26
3.2 Evaluasi Kecernaan in vitro bahan kering, bahan organik dan protein
kasar serta kelarutan mineral kalsium Ca dan fosfor P 3.2.1 Tempat dan Waktu
Penelitian ini dilaksanakan di laboratorium Ilmu Nutrisi Ternak Perah Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor pada bulan April 2010.
3.2.2 Materi Penelitian 3.2.2.1 Sampel pakan
Sampel pakan diambil dari hasil terbaik pada penelitian tahap I dan dibandingkan dengan kontrol. Sampel pakan yang digunakan adalah bagian tajuk.
Tajuk tanaman Indigofera sp. dikeringkan di bawah sinar matahari dan dilanjutkan dengan pengeringan oven 60
o
C kemudian digiling.
3.2.2.2. Cairan Rumen
Cairan rumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah cairan rumen sapi yang diambil melalui ternak sapi berfistula milik Laboratorium Nutrisi Fakultas
Peternakan IPB. Cairan rumen dimasukkan kedalam termos. Lamanya cairan rumen di dalam termos selama perjalanan dari kandang ke tempat penelitian
kurang lebih 10 menit.
3.2.3 Metode Penelitian
Desain percobaan in vitro membandingkan perlakuan terbaik dari hasil penelitian tahap I dengan kontrol dosis 0 sipramin. Pengujian perbedaan nilai
rata-rata dari perlakuan terbaik pada penelitian tahap I dan kontrol dianalisis menggunakan uji T dengan bantuan software SPSS v. 13.0. Peubah yang diamati
antara lain: 1. Kecernaan bahan kering, bahan organik dan protein kasar
2. Kelarutan mineral kalsium Ca dan fosfor P
3.2.3.1 Prosedur Penelitian
1. Pengukuran Kecernaan bahan kering, bahan organik, dan protein kasar. Kecernaan bahan kering, bahan organik, dan protein kasar dilakukan dengan
teknik in vitro Tilley Terry 1963. Tabung fermentor yang telah diisi dengan 0,5 gram sampel ditambahkan 40 ml larutan McDougall dan 10 ml cairan rumen.
27 Tabung dimasukkan ke dalam shaker bath dengan suhu 39
o
C dan dialiri dengan CO
2
selama 30 detik, cek pH 6,5-6,9 dan kemudian ditutup dengan karet berventilasi, dan difermentasi selama 48 jam. Setelah 48 jam, buka tutup karet
fermentor dan ditambahkan empat ml HgCl
2
dengan konsentrasi 5 untuk menghentikan aktivitas mikroba. Setelah aktivitas mikroba berhenti tabung
fermentor disentrifuse dengan kecepatan 4000 rpm selama 15 menit. Substrat residu akan terpisah menjadi endapan dibagian bawah dan supernatan yang
bening berada dibagian atas. Residu hasil sentrifuse pada kecepatan 4000 rpm selama 15 menit
ditambahkan 50 ml larutan pepsin-HCl 0,2. Campuran ini kemudian diinkubasikan selama 48 jam tanpa tutup karet. Setelah 48 jam tabung fermintor
disentrifuse dengan kecepatan 4000 rpm selama 15 menit. Residu disaring dengan kertas saring Whatman No. 41 dengan bantuan pompa vakum. Hasil saringan
dimasukkan ke dalam cawan porselen. Bahan kering didapat dengan cara dikeringkan dalam oven 105
o
C selama 8 jam. Selanjutnya bahan dalam cawan dipijarkan atau diabukan dalam tanur listrik selama 6 jam pada suhu 450-600
o
C untuk mengetahui bahan organik yang tercerna. Sebagai blanko dipakai residu
asal fermentasi tanpa sampel bahan pakan. Protein dalam residu dianalisis dengan motode Kejldhal. Koefisien cerna dihitung berdasarkan rumus sebagai berikut:
KCBK = BK sample
− BK residu BK sampel
× 100
KCBO = BO sample
− BO residu BO sampel
× 100
KCPK = PK sample
− PK residu PK sampel
× 100
Keterangan: KCBK = Koefisien Cerna Bahan Kering
KCBO = Koefisien Cerna Bahan Organik KCPK = Koefisien Cerna Protein Kasar
BK = Bahan Kering BO = Bahan Organik
PK = Protein Kasar
28 2. Pengukuran kelarutan mineral kalsium Ca dan fosfor P
Sampel yang telah diinkubasi seperti prosedur 1, setelah ketahui bahan keringnya, diabukan dengan menggunakan metode pengabuan basah wet ashing
Reitz et al. 1960. Kandungan residu mineral setiap sampel dalam tabung fermentor memperlihatkan proporsi mineral yang terlarut dalam cairan rumen.
Kelarutan mineral dihitung berdasarkan jumlah mineral dalam bahan pakan dikurangi dengan mineral yang tersisa pada bahan pakan yang telah diinkubasi.
Analisis mineral kalsium Ca dilakukan dengan menggunakan Atomic Absorption Spectrofotometric AAS. Pengukuran kadar fosfor P dilakukan dengan
menggunakan spektrofotometer UV Visible dengan panjang gelombang 660 nm. Persentase kelarutan mineral dihitung berdasarkan rumus berikut:
Kelarutan Mineral = Mineral sample
− Mineral residu Mineral sampel
× 100
Jumlah mineral terlarut dalam tajuk tanaman merupakan hasil perhitungan dari perkalian persentase kelarutan mineral dengan jumlah mineral pada produksi tajuk
tanaman.
4 HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Keadaan Umum
Penelitian ini dilaksanakan di rumah kaca Laboratorium Ilmu dan Teknologi Tumbuhan Pakan dan Pastura Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor,
sehingga faktor lingkungan yang mempengaruhi tanaman seperti intensitas cahaya matahari, suhu, kelembaban, dan angin yang diterima oleh tanaman yang diuji
relatif sama. Pengamatan yang dilakukan selain pada peubah-peubah yang telah ditentukan juga dilakukan pengamatan secara umum terhadap beberapa faktor,
yaitu:
4.1.1 Suhu dan kelembaban
Keadaan suhu dan kelembaban di dalam rumah kaca tempat dilakukannya penelitian diperlihatkan pada Tabel 4.
Tabel 4 Rataan suhu dan kelembaban rumah kaca selama penelitian Waktu
Suhu
o
C Kelembaban
Pagi 06.00-07.00 24
92 Siang 12.00-13.00
37 87
Kondisi tersebut
cukup baik
untuk pertumbuhan
tanaman dan
mikroorganisme tanah. Menurut Sarief 1985 kisaran maksimum pertumbuhan tanaman antara 15 dan 40
o
C merupakan suhu terbaik untuk pertumbuhan tanaman juga pertumbuhan mikroorganisme tanah.
4.1.2 Profil daun
Pemberian pupuk organik cair sipramin Saritana mempengaruhi profil daun Indigofera sp. Daun tanaman yang diberi pupuk 0-20 menunjukkan gejala
kekurangan nutrien dibandingkan dengan tanaman yang diberi pupuk sampai 40 Gambar 2. Gejala kekurangan nutrien yang ditunjukkan oleh daun tanaman yang
diberi pupuk 0-20 diantaranya adalah kekurangan nitrogen yang ditandai dengan adanya warna kuning pada daun. Gejala kekurangan nitrogen N yang
parah menyebabkan daun menjadi kuning seluruhnya lalu agak kecoklatan saat mati Salisbury Ross 1995. Daun tanaman yang diberi pupuk dengan
konsentrasi 40 menunjukkan vigoritas tanaman yang baik yaitu terlihat segar