22
2.2.1 Rhodamin B
Menurut Hidayat dan Saati 2006, rhodamin B merupakan zat warna sintetik yang umum digunakan sebagai pewarna tekstil. Nama lazim dari
rhodamin B adalah tetraethylrhodamine; DC Red No. 19; rhodamine B chloride dan rumus kimia C
28
H
31
N
2
O
3
Cl. Berat molekul BM rhodamin B yaitu 479. Rumus bangun rhodamin B dapat dihat pada Gambar 1.
Gambar 1 . Rumus Bangun Rhodamin B
Pemerian rhodamin B yaitu hablur hijau atau serbuk ungu kemerahan dan berfluoresensi. Rhodamin B sangat mudah larut dalam air dan dalam alkohol;
sukar larut dalam asam encer dan dalam larutan alkali. Rhodamin B digunakan sebagai pewarna untuk sutra, katun, wol, nilon, serat asetat, kertas, tinta dan
pernis, sabun, pewarna kayu, bulu, kulit dan pewarna untuk keramik China Budavari, 1989.
Penggunaan rhodamin B pada makanan dan minuman dalam waktu lama kronis akan mengakibatkan kanker dan gangguan fungsi hati. Namun demikian,
bila terpapar rhodamin B dalam jumlah besar maka dalam waktu singkat akan terjadi gejala akut keracunan rhodamin B. Bila rhodamin B tersebut masuk
CH
3
CH
2 2
N
Universitas Sumatera Utara
23
melalui makanan akan mengakibatkan iritasi pada saluran pencernaan dan mengakibatkan gejala keracunan dengan urin yang berwarna merah maupun
merah muda. Selain melalui makanan dan minuman, rhodamin B juga dapat mengakibatkan gangguan kesehatan, jika terhirup akan terjadi iritasi pada saluran
pernafasan. Mata yang terkena rhodamin B juga akan mengalami iritasi yang ditandai dengan mata kemerahan dan timbunan cairan atau udem pada mata. Jika
terpapar pada bibir dapat menyebabkan bibir akan pecah-pecah, kering, gatal, bahkan kulit bibir terkelupas Yuliarti, 2007.
2.3 Pengawet
Bahan pengawet umumnya digunakan untuk mengawetkan pangan yang mempunyai sifat mudah rusak. Bahan ini dapat menghambat atau memperlambat
proses fermentasi, pengasaman, atau penguraian yang disebabkan oleh mikroba. Penggunaan pengawet dalam bahan pangan harus tepat, baik jenis dan dosisnya
Cahyadi, 2008. Apabila pemakaian bahan pangan dan dosisnya tidak diatur dan diawasi,
kemungkinan besar akan menimbulkan kerugian bagi pemakainya baik yang bersifat langsung, misalnya keracunan maupun yang tidak bersifat langsung atau
kumulatif, misalnya bahan pengawet yang bersifat karsinogenik Cahyadi, 2008. Berdasarkan Permenkes No. 72288 terdapat 26 jenis pengawet yang
diizinkan untuk digunakan dalam makanan. Adapun kelompok pengawet tersebut adalah: asam benzoat, asam propionat, asam sorbat, belerang dioksida, etil p-
hidroksi benzoat, kalium benzoat, kalium bisulfit, kalium nitrat, kalium nitrit, kalium propionat, kalium sorbat, kalium sulfit, kalsium benzoat, kalsium
Universitas Sumatera Utara
24
propionat, kalsium sorbat, natrium benzoat, metil p-hidroksi benzoat, natrium bisulfit, natrium metabisulfit, natrium nitrat, natrium nitri, natrium propionat,
natrium sulfit, nisin, propil -p- hidroksi benzoat. Penggunaan bahan pengawet tersebut harus mengikuti dosis yang ditetapkan Depkes RI, 1988.
2.3.1 Natrium Benzoat
Natrium benzoat merupakan bahan yang dapat ditambahkan secara langsung ke dalam makanan. Natrium benzoat lebih efektif digunakan dalam
makanan yang asam sehingga banyak digunakan sebagai pengawet di dalam sari buah-buahan, jeli, sirup dan makanan lainnya yang mempunyai pH rendah
Winarno dan Tuti, 1994. Mekanisme kerja natrium benzoat sebagai bahan pengawet adalah
berdasarkan permeabilitas membran sel mikroba terhadap molekul-molekul asam benzoat. Penggunaan bahan pengawet natrium benzoat tidak selalu aman terutama
jika digunakan dalam jumlah yang berlebihan Winarno dan Tuti, 1994. Pemerian natrium benzoat yaitu granul atau serbuk hablur, putih, tidak
berbau atau praktis tidak berbau, stabil di udara. Kelarutan natrium benzoat yaitu mudah larut dalam air, agak sukar larut dalam etanol dan lebih mudah larut dalam
etanol 90 Ditjen POM, 1995. Pengawet yang banyak dijual dipasaran dan digunakan untuk
mengawetkan berbagai bahan makanan adalah benzoat, yang biasanya terdapat dalam bentuk natrium benzoat atau kalium benzoat karena lebih mudah larut.
Benzoat sering digunakan untuk mengawetkan berbagai pangan dan minuman seperti sari buah, minuman ringan, saus tomat, saus sambal, selai, jeli, manisan,
kecap dan lain-lain Cahyadi, 2008.
Universitas Sumatera Utara
25
2.3.2 Asam Benzoat
Asam benzoat berfungsi sebagai bahan pengawet dan antioksidan karena pada umumnya antioksidan mengandung struktur inti yang sama, yaitu
mengandung cincin benzen tidak jenuh disertai dengan gugus hidroksil atau gugus amina. Antioksidan dapat menghambat setiap tahap proses oksidasi, dengan
penambahan antioksidan maka energi persenyawaan aktif ditampung oleh antioksidan sehingga reaksi oksidasi berhenti Cahyadi, 2008.
Garam atau ester dari asam benzoat secara komersial dibuat dengan sintesis kimia. Bentuk aslinya asam benzoat terjadi secara alami dalam bahan gum
benzoin. Natrium benzoat berwarna putih, granula tanpa bau, bubuk kristal atau serpihan dan lebih larut dalam air dibandingkan asam benzoat dan juga dapat larut
dalam alkohol. Asam benzoat sangat sedikit larut dalam air dingin tetapi larut dalam air
panas, dimana ia akan mengkristal setelah didinginkan, asam benzoat larut dalam alkohol dan eter dan jika direaksikan dengan larutan besi III klorida akan
membentuk endapan besi III benzoat basa berwarna jingga kekuningan dari larutan-larutan netral Vogel, 1985.
2.4 Analisis Kualitatif dan Kuantitatif Rhodamin B
Analisis kualitatif rhodamin B dapat dilakukan dengan beberapa cara seperti cara reaksi kimia, cara kromatografi kertas, kromatografi lapis tipis KLT
dan spektrofotometer sinar tampak, sedangkan untuk analisis kuantitatif rhodamin B dilakukan dengan spektrofotometer sinar tampak.
Universitas Sumatera Utara
26
2.4.1 Cara Reaksi Kimia
Cara reaksi kimia dilakukan dengan cara menambahkan pereaksi-pereaksi berikut: HCl pekat, H
2
SO
4
pekat, NaOH 10 dan NH
4
OH 10. Lalu diamati perubahan warna yang terjadi pada masing-masing sampel yang sudah dilakukan
pemisahan dari bahan-bahan pengganggu Cahyadi, 2008.
2.4.2 Cara Kromatografi Kertas
Sejumlah cuplikan ditambahkan dengan asam asetat encer kemudian dimasukkan benang wool bebas lemak dipanaskan di atas penangas air sambil
diaduk-aduk. Benang wool dicuci dengan air hingga bersih. Pewarna dilarutkan dari benang wool dengan penambahan amoniak 10 di atas penangas air hingga
sempurna. Totolkan pada kertas kromatografi, juga totolkan baku pembanding. Elusi dengan eluen I etilmetalketon : aseton : air = 70: 30 : 30 dan eluen II 2g
NaCl dalam 100 ml etanol 50 Cahyadi, 2008.
2.4.3 Metode Kromatografi Lapis Tipis KLT
Kromatogafi Lapis Tipis KLT adalah kromatografi cair yang paling sederhana. Kromatografi Lapis Tipis KLT yang dapat dipakai dengan dua
tujuan. Pertama, digunakan untuk uji identifikasi senyawa baku. Untuk meyakinkan identifikasi dapat dilakukan dengan menggunakan lebih dari satu fase
gerak dan jenis semprot. Teknik spiking dengan menggunakan senyawa baku yang telah diketahui dianjurkan untuk lebih memantapkan pengambilan keputusan
identifikasi senyawa. Kedua digunakan untuk analisis kuantitatif dengan KLT. Pertama bercak diukur langsung pada lempeng dengan menggunakan ukuran luas
atau densitometri. Kedua adalah dengan mengerok bercak lalu menetapkan kadar
Universitas Sumatera Utara
27
senyawa yang terdapat dalam bercak tersebut dengan metode analisis lain, misalkan dengan metode spektrofotometri Rohman, 2007.
Menurut Hardjono 1985, faktor –faktor yang mempengaruhi gerakan
noda dalam kromatografi lapisan tipis yang juga mempengaruhi harga Rf: a.
Struktur kimia dari senyawa yang sedang dipisahkan b.
Sifat dari penyerap dan derajat aktifitasnya c.
Tebal dan kerataan dari lapisan penyerap d.
Pelarut dan derajat kemurnian fase gerak e.
Derajat kejenuhan dari uap dalam bejana pengembangan yang digunakan f.
Teknik percobaan g.
Jumlah cuplikan yang digunakan h.
Suhu i.
Kesetimbangan
2.4.4 Metode Spektrofotometri Sinar Tampak
Analisis kualitatif dan kuantitatif rhodamin B dapat dilakukan dengan metode spektrofotometer sinar tampak Ditjen POM, 2006. Untuk analisis
kualitatif rhodamin B dengan menggunakan spektrofotometer sinar tampak yaitu dengan membandingkan kurva absorbansi yang diukur dengan spektrofotometer
sinar tampak pada panjang gelombang 450-750 nm Kenkel, 1994 dan untuk analisis kuantitatif dengan spektrofotometer sinar tampak dengan mengukur
absorbansinya kemudian kadar rhodamin B dalam sampel dapat dihitung dengan menggunakan kurva kalibrasi dengan persamaan regresi y = ax + b.
Penelitian tentang analisis rhodamin B dalam makanan dan minuman telah dilakukan sebelumnya pada sampel saus, kerupuk, es doger dan cabai giling.
Universitas Sumatera Utara
28
Metode yang dipakai untuk analisis kualitatif rhodamin B dalam makanan dan minuman adalah Kromatografi Lapis Tipis dan Spektrofotometer Sinar Tampak
sedangkan untuk analisis kuantitatif rhodamin B adalah Spektrofotometer Sinar Tampak. Hasil analisis kadar rhodamin B pada berbagai sampel dapat dilihat pada
Tabel 3.
Tabel 3 . Hasil Analisis Kadar Rhodamin B pada Berbagai Sampel
No Sampel
Kadar Rhodamin B mcgg
Referensi 1.
Es doger dari SDN 117477 Torgamba
0,59245±0,00032 Dalimunte, 2010
2. Kerupuk
dari SDN 118371 Sumberjo 59,0527±0,2769
Dalimunte, 2010 3.
Saus dari
SDN 118169
Kampung Rakyat
50,5181±0,2988 Dalimunte, 2010
4. Kerupuk Bulat
65,5763±0,0306 Kakariawaty,
2010 5.
Kerupuk Batang 7,1416 ± 0,0114
Kakariawaty, 2010
6. Cabai Giling ID
2,3450 ± 0,0002 Pulungan, 2012
7. Cabai Giling IE
2,3042 ± 0,0002 Pulungan, 2012
2.5 Analisis Kualitatif dan Kuantitatif Natrium Benzoat
Analisis kualitatif natrium benzoat dapat dilakukan dengan beberapa cara seperti reaksi esterifikasi dan reaksi FeCl
3
, sedangkan untuk analisis kuantitatif natrium benzoat dilakukan dengan metode titrasi dan spektrofotometer sinar UV.
2.5.1 Analisis Kualitatif Natrium Benzoat 2.5.1.1 Reaksi Esterifikasi
Sampel ditambah etanol ditambah asam sulfat dimasukkan ke dalam erlenmeyer lalu dikocok. Mulut erlenmeyer ditutup dengan kapas yang telah
Universitas Sumatera Utara
29
dibasahi dengan air, uapkan di atas penangas air, kapas akan tercium bau pisang ambon Vogel, 1985.
2.5.1.2 Reaksi FeCl
3
Sampel ditambahkan dengan larutan besi III klorida akan terbentuk endapan besi III benzoat basa yang berwarna jingga-kekuningan dari larutan-
larutan netral Vogel, 1985.
2.5.2 Analisis Kuantitatif Natrium Benzoat 2.5.2.1 Metode Titrasi
Penggunaan natrium benzoat dapat dilihat dari adanya perubahan warna saat melakukan titrasi dengan NaOH dari tidak berwarna menjadi warna merah
jambu muda Ditjen POM, 1995.
2.5.2.2 Metode Spektrofotometer Sinar UV
Untuk analisis kuantitatif dengan spektrofotometer sinar UV dengan mengukur absorbansinya kemudian kadar natrium benzoat dalam sampel dapat
dihitung dengan menggunakan kurva kalibrasi dengan persamaan regresi y = ax + b.
Spektrofotometri sinar tampak adalah pengukuran absorbansi energi cahaya oleh suatu sistem kimia pada suatu panjang gelombang tertentu Day, 2002.
Spektrum ultraviolet dan sinar tampak mempunyai bentuk yang lebar dan hanya sedikit informasi tentang struktur yang bias didapatkan dari spektrum ini. Tetapi
spektrum ini sangat berguna untuk pengukuran secara kuantitatif. Konsentrasi dari analit di dalam larutan bisa ditentukan dengan mengukur absorban pada panjang
gelombang tertentu dengan menggunakan hukum Lambert-Beer Darchriyanus, 2004; Rohman, 2007. Sinar ultraviolet mempunyai panjang gelombang antara
Universitas Sumatera Utara
30
200-400 nm, dan sinar tampak mempunyai panjang gelombang 400-750 nm Darchriyanus, 2004; Ditjen POM, 1995.
Hukum Lambert- Beer Beer’s Law adalah hubungan linieritas antara
absorban dengan konsentrasi larutan analit Darchriyanus, 2004. Menurut Rohman 2007 dan Day Underwood 2002, Hukum Lambert-Beer
menyatakan bahwa intensitas yang diteruskan oleh larutan zat penyerap berbanding lurus dengan tebal dan konsentrasi larutan dan berbanding terbalik
dengan transmitan. Panjang gelombang yang digunakan untuk analisis kuantitatif adalah
panjang gelombang yang mempunyai absorbansi maksimal, dilakukan dengan membuat kurva hubungan antara absorbansi dengan panjang gelombang dari suatu
larutan baku pada konsentrasi tertentu Rohman, 2007. Menurut Rohman 2007, ada beberapa alasan mengapa harus
menggunakan panjang gelombang maksimal, yaitu: 1.
Pada panjang gelombang maksimal, kepekaannya juga maksimal karena pada panjang gelombang maksimal tersebut, perubahan absorbansi untuk setiap
satuan konsentrasi adalah yang paling besar. 2.
Disekitar panjang gelombang maksimal, bentuk kurva absorbansi datar dan pada kondisi tersebut hukum Lambert-Beer akan terpenuhi.
3. Jika dilakukan pengukuran ulang maka kesalahan yang disebabkan oleh
pemasangan ulang panjang gelombang akan kecil sekali, ketika digunakan panjang gelombang maksimal.
Universitas Sumatera Utara
31
Menurut Rohman 2007, ada beberapa tahapan yang harus dilakukan dalam analisis dengan spektrofotometer ultraviolet dan cahaya tampak yaitu:
1. Penentuan Panjang Gelombang Serapan Maksimum
Panjang gelombang yang digunakan untuk analisis kuantitatif adalah panjang gelombang dimana terjadi absorbansi maksimum. Untuk memperoleh
panjang gelombang maksimum dapat diperoleh dengan membuat kurva hubungan antara absorbansi dengan panjang gelombang dari suatu larutan baku dengan
konsentrasi tertentu. 2.
Waktu Kerja Operating Time Tujuannya ialah untuk mengetahui waktu pengukuran yang stabil.
Waktu kerja ditentukan dengan mengukur hubungan antara waktu pengukuran dengan absorbansi larutan.
3. Pembuatan Kurva Kalibrasi
Dilakukan dengan membuat seri larutan baku dalam berbagai konsentrasi kemudian absorbansi tiap konsentrasi diukur lalu dibuat kurva yang merupakan
hubungan antara absorbansi dengan konsentrasi. Kurva kalibrasi yang lurus menandakan bahwa hukum Lambert-Beer terpenuhi.
4. Pembacaan Absorbansi Sampel
Absorbansi yang terbaca pada spektrofotometer hendaknya terletak antara 0,2 sampai 0,8 atau 15 sampai 70 jika dibaca sebagai transmitan. Hal ini
disebabkan karena kisaran nilai absorbansi tersebut kesalahan fotometrik yang terjadi adalah paling minimal.
Universitas Sumatera Utara
32
5. Perhitungan Kadar
Perhitungan kadar dapat dilakukan dengan metode regresi yaitu dengan menggunakan persamaan garis regresi yang didasarkan pada harga serapan dan
larutan standar yang dibuat dalam beberapa konsentrasi, paling sedikit menggunakan 5 rentang konsentrasi yang meningkat yang dapat memberikan
serapan linier, kemudian diplot menghasilkan suatu kurva kalibrasi, konsentrasi suatu sampel dapat dihitung berdasarkan kurva tersebut.
Penelitian tentang analisis natrium benzoat dalam makanan dan minuman telah dilakukan sebelumnya pada sampel cabai giling, manisan buah, bumbu dan
kecap mie instan. Metode yang dipakai untuk analisis kualitatif natrium benzoat adalah uji besi III klorida, sedangkan untuk analisis kuantitatif natrium benzoat
adalah Spektrofotometer Sinar UV. Hasil analisis kadar natrium benzoat pada berbagai sampel dapat dilihat pada Tabel 4.
Tabel 4.
Hasil Analisis Kadar Natrium Benzoat pada Berbagai Sampel No
Sampel Kadar Natrium
Benzoat mcgg Referensi
1. Manisan buah salak
0,63 Amalia, 2010
2. Manisan buah mangga
0,46 Amalia, 2010
3. Manisan buah kedongdong
0,66 Amalia, 2010
4. Alhamie 100 goreng extra pedas
0,0189 Manurung, 2010
5. ABC semur ayam pedas
0,0948 Manurung, 2010
6. Gagami 100 goreng special
0,0944 Manurung, 2010
7. Wings sambal goring
0,0191 Manurung, 2010
8. Cabai giling ID
0,0124 Pulungan, 2012
9. Cabai giling IID
0,0137 Pulungan, 2012
10. Cabai giling IVF 1,4899
Pulungan, 2012
Universitas Sumatera Utara
33
BAB III METODE PENELITIAN
Metode penelitian yang dilakukan adalah penelitian deskriptif yang bertujuan menggambarkan sifat dari suatu keadaan secara sistematis, yaitu untuk
memeriksa pewarna rhodamin B dan pengawet natrium benzoat pada saus cabai yang digunakan di beberapa tempat penjual makanan jajanan di Kota Medan
secara kualitatif dan kuantitatif. Penelitian dilakukan di Laboratorium Kimia Farmasi Kualitatif dan Laboratorium Teknologi Sediaan Farmasi II Fakultas
Farmasi USU.
3.1 Alat-alat
Alat-alat yang digunakan terdiri dari spektrofotometer ultraviolet dan visible Mini-1240, neraca analitis, lampu ultraviolet 254 nm, kertas saring
whatman, pipa kapiler, penangas air, plat silika gel GF-254 ukuran 20 x 20 E. Merck, bulu domba dan alat-alat gelas seperti labu tentukur, pipet volum,
tabung reaksi, gelas ukur, chamber, beaker glass, erlenmeyer, corong, corong pisah, cawan penguap dan batang pengaduk.
3.2 Bahan-Bahan
Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah bahan yang berkualitas pro analisis E.Merck, yaitu asam klorida, amonium hidroksida,
natrium hidroksida, dietil eter, besi III klorida, natrium klorida, asam asetat glasial, butanol, etanol, n-heksan, asam benzoat, rhodamin dan aquades.
Universitas Sumatera Utara
34
3.3 Pembuatan Pereaksi
Pereaksi yang akan dibuat adalah aquades bebas karbondioksida, NaOH 10, NaOH 0,5, HCl 0,1 N, larutan NaCl jenuh, FeCl
3
5
,
HCl 0,1, HCl 1:3 NH
4
OH 2 dan NH
4
OH 10. Aquades bebas karbondioksida dibuat dengan cara mendidihkan selama
lima menit atau lebih, ditutup, didiamkan sampai dingin. NaOH 10 dibuat dengan cara melarutkan 10 g natrium hidroksida dalam aquades bebas
karbondioksida hingga 100 ml. NaOH 0,5 dibuat dengan cara melarutkan 500 mg natrium hidroksida dalam aquades bebas karbondioksida hingga 100 ml. HCl
0,1 N dibuat dengan cara mengencerkan 8,5 ml HCl 37 dengan aquades hingga 1000 ml. HCl 1:3 dibuat dengan cara mengencerkan 25 ml HCl pekat dengan
75 ml aquades di dalam gelas beker lalu dihomogenkan. HCl 0,1 dibuat dengan cara mengencerkan 0,68 ml HCl 37 dengan aquades hingga 250 ml Ditjen
POM, 1995. NH
4
OH 2 dibuat dengan cara melarutkan 20 ml NH
4
OH 25 dengan etanol 70 hingga 250 ml. NH
4
OH 10 dibuat dengan cara melarutkan 100 ml NH
4
OH 25 dengan etanol 70 hingga 250 ml. Larutan NaCl jenuh dibuat dengan cara melarutkan 30 g NaCl p.a dengan 100 ml aquades di dalam
gelas beker kemudian diaduk hingga NaCl tersebut tidak larut lagi. FeCl
3
5 dibuat dengan cara melarutkan 5 g FeCl
3
dengan 100 ml aquades di dalam beaker glass lalu diaduk sampai homogen Ditjen POM, 2006.
3.4 Metode Pengambilan Sampel
Pengambilan sampel saus cabai dilakukan secara purposif yaitu didasarkan pada produk yang beredar dipasaran baik yang bermerek dan yang tidak
Universitas Sumatera Utara
35
bermerek. Pengambilan sampel didasarkan atas pertimbangan bahwa sampel yang diambil dapat mewakili seluruh populasi sampel yang beredar di kota Medan dan
sampel yang dianalisis dianggap sebagai sampel yang representatif Sudjana, 2002.
Lokasi pengambilan sampel yang bermerek dilakukan di Swalayan Carrefour di Jalan Jamin Ginting, dan untuk sampel yang tidak bermerek
dilakukan di beberapa kantin di Universitas Sumatera Utara, dan di beberapa tempat penjual makanan jajanan yang ada di Jalan Jamin Ginting, Jalan dr.
Mansur, dan Jalan Setia Budi di Kota Medan.
3.5 Prosedur Kerja 3.5.1 Pemeriksaan Kualitatif Rhodamin B
3.5.1.1 Metode Kromatografi Lapis Tipis
Bulu domba direndam selama 24 jam dengan sabun, dicuci hingga bersih dengan air, dikeringkan. Bulu domba kering direndam dengan n-heksan,
dikeringkan Ditjen POM, 2000.
Larutan A dibuat dengan cara menimbang 30 g sampel, dilarutkan dalam 50 ml aquades, ditambahkan 2 ml asam asetat 6, dimasukkan 50 mg bulu
domba, dipanaskan di atas penangas air sambil diaduk sampai warna terserap. Bulu domba berwarna dicuci berulang-ulang dengan 100 ml aquades hingga
bersih. Bulu domba bersih dimasukkan ke cawan penguap, ditambahkan 10 ml NH
4
OH 10, dipanaskan di atas penangas air hingga warna bulu domba luntur. Larutan dikumpulkan dalam cawan penguap, diuapkan di atas penangas air hingga
kering lalu dilarutkan dalam 2 ml aquades Ditjen POM, 2000.
Universitas Sumatera Utara
36
Larutan B dibuat dengan cara menimbang 30 g sampel, dilarutkan dengan 50 ml aquades. Ditimbang 50 mg rhodamin B, dimasukkan ke setiap larutan
sampel, dicampur homogen, tambahkan asam asetat 6, kemudian dibuat
perlakuan yang sama seperti pembuatan larutan A Ditjen POM, 2000. Larutan C
dibuat dengan cara menimbang 50 mg rhodamin B, dilarutkan dalam 100 ml
aquades Ditjen POM, 2000.
Plat kromatografi lapis tipis KLT diaktifkan dengan cara dipanaskan di dalam oven pada suhu 100°C selama 30 menit. Larutan A, B, C, masing-masing
ditotolkan pada plat menggunakan pipa kapiler pada jarak 2 cm dari bagian bawah plat dan jarak antar noda adalah 1 cm, dibiarkan beberapa saat hingga mengering.
Plat KLT yang mengandung cuplikan dimasukkan ke chamber yang terlebih dahulu telah dijenuhkan dengan 60 ml eluen berupa n-butanol, asam asetat glasial
dan aquades 40 : 10 : 24, chamber ditutup dan dibiarkan eluen naik sampai batas atas plat. Plat diangkat, dibiarkan kering di udara. Bercak diamati, jika
dilihat secara visual bercak berwarna merah jambu dan di bawah sinar uv 254 nm berfluoresensi kuning, menunjukkan adanya rhodamin B. Selanjutnya dihitung
harga Rf bercak Ditjen POM, 2000. Rumus perhitungan harga Rf Stahl, 1985:
Harga Rf = awal
titik dari
depan garis
jarak awal
titik dari
bercak pusat
k jarak titi
3.5.1.2 Metode Spektrofotometri Sinar Tampak
Larutan uji sebanyak 50 ml dibuat dengan cara menimbang 15 g sampel saus cabai yang telah dihomogenkan, dimasukkan ke dalam erlenmeyer 250 ml,
ditambah dengan 100 ml larutan amonium hidroksida 2, didiamkan 24 jam
Universitas Sumatera Utara
37
sehingga semua pewarna larut. Larutan disaring, diuapkan di atas penangas air hingga kering. Sisa penguapan dilarutkan secara kuantitatif dengan 30 ml
aquades, dimasukkan ke dalam corong pisah 250 ml, ditambahkan 6 ml natrium hidroksida 10, diekstraksi dengan 30 ml dietil eter. Ekstrak dietil eter
dipisahkan, dicuci dengan 30 ml natrium hidroksida 0,5. Ekstrak dietil eter diekstraksi tiga kali, tiap kalinya dengan 10 ml asam klorida 0,1 N, lapisan dietil
eter dibuang. Ekstrak asam klorida 0,1 N ditampung dalam labu tentukur 50 ml, ditambahkan asam klorida 0,1 N sampai tanda. Ekstrak asam klorida dipipet 5 ml,
dimasukkan dalam labu tentukur 50 ml, ditambahkan asam klorida 0,1 N sampai tanda lalu larutan diukur dengan spektrofotometer sinar tampak pada panjang
gelombang 450-750 nm Ditjen POM, 2006.
3.5.2 Penetapan Kadar Rhodamin B 3.5.2.1 Pembuatan Larutan Induk Baku Rhodamin B
3.5.2.1.1 Pembuatan Larutan Induk Baku I
Rhodamin B ditimbang 50 mg, dimasukkan ke labu tentukur 50 ml, dilarutkan dengan asam klorida 0,1 N. Selanjutnya diencerkan dengan asam
klorida 0,1 N sampai garis tanda. Konsentrasi larutan induk baku I =
50 mg 50 ml
x 1000 mcgml = 1000 mcgml.
3.5.2.1.2 Pembuatan Larutan Induk Baku II
Larutan induk baku I dipipet 2,5 ml, dimasukkan ke labu tentukur 50 ml. Selanjutnya diencerkan dengan asam klorida 0,1 N sampai garis tanda.
Konsentrasi larutan induk baku II =
2,5 ml 50 ml
x 1000 mcgml = 50 mcgml.
Universitas Sumatera Utara
38
3.5.2.2 Penentuan Panjang Gelombang Maksimum Rhodamin B
Larutan induk baku II dipipet 3 ml, dimasukkan ke dalam labu tentukur 50 ml, diencerkan dengan asam klorida 0,1 N sampai garis tanda, diukur serapan
pada panjang gelombang 450-750 nm. Asam klorida 0,1 N digunakan sebagai blanko.
3.5.2.3 Penentuan Waktu Kerja Rhodamin B
Larutan induk baku II dipipet 3 ml, dimasukkan ke dalam labu tentukur 50 ml, diencerkan dengan asam klorida 0,1 N sampai garis tanda, diukur serapan
pada panjang gelombang 557 nm selama 30 menit. Asam klorida 0,1 N digunakan sebagai blanko.
3.5.2.4 Kurva Kalibrasi Larutan Rhodamin B
Larutan induk baku II dipipet sebanyak 2; 2,5; 3; 3,5; 4 ml, dimasukkan ke labu tentukur 50 ml, diencerkan dengan asam klorida 0,1 N sampai garis tanda
konsentrasi larutan 2; 2,5; 3; 3,5; 4 mcgml. Serapannya diukur pada panjang gelombang 557 nm. Asam klorida 0,1 N digunakan sebagai blanko.
3.5.2.5 Penetapan Kadar Rhodamin B pada Sampel
Rhodamin B pada sampel saus cabai diisolasi prosedur kerja 3.5.1.2. Diukur serapannya pada panjang gelombang 557 nm. Asam klorida 0,1 N
digunakan sebagai blanko. Kadar rhodamin B dalam sampel dapat dihitung dengan persamaan regresi y = ax + b.
Rumus perhitungan kadar rhodamin B: K =
X x V x Fp Berat sampel g
Keterangan: K = Kadar rhodamin B dalam sampel mcgg X = Kadar rhodamin B sesudah pengenceran
V = Volume sampel ml Fp = Faktor pengenceran
Universitas Sumatera Utara
39
3.5.3 Pemeriksaan Kualitatif Natrium Benzoat
Larutan uji dibuat dengan cara menimbang 50 g sampel, dimasukkan ke labu tentukur 100 ml, ditambahkan dengan 10 ml natrium hidroksida 10, dilarutkan
dengan larutan natrium klorida jenuh sampai garis batas, dihomogenkan. Larutan dibiarkan selama 2 jam, dikocok, disaring, filtratnya dimasukkan ke dalam corong
pisah sebanyak 50 ml, diasamkan filtratnya dengan asam klorida 1:3 pH 2,5-4, diekstraksi dengan 10-15 ml dietil eter. Lapisan dietil eter dipisahkan ke gelas
erlenmeyer, diuapkan di atas penangas air. Sisa penguapan ditambahkan 1 ml larutan amonium hidroksida 2, diuapkan lalu diuji dengan larutan besi III
klorida 5. Endapan kecoklatan yang terbentuk menunjukkan adanya natrium
benzoat dalam sampel Departemen Perindustrian RI, 1992. 3.5.4 Penetapan Kadar Natrium Benzoat pada Sampel
3.5.4.1 Pembuatan Larutan Baku Asam Benzoat
Asam benzoat ditimbang 50 mg, dimasukkan ke labu tentukur 100 ml, dilarutkan dengan dietil eter, diencerkan dengan dietil eter sampai garis tanda.
Konsentrasi larutan induk baku =
50 mg 100 ml
x 1000 mcgml = 500 mcgml.
3.5.4.2 Penentuan Panjang Gelombang Maksimum Asam Benzoat
Larutan baku asam benzoat dipipet 6 ml, dimasukkan ke labu tentukur 50 ml, diencerkan dengan dietil eter sampai garis tanda, diukur serapan pada panjang
gelombang 200-400 nm. Dietil eter digunakan sebagai blanko.
3.5.4.3 Kurva Kalibrasi Asam Benzoat
Larutan baku asam benzoat dipipet 3,0; 4,5; 6,0; 7,5; 9,0 ml, dimasukkan ke labu tentukur 50 ml, diencerkan dengan dietil eter hingga garis tanda
Universitas Sumatera Utara
40
konsentrasi larutan asam benzoat adalah 30; 45; 60; 75; 90 ppm. Serapan diukur pada panjang gelombang 271 nm. Dietil eter digunakan sebagai blanko.
3.5.4.4 Penetapan Kadar Natrium Benzoat pada Sampel
Larutan uji dibuat dengan menimbang 5 g sampel, dimasukkan ke labu tentukur 100 ml, ditambahkan larutan natrium klorida jenuh hingga 100 ml,
disaring. Filtrat diasamkan dengan 1 ml asam klorida pekat, dihomogenkan sampai sempurna, dimasukkan ke corong pisah, diekstrak dengan 15 ml dietil eter.
Lapisan eter dipisahkan ke erlenmeyer sedangkan lapisan bawah diekstrak lagi dengan 10; 5; 15 ml dietil eter. Lapisan dietil eter dimasukkan ke corong pisah,
dicuci dengan 15 ml asam klorida 0,1. Lapisan bawah dibuang, lapisan atas dicuci lagi dengan 10 ml asam klorida 0,1 sebanyak dua kali. Ekstrak dietil eter
dimasukkan ke labu tentukur 50 ml, diencerkan dengan dietil eter hingga garis tanda lalu dihomogenkan. Ekstrak dietil eter sebanyak 25 ml diencerkan dengan
dietil eter dalam labu tentukur 50 ml hingga sampai garis tanda, dihomogenkan. Serapan diukur dengan spektrofotometer ultraviolet pada panjang gelombang 271
nm Anonim, 2000. Menurut Rohman 2007, kadar asam benzoat dalam sampel dapat
dihitung dengan menggunakan kurva kalibrasi dengan persamaan regresi: y = ax + b
Rumus perhitungan kadar asam benzoat: K =
X x V x Fp Bs
Keterangan: K = Kadar asam benzoat dalam sampel mcgg X = Kadar asam benzoat sesudah pengenceran
V = Volume sampel ml Fp = Faktor pengenceran
Bs = Berat sampel g
Universitas Sumatera Utara
41
Kadar natrium benzoat dapat ditentukan dari berat molekulnya BM. Kadar natrium benzoat = kadar asam benzoat x
BM natrium benzoat BM asam benzoat
3.6 Analisis Data Secara Statistik
Menurut Rohman 2007, kadar dapat dihitung dengan persamaan garis regresi dan untuk menentukan data diterima atau ditolak digunakan rumus:
t
hitung
= | Xi – X
n - 1 | Dengan dasar penolakan apabila t hitung ≥ t tabel. Untuk mencari kadar
sebenarnya dengan α = 0,05, dk = n - 1, digunakan rumus:
= X ± t x SD
√n Keteranganμ = Kadar sebenarnya
X = Kadar sampel n = Jumlah pengulangan
t = Harga t
tabel
sesuai dk dk = derajat kebebasan dk = n - 1
α = Tingkat kepercayaan
Universitas Sumatera Utara
42
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
Sampel saus cabai yang diambil untuk pemeriksaan kualitatif dan kuantitatif rhodamin B dan natrium benzoat sebanyak 30 buah, yang terdiri dari
14 buah saus cabai bermerek dan 16 buah saus cabai tidak bermerek.
4.1 Pemeriksaan Kualitatif Rhodamin B pada Sampel
Sebelum dilakukan analisa kuantitatif rhodamin B pada sampel, perlu dilakukan identifikasi untuk mengetahui ada tidaknya rhodamin B pada sampel
dengan menggunakan metode kromatografi lapis tipis KLT. Pemeriksaan dilakukan dengan cara menotolkan sampel yang telah
dipekatkan pada plat KLT kemudian dielusi dengan menggunakan pengembang n-butanol : asam asetat glasial : akuades dengan perbandingan 40 : 10 : 24.
Kemudian noda hasil KLT dilihat secara visual dan di bawah sinar UV pada panjang gelombang 254 nm Ditjen POM, 2000. Hasil pemeriksaan kualitatif
rhodamin B pada sampel diperoleh data, seperti ditunjukkan pada Tabel 5.
Universitas Sumatera Utara
43
Tabel 5 . Hasil pemeriksaan kualitatif rhodamin B pada sampel menggunakan
kromatografi lapis tipis KLT
No Sampel
Visual Sinar UV
Harga Rf
1 Baku Pembanding
Rhodamin B Merah Jambu
Kuning 0,94
2. Sampel + Baku
Pembanding Rhodamin B
Merah Jambu Kuning
0,92
Saus Cabai Bermerek 1.
Finna -
- -
2. Del Monte
- -
- 3.
Morita -
- -
4. Kokita
- -
- 5.
Gaga -
- -
6. Sasa
- -
- 7.
Sambel Vegetarian -
- -
8. Indofood
- -
- 9.
Piring Lombok -
- -
10. 2 Belibis
- -
- 11.
Megah Sari -
- -
12. Dena
- -
- 13.
Saus Cabai Carrefour -
- -
14. Chili Sauce
- -
- Saus Cabai Tidak Bermerek
1. Sampel A
- -
- 2.
Sampel B -
- -
3. Sampel C
- -
- 4.
Sampel D -
- -
5. Sampel E
- -
- 6.
Sampel F -
- -
7. Sampel G
- -
- 8.
Sampel H -
- -
9. Sampel I
- -
-
10. Sampel J