4
2 TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Deskripsi Botanis Pometia spp.
Pometia spp. merupakan tumbuhan daerah tropis yang banyak terdapat di hutan-hutan pedalaman Pulau Irian sekarang Papua. Secara taksonomis
klasifikasi matoa adalah:
Kingdom : Plantae tumbuhan
Subkingdom : Tracheobionta berpembuluh Superdivisio : Spermatophyta menghasilkan biji
Divisio : Magnoliophyta berbunga
Kelas : Magnoliopsida berkeping duadikotil
Sub-kelas : Rosidae
Ordo : Sapindales
Familia : Sapindaceae
Genus : Pometia
Di tempat lain matoa dikenal dengan berbagai nama, yaitu Kasai Kalimantan Utara, Malaysia, Indonesia, Malugai Philipina, dan Taun Papua
New Guinea sedangkan nama daerah adalah Kasai, Kongkir, Kungkil, Ganggo, Lauteneng, Pakam Sumatera; Galunggung, Jampango, Kasei, Landur
Kalimantan; Kase, Landung, Nautu, Tawa, Wusel Sulawesi; Jagir, Leungsir, Sapen Jawa; Hatobu, Matoa, Motoa, Loto, Ngaa, Tawan Maluku; Iseh, Kauna,
Keba, Maa, Muni, Nusa Tenggara; Ihi, Mendek, Mohui, Senai, Tawa, Tawang Papua Soerianegara dan Leummans 1994.
2.1.1 Habitus
Matoa dapat tumbuh pada tanah yang kadang-kadang tergenang air tawar, pada tanah berpasir, berlempung, berkarang dan berbatu cadas. Keadaan lapangan
datar, bergelombang ringan sampai berat dengan lereng landai sampai curam pada ketinggian sampai 120 m dpl Dinas Kehutanan 1976.
2.1.2 Karakter Morfologi
Matoa memiliki percabangan banyak sehingga membentuk pohon yang rindang, percabangan simpodial, arah cabang miring hingga datar. Matoa berdaun
majemuk, tersusun berseling, 4−12 pasang anak daun. Saat muda daunnya berwarna merah cerah, setelah dewasa menjadi hijau, bentuk jorong, panjang
30−40 cm, lebar 8−15 cm. Helaian daun tebal dan kaku, ujung meruncing acuminatus, pangkal tumpul obtusus, tepi rata. Pertulangan daun menyirip
pinnate dengan permukaan atas dan bawah halus, berlekuk pada bagian pertulangan.
Bunganya majemuk berbentuk corong terdapat di ujung batang. Tangkai bunga bulat, pendek, berwarna hijau dengan kelopak berambut. Benang sarinya
pendek berjumlah banyak dan putih. Putiknya bertangkai dengan pangkal membulat berwarna putih dengan mahkota terdiri 3−4 helai berbentuk pita dan
berwarna kuning. Buahnya bulat atau lonjong sepanjang 5−6 cm, berwarna hijau kadang merah atau hitam tergantung varietas. Daging buahnya lembek dan
5 berwarna putih kekuningan. Bentuk biji bulat, berwarna coklat muda sampai
kehitam-hitaman. 2.1.3 Pemanfaatan
Secara tradisional suku Genyem, Sentani, Amumen, Ekari dan Ayamaru memanfaatkan buah dan biji matoa sebagai bahan pangan. Buah yang dapat
dimakan adalah varietas kelapa, papeda, dan kenari. Biji, buah dan daun matoa jenis P. pinnata mengandung saponin, flavonoida,
dan polifenol. Hasil penelitian Praptiwi dan Harapini 2004 menunjukkan bahwa pemisahan ekstrak etil asetat kulit batang matoa dengan kolom kromatografi
menghasilkan 12 fraksi yang mempunyai daya hambat terhadap 3 isolat bakteri uji yaitu Pseudomonas pseudommallei, Staphylococcus epidermidis dan Bacillus
subtilis. Fraksi ke-10 mempunyai daya hambat pertumbuhan terbesar 21 mm terhadap P. Pseudomallei.
2.1.4 Perbanyakan
Matoa pada umumnya dikembangbiakkan melalui biji generatif. Biji matoa cepat kehilangan viabilitas setelah terpapar udara luar. Benih matoa tidak
memiliki sifat dormansi dan akan segera mati beberapa hari setelah dikeluarkan dari buahnya atau jika dibiarkan terbuka Widarsih 1997 dalam Nurmiaty 2006.
Selama penyimpanan terbuka, benih matoa mengalami pengeringan alami yang merupakan salah satu ciri benih rekalsitran, yaitu benih yang menghendaki
penyimpanan dengan kadar air dan kelembaban tinggi sehingga benih tetap lembab dan enzim-enzimnya tetap aktif. Hasil penelitian Widarsih 1997 dalam
Nurmiaty 2006 menyimpulkan bahwa penyimpanan secara alami terbuka menurunkan viabilitas benih yang ditunjukkan dengan menurunnya daya
berkecambah. Penyimpanan secara alami selama 6 hari menurunkan daya berkecambah dari 72 menjadi 19.
Matoa juga dapat dikembangbiakkan secara vegetatif seperti cangkok, okulasi hingga teknik kultur jaringan. Untuk memperoleh jumlah bibit dalam
jumlah banyak dan seragam serta untuk perbaikan sifat tanaman di masa mendatang,
telah dilakukan
penelitian perbanyakan
tanaman dengan
menggunakan teknik kultur jaringan. Hasil penelitian Sudarmonowati et al. 1995, menunjukkan bahwa kultur biji muda dan embrio matoa dapat tumbuh
pada media MS yang mengandung kombinasi 4,0 mgL BAP dan 0,5 mgL NAA sehingga akan sangat bermanfaat dalam program konservasi karena biji muda
dapat diselamatkan sebelum terserang hama. Pada kultur tunas samping, perpanjangan tunas terhambat karena pengkalusan, sedangkan kultur anter dapat
menghasilkan embrioid dalam jumlah banyak.