1
1 PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Hutan gambut di Indonesia memiliki biodiversitas yang khas dengan kekayaan ragam flora dan fauna sehingga menjadi sumber daya hayati yang
sangat berharga. Luas lahan gambut di Indonesia diperkirakan 17-27 juta ha Rieley et al. 1996. Sekitar 5.77 juta ha dari luasan tersebut terdapat di
Kalimantan, dan Kalimantan Tengah merupakan daerah yang memiliki lahan gambut terluas, yaitu sekitar 3.01 juta hektar Wahyunto et al. 2004. Telah
diketahui bahwa ekosistem hutan gambut memiliki potensi keragaman hayati yang cukup tinggi. Potensi yang biasa dimanfaatkan oleh masyarakat disekitar kawasan
tersebut adalah pemanfaatan tumbuhan hutan untuk obat.
Di antara tumbuhan yang terdapat di dalam ekosistem hutan gambut ialah tumbuhan dari genus Tristaniopsis. Beberapa contoh tumbuhan dari genus ini
yang berkhasiat sebagai obat di antaranya ialah Tristaniopsis sumatrana yang berpotensi sebagai kontrasepsi Syamsurizal 1997. Penelitian terhadap T.
calobuxus menunjukkan bahwa ekstrak dari kulit kayunya dapat menghambat aktivitas enzim xantin oksidase, elastase, dan metalloproteinase-9 Gariboldi et al.
1998; Bellosta et al. 2003. Verotta et al. 2001 melaporkan bahwa daun dan kulit kayu T. calobuxus, T. yateensis, dan T. glauca berpotensi sebagai obat
antimalaria.
Palajit et al. 2008 melaporkan bahwa T. burmanica memiliki aktivitas sebagai antibakteri dengan nilai diameter daya hambat terhadap
Staphylococcus aureus, Listeria innocua, dan Bacillus subtilis berturut-turut ialah 8.63, 8.53, dan 8.47 mm. Panagan dan Syarif 2009 melaporkan bahwa asap cair
hasil pirolisis kayu T. abavata dapat menghambat pertumbuhan bakteri Escherichia coli dengan nilai diameter daya hambat yaitu 2.66 dan 0.833 cm pada
konsentrasi 1.092 dan 0.109 gmL.
Salah satu penelitian yang telah dilakukan oleh Pusat Penelitian Biologi- LIPI, yaitu penapisan tumbuhan gambut di Kalimantan Tengah dalam potensinya
sebagai bahan obat antibiotik. Dari hasil penelitian tersebut diketahui bahwa daun belawan putih T. whiteana memiliki aktivitas hambat yang paling tinggi
dibandingkan 13 sampel tumbuhan yang diambil di hutan gambut Kalimantan Tengah, dengan nilai diameter daya hambat terhadap bakteri Staphylococcus
epidermidis yaitu 10 dan 12 mm pada konsentrasi 200 dan 400
μgdisc. Kajian pustaka yang menunjukkan bahwa belawan putih dapat digunakan
sebagai bahan obat di antaranya ekstrak etil asetat, ekstrak n-heksana, dan ekstrak metanol dari kulit batang tumbuhan ini mampu menghambat aktivitas
pertumbuhan bakteri E. coli dengan nilai konsentrasi hambat minimum KHM berturut-turut ialah 2.5 ppm, 3.1954, dan 2.7857 mgmL. Adapun nilai KHM
ekstrak etil asetat terhadap bakteri S. aureus yaitu 2.9 ppm. Ekstrak etil asetat kulit batang belawan putih, yang aktif menghambat bakteri S. aureus dan E. coli,
mengandung golongan senyawa flavonoid, tanin, dan terpenoid Utama 2002; Wahyuningsih 2005; Farid 2005. Sementara itu, Setyowati et al. 2005
melaporkan bahwa kulit batang tumbuhan ini biasa digunakan oleh masyarakat Dayak sebagai obat diare.
2 Akan tetapi karena sedikitnya informasi tentang potensi daun belawan putih
sebagai bahan obat dan struktur kimia senyawa aktif dari tumbuhan tersebut yang bertanggung jawab sebagai antibakteri, maka perlu dilakukan penelitian lebih
lanjut guna mengidentifikasi senyawa aktif yang berperan sebagai bahan obat antibakteri. Dengan demikian pada penelitian ini akan dilakukan isolasi senyawa
antibakteri dari sampel daun belawan putih, serta kajian ekologi untuk memetakan sebaran populasi tumbuhan tersebut di hutan gambut dan kerangas Kalimantan
Tengah.
1.2 Tujuan Penelitian