Hasil dan Pembahasan Rendemen Ekstrak Daun Belawan Putih

5 pelarut DMSO 30 , media MHB dan inokulan bakteri, sedangkan kontrol positifnya ialah kloramfenikol. Sebanyak 100 μL media MHB dimasukkan dalam mikrotiter 96-well. Selanjutnya, setiap ekstrak sebanyak 100 μL ditambahkan ke dalam sumur yang sudah terisi media MHB. Ke dalam setiap sumur ditambahkan 100 μL bakteri uji dan diinkubasi pada 37 o C selama 24 jam. Setelah diinkubasi, diamati timbulnya kekeruhan. Konsentrasi terkecil dari antibakteri yang tidak menimbulkan kekeruhan pada sumur merupakan nilai KHM. Identifikasi Struktur Kimia Senyawa Aktif. Identifikasi struktur kimia dari senyawa aktif yang diperoleh ditentukan menggunakan spektrofotometer ultraviolet, spektrofotometer inframerah, dan spektrometer resonansi magnetik inti. Spektrofotometer UV digunakan untuk menentukan serapan maksimum senyawa aktif, spektrofotometer inframerah untuk penentuan gugus fungsi dari senyawa aktif, sedangkan strukturnya ditentukan dengan spektrometer resonansi magnetik inti.

2.3 Hasil dan Pembahasan Rendemen Ekstrak Daun Belawan Putih

Ekstrak metanol memiliki rendemen yang paling besar dibandingkan ekstrak dengan pelarut lain, yaitu 44 , disusul oleh ekstrak etil asetat 42 Tabel 2. Hal ini menandakan bahwa banyak komponen fitokimia bersifat polar dan semipolar yang terkandung dalam ekstrak daun belawan putih. Tabel 2 Rendemen ekstrak daun belawan putih Ekstrak Rendemen n-Heksana 7.400 Kloroform 6.466 Etil asetat 41.874 Metanol 44.260 Aktivitas Antibakteri Ekstrak Kasar Aktivitas antibakteri pada ekstrak kasar diuji dengan metode bioautografi. Pengujian ini dilakukan pada 2 jenis bakteri uji, terdiri atas bakteri yang mewakili Gram negatif, yaitu E. coli dan bakteri yang mewakili Gram positif, yaitu S. epidermidis. Aktivitas antibakteri ekstrak n-heksana, kloroform, etil asetat, dan metanol terhadap kedua bakteri uji dengan metode bioautografi ditunjukkan pada Gambar 1. 6 Gambar 1 Uji aktivitas antibakteri dengan metode bioautografi ekstrak heksana 1, kloroform 2, etil asetat 3, dan metanol 4 daun belawan putih terhadap E. coli a dan S. epidermidis b Dapat dilihat bahwa ekstrak etil asetat menghasilkan daerah penghambatan paling luas daripada ekstrak lainnya terhadap kedua bakteri uji. Namun, ekstrak etil asetat dan metanol menghambat secara parsial, ditunjukkan dengan terbentuknya zona yang kurang bening terhadap kedua bakteri uji, sehingga dipilih ekstrak kloroform untuk dimurnikan dan ditentukan strukur senyawa aktifnya. Hal ini menunjukkan bahwa senyawa aktif yang berperan sebagai antibakteri adalah senyawa semipolar. Senyawa semipolar mempunyai afinitas lebih tinggi untuk berinteraksi dengan dinding sel, sehingga ekstrak semipolar lebih efektif dalam menghambat pertumbuhan kedua bakteri. Sifat hidrofilik diperlukan untuk menjamin senyawa dapat larut dalam fase air yang merupakan tempat hidup mikrob, tetapi senyawa yang bekerja pada membran sel yang hidrofobik memerlukan pula sifat lipofilik, sehingga senyawa antibakteri memerlukan keseimbangan hidrofilik-lipofilik untuk mencapai aktivitas yang optimum Branen dan Davidson 1993. Bakteri Gram positif S. epidermidis dan Gram negatif E. coli memiliki ketahanan yang berbeda terhadap senyawa antibakteri Tabel 3. Bakteri Gram negatif umumnya sensitif terhadap senyawa antibakteri yang bersifat polar karena dinding sel bakteri Gram negatif bersifat polar sehingga lebih mudah dilewati oleh senyawa antibakteri yang bersifat polar. Sebaliknya, bakteri Gram positif lebih sensitif terhadap senyawa antibakteri yang bersifat nonpolar. Sensitivitas bakteri Gram positif terhadap senyawa antibakteri yang bersifat nonpolar disebabkan komponen dasar penyusun dinding sel bakteri Gram positif, yaitu peptidoglikan, yang salah satu penyusunnya adalah asam amino alanina yang bersifat hidrofobik nonpolar. Senyawa antibakteri dapat bereaksi dengan komponen fosfolipid dari membran sel sehingga mengakibatkan lisis sel Branen dan Davidson 1993. Sensitivitas bakteri uji berdasarkan hasil penelitian ini berkaitan dengan senyawa aktif antibakteri dari daun belawan putih yang diduga bersifat semipolar. Hal ini ditunjukkan dari zona bening terbesar hasil uji bioautografi terjadi pada ekstrak dengan pelarut yang bersifat semipolar kloroform. 7 Tabel 3 Diameter zona hambat ekstrak daun belawan putih terhadap bakteri E. coli dan S. epidermidis Ekstrak Diameter mm E. coli S. epidermidis n-Heksana 4 - Kloroform 10 6 Etil Asetat 11 9 Metanol 9.5 6.5 : bersifat parsial Selanjutnya ekstrak kloroform sebanyak 100 �g dielusi dengan eluen diklorometana-metanol 10:1 lalu dibioautografi untuk menentukan pada posisi Rf berapa komponen zat aktif dalam ekstrak tersebut. Sebagai pembanding ekstrak kloroform juga dielusi dengan eluen yang sama tetapi tidak dilakukan uji bioautografi; hasilnya lalu disemprot dengan penampak noda, yaitu serium, untuk mengidentifikasi Rf dari senyawa yang aktif sebagai antibakteri. Dari Gambar 2 dapat dilihat bahwa senyawa aktif pada ekstrak kloroform terdapat pada Rf 0.4 – 0.8. Gambar 2 Aktivitas antibakteri dari senyawa-senyawa dalam ekstrak kloroform a, sampel disemprot penampak noda serium b Isolat dan Hasil Pemurnian Senyawa Aktif Isolasi dan pemurnian senyawa aktif pada ekstrak kloroform dilakukan menggunakan kolom silika gel sebagai fase diam dan fase gerak yaitu kloroform- metanol 30:1-10:1 guna memisahkan senyawa-senyawa berdasarkan perbedaan kepolaran. Hasilnya adalah 4 fraksi yang didominasi oleh fraksi 1 F1 110.3 mg 8 dan fraksi 4 F4 147.7 mg Tabel 4. F1 dimurnikan lebih lanjut karena dari profil bioautografi banyak senyawa F1 yang aktif sebagai antibakteri daripada senyawa pada F4 Gambar 3. Tabel 4 Bobot fraksi ekstrak kloroform daun belawan putih menggunakan kromatografi kolom silika gel Fraksi Bobot mg F1 110.3 F2 26.1 F3 24.3 F4 147.7 Gambar 3 Profil KLT kromatografi kolom silika gel ekstrak kloroform daun belawan putih. Eluen kloroform-metanol 10:1. Penampak noda: serium Isolasi F1 dengan kolom silika gel dan fase gerak yaitu heksana-etil asetat 2:1-1:50 dan etil asetat-metanol 50:1-5:1 menghasilkan F1.1-F1.3 yang didominasi oleh F1.3 60.1 mg. Pemurnian F1.3 dengan kolom silika gel dan fase gerak yaitu heksana-kloroform 1:1, kloroform, dan kloroform-metanol 95:5 menghasilkan F1.3.1-F1.3.3 yang didominasi oleh F1.3.3 45.7 mg. Pemurnian F1.3.3 dengan kolom silika gel dan fase gerak yaitu kloroform-metanol 100:1- 98:2 menghasilkan F1.3.3.1-F1.3.3.4 yang didominasi oleh F1.3.3.4 24.5 mg. Pemurnian F1.3.3.4 dengan kolom silika gel 400 mesh dan fase gerak yaitu kloroform-etil asetat 2:1-1:3 menghasilkan F1.3.3.4.1-F1.3.3.4.3. Kemudian F1.3.3.4.2 dimurnikan dengan kolom Sephadex LH-20 fase gerak yaitu kloroform-metanol 1:1, untuk memisahkan senyawa-senyawa berdasarkan ukuran molekulnya. Hasilnya adalah F1.3.3.4.2.1 dan F1.3.3.4.2.2. F1.3.3.4.2.1 senyawa 1 merupakan senyawa murni dengan bobot 1.6 mg. Diagram alir kromatografi kolom senyawa 1 dapat dilihat pada Lampiran 3, sedangkan profil KLT dapat dilihat pada Gambar 4. 9 Gambar 4 Profil KLT senyawa 1 berupa satu spot. Eluen kloroform-aseton 1:1. Penampak noda serium. Berhubung keterbatasan senyawa murni, maka dilakukan perbanyakan isolasi ekstrak kloroform guna memperoleh senyawa aktif lain. Isolasi ekstrak kloroform dilakukan menggunakan kromatografi kolom silika gel dan fase gerak yaitu kloroform-metanol 50:1-1:1. Hasilnya adalah 6 fraksi yang didominasi oleh F2 424 mg dan F6 427.7 mg Tabel 5. F2 dimurnikan lebih lanjut karena dari profil bioautografi banyak senyawa pada F2 yang aktif sebagai antibakteri daripada senyawa pada F6 Gambar 5. Tabel 5 Bobot fraksi ekstrak kloroform daun belawan putih menggunakan kromatografi kolom silika gel Fraksi Bobot mg F1 19.2 F2 424 F3 168.6 F4 258.2 F5 161.1 F6 427.7 Senyawa 1 10 Gambar 5 Profil KLT kromatografi kolom silika gel ekstrak kloroform daun belawan putih. Eluen kloroform-metanol 10:1. Penampak noda serium Isolasi F2 dengan kolom silika gel dan fase gerak yaitu kloroform-etil asetat 10:1-1:1 menghasilkan F2.1-F2.8 yang didominasi oleh F2.5 144.2 mg dan F2.7 103.9 mg. Profil KLT F2.1-F2.8 dapat dilihat pada Gambar 6. Gambar 6 Profil KLT kromatografi kolom silika gel fraksi 2.1-2.8. Eluen kloroform-etil asetat 5:1. Penampak noda serium Pemurnian F2.6 dengan kolom silika gel 400 mesh dan fase gerak yaitu kloroform-etil asetat 10:1 menghasilkan F2.6.1-F2.6.4 yang didominasi oleh F2.6.2 29.4 mg. F2.6.2 dimurnikan lagi menggunakan kolom Sephadex LH-20 fase gerak yaitu kloroform-metanol 1:1 dan diperoleh F2.6.2.1-F2.6.2.3. F2.6.2.2 senyawa 2 yang diperoleh merupakan senyawa murni dengan bobot 12.2 mg. Senyawa 2 juga diperoleh dari hasil pemurnian terhadap F2.7 dengan kolom silika gel fase gerak heksana-etil asetat 4:1 dan menghasilkan F2.7.1- F2.7.4. F2.7.2 senyawa 2 yang diperoleh merupakan senyawa murni dengan bobot 13.4 mg. Diagram alir kromatografi kolom senyawa 2 dapat dilihat pada Lampiran 4, sedangkan pofil KLT nya dapat dilihat pada Gambar 7. 11 Gambar 7 Profil KLT senyawa 2 berupa satu spot, eluen kloroform-metanol 10:1, penampak noda serium. Struktur Kimia Senyawa Aktif Penafsiran Spektrum Senyawa 1 Pencirian dengan 1 H-RMI senyawa 1 Tabel 6, Lampiran 5 memperlihatkan sinyal pada δ 7.70 dan 7.53 ppm yang mengindikasikan adanya proton pada gugus aromatik. Puncak pada δ 5.36, 4.50, dan 4.22 ppm mengindikasikan adanya proton yang terletak pada gugus alkoksi R 2 CH-O-, RCH 2 -O- sedangkan pada δ 3.60 dan 3.37 ppm mengindikasikan adanya proton yang terletak pada gugus metoksi CH 3 O-. Keberadaan proton pada gugus metina ditunjukkan dengan muncul nya sinyal pada δ 1.68 ppm. Proton pada gugus metilena ditunjukkan oleh δ 1.40-1.20 ppm sedangkan proton pada gugus metil ditunjukkan oleh δ 0.89 dan 0.67 ppm. Berhubung keterbatasan isolat murni, tidak dilakukan pengukuran dengan 13 C-RMI. Tabel 6 Spektrum 1 H-RMI senyawa 1 dalam CDCl 3 δ H ppm Jumlah H, pembelahan, J 7.70 1H, dd, J: 3.25 Hz 7.53 1H, dd, J: 3.25 Hz 5.36 2H, s 4.50 2H, dd, J: 7.8 Hz 4.22 3H, m 3.60 3H, m 3.37 2 x 2H, q, J: 9.1 Hz; 8.45 Hz 1.68 1H, m 1.40-1.20 4 x 2H, m 0.89 3H, m 0.67 3H, s Senyawa 2 12 Penafsiran Spektrum Senyawa 2 Spektrum UV senyawa 2 dalam pelarut metanol menunjukkan serapan maksimum pada panjang gelombang 223 nm Lampiran 6. Hal ini mengindikasikan adanya ikatan rangkap yang tidak berkonjugasi pada senyawa tersebut. Berdasarkan spektrum IR Lampiran 7, senyawa 2 menunjukkan regangan gugus -OH pada bilangan gelombang 3431 cm -1 yang diperkuat dengan regangan C-O pada bilangan gelombang 1043 cm -1 . Kedua serapan tersebut mengindikasikan adanya gugus OH yang terikat pada atom karbon. Keberadaan gugus metil dan metilena ditunjukkan dengan munculnya regangan C-H alifatik pada 2941 dan 2870 cm -1 . Vibrasi tekuk C-H pada bilangan gelombang 1452 dan 1377 cm -1 mengindikasikan adanya gugus gem dimetil sebagai ciri khas senyawa triterpenoid. Ikatan rangkap C=C ditunjukkan dengan munculnya regangan C=C pada bilangan gelombang 1639 cm -1 . Gugus karbonil C=O ditunjukkan dengan munculnya regangan C=O pada bilangan gelombang 1689 cm -1 . Hasil analisis senyawa 2 menggunakan 1 H-RMI, 13 C-RMI, DEPT, HMBC, dan HMQC dapat dilihat pada Tabel 7 dan 8 Lampiran 8-13. Berdasarkan spektrum 1 H-RMI, 13 C-RMI, DEPT, dan HMQC didapatkan informasi bahwa senyawa 2 mempunyai 30 karbon dan 48 proton yang terdiri dari 6 gugus metil CH 3 , 11 gugus metilena CH 2 , 6 gugus metina CH, dan 7 gugus C kuarterner. Gugus metilena pada senyawa ini terdiri dari 1 gugus CH 2 olefinik δ H = 4.56 dan 4.69 ppm, δ C = 109.68 ppm dan 10 gugus CH 2 alifatik. Gugus metina terdiri dari 1 gugus CH yang berikatan dengan gugus OH δ H = 2.95 ppm, δ C = 76.78 ppm dan 5 gugus CH alifatik, sedangkan gugus C kuarterner terdiri dari 1 gugus karbonil dari asam karboksilat δ C = 177.29 ppm, 1 gugus C olefinik δ C = 150.35 ppm, dan 5 gugus C kuarterner alifatik. Berdasarkan spektrum 1 H-RMI, 13 C-RMI, DEPT, HMBC, dan HMQC senyawa 2 mempunyai 1 gugus OH yang terikat pada C-3, 1 ikatan rangkap pada C-20 dan C-29, 1 gugus asam karboksilat pada C-28. Struktur senyawa 2 diusulkan merupakan senyawa triterpenoid dengan kerangka dasar lupan, yaitu asam betulinat Gambar 8. Perbandingan spektrum 13 C-RMI yang menunjukkan kemiripan antara senyawa 2 dan asam betulinat Boonruad dan Chansuwanich 2012 dapat dilihat pada Tabel 9. 13 Tabel 7 Spektrum 1 H-RMI, 13 C-RMI, dan DEPT senyawa 2 No atom δ C ppm DEPT δ H ppm jumlah H, multiplisitas, J 1 38.26 CH 2 1.51 1H, s, 1.53 1H, m 2 27.17 CH 2 1.42 2H, m 3 76.78 CH 2.95 1H, m 4 38.52 C 5 54.89 CH 0.62 1H, s 6 17.97 CH 2 1.4 1H, m, 1.32 1H, m 7 33.91 CH 2 1.34 2H, m 8 40.26 C 9 49.92 CH 1.23 1H, m 10 36.73 C 11 20.46 CH 2 1.40 2H, m 12 25.08 CH 2 1.60 2H, m 13 37.59 CH 1.82 1H, m, 2.22 s 14 42.01 C 15 30.10 CH 2 1.80 2H, m 16 31.73 CH 2 2.12 1H, s, 1.40 1H, m 17 55.43 C 18 46.63 CH 2.95 1H, m 19 48.53 CH 3.16 1H, d, J: 3.9 Hz, 1.51 s 20 150.35 C 21 29.21 CH 2 1.10 1H, m, 1.34 1H, m 22 36.36 CH 2 1.42 2H, m 23 28.12 CH 3 0.86 3H, s 24 15.84 CH 3 0.64 3H, s 25 15.97 CH 3 0.76 3H, s 26 15.74 CH 3 0.86 3H, s 27 14.39 CH 3 0.93 3H, s 28 177.29 C 29 109.68 CH 2 4.69 1H, s dan 4.56 1H, s 30 18.95 CH 3 1.64 3H, s 14 Tabel 8 Spektrum HMBC senyawa 2 δ H ppm HMBC ppm 4.69 C18 46.63, C30 18.95 4.56 C18 46.63, C30 18.95 1.64 C18 46.63, C20 150.35, C29 109.68 1.51 C13 37.59, C17 55.43, C18 46.63, C20 150.35, C28 177.29, C30 18.95 1.40 C28 177.29 1.82 C15 30.10, C18 46.63, C19 48.53, C28 177.29 1.34 C28 177.29 0.86 C3 76.78, C4 38.52, C7 33.91, C8 40.26, C9 49.92, C14 42.01, C25 15.97 0.64 C3 76.78, C4 38.52, C5 54.89, C23 28.12, C25 15.97 1.42 C1 38.26, C3 76.78, C5 55.43, C10 36.73 1.53 C3 76.78 2.12 C17 55.43, C19 48.53 0.76 C1 38.26, C5 54.89, C10 36.73, C14 42.01, C24 15.84 1.10 C13 37.59, C14 42.01 1.42 C15 30.10, C16 31.73 0.93 C8 40.26, C13 37.59, C14 42.01 1.23 C8 40.26, C10 36.73, C25 15.97 1.32 C26 15.74 Gambar 8 Struktur senyawa 2 15 Tabel 9 Perbandingan spektrum 1 H-RMI dan 13 C-RMI senyawa 2 dengan asam betulinat dalam DMSO No atom Senyawa 2 Asam betulinat δ C ppm δ H ppm δ C ppm δ H ppm 1 38.26 1.51 1H, s, 1.53 1H, m 38.28 2 27.17 1.42 2H, m 27.16 3 76.78 2.95 1H, m 76.81 3.17 1H, m 4 38.52 38.51 5 54.89 0.62 1H, s 54.90 6 17.97 1.4 1H, m, 1.32 1H, m 18.95 7 33.91 1.34 2H, m 33.94 8 40.26 40.27 9 49.92 1.23 1H, m 49.96 10 36.73 36.73 11 20.46 1.40 2H, m 20.48 12 25.08 1.60 2H, m 25.10 13 37.59 1.81 1H, m, 2.22 s 37.60 14 42.01 42.02 15 30.10 1.80 2H, m 30.12 16 31.73 2.12 1H, s, 1.40 1H, m 31.75 17 55.43 55.44 18 46.63 2.95 1H, m 46.62 19 48.53 3.16 1H, d, J: 3.9 Hz, 1.51 s 48.57 20 150.35 150.35 21 29.21 1.10 1H, m, 1.34 1H, m 29.22 22 36.36 1.42 2H, m 36.37 23 28.12 0.86 3H, s 28.09 0.86 3H, s 24 15.84 0.64 3H, s 15.81 0.64 3H, s 25 15.97 0.76 3H, s 15.96 0.76 3H, s 26 15.74 0.86 3H, s 15.75 0.92 3H, s 27 14.39 0.93 3H, s 14.40 0.97 3H, s 28 177.29 177.61 29 109.68 4.56 1H, s dan 4.69 1H, s 109.61 4.56 1H, d, J: 0.52 Hz, 4.69 1H, d, J: 1.62 Hz 30 18.95 1.64 3H, s 17.98 1.64 3H, s Berbagai penelitian yang menunjukkan bahwa asam betulinat mempunyai aktivitas biologis dan berpotensi sebagai obat dapat dilihat pada Tabel 10. Berdasarkan pustaka, asam betulinat dilaporkan terkandung dalam beberapa tumbuhan pada genus Syzygium Myrtaceae Kashiwada et al. 1998, Chang et al. 1999, Boonruad dan Chansuwanich 2012. Namun isolasi senyawa ini belum 16 pernah dilaporkan terkandung dalam tumbuhan belawan putih T. whiteana maupun tumbuhan dalam genus Tristaniopsis. Tabel 10 Berbagai aktivitas biologis dari asam betulinat Khasiat Pustaka Menghambat human immunodeficiency virus HIV Fujioka et al. 1994, Mayaux et al. 1994, Xu et al. 1996, Kashiwada et al. 1998, Reutrakul et al. 2006, Theo et al. 2009 Antitumor Chowdhury et al. 2002, Tan et al. 2003 Antibakteri Fujioka et al. 1994, Bringmann et al. 1997, Setzer et al. 2000, Chandramu et al. 2003, Woldemichael et al. 2003, Shin et al. 2009, Innocent et al. 2011, Boonruad dan Chansuwanich 2012 Antimalaria Bringmann et al. 1997, Steele et al. 1999, Alakurtti et al. 2006 Antiinflamasi Recio et al. 1995, Mukherjee et al. 1997, Huguet et al. 2000, Bernard et al. 2001, Alakurtti et al. 2006 Antelmintik Kinoshita et al. 1998, Enwerem et al. 2001 Antinosiseptif Kinoshita et al. 1998, Krogh et al. 1999 Antitumor Chowdhury et al. 2002, Tan et al. 2003 Antikanker Pisha et al. 1995, Fulda et al. 1999, Fulda dan Debatin 2000, Tezuka et al. 2000, Zuco et al. 2002, Liu et al. 2004, Fulda dan Debatin 2005, Wada dan Tanaka 2005, Fu et al. 2005, Drag et al. 2009, Kumar et al. 2010, Ayatollahia et al. 2011 Menghambat aktivitas enzim protein tirosina fosfatase 1B PTP1B Choi et al. 2009 Konsentrasi Hambat Minimum KHM Nilai KHM senyawa 1 dan 2 terhadap S. epidermidis berturut-turut ialah 128 �gmL dan 128 �gmL, ditunjukkan dengan tidak tumbuhnya bakteri pada konsentrasi tersebut pada ulangan 1 sampai 3 Tabel 11, Lampiran 14. Kontrol positif berupa antibiotik komersial kloramfenikol menunjukkan nilai KHM sebesar 4 �gmL artinya kekuatan antibakteri dari senyawa 1 dan 2 jauh lebih kecil dibandingkan dengan kloramfenikol. Senyawa 1 dan 2 mempunyai nilai KHM yang sama terhadap E. coli, yaitu 128 �gmL, ditunjukkan dengan tidak tumbuhnya bakteri pada konsentrasi tersebut pada ulangan 1 sampai 3 Lampiran 15. Kontrol positif berupa antibiotik komersial kloramfenikol mempunyai nilai KHM sebesar 4 �gmL artinya 17 kekuatan antibakteri dari senyawa 1 dan 2 juga lebih kecil dibandingkan dengan kloramfenikol. Suatu senyawa aktif memiliki potensi sebagai antibakteri jika mempunyai nilai KHM yang sama atau lebih kecil daripada antibiotik komersial. Adapun nilai KHM untuk berbagai antibiotik komersial berada pada kisaran 32 μgmL Andrews 2001. Sehingga senyawa 1 dan 2 mempunyai aktivitas sebagai antibakteri namun tidak berpotensi sebagai antibakteri karena memiliki nilai KHM yang lebih kecil daripada antibiotik komersial. Tabel 11 Nilai KHM senyawa 1 dan 2 terhadap S. epidermidis dan E. coli Sampel Nilai KHM �gmL S. epidermidis E. coli Senyawa 1 128 128 Senyawa 2 128 128 Kloramfenikol 4 4 Berdasarkan pustaka, asam betulinat senyawa 2 mempunyai aktivitas sebagai antibakteri. Woldemichael et al. 2003 melaporkan bahwa asam betulinat, yang diisolasi dari ekstrak diklorometana-metanol kulit batang Caesalpinia paraguariensis, mempunyai nilai KHM 128 �gmL terhadap bakteri B. subtilis, S. aureus, E. coli, dan Candida albicans. Setzer et al. 2000 melaporkan bahwa asam betulinat, yang diisolasi dari ekstrak kloroform kulit batang Syncarpia glomulifera Myrtaceae, menunjukkan aktivitas antibakteri dan sitotoksik. Asam betulinat berperan sebagai bioaktivitas ekstrak kasar kulit batang tumbuhan ini karena kelimpahannya yang relatif besar 10 dari ekstrak kasar dan tingginya aktivitas senyawa ini. Aktivitas antibakteri asam betulinat, yang diisolasi dari daun Vitex negundo, terhadap B. subtilis dan E. coli dengan metode kertas cakram dilaporkan oleh Chandramu et al. 2003. Asam betulinat tidak menunjukkan zona hambat terhadap E. coli pada konsentrasi 1000, 500, 250, dan 125 �gdisc. Namun, asam ini menunjukkan zona hambat terhadap B. subtilis sebesar 18.8 mm 2 pada konsentrasi 1000 �gdisc sedangkan pada konsentrasi 500 �gdisc dan di bawahnya, asam betulinat tidak menunjukkan zona hambat. Shin et al. 2009 melaporkan bahwa ekstrak Forsythia suspensa menunjukkan penghambatan yang kuat terhadap aktivitas urease Helicobacter pylori. Dua senyawa aktif yang diisolasi dari ekstrak tanaman ini ialah asam betulinat dan asam oleanolat. Pada konsentrasi yang sama, asam betulinat mampu menghambat aktivitas urease H. pylori lebih kuat daripada asam oleanolat. Mekanisme kerja asam betulinat sebagai antibakteri belum pernah dilaporkan tetapi diduga melibatkan gangguan membran oleh senyawa lipofilik Cowan 1999. Mendoza et al. 1997 melaporkan bahwa diterpenoid karena mempunyai aktivitas antimikrob yang tinggi, tetapi dengan tambahan ikatan rangkap dan gugus 3 β-OH mengurangi aktivitas antimikrob secara drastis pada senyawa ini. Dengan demikian, rendahnya aktivitas antibakteri pada penelitian ini diduga karena adanya ikatan rangkap dan gugus hidroksi pada asam betulinat. 18 3 KAJIAN EKOLOGI BELAWAN PUTIH DI KALIMANTAN TENGAH

3.1 Pendahuluan