Faktor eksternal mempengaruhi kegiatan penanggulangan IUU-

Laut Arafura dilakukan secara tidak terkontrol baik yang dilakukan oleh kapal-kapal ikan yang melakukan kegiatan penangkapan ikan dan udang secara legal maupun ilegal. 5 Keuangan Adanya dukungan dana dari Pemerintah Provinsi Papua ni merupakan salah satu faktor kekuatan yang dapat digunakan untuk menunjang kegiatan pengawasan walaupun jumlahnya sangat minim. Menurut Darmawan 2006 pendanaan menempati urutan terpenting karena semua responden yang diamati dalam hubungannya dengan kebijakan penanggulangan IUU-Fishing di Indonesia sepakat bahwa tanpa dana, maka tidak ada program yang dapat dilaksanakan. Peran pendanaan atau keuangan pada kondisi tertentu sulit untuk digantikan. Keterbatasan dana yang dialami selama ini merupakan salah satu faktor yang menghambat pelaksanaan program pengawasan yang dilakukan selama ini. Keterbatasan sarana dan prasarana pengawasan yang dimiliki oleh Dinas Perikanan dan Kelautan Propinsi Papua merupakan indikator pentingnya pendanaan dalam menunjang program pengawasan.

4.2.2 Faktor eksternal mempengaruhi kegiatan penanggulangan IUU-

Fishing di Laut Arafura 1 Potensi sumberdaya ikan dan adanya kegiatan pencurian ikan Sumberdaya perikanan di wilayah pengelolaan perikanan Indonesia yang cukup banyak dan melimpah merupakan salah satu kekayaan alam sebagai modal dasar pembangunan karena mempunyai kekuatan ekonomi potensial yang dapat didayagunakan menjadi kekuatan ekonomi riil bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. Menurut Naamin 1984 terdapat lebih dari 17 spesies udang penaeid di perairan laut Arafura. Jenis-jenis udang yang diusahakan secara komersil dan diekspor yaitu udang windu, udang jerbung, udang dogol dan udang krosok. Jenis-jenis udang windu antara lain udang windu Penaeus monodon, udang tiger Penaeus semiculatus, udang jerbung antara lain Penaeus merguensis, P.orientalis, P.indicus. Udang dogol antara lain Metapenaeus ensis, P.brevicornis, M. Lysianssa, M. dobsonii. Potensi sumberdaya ikan demersal sebesar 202.300 ton per tahun dengan jumlah tangkapan yang diperbolehkan JTB dan tingkat produksi sebesar 161.900 ton per tahun dan 156.600 ton per tahun. Sumberdaya perikanan yang berlimpah di Laut Arafura tidak terlepas dari adanya kegiatan pencurian ikan dan rusaknya sumberdaya lingkungan akibat kegiatan penangkapan ikan yang tidak bertanggung jawab. Tindak kejahatan kegiatan penangkapan ikan yang sering terjadi di Laut Arafura selain dilakukan oleh kapal-kapal penangkap ikan Indonesia, juga dilakukan oleh kapal-kapal ikan asing seperti Cina, Thailand, dan beberapa negara asing lainnya. Kerugian karena adanya kegiatan pencurian ikan di Papua sampai saat ini tidak diketahui dengan pasti, menurut kepala seksi pengawasan budidaya dan penangkapan ikan bahwa data kerugian karena adanya kegiatan pencurian ikan di Perairan Papua dihitung secara keseluruhan melalui Departemen Kelautan dan Perikanan. 2 Penegakkan hukum Pelaksanaan penegakkan hukum di bidang perikanan menjadi sangat penting dan strategis dalam rangka menunjang pembangunan perikanan secara baik dan berkelanjutan. Adanya suatu kepastian hukum merupakan sesuatu yang sangat dibutuhkan. Undang-undang Nomor 31 tahun 2004 tentang Perikanan telah mengakomodir berbagai ketentuan termasuk masalah IUU-Fishing dan dapat mengimbangi perkembangan kemajuan sektor perikanan yang dipengaruhi oleh perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi informasi pada saat ini. Undang-undang tersebut telah memuat unsur-unsur aspek pengawasan dan sanksi yang dapat diberikan kepada pelaku IUU-Fishing. Sehubungan dengan adanya Otonomi Khusus yang diberikan bagi pemerintah Provinsi Papua, maka Undang-undang No.21 tahun 2001 tentang Otonomi Khusus bagi Provinsi Papua pasal 64 1 juga mengatur tentang kewajiban Pemerintah untuk melakukan pengelolaan lingkungan hidup secara terpadu dengan memperhatikan penataan ruang, melindungi sumberdaya alam hayati dan non hayati, konservasi sumberdaya alam hayati dan ekosistimnya, cagar budaya dan keanekaragaman hayati serta perubahan iklim dengan memperhatikan hak-hak masyarakat adat dan untuk sebesar-besarnya kesejahteraan penduduk. Adanya ketentuan hukum dan peraturan yang berlaku selain merupakan kekuatan juga merupakan peluang untung pengaturan pengelolaan sumberdaya perikanan yang lebih bertanggung jawab. Undang-undang 31 tahun 2004 walaupun telah mengatur tentang dibentuknya peradilan khusus untuk perikanan, namun sampai saat ini implementasinya belum berjalan secara optimal, dimana untuk membuktikan terjadinya pelanggaran hanya dapat dilakukan oleh aparat penyidik yaitu polisi dan kejaksaan berdasarkan standar pembuktian Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana KUHP. Akibatnya sering terjadi perbedaan persepsi mengenai definisi pelanggaran antara instansi pembuat aturan pengelolaan dengan lembaga penyidik. Undang-undang Otonomi khusus bagi provinsi Papua juga belum secara lengkap mengatur tentang penanganan kegiatan pelanggaran yang terjadi di perairan provinsi Papua. Peraturan Daerah untuk mendukung implementasi UU No.21 tahun 2001 tentang Otonomi Khusus bagi provinsi Papua khususnya dibidang pengelolaan sumberdaya kelautan dan perikanan juga sampai saat ini belum ada. Penegakkan hukum dibidang perikanan yang selama ini juga mengalami berbagai hambatan, sehingga diperlukan metode penegakkan hukum yang bersifat spesifik. 3 Peningkatan permintaan pasar dan adanya embargo terhadap produk perikanan Adanya permintaan pasar produk perikanan yang meningkat dari tahun ke tahun secara langsung menjadikan permintaan pada produk perikanan akan bertambah besar dan merupakan peluang bagi Pemerintah Provinsi Papua untuk meningkatkan upaya pengelolaan khususnya wilayah perairan Arafura untuk mencapai tingkat pemanfaatan yang optimal khususnya bagi komoditi perikanan yang belum mencapai jumlah tangkapan yang diperbolehkan. Salah satu sumberdaya ikan yang terdapat di Laut Arafura yang masih mempunyai peluang pemanfaatannya adalah cumi-cumi dengan potensinya mencapai 3.400 ton per tahun, sedangkan tingkat pemanfaatannya baru mencapai 300 ton per tahun. Khusus bagi sumberdaya ikan demersal dan udang perlu dilakukan pemulihan atau pemberhentian penangkapan sementara karena kondisi penangkapannya telah mencapai tahap yang memprihatinkan BRKP, 2001. Kewenangan otonomi khusus yang diberikan bagi Pemerintah Provinsi Papua tentunya akan memberikan dampak peningkatan pertumbuhan ekonomi di Papua. Khusus bagi pengembangan sektor perikanan dan kelautan perlu dilakukan optimalisasi dalam pemanfaatan dan pengembangannya sehingga dapat dirasakan oleh masyarakat setempat. Menurut Lewaherilla 2006 kondisi pertumbuhan ekonomi Papua dan pendapatan regional perkapita akan meningkat dengan adanya kewenangan otonomi khusus diantaranya melalui optimalisasi pemanfaatan sumberdaya perikanan dan kelautan.

4.2.3 Strategi penanggulangan IUU-Fishing di Laut Arafura