari 6 dioptri Menurut perjalanan miopia dikenal bentuk : a. Miopia stasioner, miopia yang menetap setelah dewasa b. Miopia progresif, miopia yang bertamb ah terus pada usia dewasa akibat bertambah panjangnya bola mata c. Miopia maligna, miopia yang berjalan progresif, yang dapat mengakibatkan ablasi retina dan kebutaan atau sama dengan miopia pernisiosa = miopia maligna = miopia degeneratif. Menurut American Optometric Association 2006, miopia terbagi dalam : Tabel 2.2. Sistem klasifikasi Miopia Klasifikasi Tipe Jenis-jenis Miopia Klinikal Entity Miopia Sederhana Miopia nokturnal Pseudomiopia Miopia Degeneratif Miopia Didapat Derajat Miopia ringan 3.00 D Miopia sedang 3.00 D-6.00 D Miopia berat 6.00 D Onset pada Usia Miopia kongenital didapat saat lahir dan menetap Miopia pada anak-anak 20 tahun Miopia pada dewasa muda 20 -40 tahun Miopia pada dewasa tua 40 tahun

2.1.5. Faktor Risiko

Terdapat dua pendapat yang menerangkan faktor risiko terjadinya miopia, yaitu berhubungan dengan faktor herediter atau keturunan, faktor lingkungan, dan gizi Ilyas, 2006.

2.1.5.1. Faktor Herediter atau Keturunan

Faktor risiko terpenting pada pengembangan miopia sederhana adalah riwayat keluarga miopia. Beberapa penelitian menunjukan 33 -60 prevalensi miopia pada anak-anak yang kedua orang tuanya memiliki miopia, sedangkan pada anak - anak yang salah satu orang tuanya memiliki miopia, prevalensinya adalah 23 - 40. Kebanyakan penelitian menemukan bahwa ketika orang tua tidak memiliki miopia, hanya 6-15 anak-anak yang memiliki miopia White, 2005. Penelitian yang dilakukan Gwiazda dan kawan -kawan melaporkan anak yang mempunyai orang tua miopia cenderung mempun yai panjang aksial bola mata lebih panjang di banding anak dengan orang tua tanpa miopia. Sehingga anak dengan orang tua yang menderita miopia cenderung menjadi miopia dikemudian hari Jurnal Oftalmologi Indonesia, 2008. Indeks heritabilitas yang tinggi d itemukan dalam studi terhadap anak kembar yaitu dari 75 sampai 94. Studi dengan jumlah sampel yang besar pada kembar yang monozigot dan dizigot indeks heritabilitasnya diestimasikan sekitar 77 Myrowitz, 2012. Penyakit yang terutama disebabkan oleh ke turunan ditemukan cenderung memiliki onset yang lebih cepat, terutama pada anggota keluarga, dan banyak gejala klinis yang berat dibandingkan dengan kondisi yang sama tetapi dipengaruhi oleh faktor lingkungan. Hal ini telah digambarkan dengan jelas oleh Liang et al. Peneliti-peneliti ini mempelajari tentang miopia, terutama mengenai dampak dari tingginya miopia akibat keturunan dan hubungannya dengan tingkat keparahan serta awal mula timbulnya miopia White, 2005.

2.1.5.2. Faktor Lingkungan

Tingginya angka kejadian miopia pada beberapa pekerjaan telah banyak dibuktikan sebagai akibat dari pengaruh lingkungan terhadap terjadinya miopia. Hal ini telah ditemukan, misalnya terdapat tingginya angka kejadian serta angka perkembangan miopia pada sekelompok orang yang menghabiskan banyak waktu untuk bekerja terutama pada pekerjaan dengan jarak pandang yang dekat secara intensive. Beberapa pekerjaan telah dibuktikan dapat mempengaruhi terjadinya miopia termasuk diantaranya peneliti, pembuat karpet, penjahit, mekani k, pengacara, guru, manager, dan pekerjaan-pekerjaan lain White, 2005. Selain itu, faktor yang diketahui dapat mempengaruhi miopia adalah pendidikan. Beberapa penelitian secara konsisten menyatakan bahwa terdapat hubungan yang kuat antara tingkat pendid ikan dan kejadian miopia. Semakin tinggi tingkat pendidikan seseorang, semakin tinggi risiko untuk terjadinya miopia. Goldschmidt melaporkan bahwa angka kejadian miopia pada mahasiswa di Hong Kong dan Taiwan lebih dari 90 dengan derajat miopia rata -rata 4-5 D White, 2005. Identifikasi hubungan antara miopia dengan near-working, dengan cara menghubungkan miopia dengan intelektualitas sangatlah rumit. Penelitian oleh Saw et al’s di Singapore menyebutkan bahwa mereka yang memiliki derajat miopia yang tinggi dan rendah banyak terjadi selama masa sekolah. Sebuah pola umum telah dilaporkan pada beberapa peneliti di literatur bahwa anak dengan miopia cenderung memiliki intelektualitas yang lebih tinggi dan hasil belajar yang lebih baik. Kegiatan ektra kulikule r telah teridentifikasi sebagai faktor penyebab yang memungkinkan berkembangnya miopia pada pelajar berdasarkan fakta terdapatnya perbedaan ektra kulikuler yang diikuti oleh siswa di sekolah, yaitu bimbingan belajar atau kelompok belajar yang kegiatannya y aitu membaca White, 2005. Seiring dengan kemajuan teknologi dan telekomunikasi seperti televisi, komputer, video game dan lain -lain, secara langsung maupun tidak langsung akan meningkatkan aktivitas melihat dekat Tiharyo, Gunawan, dan Suhardjo, 2008. Konsumsi sayuran dan buah juga dapat mempengaruhi terjadinya miopia. Adapun sayuran dan buah yang diketahui mempengaruhi, yaitu wortel, pisang, pepaya, jeruk, buah merica dan cabai. Hal ini dikarenakan pada sayuran dan buah tersebut memiliki kandungan beta karoten yang tinggi, yang nantinya akan dikonversikan menjadi vitamin A retinol untuk tubuhLubis, Siti Mahreni Insani, 2010. 2.1.6. Gejala dan Tanda 2.1.6.1. Gejala Klinis Gejala klinis pada miopia antara lain adalah : 1. Menurunnya penglihatan bahkan d engan koreksi refraksi 2. Penderita merasa tidak nyaman ketika menggunakan lensa koreksi, dimana kacamata untuk miopia tinggi biasanya berat dengan distorsi yang bermakna ditepi lensa, lapang pandangan juga terbatas 3. Dijumpai degenerasi vitreus, dimana vitreus ini lebih cair dan mempunyai prevalensi yang tinggi untuk pelepasan vitreus posterior PVD

2.1.6.2. Tanda-tanda

1. Status refraksi Curtin melaporkan bahwa 55 penderita miopia kongenital akan berkembang menjadi miopia progresif, 30 tetap stabil dan 15 akan menjadi regresif. Francois dan Goes menunjukan bahwa semakin awal onsetnya semakin besar pula progresivitasnya. 2. Status okulomotor Banyak penderita dengan miopia patologi mengalami strabismus atau nistagmus. Nistagmus biasanya menetap walaupun dilakukan koreksi kesalahan refraksinya. 3. Segmen anterior Pada sebagian besar penderita, mata akan menjadi lebih besar, kornea akan lebih datar dan tipis, pupil akan mengalami dilatasi, bilik mata depan akan lebih dalam. Banyak penderita akan mengalami sklera yang transfusen dan tampak biru. Badan siliaris biasanya terletak lebih posterior, lebih panjang, datar dan atrofi. 4. Lensa Prevalensi katarak pada miopia adalah dua kali lipat dari populasi normal, dan terjadi pada usia-usia awal, umumnya nuklear a tau subkapsuler. 5. Vitreus Vitreus mengalami degenerasi dan pencairan. Semakin tua penderita, semakin tinggi derajat miopia, semakin besar derajat keparahan degenerasi vitreus. Degenerasi vitreus ini menghasilkan filamen -filamen vitreus yang tampak sebagai vitreus floaters. Pencairan vitreus menyebabkan terjadinya posterior vitreus detachment PVD. Perubahan-perubahan pada vitreus ini meningkatkan prevalensi terjadinya retinal tears, retinal haemorrhages, retinal detachment. Kelainan-kelainan ini sering terjadi di area supero temporal retina. 6. Perubahan pada diskus optikus Ukuran dan bentuk diskus optikus meningkat, menjadi lebih besar dan bentuknya oval vertikal. Rasio mangkok pada diskus CD ratio meningkat, tapi kedalamannya normal. Terdapat tarikan pada permukaan nervus optikus nasal sehingga akan mengangkat bagian -bagian nasal dari diskus optikus. Perubahan ini disebut supertraksinasal. 7. Perubahan pada retina perifer Elemen-elemen retina mengalami proses peregangan dan menurut suplai darah, arteri vena retina. Tampak lebih lurus, retina akan mengalami penipisan. Epitel pigmen retina, akan mengalami penipisan, pigmen -pigmen menggumpal dan bergerak ke innerlayer retina. Semua perubahan tersebut disebut lattice degeneration. 8. Sklera Karena sklera tidak memberikan dukungan yang memadai bagi bola mata pada miopia, mata memanjang kearah posterior dan semua lapisan bola mata pada kutub posterior mengalami perubahan degeneratif yang semakin bertambah seiring berjalannya waktu, salah satu yang terjadi adalah staf iloma posterior. Ini biasanya berkembang antara usia 9 sampai dengan 26 tahun. 9. Koroid Perubahan pada koroid terutama terjadi pada fase lanjut. Proses yang pasti dari degenerasi dan atrofi koroid masih belum diketahui, tetapi hal ini terkait dengan pemanjangan aksial mata. 10. Perubahan pada area makula Terdapat penipisan pada retina, kehilangan sel -sel rods dan sel-sel cones serta area makula lebih datar. Terjadi degenerasi kistik serta atrofi. Perubahan yang sering terjadi pada area makula adalah bintik Fuch s, bintik ini merupakan degenerasi terlokalisir, terkait dengan pertumbuhan jaringan neovaskuler koroid menjadi ruang epitel pigmen subretina dan proliferasi epithelium pigmen retina pada jaringan. Pemunculan bintik biasanya terkait dengan pendarahan dari jaringan neovaskuler Widodo dan Prillia, 2007. 2.1.7. Diagnosis dan Pemeriksaan 2.1.7.1. Diagnosis Untuk menegakan diagnosa pada pasien miopia, dapat dilakukan melalui 3 tahap, yaitu: Riwayat pasien, Pemeriksaan klinis dan Pemeriksaan tambahan. Riwayat pasien Komponen utama dari riwayat pasien yaitu identifikasi masalah dan keluhan - keluhan utama seperti keluhan visual, okular, dan riwayat kesehatan umum pasien, riwayat keluarga dan perkembangan, dan alergi obat -obatan. i. Miopia sederhana Gejala yang terdapat pada miopia sederhana yaitu penglihatan yang tidak jelas atau kabur. Dalam hal ini pemeriksa harus menanyakan apakah penglihatan yang tidak jelas tersebut menetap atau hanya sementara. Klinisi harus menyadari bahwa pada miopia pada anak -anak sulit didiagnosa karena anak-anak sulit menyampaikan penglihatan yang kabur. ii. Miopia nokturnal Gejala utama pada miopia nokturnal adalah penglihatan kabur pada jarak yang jauh dengan pencahayaan yang redup. Pasien mungkin mengeluhkan sulit untuk melihat rambu -rambu lalu lintas saat berkendara pada malam hari. iii. Pseudomiopia Pandangan kabur yang bersifat sementara, terutama setelah bekerja dalam jarak dekat, mungkin di indikasikan adanya daya akomodasi yang tidak adekuat atau pseudomiopia. iv. Miopia degeneratif Dalam miopia degeneratif, didapati pandangan kabur yang dipengaruhi oleh jarak karena derajat miopia biasanya signifikan. Pasien harus menahan “nearpoint-objects” sangat dekat dengan mata, karena miopia yang tidak terkoreksi. v. Miopia yang didapat Pasien dengan miopia yang didapat juga melaporkan pandangan kabur. Gejala lain yang mungkin dikeluhkan oleh pasien tergantung pada penyebab terjadinya miopia tersebut. Misalnya, pupil yang konstriksi ketika penyebab dari miopia didapat adalah terpapar oleh agen agonis kolinergik American Optometric Association , 2006.

2.1.7.2. Pemeriksaan Kelainan Refraksi

Dalam melakukan pemeriksaan refraksi ada 2 cara, yaitu : 1. Refraksi subjektif Memeriksa kelainan pembiasan mata pasien dengan memperlihatkan kartu lihat jauh dan memasang l ensa yang sesuai dengan hasil pemeriksaan bersama pasien. 2. Refraksi Objektif Melakukan pemeriksaan kelainan pembiasan mata pasien dengan alat tertentu tanpa perlunya kerjasama dengan pasien. Pemeriksaan objektif dipakai alat :  Refrationometer apa yang diseb ut pemeriksaan dengan komputer  Streak retinoskopi Pemeriksaan refraksi subjektif Pada pemeriksaan subjektif diperlukan hubungan atau komunikasi yang baik antara pemeriksa dengan pasien. Dalam pemeriksaan ini, optotype diletakan sejauh 5 atau 6 pasien yan g akan diperiksa karena pada jarak 5 meter sinar -sinar datang dianggap merupakan sinar sejajar dan pasien yang diperiksa matanya dalam keadaan istirahat atau tidak berakomodasi. Keadaan penerangan dalam ruang pemeriksaan tidak terlalu cerah. Dilihat kontra s kartu Snellen cukup baik. Mata yang biasa diperiksa terlebih dahulu adalah mata kanan. a. Letakkan bingkai uji coba trial frame pada posisi yang tepat b. Dilihat apakah titik tengah terletak tepat di depan mata c. Pasang penutup occluder pada mata yang tidak diperiksa mata kiri d. Catat tajam penglihatan mata yang dibuka Untuk selanjutnya dilakukan pemeriksaan khusus untuk miopia. Miopia Selanjutnya pada mata miopia dilakukan pemeriksaan berikut : 1. Bila penglihatan kurang dari 66 diletakan lensa pada bagian ka ca mata coba-coba dengan kekuatan S +0,5 atau S -0,5. 2. Ditanyakan dengan lensa mana yang terlihat lebih jelas. Tajam penglihatan dapat lebih kurang dari 610 sehingga penambahan lensa diberikan yang lebih berat. 3. Penambahan lensa lanjut, bila lebih terang de ngan lensa S - 0,5 maka pemeriksaan selanjutnya dilakukan dengan lensa S – yang dinaikan perlahan sehingga terdapat penglihatan yang paling jelas. 4. Lensa ditambahkan perlahan sampai tajam penglihatan maksimal. Resep kaca mata yang diberikan adalah lensa neg atif yang paling tidak berat. Pemeriksaan miopia pada anak diperlukan rujukan berikut : 1. Pemeriksaan dengan sikloplegik harus dilakukan pada pemeriksaan mata anak, anak dengan juling esotropia dan miopia sangat tinggi 10 D. 2. Koreksi sebaiknya dilakukan se cara total pada kelainan refraksi dan astigmatismatnya. 3. Rencana koreksi kurang under correction pada miopia dengan juling ke dalam atau esotropia untuk mengurangi esotropia sudut tidaklah begitu ditoleransi. 4. Koreksi lebih over correction dapat dilakukan untuk memperbaiki deviasi juling ke dalam esotropia. 5. Pada anak dengan miopia tinggi dan anisometropia yang mengakibatkan aniseikonia dapat dipertimbangkan Ilyas, 2006. Pemeriksaan Tambahan Pemeriksaan tambahan dapat dibutuhkan untuk mengidentifikasi kondisi yang berkaitan dengan perubahan retina pada pasien dengan miopia degeneratif. Pemeriksaan tambahan tersebut dapat berupa : Fotografi fundus, Ultrasonografi A- dan B-scan, Lapangan pandang, Tes seperti gula darah puasa misalnya untuk mengidentifikasi penyebab dari miopia yang didapat American Optometric Association, 2006.

2.1.8. Penatalaksanaan

Penatalaksanaan miopia terdiri dari : i. Koreksi refraksi Langkah pertama yang dilakukan adalah koreksi dengan lensa oftalmik atau lensa kontak. ii. Modifikasi lingkungan Beberapa penelitian mendukung efektivitas diet dalam pengelolaan miopia, dianjurkan pada penderita miopia yang terpapar secara genetik untuk meningkatkan konsumsi protein hewani, mengurangi karbohidrat dan gula. Duke Elder menyarankan diet kay a vitamin D dan kalsium untuk penderita miopia ini. Aktivitas yang dianjurkan adalah olahraga luar ruang misalnya jogging, namun aktivitas lain yang cenderung meningkatkan tekanan intra kranial dan stress sebaiknya dihindari, misal angkat berat. iii. Tindakan operatif Tindakan operatif kornea tidak disarankan pada penderita miopia patologi, misal tindakan LASIK, namun implantasi IOL merupakan tindakan bedah refraksi yang disarankan. iv. Fotokoagulasi laser Bila terdapat choroidal neovascularization membran dilakukan argon laser photokoagulasi, tetapi harap dipertimbangkan bahwa pada miopia patologi ini terdapat pemanjangan dan peregangan bola mata sehingga sikatrik yang diakibatkan oleh laser akan menambah peregangan bola mata tersebut. v. Pengawasan Tekanan Intra Okule r TIO Tekanan intra okuler TIO harus dipantau secara cermat. Curtin melaporkan bahwa TIO ini berperan secara mekanik dalam pemanjangan aksial bola mata. Black merekomendasikan bahwa TIO dibawah 20 mmHg vi. Pendidikan penderita Penderita dengan miopia patol ogi cenderung mengalami koroid yang tipis dan rapuh sehingga trauma pada mata atau bahkan gosokan keras pada membran Bruch dan mengakibatkan perdarahan. Penderita harus disarankan untuk memeriksakan mata jika mengalami kilatan cahaya terang, berbentuk sepe rti busur atau peningkatan jumlah floaters. Faktor pendidikan penderita lainnya adalah konseling genetik. Penderita dengan miopia memiliki kemungkinan yang lebih besar untuk memiliki anak dengan miopia pula. Jika kedua orang tua menderita miopia terdapat kemungkinan yang lebih besar anak -anaknya akan menderita miopia Widodo dan Prillia, 2007. 2.1.9. Prognosis dan Komplikasi 2.1.9.1. Prognosis

Dokumen yang terkait

Faktor-faktor yang Mempengaruhi Penurunan Ketajaman Penglihatan yang Menyebabkan Miopia pada Siswa-siswi Sekolah Dasar Kelas 4-6 di Yayasan Pendidikan Shafiyyatul Amaliyyah

0 10 84

Gambaran Faktor – Faktor yang Menyebabkan Miopia pada Siswa/Siswi SMA Negeri 1 Medan Kelas X Tahun Ajaran 2014-2015

4 35 56

Faktor-faktor yang Mempengaruhi Penurunan Ketajaman Penglihatan yang Menyebabkan Miopia pada Siswa-siswi Sekolah Dasar Kelas 4-6 di Yayasan Pendidikan Shafiyyatul Amaliyyah

0 1 13

Faktor-faktor yang Mempengaruhi Penurunan Ketajaman Penglihatan yang Menyebabkan Miopia pada Siswa-siswi Sekolah Dasar Kelas 4-6 di Yayasan Pendidikan Shafiyyatul Amaliyyah

0 0 2

Faktor-faktor yang Mempengaruhi Penurunan Ketajaman Penglihatan yang Menyebabkan Miopia pada Siswa-siswi Sekolah Dasar Kelas 4-6 di Yayasan Pendidikan Shafiyyatul Amaliyyah

0 1 4

Faktor-faktor yang Mempengaruhi Penurunan Ketajaman Penglihatan yang Menyebabkan Miopia pada Siswa-siswi Sekolah Dasar Kelas 4-6 di Yayasan Pendidikan Shafiyyatul Amaliyyah

0 0 23

Faktor-faktor yang Mempengaruhi Penurunan Ketajaman Penglihatan yang Menyebabkan Miopia pada Siswa-siswi Sekolah Dasar Kelas 4-6 di Yayasan Pendidikan Shafiyyatul Amaliyyah

0 1 3

Faktor-faktor yang Mempengaruhi Penurunan Ketajaman Penglihatan yang Menyebabkan Miopia pada Siswa-siswi Sekolah Dasar Kelas 4-6 di Yayasan Pendidikan Shafiyyatul Amaliyyah

0 0 25

Gambaran Faktor Risiko yang Menyebabkan Terjadinya Miopia pada Siswa SMA Shafiyyatul Amaliyyah Medan Tahun 2013

0 0 16

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Miopia 2.1.1. Definisi - Gambaran Faktor Risiko yang Menyebabkan Terjadinya Miopia pada Siswa SMA Shafiyyatul Amaliyyah Medan Tahun 2013

0 4 19