16
Na, regulasi denyut jantung, geraka-gerakan urat daging, pembekuan darah dan mengaktifkan serta menstabilkan beberapa enzim Parakkasi 1999. Defisiensi
kalsium pada ternak dapat menyebabkan riketsia, osteoporosis, osteomalasia, pertumbuhan
terlambat, hipertropi
kelenjar parathiroid,
dan milk
fever Underwood 1981. Level kritis kebutuhan Ca bagi ternak ruminansia secara
umum yaitu 0,3 dari bahan kering pakan McDowell 1997. Mineral P sangat penting peran biokimia dan fiologisnya. Fosfor dideposit
dalam tulang dalam bentuk kalsium-hidroksi appetite [Ca
10
PO
4 6
OH
2
]. Fosfor merupakan komponen dari fosfolipid yang mempengaruhi permiabilitas sel; juga
merupakan komponen dari meilin pembungkus urat saraf; banyak transfer energi dalam sel yang melibatkan ikatan fosfat yang kaya energi dalam ATP; fosfor
memegang peran dalam sistem buffer dari darah; mengaktifkan beberapa vitamin B tiamin, niasin, piridoksin, riboflavin, biotin, dan asam pantotenik untuk
membentuk koenzim yang dibutuhkan dalam proses fosforilasi awal, fosfor juga merupakan bagian dari matrik DNA dan RNA Parakkasi 1999.
Fungsi fosfor antara lain untuk pembentukan dan pemeliharaan tulang dan gigi, sekresi normal air susu, aktivator enzim–enzim dan metabolisme asam amino
Piliang 2001. Defisien Fosfor pada ternak dapat menyebabkan riketsia, sifat memakan makanan yang aneh–aneh pica appetite, menurunkan reproduksi dan
ukuran tubuh kecil Underwood 1981. Durand dan Kawashima 1980 menyatakan bahwa, didalam rumen mineral
dipergunakan untuk berbagai aktifitas antara lain untuk pembentukan sel, aktivitas selulolitik dan pertumbuhan mikroba. Disamping itu, mineral juga dipergunakan
dalam mengatur tekanan osmotik, buffering capacity, potensial reduksi dan kelarutan di dalam rumen.
2.2.2 Legum pohon sebagai sumber mineral
Kandungan mineral hijauan merupakan salah satu aspek kualitas yang penting peranannya dalam memberikan nilai penggunaannya sebagai pakan
hijauan. Hijauan legum umumnya hanya digunakan sebagai sumber protein. Namun, demikian dengan melihat kandungan mineral makro yang cukup tinggi,
pemanfaatan legum pohon dapat juga ditujukan sebagai sumber mineral makro.
17
Seperti yang dilaporkan oleh Underwood dan Suttle 1999 bahkan kandungan mineral legum pohon cukup tinggi dibandingkan rumput. Hal ini juga sejalan
dengan penelitian Sutardi et al. 1994 yang melaporkan bahwa legum pohon pada umumnya kandungan mineralnya cukup tinggi terutama kalsium, sehingga
dapat digunakan mengatasi kekurangan mineral. Kandungan mineral pakan sangat bervariasi yang tergantung pada berbagai
faktor diantaranya spesies, tipe tanah, iklim dan umur tanaman Underwood 1981. Pada umumnya kandungan mineral seperti Ca dan Mg pada legum lebih
tinggi dari rumput Serra et al. 1996. Legum pohon dapat dijadikan sebagai sumber mineral terutama Ca bagi ternak ruminansia. Kandungan mineral beberapa
jenis legum pohon diperlihatkan pada Tabel 2. Tabel 2 Konsentrasi mineral Ca dan P beberapa daun legume pohon
No. Jenis Pohon
Mineral BK Ca : P
Ca P
1. Pterocarpus indicus
1
1,02 0,31
3,3 : 1 2.
Sesbania glandiflora
1
1,27 0,37
3,4 : 1 3.
Gliricidia sepium
1
1,45 0,27
5,4 : 1 4.
Leucaena leucocephala
1
1,74 0,53
3,2 : 1 5.
Calliandra calothyrsus
1
0,95 0,25
3,8 : 1 6.
Cassia siamea
2
1,06 0,08
13,3 : 1 7.
Tamarindus indica
2
1,60 0,13
12,3 : 1 Level kritis kebutuhan ternak ruminansia
3
0,30 0,12-0,30
1,2 : 1
Sumber :
1
Suharlina et al. 2008,
2
Amar dan Muliati 2007,
3
Little 1980, NRC 1984, 1996, Winks 1990 dan McDowel 1997.
Kecukupan kalsium pada ternak yang digembalakan umumnya dapat terpenuhi, khususnya untuk pastura yang mengandung legum. Dengan demikian,
penambahan hujauan pohon pada pastura dianjurkan untuk meningkatkan ketersediaan mineral makro. Kandungan Ca pada bagian daun hijauan dua kali
lebih tinggi dari pada bagian batang. Penyerapan Ca umumnya terjadi di usus halus, namun ada sebagian di dalam rumen Yano et al. 1991. Penyerapan Ca
Calcium absorbability = A
Ca
untuk setiap sumber hijauan berbeda-beda, dengan
18
rata–rata 0,68 AFRC 1991. Pada beberapa hijauan nilai ACa lebih rendah disebabkan oleh keberadaan kalsium oksalat yang sulit dicerna didalam rumen
Ward et al. 1979.
2.3 Evaluasi Kualitas Hijauan Pakan
Kualitas merupakan hal yang paling penting dari segala karakteristik agronomi untuk hijauan karena nutrisi hijauan pakan ternak menentukan
produktivitas ternak. Kualitas hijauan memungkinkan dievaluasi langsung dengan memberikan pada ternak dan di dalam laboratorium Yamada et al. 2005. Metode
tidak langsung meliputi kecernaan in vitro dengan cairan rumen Tilley Terry 1963; Menke et al. 1979, kecernaan enzimatis De Boever et al. 1986 dan
analisis kimia komponen sel Van Soest 1963. Evaluasi hijauan pakan juga dapat dilakukan dengan menganalisis imbangan mineral dan jumlah mineral terlarut.
Peningkatan kualitas hijauan juga diperoleh dari perubahan kandungan dan rasio mineral di dalam hijauan untuk mencegah gangguan metabolis Yamada et al.
2005.
2.3.1 Kecernaan pakan dan faktor yang mempengaruhinya
Koefisien cerna suatu zat makanan didefinisikan sebagai selisih antara zat- zat makanan yang dikandung dalam suatu makanan yang dimakan dan zat-zat
makanan dalam feses Anggorodi 1984, sedangkan menurut McDonald et al. 1988 kecernaan suatu bahan makanan diartikan sebagai bagian yang tidak
dieksresikan melalui feses dan diasumsikan bahwa seluruh bagian tersebut dapat diserap oleh tubuh. Dikatakan pula bahwa kecernaan bahan kering ransum
dinyatakan sebagai suatu koefisien atau persentase dari total kadar bahan kering ransum yang dikonsumsi.
McDonald et al. 1988 menyebutkan bahwa beberapa faktor yang dapat mempengaruhi kecernaan bahan makanan, yaitu komposisi kimia bahan makanan,
komposisi kimia ransum, bentuk fisik ransum, jumlah konsumsi dan jenis ternak. Tinggi rendahnya daya cerna, dipengaruhi oleh jenis ternak, umur hewan, jenis
bahan pakan dan susunan kimianya Peterson 2005. Menurut Ranjhan dan Pathak 1979, kecernaan bahan makanan dipengaruhi oleh jenis hewan, jumlah ransum,
cara pemberian makanan, kadar zat makanan yang dikandungnya, umur ternak,