penelitian dan waktu penelitian serta variabel dan indikator yang digunakan dalam penelitian.
2.2 Tinjauan Konsep
2.2.1. Tinjauan tentang Motivasi
Istilah motivasi berasal dari bahasa latin, yaitu movere yang berarti menggerakkan. Mitchell dalam Winardi, 2001:1, menyatakan bahwa
mewakili proses-proses psikological, yang menyebabkan timbulnya, diarahkannya, dan terjadinya persistensi kegiatan-kegiatan sukarela yang
diarahkan ke arah tujuan tertentu. Gray dalam Winardi, 2001:2, menyatakan bahwa motivasi merupakan
hasil sejumlah proses yang bersifat internal dan eksternal bagi seorang individu, yang menyebabkan timbulnya sikap entusiasme dan persistensi
dalam hal melaksanakan kegiatan-kegiatan tertentu. Jadi dapat disimpulkan bahwa motivasi adalah hasil dari sejumlah proses
yang bersifat internal maupun eksternal yang menggerakkan individu untuk melaksanakan kegiatan tertentu guna mencapai tujuan.
Dalam kaitannya dengan kegiatan kepariwisataan, keputusan seseorang untuk melakukan perjalanan wisata dipengaruhi kekuatan faktor
pendorong push factor dan faktor penarik pull factor, yang merupakan faktor internal dan eksternal yang memotivasi wisatawan untuk melakukan
perjalanan wisata. Faktor pendorong umumnya bersifat sosial psikologis atau merupakan person specific motivation, sedangkan faktor penarik merupakan
destination specific attributes dalam Pitana dan Gayatri,2005:66.
Menurut Richardson dan Fluker dalam Pitana dan Gayatri, 2005:66, pentingnya faktor penarik dan factor pendorong dalam pariwisata adalah
sebagai berikut: Push factors are all the economic, social demographic, technological
and political force that stimulate a demand for touristm activity by ‘pushing’ consumers away from their usual place of residence. These
are the dominant factors when people decide they want to ‘get away from it all’, but are vague about where they want to go.
Artinya faktor pendorong adalah semua kekuatan ekonomi, sosial demografi, teknologi dan politik yang menstimulate permintaan untuk aktivitas
pariwisata dengan ‘mendorong’ konsumen untuk pergi dari daerah kediamannya. Ini merupakan faktor dominan ketika seseorang memutuskan mereka ingin ‘pergi
meninggalkan semua’ tetapi belum jelas kemana mereka ingin pergi. Motivasi yang mendorong wisatawan untuk melakukan perjalanan wisata
menurut Mc Intosh dan Murphy dalam Pitana dan Gayatri 2005:58, di antaranya:
1. Physical or physiological motivation motifasi yang bersifat fisik atau
fisiologi, antara lain untuk relaksasi, kesehatan, kenyamanan, berpartisipasi dalam kegiatan olah raga, bersantai, bersenang-senang dan
sebagainya. 2.
Cultural motivation motivasi budaya Yaitu keinginan untuk mengetahui budaya, adat, tradisi dan kesenian
daerah lain. Termasuk juga ketertarikan akan berbagai objek tinggalan budaya monument bersejarah.
3. Social motivation atau interpersonal motivation motivasi yang bersifat
sosial, seperti mengunjungi teman atau keluarga, menemui mitra kerja, melakukan hal-hal yang dianggap mendatangkan gengsi nilai pertise,
melakukan ziarah, pelarian dari situasi-situasi yang membosankan, dan seterusnya.
4. Fantasy motivation motivasi karena fantasi, yaitu adanya fantasi bahwa
di daerah lain seseorang akan bisa lepas dari rutinitas keseharian yang menjenuhkan dan ego-enhancement yang memberikan kepuasan
psikologis. Disebut juga sebagai status and predtige motivation. Ryan dalam Pitana dan Gayatri 2005:67 juga menjelaskan faktor pendorong
bagi seseorang untuk melakukan perjalanan wisata adalah: 1
Escape, yaitu adanya keinginan untuk melepaskan diri dari kejenuhan berutinitas.
2 Relaxation, yaitu adanya keinginanuntuk melakukan penyegaran.
3 Play, adalah keinginan untuk melakukan berbagai macam permainan untuk
mendapatkan kegembiraan dan melepaskan diri sejenak dari berbagai unsur keseriusan.
4 Strengthening family bonds, yaitu keinginan untuk lebih mengakrabkan diri
dengan anggota keluarga, akibat kesibukan pada negara-negara industri. 5
Prestige, yaitu dorongan untuk meningkatkan status dan derajat sosial. 6
Social interaction, yaitu untuk dapat melakukan interaksi sosial dengan teman dan masyarakat lokal.
7 Romance, yaitu keinginan untuk dapat bertemu dengan orang-orang yang bisa
memberikan suasana yang romantik, atau memenuhi kebutuhan seksual, khususnya dalam pariwisata seks.
8 Educational opportunity, keinginan untuk mempelajari hal-hal yang baru dari
kebudayaan di daerah lain.
9 Self-fulfilment, yaitu keinginan untuk menemukan jati diri.
10 Wish-fulfilment ,yaitu keinginan untuk mewujudkan mimpi-mimpi yang telah
lama dicita-citakan. Hal ini sangat jelas dalam perjalanan wisata religious, sebagai bagian dari keinginan atau dorongan yang kuat dari dalam diri.
Richardson dan Fluker dalam Pitana dan Gayatri, 2005:66 menjelaskan bahwa, “pull factors are those which ‘pull’ consumers towards a particular
destination e.g. a positive image, safety, attractions, climate. Forms of tourisms are among pull factors-the destination’s offering to tourists”.
Artinya bahwa faktor penarik merupakan semua hal yang menarik konsumen ke arah suatu destinasi seperti citra yang baik, keamanan, atraksi
wisata, iklim. Bentuk faktor penarik dalam pariwisata adalah penawaran yang diberikan daerah tujuan pariwisata kepada wisatawan.
Dann dalam Sue Beeton, 2006:36 menjelaskan bahwa “pull motivation consisted of the appealing attributes of a destination that the individual is seeking,
such as the weather, beaches, cleanliness, recreation facilities, culture attraction, natural serenity or even shopping”. Dapat diartikan bahwa faktor penarik terdiri
dari perlengakapan penarik yang dimiliki oleh suatu destinasi yang dicari oleh individu seperti cuaca yang baik, pantai, kebersihan, fasilitas rekreasi, daya tarik
budaya, keindahan alam atau bahkan aktivitas belanja.
Determinan wisatawan dalam melakukan perjalanan wisata dalam Suwena, 2010:63 antara lain:
a Gaya hidup, merupakan sesuatu nilai yang mahal dalam memenuhi kebutuhan
seseorang. Semua bisa dilihat dari: 1.
Pendapatan dan pekerjaan Melakukan perjalanan wisata juga termasuk sesuatu yang sangat mahal.
Hal ini terlihat dari semakin tingginya pekerjaan atau semakin layaknya pekerjaan yang dilakukan seseorang sangat memepengaruhi
dan ada kecendrungan untuk melakukan perjalanan wisata. 2.
Hak cuti kerja Setiap yang bekerja pada suatu departemen atau perusahaan bisa
mendapatkan cuti kerja. Lamanya cuti ini tergantung kesepakatan antara pengusaha atau instansi tempat bekerja. Cuti kerja secara tidak
langsung berpengaruh terhadap kecendrungan seseorang untuk berwisata.
3. Pendidikan dan mobility
Tingkat pencapaian pendidikan juga faktor yang mempengaruhi kecendrungan orang melakukan perjalanan wisata, oleh karena itu
pendidikan dapat membuat seseorang terbuka wawasannya dan pada akhirnya menstimulasi keinginan seseorang untuk berwisata sesuai
tujuan, sedangkan keberadaan mobilitas juga bisa mempengaruhi kecendrungan orang berwisata, khususnya kegiatan pariwisata
domestik. Kepemilikan sarana transportasi bisa membuat berwisata
menjadi lancar, nyaman, mudah dan menyenangkan karena akan dapat memilih kearah tujuan berwisata.
4. Ras dan jenis kelamin
Banyak survey yang membuktikan bahwa selama ini ras kulit putih yang berjenis kelamin laki-laki paling banyak melakukan perjalanan
wisata, akan tetapi ada kecendrungan sekarang ini, orang Asia pun banyak yang melakukan perjalan wisata, seperti Jepang. Di Jepang,
wanita kantoran merupakan pangsa pasar yang sangat penting sebagai promosi pariwisata.
b Siklus umur, seseorang berwisata juga bisa dilihat dari segi umur. Umur juga
sangat berpengaruh terhadap orang yang akan berwisata. Rincian tentang siklus umur orang berwisata dapat diuraikan berikut ini.
1. Childhood
Biasanya di umur ini, keputusan untuk berwisata diambil oleh orang tuanya. Hal ini lebih banyak terpengaruh pada biaya dan tanggung
jawab orang tua kepada anak. Akan tetapi, pada umur ini kegiatan berwisata lebih dominan dapat dilakukan oleh anak-anak itu sendiri,
khususnya wisata domestik. 2.
Adolescenel young adult Tahap ini merupakan tahap dimana ada masa seseorang ingin bebas
dari orang tua dan keluarga, juga merupakan tahap dimana remaja mulai bersosilaisasi dan menemukan identitas. Mereka biasanya
memilih daerah tujuan wisata yang murah. Daerah tujuan wisata tidak
begitu penting karena yang utama adalah kebebasan, kebebasan yang dimaksud adalah bebas dari orang tua dan keluarga.
3. Marriage
Pada tahap ini dibagi menjadi dua bagian yaitu, menikah tanpa anak atau biasa disebut honeymooner dan menikah memiliki anak. Pada
tahap menikah tanpa anak, biasanya individu dalam hal berpendapatan sudah termasuk mapan dan waktu luang pun lebih banyak. Begitu juga
memilih wisata akan berbeda dengan pasangan yang menikah dan sudah mempunyai anak biasanya akan memilih tempat wisata
domestik yang tidak begitu jauh. Hal ini mungkin karena akan terjadi pengeluaran bertambah dan juga tanggung jawab yang ada.
4. Emptynest stage
Tahapan di mana para orang tua mulai ditinggalkan oleh anak-anaknya yang sudah beranjak dewasa. Tanggungan terhadap anak sudah mulai
berkurang bahkan tidak ada. Kegiatan atau waktu untuk berwisata menjadi lebih banyak karena tidak ada lagi tanggungan. Kesempatan
ini biasanya dimanfaatkan oleh para orang tua untuk mengambil liburan yang panjang untuk berwisata lebih jauh dari tempat asalnya
dengan waktu yang cukup lama. 5.
Old age Pada tahapan ini kegiatan berwisata mulai berkurang, antara lain
disebabkan oleh keuangan atau gaji pensiunan yang tidak begitu banyak, kesehatan yang tidak mendukung, dan juga tidak adanya
pasangan yang diajak berwisata sehingga biasanya melakukan wisata di tempat-tempat menginap.
Disamping faktor tersebut di atas, faktor-faktor dominan yang menggerakkan orang-orang melakukan perjalan wisata antara lain:
1. Three “T”Revolution
1 Transportation technology
Kemajuan teknologi penerbangan, selain bertambahnya kecepatan pesawat terbang, kapasitas tempat duduk pun menjadi semakin besar.
2 Telecomunication
Munculnya teknologi komputer digital yang dapat menciptakan one touch sytem memberi kemudahan orang-orang memperoleh informasi
dari semua penjuru dunia. 3
Tourism and travel Terjadinya kemajuan yang dialami Transportation technology dan
Telecomunication tersebut diatas, menciptakan mass tourism, yang mampu menggerakkan orang-orang dalam ruang lingkup global untuk
melakukan perjalan wisata. 2.
Hybrid Pada waktu nanti, orang –orang akan melakukan perjalanan wisata dengan
memanfaatkan pola baru. Peserta MICE akan membawa keluarga, karena perjalanan bisnisnya digabung dengan kesempatan liburan keluarga.
3. Leisure time
Semakin panjang waktu senggang yang tersedia dapat digunakan untuk berlibur.
4. Discretionary income
Meningkatnya tabungan keluarga sebagai akibat meningkatnya jumlah uang yang kalau dikeluarkan tidak akan mengganggu keperluan keluarga
sehari-hari. 5.
Paid vacations Sekarang ini semakin banyak perusahaan memberikan tunjangan berupa
uang cuti kepada karyawan untuk keperluan berlibur. 6.
Status and prestige motivation Motivasi ini bersifat sangat emosional, karena mendorong seseorang untuk
menjaga pretigenya.
2.2.2. Tinjauan tentang Wisatawan