Pemeriksaan Kadar Tembaga pada Air Baku dan Air Reservoir di PDAM Tirtanadi Hamparan Perak dengan Metode Spektrofotometri Sinar Tampak

(1)

PEMERIKSAAN KADAR TEMBAGA PADA AIR BAKU

DAN AIR RESERVOIR DI PDAM TIRTANADI HAMPARAN PERAK DENGAN METODE SPEKTROFOTOMETRI SINAR TAMPAK

TUGAS AKHIR

Oleh:

ADE PUTRI R S NIM 082410047

PROGRAM DIPLOMA III ANALIS FARMASI DAN MAKANAN FAKULTAS FARMASI

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN


(2)

LEMBAR PENGESAHAN

PEMERIKSAAN KADAR TEMBAGA PADA AIR BAKU

DAN AIR RESERVOIR DI PDAM TIRTANADI HAMPARAN PERAK DENGAN METODE SPEKTROFOTOMETRI SINAR TAMPAK

TUGAS AKHIR

Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Ahli Madya Pada Program Diploma III Analis Farmasi Dan Makanan

Fakultas Farmasi Universitas Sumatera Utara

Oleh:

ADE PUTRI R S NIM 082410047

Medan, April 2011 Disetujui Oleh: Dosen Pembimbing,

Drs. Fathur Rahman Harun M.Si., Apt. NIP 195201041980031002

Disahkan Oleh: Dekan,

Prof. Dr. Sumadio Hadisahputra, Apt. NIP 195311281983031002


(3)

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis ucapkan kepada Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya kepada penulis, sehingga penulis dapat menyelesaikan tugas akhir yang berjudul “Pemeriksaan Kadar Tembaga pada Air Baku dan Air Reservoir di PDAM Tirtanadi Hamparan Perak dengan Metode Spektrofotometri Sinar Tampak”. Tugas akhir ini disusun sebagai salah satu syarat untuk menyelesaikan pendidikan Program Diploma III Analis Farmasi dan Makanan Fakultas Farmasi Universitas Sumatera Utara.

Penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar – besarnya kepada yang tercinta Ayahanda Taskot Sibuea dan Ibunda Latifah Sitorus, serta saudaraku Khoirunnisa Sibuea dan Romadhona Idris Sibuea atas segala do’a, kasih sayang yang tak terhingga serta dukungan moril maupun materil kepada penulis.

Dengan segala ketulusan hati penulis juga menyampaikan terima kasih yang sebesar – besarnya kepada berbagai pihak atas bimbingan dan bantuannya terutama kepada :

1. Bapak Prof. Dr. Sumadio Hadisaputra., Apt. selaku Dekan Fakultas Farmasi Universitas Sumatera Utara

2. Bapak Prof. Dr. Jansen Silalahi M.App.Sc., Apt. selaku koordinator Program Diploma III Analis Farmasi dan Makanan Fakultas Farmasi Universitas Sumatera Utara.


(4)

3. Bapak Drs. Fathur Rahman Harun, M. Si., Apt. selaku Dosen pembimbing yang telah meluangkan waktunya untuk membimbing dan memberikan pengarahan kepada penulis dalam menyelesaikan tugas akhir ini.

4. Bapak dan Ibu Pembantu Dekan, Staf Pengajar Fakultas Farmasi yang telah mendidik penulis selama perkuliahan dan Bapak Dr. Kasmirul Ramlan Sinaga, MS., Apt. selaku Penasehat Akademik yang telah memberikan arahan dan bimbingan kepada penulis selama ini.

5. Bapak Drs. Wahril selaku Kepala Instalasi pengolahan air PDAM Tirtanadi Hamparan Perak.

6. Bapak Adi Supratman, ST. Selaku kepala bagian pengolahan air PDAM Tirtanadi IPA Hamparan Perak dan Bapak Herman Hidayat selaku asisten I serta Bapak Ade Juadi Hamzah selaku asisten II yang telah membimbing penulis saat PKL di PDAM Tirtanadi IPA Hamparan Perak.

7. Seluruh staf dan pegawai laboratorium IPA PDAM Tirtanadi Hamparan Perak.

8. Rekan – rekan Analis Farmasi dan Makanan khususnya stambuk 2008 atas dukungan, semangat, bantuan, dan persahabatan selama ini serta seluruh pihak yang tidak mungkin penulis sebutkan satu persatu yang telah memberikan bantuan, motivasi dan inspirasi kepada penulis selama masa perkuliahan sampai penyusunan tugas akhir ini.

Penulis menyadari bahwa dalam penulisan tugas akhir ini, masih banyak kekurangan dan jauh dari kesempurnaan. Hal ini mengingat keterbatasan waktu dan kemampuan penulis dalam menyelesaikan tugas akhir ini. Oleh karena itu


(5)

penulis sangat mengharapkan saran dan kritik yang bersifat membangun demi kesempurnaan tugas akhir ini.

Akhir kata penulis berharap semoga tugas akhir ini, dapat bermanfaat bagi penulis dan semua pihak yang memerlukannya serta kemajuan ilmu pengetahuan maupun sebagai bahan perbandingan bagi yang memerlukan.

Medan, April 2011 Penulis


(6)

DAFTAR ISI

Halaman

KATA PENGANTAR ... iii

DAFTAR ISI ... iv

BAB I PENDAHULUAN ... 1

1.1. Latar Belakang ... 1

1.2. Tujuan dan Manfaat ... 3

1.2.1. Tujuan ... 3

1.2.2. Manfaat ... 3

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 4

2.1. Air ... 4

2.2. Sumber – Sumber Air ... 5

2.2.1. Air Laut ... 5

2.2.2. Air Atmosfir... 5

2.2.3. Air Permukaan ... 5

2.2.3.1. Air Sungai ... 6

2.2.3.2. Air Rawa / Danau ... 6

2.2.4. Air Tanah ... 7

2.2.4.1. Air Tanah Dangkal ... 7

2.2.4.2. Air Tanah Dalam ... 7

2.2.4.3. Mata Air ... 7

2.3. Syarat – Syarat Air Minum ... 8

2.4. Analisis Kualitas Air ... 9

2.5. Proses Pengolahan Air Minum ... 10

2.6. Unit – Unit Pengolahan Air PDAM Tirtanadi ... 12

2.7. Pengertian Logam Berat ... 16


(7)

2.8.1. Sifat dan Kegunaannya ... 18

2.8.2. Tembaga Bagi Organisme ... 19

2.8.3. Keracunan Tembaga ... 20

2.8.4. Bentuk – Bentuk Keracunan Tembaga ... 20

2.8.4.1. Keracunan Akut ... 20

2.8.4.2. Keracunan Kronis ... 21

2.8.5. Penetapan Kadar Tembaga Secara Spektrofotometri ... 21

2.9. Teori Umum Spektrofotometri ... 22

BAB III METODOLOGI ... 25

3.1. Alat dan Bahan ... 25

3.1.1. Alat ... 25

3.1.2. Bahan ... 25

3.2. Prosedur Kerja ... 25

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ... 27

4.1. Hasil ... 27

4.2. Pembahasan ... 27

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN... 30

5.1. Kesimpulan ... 30

5.2. Saran ... 30

DAFTAR PUSTAKA ... 32


(8)

BAB I PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Air merupakan zat yang paling penting dalam kehidupan setelah udara. Sekitar tiga per empat bagian dari tubuh kita terdiri dari air dan tidak seorangpun dapat bertahan hidup lebih dari 4 – 5 hari tanpa minum air. Selain itu, air juga dipergunakan untuk memasak, mencuci, mandi, dan membersihkan kotoran yang ada disekitar rumah. Air juga digunakan untuk keperluan industri, pertanian, pemadam kebakaran, tempat rekreasi, transportasi, dan lain – lain. (Chandra, 2006)

Dalam rangka mempertahankan kelangsungan hidup, manusia berupaya mengadakan air yang cukup bagi dirinya. Sayangnya dalam banyak hal, air yang digunakan tidak selalu sesuai dengan syarat kesehatan. Karena sering ditemui air tersebut mengandung bibit ataupun zat – zat tertentu yang dapat menimbulkan penyakit, yang justru membahayakan kelangsungan hidup manusia. (Azwar, 1996).

Air sungai setiap hari menerima sejumlah besar buangan limbah, baik secara alamiah maupun limbah rumah tangga dan industri. Limbah berupa buangan fosfat dan deterjen pencuci dan bermacam limbah kimia dari pabrik home industry masuk kedalam aliran permukaan air sungai menyebabkan pencemaran air sungai yang merupakan kasus pencemaran yang serius. Pencemaran air banyak dikarenakan oleh kegiatan manusia, seperti limbah


(9)

industri dan limbah kegiatan rumah tangga. Masuknya logam yang dapat membuat air tercemar bisa berasal dari buangan limbah industri tersebut yang dapat menyebabkankan tingginya kadar logam seperti Fe, Mn, Zn, Cr, Ni, dan Cu sehingga dapat menimbulkan masalah yang cukup serius pada air. (Darmono, 2008).

Aktivitas manusia berupa buangan sisa dari industri galangan kapal dan bermacam – macam aktivitas pelabuhan lainnya merupakan salah satu jalur yang mempercepat terjadinya peningkatan kelarutan Cu dalam badan perairan. Logam ini juga secara alamiah dapat masuk ke badan perairan melalui pengkompleksan partikel logam diudara karena hujan dan karena peristiwa erosi pada batuan mineral yang ada disekitar badan perairan. Secara alamiah jumlah logam tembaga (Cu) yang masuk ke dalam badan perairan mencapai 325.000 ton/tahun. (Palar, 2008).

Air yang diolah di PDAM Tirtanadi Hamparan Perak berasal dari sungai Belawan yang berada disekitar pabrik – pabrik industri seperti industri galangan kapal dan aktivitas pelabuhan lainnya, yang dapat menyebabkan tingginya tingkat pencemaran logam berat Cu di lingkungan air sungai belawan. Maka dari itu penulis memilih pemeriksaan kadar logam berat Cu didalam air baku dan air reservoir yang terdapat di PDAM Tirtanadi Hamparan Perak. Pemeriksaan logam berat tersebut dilakukan dalam jangka waktu tertentu dengan menggunakan metode spektrofotometri sinar tampak. Pemeriksaan dilakukan untuk mengetahui kadar Cu dalam air baku memenuhi standar maksimum yang ditetapkan oleh


(10)

tentang pengelolaan kualitas air dan pengendalian pencemaran air yaitu 0,02 mg/l. Dan menjamin air reservoir aman dari kandungan logam tembaga (Cu) berlebih dan memenuhi standar maksimum yang telah ditetapkan KepMenKes No 492 / MENKES / PER / IV / 2010 tentang persyaratan kualitas air minum yaitu 2 mg/l, demi mengurangi efek toksisitas pada manusia.

1.2. Tujuan dan Manfaat 1.2.1. Tujuan

Untuk Mengetahui kadar Tembaga (Cu) yang terkandung pada sampel air baku dan air reservoir di PDAM Tirtanadi Hamparan Perak secara spektrofotometri sinar tampak apakah memenuhi standar maksimum yang ditetapkan oleh Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 82 tanggal 14 Desember 2001 tentang Pengelolaan Kualitas Air dan Pengendalian Pencemaran Air dan Peraturan Menteri Kesehatan R.I No. 492 / MENKES / PER / IV / 2010 Tanggal 19 April 2010 tentang Persyaratan Kualitas Air Minum.

1.2.2. Manfaat

Dengan melakukan pemeriksaan kadar Tembaga (Cu) yang terkandung dalam air baku dan air reservoir maka kita dapat mengetahui sejauh mana kualitas air tersebut layak untuk dikonsumsi oleh masyarakat umum dan hasil yang diperoleh dapat digunakan sebagai informasi kepada masyarakat.


(11)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Air

Air adalah sumber daya alam yang dapat diperbarui, tetapi air sangat mudah sekali terkontaminasi dan merupakan salah satu permasalahan yang paling serius dalam pencemaran lingkungan. Bilamana buangan limbah rumah tangga, bahan kimia atau mikrobiologi dari industri, rumah sakit, pertanian, limbah logam, minyak dan material radiokatif masuk ke dalam air maka hewan akuatik, tanaman maupun manusia akan menderita. Pencemaran air akan berpengaruh terhadap penurunan kualitas air hujan, sungai, danau, lautan dan air permukaan maupun air tanah yang digunakan untuk kehidupan makhluk hidup termasuk manusia. Air yang kotor atau terkontaminasi sangat tidak enak untuk dikonsumsi, terutama untuk kehidupan manusia yang mendambakan hidup sehat dan nyaman. (Darmono, 2008)

Air yang mengandung senyawa kimia beracun dan berbahaya mempunyai sifat tersendiri. Air yang tercemar memberikan ciri yang dapat diidentifikasi secara visual yang dapat diketahui dari kekeruhan, warna air, rasa, bau yang ditimbulkan, dan indikasi lainnya. Sedangkan identifikasi secara laboratorium, ditandai dengan perubahan sifat kimia air dimana air telah mengandung bahan kimia yang beracun dan berbahaya dalam konsentrasi yang melebihi batas yang dianjurkan. (Agusnar, 2008)


(12)

2.2. Sumber – Sumber Air 2.2.1. Air Laut

Mempunyai sifat asin, karena mengandung garam NaCl. Kadar garam NaCl dalam air laut 3%. Dengan keadaan ini, maka air laut tak memenuhi syarat untuk air minum. (Sutrisno, 2004)

2.2.2. Air Atmosfir.

Dalam keadaan murni, sangat bersih, karena dengan adanya pengotoran udara yang disebabkan oleh kotoran – kotoran industri / debu dan lain sebagainya. Maka untuk menjadikan air hujan sebagai sumber air minum hendaknya pada waktu menampung air hujan jangan dimulai pada saat hujan mulai turun, karena masih mengandung banyak kotoran.

Selain itu, air hujan mempunyai sifat agresif terutama terhadap pipa – pipa penyalur maupun bak – bak reservoir, sehingga hal ini akan mempercepat terjadinya korosi (karatan). Juga air hujan ini mempunyai sifat lunak, sehingga akan boros terhadap pemakaian sabun. (Sutrisno, 2004)

2.2.3. Air Permukaan

Air permukaan merupakan salah satu sumber penting bahan baku air bersih. Dibandingkan dengan sumber air lain, air permukaan merupakan sumber air yang paling tercemar akibat kegiatan manusia, fauna, flora, dan zat-zat lain. Sumber-sumber air permukaan, antara lain, sungai, selokan, rawa, parit, bendungan, danau, laut, dan air terjun. Air terjun dapat dipakai untuk sumber air


(13)

di kota-kota besar karena air tersebut sebelumnya sudah dibendung oleh alam dan jatuh secara gravitasi. Air ini tidak tercemar sehingga tidak membutuhkan purifikasi bakterial. (Chandra, 2006)

Air permukaan ada 2 macam yakni :

2.2.3.1. Air Sungai

Dalam penggunaannya sebagai air minum, haruslah mengalami suatu pengolahan yang sempurna, mengingat bahwa air sungai ini pada umumnya mempunyai derajat pengotoran yang tinggi sekali. Debit yang tersedia untuk memenuhi kebutuhan akan air minum pada umumnya dapat mencukupi. (Sutrisno, 2004)

2.2.3.2. Air rawa / danau

Kebanyakan air rawa ini berwarna yang disebabkan oleh adanya zat – zat organik yang telah membusuk, misalnya asam humus yang larut dalam air yang menyebabkan warna kuning cokelat.

Dengan adanya pembusukan kadar zat organis tinggi, maka umumnya kadar Fe dan Mn akan tinggi pula dan dalam keadaaan kelarutan O2 kurang sekali (anaerob), maka unsur – unsur Fe dan Mn ini akan larut. Pada permukaan air akan timbul algae (lumut) karena adanya sinar matahari dan O2.

Jadi untuk pengambilan air, sebaiknya pada kedalaman tertentu di tengah – tengah agar endapan – endapan Fe dan Mn tak terbawa, demikian pula dengan lumut yang ada pada permukaan rawa / telaga. (Sutrisno, 2004)


(14)

2.2.4. Air Tanah

Air tanah (ground water) berasal dari air hujan yang jatuh ke permukaan bumi yang kemudian mengalami perkolasi atau penyerapan ke dalam tanah dan mengalami proses filtrasi secara alamiah. Proses - proses yang telah dialami air hujan tersebut, di dalam perjalanannya ke bawah tanah, membuat air tanah menjadi lebih baik dan lebih murni dibandingkan air permukaan. (Chandra, 2006) Air tanah terbagi atas:

2.2.4.1. Air Tanah Dangkal

Terjadi karena daya proses peresapan air dari permukaan tanah. Air tanah dangkal ini terdapat pada kedalaman 15,00 m. Sebagai sumber air minum, air tanah dangkal ini ditinjau dari segi kualitas agak baik. Kuantitas kurang cukup dan tergantung pada musim (Sutrisno, 2004).

2.2.4.2. Air Tanah Dalam

Terdapat setelah lapis rapat air yang pertama. Pengambilan air tanah dalam, tak semudah pada air tanah dangkal. Dalam hal ini harus digunakan bor dan memasukkan pipa kedalamnya sehingga dalam suatu kedalaman (biasanya antara 100 – 300 m) akan didapatkan suatu lapis air (Sutrisno, 2004).

2.2.4.3. Mata Air

Adalah air tanah yang keluar dengan sendirinya kepermukaan tanah. Mata air yang berasal dari tanah dalam, hampir tidak terpengaruh oleh musim dan kualitas / kuantitasnya sama dengan keadaan air dalam. (Sutrisno, 2004).


(15)

2.3. Syarat – Syarat Air Minum

Mengingat bahwa pada dasarnya tidak ada air yang seratus persen murni dalam arti sesuai benar dengan syarat air yang patut untuk kesehatan, maka biar bagaimanapun harus diusahakan air yang ada sedemikian rupa sehingga syarat yang dibutuhkan terpenuhi, atau paling tidak mendekati syarat – syarat yang dikehendaki. Dengan demikian bagaimana syarat - syarat air yang baik, haruslah diketahui oleh setiap petugas kesehatan. Pada saat ini telah tersusun syarat-syarat air yang dipandang baik, yang secara umum dibedakan atas tiga hal, yakni:

1. Syarat Fisik

Air yang sebaiknya dipergunakan untuk minum ialah air yang tidak berwarna, tidak berasa, tidak berbau, jernih dengan suhu sebaiknya dibawah suhu udara sedemikian rupa sehingga menimbulkan rasa nyaman. (Azwar, 1996)

2. Syarat bakteriologis

Secara teoritis semua air minum hendaknya dapat terhindar dari kemungkinan terkontaminasi dengan bakteri, terutama yang bersifat pathogen. Namun dalam kehidupan sehari-hari, amat sukar untuk menentukan apakah air tersebut benar-benar suci hama atau tidak. Karena itulah, untuk mengukur apakah air minum bebas dari bakteri atau tidak, indikator yang dipakai ialah E. Coli. Pada pemeriksaan air minum dengan memakai prosedur Membrane Filter Technique, maka 90 % dari contoh air yang diperiksa selama 1 bulan, harus bebas dari E. Coli. Selanjutnya dari yang mengandung E Coli, jumlah kuman ini tidak boleh lebih dari 3 untuk setiap 50 cc air, tidak boleh lebih dari 4 untuk setiap 100 cc air,


(16)

tidak boleh lebih dari 7 untuk setiap 200 cc air, serta tidak boleh lebih dari 13 untuk setiap 500 cc air. (Azwar, 1996)

3. Syarat kimia

Air minum yang baik ialah air yang tidak tercemar secara berlebihan oleh zat-zat kimia ataupun mineral, terutama oleh zat - zat ataupun mineral yang berbahaya bagi kesehatan. Selanjutnya diharapkan pula zat ataupun bahan kimia yang terdapat di dalam air minum, tidak sampai menimbulkan kerusakan pada tempat penyimpanan air; sebaliknya zat ataupun bahan kimia dan atau mineral yang dibutuhkan oleh tubuh, hendaknya harus terdapat dalam kadar yang sewajarnya dalam sumber air minum tersebut. (Azwar, 1996)

Persyaratan kualitas air minum menurut Peraturan Menteri Kesehatan RI No 492 / MENKES / PER / IV / 2010 dapat dilihat pada lampiran I.

2.4. Analisis Kualitas Air

Analisis penentuan kualitas air sangat penting bagi pengguna air dan sebagai informasi tentang keberadaan senyawa kimia yang terkandung di dalam air. Analisis kualitas yang sebenarnya harus melalui analisis laboratorium agar semua komponen yang terdapat didalam air dapat diketahui dengan jelas. Akan tatapi, analisis yang seperti ini sangat mahal, dan waktu yang dibutuhkan untuk analisis juga lama. Untuk mengetahui kualitas air dengan tepat maka analisis dapat dilakukan melalui analisis kimia yang bertujuan untuk mengetahui tingkat ketercemaran air. Analisis kimia dilakukan untuk mengetahui kadar zat kimia atau jenis zat kimia yang terkandung di dalam air. Analisis ini secara umum bertujuan untuk mengetahui kehadiran senyawa spesifik yang menyebabkan bahaya di


(17)

dalam air. Teknik analisis kimia yang cepat dan biaya murah yang banyak digunakan adalah secara insitu. Teknik insitu adalah menganalisis air dengan menggunakan pereaksi untuk memberikan gambaran kehadiran senyawa kimia pencemar di dalam air. Teknik analisis ini tidak akurat dan tidak dapat menjelaskan jenis senyawa secara spesifik, akan tetapi sudah dapat memberikan informasi tentang kualitas air apakah sudah layak atau tidak layak untuk dikonsumsi oleh manusia. (Situmorang, 2007)

2.5. Proses Pengolahan Air Minum

Yang dimaksud dengan pengolahan adalah usaha – usaha teknis yang dilakukan untuk mengubah sifat – sifat suatu zat. Hal ini penting artinya bagi air minum, karena dengan adanya pengolahan ini, maka akan didapatkan suatu air minum yang memenuhi standar air minum yang telah ditentukan. (Sutrisno, 2004)

Sumber air harus terlebih dahulu diolah di dalam wadah pengolahan air sebelum didistribusikan kepada pengguna. Variasi sumber air akan mengandung senyawa yang berbeda, maka sudah menjadi kewajiban pengelola air untuk menjadikan air aman untuk dikonsumsi, yaitu air yang tidak mengandung bahan berbahaya untuk kesehatan berupa senyawa kimia atau mikroorganisme. Ada banyak cara untuk pengolahan air untuk keperluan air minum, tergantung pada jenis senyawa atau partikel yang terdapat di dalam air yang akan diolah dan jenis sumber bahan baku air. Modifikasi pengolahan air dan pemilihan serta penambahan bahan pengendap dapat dilakukan untuk efisiensi pengolahan air minum. (Situmorang, 2007)


(18)

Dalam proses pengolahan air ini pada lazimnya dikenal dengan dua cara, yakni :

1. Pengolahan lengkap atau Complete treatment process, yaitu air akan mengalami pengolahan lengkap, baik fisika, kimiawi dan bakteriologik. Pengolahan fisika yaitu suatu tingkat pengolahan yang bertujuan untuk mengurangi / menghilangkan kotoran – kotoran yang kasar, penyisihan lumpur dan pasir, serta mengurangi kadar zat – zat organik yang ada dalam air yang akan diolah. Pengolahan kimia yaitu suatu tingkat pengolahan dengan menggunakan zat – zat kimia untuk membantu proses pengolahan selanjutnya. Misalnya dengan pembubuhan kapur dalam proses pelunakan dan sebagainya. Pengolahan bakteriologis yaitu suatu tingkat pengolahan untuk membunuh / memusnahkan bakteri – bakteri yang terkandung dalam air minum yakni dengan cara membubuhkan kaporit (zat desinfektan). 2. Pengolahan sebagian atau Partial Treatment Process, misalnya diadakan

pengolahan kimiawi dan / atau pengolahan bakteriologik saja. Pengolahan ini pada lazimnya dilakukan untuk :

a. Mata air bersih.

b. Air dari sumur yang dangkal / dalam.

Adapun unit – unit pengolahan air minum terdiri dari bangunan penangkap air, bangunan pengendap pertama, pembubuh koagulant, bangunan pengaduk cepat, bangunan pembentuk floc, bangunan pengendap kedua, bangunan penyaring, reservoir dan pemompaan. (Sutrisno, 2004)


(19)

Pengelolaan kualitas air dan pengendalian pencemaran air menurut Peraturan Pemerintah No. 82 Tahun 2001 dapat dilihat pada lampiran II.

2.6. Unit – Unit Pengolahan Air PDAM Tirtanadi

Adapun unit – unit Instalasi Pengolahan Air (IPA) Hamparan Perak milik PDAM Tirtanadi terdiri dari :

INTAKE

Sumber air baku adalah air permukaan Sungai Belawan yang masuk melalui saluran yang bercabang dua di lengkapi dengan bar screen (saringan kasar) dan fine screen (saringan halus) yang berfungsi untuk mencegah masuknya kotoran - kotoran yang terbawa air sungai. Masing – masing saluran di lengkapi dengan pintu (Sluice gate) pengatur ketinggian dan penggerak elektromotor, dan terdiri dari 3 unit pompa submersible dengan kapasitas 110 L/detik/unit; Head 15 m; daya 16 Kw. Pemeriksaan maupun pembersihan saringan dilakukan secara periodik untuk menjaga kestabilan jumlah air masuk.

BAK PENGENDAP I (Prasedimentasi)

Bangunan ini berada setelah bangunan intake yang terdiri dari 1 unit (2 sel). Setiap unitnya berdimensi panjang 18 m; lebar 16 m; dan tinggi 2,7 m berfungsi untuk mengontrol floktuasi debit dan kualitas air baku dan juga sebagai bak pengendap awal untuk partikel yang ada pada air baku serta sebagai tempat penginjeksian klorin. Selain itu sebagai tempat untuk memisahkan materi suspensi dan mereduksi materi organik penyebab warna dan mengoksidasi kandungan Fe,


(20)

Mn dari air baku. Bangunan ini dilengkapi dengan 2 buah inlet gate, 2 buah screen, dan 2 buah outlet sludge pump yang berfungsi sebagai sarana penyalur lumpur, pasir dan lain – lain yang bersifat sediment yang akan dibuang ke lagoon. Pada bangunan ini terdapat 1 (unit) Bangunan Ruangan Pompa Transfer (RWP).

Bangunan RWP (pompa air baku) berfungsi untuk memompakan air dari Bak pengendap I ke Bak Pengendap II terdiri dari 3 unit pompa transfer, kapasitas setiap pompa 110 l/det dengan rata – rata head 10,4 meter memakai motor AC nominal daya 3 x 14,35 KW.

BAK KOAGULASI

Bangunan ini berfungsi untuk menurunkan parameter turbidity, senyawa – senyawa organik tersuspensi dan logam berat dengan penambahan koagulan PAC dan penginjeksian klorin sesuai dengan kondisi operasi melalui pompa dosing. Bangunan ini dilengkapi dengan 2 unit pengaduk mekanik (Rapid Mix). Untuk perawatan bak, maka secara periodik dilakukan pengurasan dan buangan dialirkan ke lagoon.

BAK FLOKULASI

Bangunan ini berfungsi untuk memperbesar flok yang terjadi pada saat proses koagulasi sehingga lebih mudah diendapkan pada bak pengendap (sedimentasi). Untuk mempercepat reaksi flokulasi ditambahkan pengaduk kecepatan lambat (Slow Mix). Untuk perawatan bak, maka secara periodik dilakukan pengurasan dan buangan dialirkan ke lagoon. Bangunan ini berfungsi untuk tempat padatan atau flok yang terbentuk dari proses koagulasi.


(21)

BAK SEDIMENTASI

Bak sedimentasi berfungsi untuk pengendapan padatan dan flok yang terbentuk dari proses flokulasi. Hal – hal yang di perhatikan dalam proses yang terjadi di bak pengendap ini adalah air yang berada pada bak di kondisikan tenang dan secara visual. Selalu diamati kondisi flok yang ada. Setelah terjadi pemisahan antara flok dengan air bersih maka flok akan mengumpul di dasar bak. Dimensi dari masing – masing bak ini adalah panjang 23 m, lebar 6, tinggi 3,8 m. Secara periodik flok pada dasar bak pengendap ini dikuras dan di tampung pada lagoon.

SARINGAN PASIR CEPAT

Fungsi saringan pasir cepat untuk menangkap flok yang tidak dapat dipisahkan pada bak pengendap. Flok yang masuk ke bak pasir saringan cepat akan tertahan pada permukaan pasir sehingga semakin lama kecepatan penyaringan akan semakin lambat, jika kondisi ini terjadi maka filter harus di back wash, air diambil dari bak reservoir dengan menggunakan pompa back wash sedangkan air buangan dialirkan ke lagoon.

Filter terdiri dari 7 (tujuh) unit dengan dimensi filter :

Lebar (L) = 3 m Panjang (P) = 6 m Tinggi (T) = 3 m

Tebal media filter = 80 cm, dengan susunan lapisan sebagai berikut : 1.Pasir Kwarsa, gradasi 0,45 mm – 0,70 mm dengan ketebalan 60 cm 2.Kerikil kasar, gradasi 40,00 mm – 70,00 mm, dengan ketebalan 20 cm


(22)

SPESIFIKASI PASIR UNTUK SARINGAN PASIR CEPAT (SPC)

A. Effective Size (ES) = 0,500 mm – 0.700 mm B. Uniiformity Coeffisien (UC) = 1,40 mm – 1.700 mm C. Spesific Gravity (SG) = ≥ 2500 Kg/

BAK NETRALISASI

Bak netralisasi berfungsi sebagai tempat pengaturan pH agar air hasil pengolahan mempunyai pH netral dan juga sebagai tempat penambahan khlor untuk menjaga agar kandungan klorin dalam air yang akan didistribusikan selalu ada untuk menghindari adanya bakteri patogen dalam air. Selanjutnya air hasil pengolahan secara gravitasi mengalir ke reservoir dan siap untuk di distribusikan.

RESERVOIR

Reservoir ini adalah berupa bangunan beton berdimensi panjang 23 m, lebar 23 m, tinggi 3 m dan berfungsi untuk menampung air bersih/air olahan setelah melewati sarinngan pasir cepat (filter) dan bak netralisasi dan di alirkan ke bak reservoir. Dengan kapasitas reservoir ± 1500 .

POMPA TRANSMISI

Pompa transmisi (pompa distribusi air bersih) berfungsi untuk mendistribusikan air bersih ke pelanggan. Pipa transmisi terdiri dari 3 unit pompa dengan kapaitas masing – masing 100 L/det total head 75 m.


(23)

SLUDGE LAGOON

Daur ulang adalah cara paling cepat dan aman dalam mengatasi dan meningkatkan kualitas lingkungan. Prinsip ini telah mendorong perusahaan untuk membangun sarana pengolahan air limbah berupa sludge lagoon. Lagoon ini berfungsi sebagai media penampungan air buangan bekas pencucian sistem pengolahan dan kemudian air tersebut disalurkan kembali ke Bak Pengendap I untuk diproses kembali.

2.7. Pengertian Logam Berat

Logam berat adalah unsur kimia yang termasuk dalam kelompok logam yang beratnya lebih dari 5 g untuk setiap cm3nya. Beberapa jenis logam berat bersifat esensial tetapi dapat menjadi toksik bila berlebihan, misalnya besi (Fe), tembaga (Cu), seng (Zn) yang merupakan logam yang terikat sistem enzim untuk metabolisme tubuh. (Darmono, 2008)

Logam berat masih termasuk golongan logam dengan kriteria – kriteria yang sama dengan logam - logam lain. Perbedaannya terletak dari pengaruh yang dihasilkan bila logam berat ini berikatan dan atau masuk ke dalam tubuh organisme hidup. Sebagai contoh, bila unsur logam besi (Fe) masuk ke dalam tubuh, meski dalam jumlah agak berlebihan, biasanya tidaklah menimbulkan pengaruh yang buruk terhadap tubuh karena unsur besi (Fe) dibutuhkan dalam darah untuk mengikat oksigen. Sedangkan unsur logam berat beracun yang dipentingkan seperti tembaga (Cu), bila masuk ke dalam tubuh dalam jumlah


(24)

berlebihan akan menimbulkan pengaruh - pengaruh buruk terhadap fungsi fisiologis tubuh. (Palar, 2008)

Dalam perairan, logam pada umumnya berada dalam bentuk ion – ion. Ion – ion itu ada yang merupakan ion – ion bebas, pasangan ion organik, ion – ion kompleks dan bentuk – bentuk ion lainnya. Logam – logam berat yang terlarut dalam badan – badan perairan pada konsentrasi tertentu dan berubah fungsi menjadi sumber racun bagi kehidupan perairan. Meskipun daya racun yang ditimbulkan oleh satu jenis logam berat terhadap semua biota perairan tidak sama, namun kehancuran dari suatu kelompok dapat menjadikan terputusnya satu mata rantai kehidupan. Pada tingkat lanjutnya, keadaan tersebut tentu saja dapat menghancurkan tatanan ekosistem perairan. Ada banyak faktor yang mempengaruhi daya racun dari logam – logam berat yang terlarut dalam badan perairan, diantaranya adalah bentuk logam dalam air, keberadaan logam – logam lain, fisiologis dari biotanya dan kondisi biota. (Palar, 2008)

2.8. Tembaga

Tembaga adalah logam merah muda yang lunak dan liat. Ia melebur pada 1038˚C. Ada dua deret senyawa tembaga. Senyawa – senyawa tembaga (I) diturunkan dari tembaga (I) oksida Cu2O yang merah, dan mengandung ion tembaga (I), Cu+. Senyawa – senyawa ini tak berwarna, kebanyakan senyawa tembaga (I) tak larut dalam air. Mereka mudah dioksidasikan menjadi senyawa tembaga (II), yang dapat diturunkan dari tembaga (II) oksida, CuO, hitam. Garam – garam tembaga (II) umumnya berwarna biru, baik dalam bentuk hidrat, padat, maupun dalam larutan air. Batas terlihatnya warna ion tembaga (II) dalam larutan


(25)

air adalah 500 µg dalam batas konsentrasi 1 dalam 104. Garam – garam tembaga (II) anhidrat, seperti CuSO4 berwarna putih (atau sedikit kuning). (Vogel, 1990)

Tembaga (Cu) memiliki sistem kristal kubik, yang secara fisik berwarna kuning dan apabila dilihat menggunakan mikroskop akan berwarna pink kecoklatan sampai keabuan. Di alam, Cu banyak ditemukan dalam bentuk pyrite, Fe-sulfat, dan sering bercampur dengan Antimoni (Sb). merkuri (Hg), timbal (Pb), dan arsen-sulfat. Pada umumnya, bijih tembaga di Indonesia terbentuk secara magmatik. Unsur tembaga di alam bisa ditemukan dalam bentuk logam bebas, tetapi lebih banyak ditemukan dalam bentuk senyawa padat bentuk mineral. Dalam badan perairan laut, Cu ditemukan dalam bentuk persenyawaan ion seperti CuCO3, CuOH, dan lain-lain. (Widowati, 2008)

Logam Cu secara alamiah dapat masuk ke badan perairan melalui pengkompleksan partikel logam diudara karena hujan dan karena peristiwa erosi pada batuan mineral yang ada disekitar badan perairan. Secara alamiah jumlah logam tembaga (Cu) yang masuk ke dalam badan perairan mencapai 325.000 ton/tahun. Sedangkan yang bersumber dari aktivitas manusia dapat berasal dari buangan industri listrik dan industri galangan kapal. (Palar, 2008).

2.8.1. Sifat dan Kegunaannya

Secara kimia, senyawa – senyawa dibentuk oleh logam Cu (tembaga) mempunyai bilangan valensi +1 dan +2. Berdasarkan pada bilangan valensi yang dibawanya, logam Cu dinamakan juga cuppro untuk yang bervalensi +l, dan cuppry untuk yang bervalensi +2. Kedua jenis ion Cu tersebut dapat membentuk kompleksion – kompleksion yang sangat stabil. Sebagai contoh adalah senyawa


(26)

Cu(NH3)6.Cl2. Logam Cu dan beberapa bentuk persenyawaannya seperti CuO, CuCO3, Cu(OH)2, dan Cu(CN)2, tidak dapat larut dalam air dingin atau panas, tetapi mereka dapat dilarutkan dalam asam. Logam Cu itu sendiri, dapat dilarutkan dalam senyawa asam sulfat (H2SO4) panas dan dalam larutan basa NH4OH. Senyawa CuO dapat larut dalam NH4CI dan KCN. (Palar, 2008)

Senyawa kuprum digunakan pada pertanian, sebagai fungisida, sebagai insektisida, pigmentasi, larutan untuk solder listrik, bahan celupan untuk penyesuaian warna, sebagai katalisator. Penggunaan terutama pada bidang listrik maupun mekanik. (Gabriel, 2001)

2.8.2. Tembaga Bagi Organisme

Sebagai logam berat, Cu (tembaga) berbeda dengan logam-logam berat lainnya seperti Hg, Cd, dan Cr. Logam berat Cu digolongkan ke dalam logam berat dipentingkan atau logam berat esensial, artinya meskipun Cu merupakan logam berat beracun, unsur logam ini sangat dibutuhkan tubuh meski dalam jumlah yang sedikit. Karena itu, Cu juga termasuk ke dalam logam-logam esensial bagi manusia seperti besi (Fe) dan lain-lain. Toksisitas yang dimiliki oleh Cu baru akan bekerja dan memperlihatkan pengaruhnya bila logam ini telah masuk ke dalam tubuh organisme dalam jumlah besar atau melebihi nilai toleransi organisme terkait. (Palar, 2008)

Kebutuhan manusia terhadap tembaga cukup tinggi. Manusia dewasa membutuhkan sekitar 30 µg Cu perkilogram berat tubuh. Pada anak – anak jumlah Cu yang dibutuhkan adalah 40 µg perkilogram berat tubuh, sedangkan pada bayi dibutuhkan 80 µg Cu perkilogram berat tubuh. Konsumsi tembaga yang baik bagi


(27)

manusia adalah 2,5 mg/kg berat tubuh/hari bagi orang dewasa dan 0.05 mg/kg berat tubuh/hari untuk anak - anak dan bayi. (Palar, 2008)

2.8.3. Keracunan Tembaga

Bentuk tembaga yang paling beracun adalah debu-debu Cu yang dapat mengakibatkan kematian pada dosis 3,5 mg/kg. Pada manusia efek keracunan utama yang ditimbulkan akibat terpapar oleh debu atau uap logam Cu adalah terjadinya gangguan pada jalur pernafasan sebelah atas. Efek keracunan yang ditimbulkan akibat terpapar oleh debu atau uap Cu tersebut adalah terjadinya kerusakan atropik pada selaput lendir yang berhubungan dengan hidung. Kerusakan itu, merupakan akibat dari gabungan sifat iritiatif yang dimiliki oleh debu atau uap Cu tersebut. (Palar, 2008)

2.8.4. Bentuk – bentuk Keracunan Tembaga

Sesuai dengan sifatnya sebagai logam berat beracun, Cu dapat mengakibatkan keracunan secara akut dan kronis. Keracunan akut dan kronis ini terjadinya ditentukan oleh besarnya dosis yang masuk dan kemampuan organisme untuk menetralisir dosis tersebut. (Palar, 2008)

2.8.4.1. Keracunan Akut

Gejala klinis pada keracunan akut Cu, antara lain kolik abdomen, muntah, gastroenteritis diikuti diare, feses, dan muntahan yang berwarna hijau kebiruan. Gejala lain adalah shock berat, suhu tubuh turun secara drastis dan denyut jantung yang meningkat. penderita akan mengalami kolaps dan kematian setelah 24 jam semenjak munculnya gejala-gejala tersebut. Keracunan akut Cu mengakibatkan kadar Cu darah meningkat beberapa jam setelah mencerna makanan yang


(28)

mengandung Cu. Keracunan akut karena mencerna Cu dalam jumlah besar berasal dari garam Cu dan yang paling sering berupa Cu-sulfat, bahkan bisa mengakibatkan kematian. Gejala keracunan akut Cu antara lain muntahan berwarna hijau kebiruan, hematemesis, hipotensi, koma, dan penyakit kuning. Keracunan akut Cu pada umumnya mengakibatkan tingginya kadar Cu pada feses dan muntahan. Cu-sulfat sebesar 30 g potensial lethal bagi manusia. Kadar aman Cu pada air minum bagi manusia bervariasi berkisar antara 1,5-2 mg/L, sedangkan konsumsi makanan mengandung Cu sebesar 10 mg/hari masih dalam batas toleran bagi orang dewasa. (Widowati, 2008)

2.8.4.2. Keracunan Kronis

Pada manusia keracunan Cu secara kronis dapat dilihat dengan timbulnya penyakit Wilson dan Kinsky. Gejala dari penyakit Wilson ini adalah terjadi hepatic cirrhosis, kerusakan pada otak dan demyelinasi, serta terjadinya penurunan kerja ginjal dan pengendapan Cu dalam kornea mata. Penyakit Kinsky dapat diketahui dengan terbentuknya rambut dan kaku yang berwarna kemerahan pada penderita. Sementara pada hewan seperti kerang, bila dalam tubuhnya telah terakumulasi dalam jumlah tinggi, maka bagian otot tubuhnya akan memperlihatkan warna kehijauan. Hal itu dapat menjadi petunjuk apakah kerang tersebut masih bisa dikonsumsi oleh manusia. (Palar, 2008)

2.8.5. Penetapan Kadar Tembaga Secara Spektrofotometri

Tembaga yang terdapat didalam sampel bereaksi dengan garam dari asam bicinchonin yang terkandung dalam pereaksi tembaga yaitu cuver 1 atau cuver 2 powder pillow, menghasilkan atau membentuk kompleks berwarna ungu


(29)

sebanding dengan konsentrasi tembaga. Hasilnya diukur pada 560 nm. (HACH, 2002)

2.9. Teori Umum Spektrofotometri

Spektrofotometri adalah pengukuran absorbsi energi cahaya oleh suatu molekul pada suatu panjang gelombang tertentu untuk tujuan analisa kualitatif dan kuantitatif. Dalam aspek kuantitatif, suatu berkas radiasi dikenakan pada cuplikan (larutan sampel) dan intensitas sinar radiasi yang diteruskan diukur besarnya. Radiasi yang diserap oleh cuplikan ditentukan dengan membandingkan intensitas sinar yang diteruskan dengan intensitas sinar yang diserap jika tidak ada spesies penyerap lainnya. Intensitas atau kekuatan radiasi cahaya sebanding dengan jumlah foton yang melalui satu satuan luas penampang perdetik. Serapan dapat terjadi jika foton/radiasi yang mengenai cuplikan memiliki energi yang sama dengan energi yang dibutuhkan untuk menyebabkan terjadinya perubahan tenaga. Kekuatan radiasi juga mengalami penurunan dengan adanya penghamburan dan pemantulan cahaya, akan tetapi penurunan karena hal ini sangat kecil dibandingkan dengan proses penyerapan. (Rohman, 2007).

Daya dari suatu berkas radiasi akan berkurang sehubungan dengan jarak yang ditempuhnya melalui medium penyerap. Daya tersebut juga akan berkurang sehubungan dengan kadar molekul atau ion yang terserap dalam medium tersebut. Kedua faktor tersebut menentukan proporsi dari kejadian total energi yang timbul. Penurunan daya radiasi monokromatis yang melalui medium penyerap yang homogen dinyatakan secara kuantitatif oleh Hukum Beer. (Farmakope Indonesia, 1995).


(30)

Hukum Lambert-Beer menyatakan bahwa intensitas yang diteruskan oleh larutan zat penyerap berbanding lurus dengan tebal dan konsentrasi larutan. Dalam hukum Lambert-Beer tersebut ada beberapa pembatasan yaitu sinar yang digunakan dianggap monokromatis, penyerapan terjadi dalam suatu volume yang mempunyai luas penampang yang sama, senyawa yang menyerap dalam larutan tersebut tidak tergantung terhadap yang lain dalam larutan tersebut, dan tidak terjadi peristiwa fluoresensi dan fosforesensi. (Rohman, 2007).

Dalam analisis spektrofotometri digunakan suatu sumber radiasi yang menjorok ke dalam daerah ultraviolet spektrum itu. Dari spektrum ini, dipilih panjang-panjang gelombang tertentu. Instrument yang digunakan adalah spektrofotometer, dan seperti tersirat dalam nama ini, instrument ini sebenarnya terdiri dari dua instrument dalam satu kotak sebuah spektrometer dan sebuah fotometer. Keuntungan utama metode spektrofotometri adalah bahwa metode ini memberikan cara yang sederhana untuk menetapkan kuantitas zat yang sangat kecil (Bassett, dkk., 1994).

Suatu spektrofotometer tersusun dari sumber spektrum tampak yang kontinyu, monokromator, sel pengabsorbsi untuk larutan sampel atau blangko dan suatu alat untuk mengukur perbedaan absorbsi antara sampel dan blangko ataupun pembanding.

1. Sumber : Sumber yang biasa digunakan pada spektroskopi absorbsi adalah lampu wolfram. Kebaikan lampu wolfram adalah energi radiasi yang dibebaskan tidak bervariasi pada berbagai panjang gelombang.


(31)

2. Monokromator : digunakan untuk memperoleh sumber sinar yang monokromatis.

3. Sel absorbsi : pada pengukuran di daerah tampak kuvet kaca atau kuvet kaca corex dapat digunakan, tetapi untuk pengukuran pada daerah UV menggunakan sel kuarsa karena gelas tidak tembus cahaya pada daerah ini.

4. Detektor : peranan detektor penerima adalah memberikan respon terhadap cahaya pada berbagai panjang gelombang. (Khopkar, 2007) Spektrofotometer yang sesuai untuk pengukuran di daerah tampak terdiri dari suatu sistem optik dengan kemampuan menghasilkan cahaya monokromatik dalam jangkauan 400 nm hingga 800 nm dan suatu alat yang sesuai untuk menetapkan serapan. Spektrum cahaya tampak suatu zat pada umumnya tidak mempunyai derajat spesifikasi yang tinggi. walaupun demikian spektrum tersebut sesuai untuk pemeriksaan kuantitatif dan untuk berbagai zat spektrum tersebut bermanfaat sebagai tambahan untuk identifikasi. (Farmakope Indonesia, 1995).


(32)

BAB III METODOLOGI

3.1. Alat dan Bahan 3.1.1. Alat :

− DR/2400 SPEKTROFOTOMETER − Kuvet

− Masker dan sarung tangan

3.1.2. Bahan :

− Cuver 1 cooper reagent powder pillow − Sampel air

3.2. Prosedur Kerja

1. Pastikan analis memakai masker dan sarung tangan 2. Tekan power pada alat Spektrofotometer DR/2400 3. Tekan HACH Programs

4. Pilih program 135 copper, tekan start, di layar akan menunjukkan mg/l Cu 5. Isi cell dengan 10 ml benda uji

6. Ditambahkan satu kandungan cuver 1 copper reagent powder pillow (persiapan contoh) kemudian kocok.

7. Isi cell berikutnya dengan 10 ml benda uji (sebagai blanko).

8. Tekan tanda timer, pilih waktu 2 menit, tekan OK, masa reaksi akan di mulai.


(33)

9. Setelah waktu tercapai, layar menunjukkan mg/l Cu. 10.Masukkan blanko pada dudukan cell, kemudian tutup. 11.Tekan ZERO, pada layar akan menunjukkan 0,00 mg/l CU

12.Masukkan benda uji pada dudukan cell, kemudian tutup tekan READ, catat hasil analisa Cu yang di tunjuk pada layar.


(34)

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. Hasil

Hasil pemeriksaan bulanan terhadap kadar tembaga (Cu) pada sampel air baku dan air reservoir yang dilaksanakan di Laboratorium instalasi Pengolahan Air Hamparan Perak PDAM Tirtanadi Medan pada tanggal 08 Februari 2011 dapat dilihat pada tabel berikut.

Tabel. Hasil pemeriksaan tembaga (Cu) pada sampel air baku dan air reservoir di Laboratorium instalasi Pengolahan Air Hamparan Perak PDAM Tirtanadi Medan.

No Sampel Satuan Kadar maksimum tembaga Hasil uji

1 Air Baku mg/l 0,02 0,26

2 Air Reservoir mg/l 1,00 0,06

4.2. Pembahasan

Kadar tembaga (Cu) pada pemeriksaan bulanan terhadap air baku (sungai belawan) pada tanggal 08 Februari 2011 diperoleh 0,26 mg/l. Hal ini menunjukkan bahwa air baku melebihi batas kadar maksimum tembaga yang telah ditetapkan oleh Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 82 tanggal 14 Desember 2001 yaitu 0,02 mg/l. Adapun penyebab terdapatnya kadar tembaga melebihi batas yang ditetapkan, dikarenakan pada saat pemeriksaan bulanan terhadap air baku ada indikasi yang menunjukkan bahwa air baku yang diperiksa tercemar oleh limbah industri dari pabrik – pabrik industri yang terdapat di sekitar


(35)

sungai belawan. Selain pengaruh dari limbah industri yang mencemari air baku (sungai belawan), tingginya kadar tembaga pada air baku disebabkan juga karena air baku belum mengalami beberapa proses pengolahan menjadi air bersih. Hal ini menyatakan bahwa air baku tidak dapat langsung dikonsumsi oleh makhluk hidup sebelum mengalami beberapa proses pengolahan, karena dikhawatirkan air baku mengandung logam berat beracun seperti tembaga (Cu) yang berlebih. Dimana, jika air baku tersebut dikonsumsi langsung, dapat menyebabkan efek toksik terhadap makhluk hidup.

Sedangkan kadar tembaga (Cu) pada pemeriksaan bulanan terhadap air reservoir pada tanggal 08 Februari 2011 diperoleh 0,06 mg/l. Menurut PerMenKes No 492 / MENKES / PER / IV / 2010 tanggal 19 April 2010 kadar maksimum tembaga yang diperbolehkan untuk air minum adalah 2,00 mg/l dan berdasarkan standar yang ditetapkan IPA Hamparan Perak PDAM Tirtanadi kadar maksimum tembaga yang diperbolehkan untuk kualitas air adalah 1,00 mg/l. Dengan demikian, dapat diartikan bahwa kadar Tembaga (Cu) dari air reservoir memenuhi syarat pengujian untuk tembaga, karena kadar yang diperoleh tidak melebihi dari batas kadar maksimum yang diperbolehkan. Oleh sebab itu, air reservoir dapat dinyatakan aman dari kandungan logam berat beracun, yaitu tembaga (Cu) dalam jumlah yang berlebihan dan dapat dikonsumsi masyarakat sebagai air minum dan air bersih tanpa adanya rasa takut akibat kadar logam tembaga (Cu) yang berlebihan dapat menyebabkan efek toksik bagi kesehatan manusia dan makhluk hidup lainnya.


(36)

Kadar tembaga (Cu) yang diperoleh dari air reservoir memenuhi syarat dikarenakan air reservoir telah melewati proses pengolahan air dari mulai proses masuknya air sungai belawan sebagai air baku melalui intake, kemudian mengalami proses pengendapan, proses pembubuhan koagulan, proses penjernihan, proses desinfeksi dan telah disaring pada filter yang kemudian ditempatkan pada bak penyimpanan air bersih sehingga kadar yang diperoleh dapat memenuhi syarat.


(37)

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1. Kesimpulan

− Dari hasil pemeriksaan bulanan yang dilakukan menunjukan bahwa kandungan tembaga (Cu) pada air baku (sungai belawan) melebihi batas maksimum yang ditetapkan oleh Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 82 tanggal 14 Desember 2001, dimana kadar maksimum tembaga yang diizinkan adalah 0,02 mg/l.

− Sedangkan pada air reservoir menunjukkan bahwa kandungan tembaga (Cu) tidak melebihi batas maksimum yang ditetapkan oleh PerMenKes No 492 / MENKES / PER / IV / 2010 tanggal 19 April 2010, dimana kadar maksimum tembaga yang diizinkan adalah 2 mg/l.

5.2. Saran

− Diharapkan kepada pihak PDAM Tirtanadi agar tetap menjaga kualitas air yang didistribusikan pada setiap konsumen dan meningkatkan kualitas air yang diproduksi, serta secara berkesinambungan selalu memberikan penyuluhan kepada masyarakat dalam hal menjaga dan melestarikan lingkungan, terutama terhadap sumber – sumber air baku, yang mana hal ini erat kaitannya dengan masalah kualitas air yang dihasikan.

− Diharapkan untuk meningkatkan kinerja dan produktivitas dari Laboratorium Instalasi Pengolahan Air Hamparan Perak PDAM Tirtanadi seperti dengan melengkapi fasilitas uji mikrobiologi.


(38)

− Diharapkan agar masyarakat senantiasa untuk menjaga kelestarian dan kebersihan sumber – sumber air di lingkungan sekitar.


(39)

DAFTAR PUSTAKA

Agusnar, H., (2008), Analisa Pencemaran dan Pengendalian Pencemaran, Medan: USU Press. Hal: 17 - 18

Azwar, A., (1996), Pengantar Ilmu Kesehatan Lingkugan, Jakarta: PT Mutiara Sumber Widya. Hal: 31 – 39

Basset, J. dkk., (1994), Buku Ajar Vogel Kimia Analisis Kuantitatif Anorganik, Jakarta: Buku Kedokteran EGC. Hal: 809,862

Chandra, B., (2006), Pengantar Kesehatan Lingkungan, Jakarta: Buku Kedokteran EGC. Hal: 39 – 45

Darmono, (2008), Farmasi Forensik Dan Toksikologi, Jakarta: Universitas Indonesia. Hal: 128 – 129, 138 – 153

Direktorat Jendral Pengawasan Obat dan Makanan, (1995), Farmakope Indonesia, edisi ke 4, Jakarta: Departemen Kesehatan. Hal: 1061, 1065

Gabriel, J.F., (2001), Fisika Lingkungan, Jakarta: Hipokrates. Hal: 50 – 51

HACH., (2002), The Handbook DR/2400 Portable Spectrofotometer, USA: Hach Company. Hal: 1 - 6

Khopkar, S.M., (2007), Konsep Dasar Kimia Analitik, Jakarta: UI – Press. Hal: 216 – 217

Palar, H., (2008), Pencemaran Dan Toksikologi Logam Berat, Cetakan keempat, Jakarta: Rineka Cipta. Hal: 23 – 37, 61 - 70

Rohman, A., (2007), Kimia Farmasi Analisis, Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Hal: 240 – 243

Situmorang, M., (2007), Kimia Lingkungan, cetakan I, Medan: Fakultas MIPA UNIMED. Hal: 45,115

Sutrisno, T., (2008), Tekhnologi Penyediaan Air Bersih, Cetakan kelima, Jakarta: Rineka Cipta. Hal: 23 -70

Vogel., (1990), Analisis Anorganik Makro dan Semimakro, Edisi kelima, Jakarta: Kalma Media Pustaka. Hal: 229 - 230

Widowati, W. dkk., (2008), Efek Toksik Logam, Edisi I, Yogyakarta: Andi Offset. Hal: 183 - 204


(40)

LAMPIRAN I

Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 492 / Menkes / Per / IV / 2010 Tanggal 19 April 2010 tentang Persyaratan Kualitas Air Minum. I. PARAMETER WAJIB

No Jenis Parameter Satuan Kadar maksimum

yang diperbolehkan 1 Parameter yang berhubungan

langsung dengan kesehatan a. Parameter Mikrobiologi

1 ) E. Coli Jumlah per 100 ml sampel

0 2 ) Total Bakteri Koliform Jumlah per 100

ml sampel

0 b. Kimia an – organik

1 ) Arsen mg / l 0,01

2 ) Flourida mg / l 1,5

3 ) Total Kromium mg / l 0,05

4 ) Kadmium mg / l 0,003

5 ) Nitrit, ( sebagai NO2- ) mg / l 3 6 ) Nitrat, ( sebagai NO3- ) mg / l 50

7 ) Sianida mg / l 0,07

8 ) Selenium mg / l 0,1

2 Parameter yang tidak langsung berhubungan dengan kesehatan a. Parameter Fisik

1 ) Bau Tidak berbau

2 ) Warna TCU 15

3 ) Total Zat Padat Terlarut (TDS) mg / l 500

4 ) Kekeruhan NTU 5

5 ) Rasa Tidak berasa

6 ) Suhu 0C Suhu udara ± 3

b. Parameter Kimiawi

1 ) Aluminium mg / l 0,2

2 ) Besi mg / l 0,3

3 ) Kesadahan mg / l 500

4 ) Khlorida mg / l 250

5 ) Mangan mg / l 0,4


(41)

No Jenis Parameter Satuan Kadar maksimum yang diperbolehkan

7 ) Seng mg / l 3

8 ) Sulfat mg / l 250

9 ) Tembaga mg / l 2

10 ) Amonia mg / l 1,5 II. PARAMETER TAMBAHAN

No Jenis Parameter Satuan Kadar maksimum

yang diperbolehkan 1 KIMIAWI

a. Bahan Anorganik

Air Raksa mg / l 0,001

Antimon mg / l 0,02

Barium mg / l 0,7

Boron mg / l 0,5

Molybdenum mg / l 0,07

Nikel mg / l 0,07

Sodium mg / l 200

Timbal mg / l 0,01

Uranium mg / l 0,015

b. Bahan Organik

Zat Organik ( KMnO4 ) mg / l 10

Deterjen mg / l 0,05

Chlorinated alkanes

Carbon tetrachloride mg / l 0,004 Dichloromethane mg / l 0,02 1,2-Dichloroethane mg / l 0,05 Chlorinated ethenes

1,2-Dichloroethene mg / l 0,05 Trichloroethene mg / l 0,02 Tetrachloroethene mg / l 0,04 Aromatic hydrocarbons

Benzene mg / l 0,01

Toluene mg / 0,7

Xylenes mg / l 0,5

Ethylbenzenes mg / l 0,3

Styrene mg / l 0,02

Chlorinated benzenes

1,2-Dichlorobenzene ( 1,2-DCB ) mg / l 1 1,4-Dichlorobenzene ( 1,4-DCB ) mg / l 0,3


(42)

No Jenis Parameter Satuan Kadar maksimum yang diperbolehkan Di ( 2 – ethylhexyl ) phthalate mg / l 0,008

Acrylamide mg / l 0,0005

Epichlorohydrin mg / l 0,0004

Hexachlorobutadiene mg / l 0,0006 Ethylenediaminetetraacetic acid (EDTA) mg / l 0,6 Nitrilotriacetic acid ( NTA ) mg / l 0,2 c. Pestisida

Alachlor mg / l 0,02

Aldicarb mg / l 0,01

Aldrin dan dieldrin mg / l 0,0003

Atrazine mg / l 0,002

Carbofuran mg / l 0,007

Chlordane mg / l 0,0002

Chlortoluran mg / l 0,03

DDT mg / l 0,001

1,2-Dibromo-3-chloropropane ( DBCP ) mg / l 0,001 2,4 Dichloropenoxyacetic acid ( 2,4-D ) mg / l 0,03

1,2-Dichloropropane mg / l 0,04

Isoproturon mg / l 0,009

Lindane mg / l 0,002

MCPA mg / l 0,002

Methoxychlor mg / l 0,02

Metolachlor mg / l 0,01

Molinate mg / l 0,006

Pendimethalin mg / l 0,02

Pentachlorophenol ( PCP ) mg / l 0,009

Permethrin mg / l 0,3

Simazine mg / l 0,002

Trifluralin mg / l 0,02

Chlorophenoxy herbicides selain 2,4-D dan MCPA

2,4-DB mg / l 0,090

Dichlorprop mg / l 0,10

Fenoprop mg / l 0,009

Mecoprop mg / l 0,001

2,4,5-Trichlorophenoxyacetic acid mg / l 0,009 d. Desinfektan dan Hasil Sampingannya

Desinfektan

Chlorine mg / l 5

Hasil Sampingan


(43)

No Jenis Parameter Satuan Kadar maksimum yang diperbolehkan

Chlorate mg / l 0,7

Chlorite mg / l 0,7

Chlorophenols

2,4,6-Trichlorophenol ( 2,4,6-TCP ) mg / l 0,2

Bromoform mg / l 0,1

Dibromochloromethane ( DBCM ) mg / l 0,1 Bromodichloromethane ( BDCM ) mg / l 0,06

Chloroform mg / l 0,3

Chlorinated acetic acid

Dichloroacetic acid mg / l 0,05 Trichloroacetic acid mg / l 0,02 Chloral hydrate

Halogenated acetonitrilies

Dichloroacetonitrile mg / l 0,02 Dibromoacetonitrile mg / l 0,07 Cyanogen Chloride ( sebagai CN ) mg / l 0,07 2. RADIOAKTIFITAS

Gross alpha activity Bq / l 0,1


(44)

LAMPIRAN II

Peraturan Pemerintah Nomor 82 Tahun 2001 Tanggal 14 Desember 2001 Tentang Pengelolaan Kualitas Air Dan Pengendalian Pencemaran Air

Kriteria Mutu Air Berdasarkan Kelas

Parameter Satuan Kelas Keterangan

I II III IV

FISIKA

Temperatur ˚C deviasi 3 deviasi 3 deviasi 3 deviasi 5 Deviasi temperatur dari keadaan alamiah Residu Terlarut mg/L 1000 1000 1000 2000

Residu Tersuspensi mg/L 50 50 400 400 Bagi pengolahan air minum secara konvensional, residu tersuspensi ≤ 5000 mg/L

KIMIA ANORGANIK

pH 6 - 9 6 - 9 6 - 9 5 – 9 Apabila secara alamiah diluar rentang tersebut, maka ditentukan berdasarkan kondisi alamiah

BOD mg/L 2 3 6 12

COD mg/L 10 25 50 100

DO mg/L 6 4 3 0 Angka batas minimum

Total Posfat sbg P mg/L 0,2 0,2 1 5

NO3 sebagai N mg/L 10 10 20 20

NH3-N mg/L 0,5 (-) (-) (-)

Bagi perikanan, kandungan amonia bebas untuk ikan yang peka ≤ 0,02 mg/L sebaga NH2

Arsen mg/L 0,05 1 1 1


(45)

Parameter Satuan Kelas Keterangan

I II III IV

Barium mg/L 1 (-) (-) (-)

Boron mg/L 1 1 1 1

Selenium mg/L 0,01 0,05 0,05 0,05

Kadmium mg/L 0,01 0,01 0,01 0,01

Khrom (VI) mg/L 0,05 0,05 0,05 1

Tembaga mg/L 0,02 0,02 0,02 0,2 Bagi pengolahan air minum secara konvensional, Cu ≤ 1 mg/ L Besi mg/L 0,3 (-) (-) (-) Bagi pengolahan air minum secara konvensional, Fe ≤

5 mg/ L

Timbal mg/L 0,03 0,03 0,03 1 Bagi pengolahan air minum secara konvensional, Pb ≤ 0,1 mg/ L

Mangan mg/L 0,1 (-) (-) (-)

Air raksa mg/L 0,001 0,002 0,002 0,005

Seng mg/L 0,05 0,05 0,05 2 Bagi pengolahan air minum secara konvensional, Zn ≤ 5 mg/ L

Khlorida mg/L 600 (-) (-) (-)

Sianida mg/L 0,02 0,02 0,02 (-)

Fluorida mg/L 0,5 1,5 1,5 (-)

Nitrit sebagai N mg/L 0,06 0,06 0,06 (-) Bagi pengolahan air minum secara konvensional, NO2-N≤ 1 mg/ L

Sulfat mg/L 400 (-) (-) (-)

Khlorin bebas mg/L 0,03 0,03 0,03 (-) Bagi ABAM tidak dipersyaratkan Belerang sebagai

H2S mg/L 0,002 0,002 0,002 (-)

Bagi pengolahan air minum secara konvensional, S sebagai H2S ≤ 0,1 mg/ L


(46)

Parameter Satuan Kelas Keterangan

I II III IV

Fecal coliform Jml/100ml 100 1000 2000 2000 Bagi pengolahan air minum secara konvensional, fecal coliform ≤ 2000 jml/100ml dan total coliform ≤ 10000 jml/100 ml

Total coliform Jml/100ml 1000 5000 10000 10000 RADIOAKTIVITAS

Gross A Bg/L 0,1 0,1 0,1 0,1

Groos B Bg/L 1 1 1 1

KIMIA ORGANIK

Minyak dan Lemak µg/L 1000 1000 1000 (-) Deterjen sebagai

MBAS µg/L 200 200 200 (-)

Senyawa fenol

sebagai fenol µg/L 1 1 1 (-)

BHC µg/L 210 210 210 (-)

Aldrin/dieldrin µg/L 17 (-) (-) (-)

Chlordane µg/L 3 (-) (-) (-)

DDT µg/L 2 2 2 2

Heptachlor dan

heptachlor epoxida µg/L 18 (-) (-) (-)

Lindang µg/L 56 (-) (-) (-)

Methoxychlor µg/L 35 (-) (-) (-)

Endrin µg/L 1 4 4 (-)


(47)

Keterangan : mg = miligram µg = mikrogram ml = mililiter L = liter Bq = Bequerel

MBAS = Methylene Blue Active Substance ABAM = Air Baku untuk Air Minum Logam berat merupakan logam terlarut

Nilai di atas merupakan batas maksimum, kecuali untuk pH dan DO.

Bagi pH merupakan nilai rentang yang tidak boleh kurang atau lebih dari nilai yang tercantum. Nilai DO merupakan batas minimum.

Arti (-) di atas menyatakan bahwa untuk kelas termaksud, parameter tersebut tidak dipersyaratkan Tanda ≤ adalah nilai lebih kecil atau sama dengan


(48)

LAMPIRAN III

ALAT SPEKTROFOTOMETER DR/2400

PEREAKSI TEMBAGA (TAMPAK DEPAN)


(49)

LAMPIRAN III

PROSES PENGOLAHAN AIR MINUM DI PDAM TIRTANADI IPA HAMPARAN PERAK

1 . Sumber air sungai 2.Intake 3. Bak Pengendap I 4. Bak koagulasi

5. Bak Flokulasi 6. Bak Sedimentasi (BPII)

7. Bak Kumpulan 8. Bak Filter


(1)

LAMPIRAN II

Peraturan Pemerintah Nomor 82 Tahun 2001 Tanggal 14 Desember 2001 Tentang Pengelolaan Kualitas Air Dan Pengendalian Pencemaran Air

Kriteria Mutu Air Berdasarkan Kelas

Parameter Satuan Kelas Keterangan

I II III IV

FISIKA

Temperatur ˚C deviasi 3 deviasi 3 deviasi 3 deviasi 5 Deviasi temperatur dari keadaan alamiah Residu Terlarut mg/L 1000 1000 1000 2000

Residu Tersuspensi mg/L 50 50 400 400 Bagi pengolahan air minum secara konvensional, residu tersuspensi ≤ 5000 mg/L

KIMIA ANORGANIK

pH 6 - 9 6 - 9 6 - 9 5 – 9 Apabila secara alamiah diluar rentang tersebut, maka ditentukan berdasarkan kondisi alamiah

BOD mg/L 2 3 6 12

COD mg/L 10 25 50 100

DO mg/L 6 4 3 0 Angka batas minimum

Total Posfat sbg P mg/L 0,2 0,2 1 5

NO3 sebagai N mg/L 10 10 20 20

NH3-N mg/L 0,5 (-) (-) (-)

Bagi perikanan, kandungan amonia bebas untuk ikan yang peka ≤ 0,02 mg/L sebaga NH2

Arsen mg/L 0,05 1 1 1


(2)

Parameter Satuan Kelas Keterangan

I II III IV

Barium mg/L 1 (-) (-) (-)

Boron mg/L 1 1 1 1

Selenium mg/L 0,01 0,05 0,05 0,05

Kadmium mg/L 0,01 0,01 0,01 0,01

Khrom (VI) mg/L 0,05 0,05 0,05 1

Tembaga mg/L 0,02 0,02 0,02 0,2 Bagi pengolahan air minum secara konvensional, Cu ≤ 1 mg/ L Besi mg/L 0,3 (-) (-) (-) Bagi pengolahan air minum secara konvensional, Fe ≤

5 mg/ L

Timbal mg/L 0,03 0,03 0,03 1 Bagi pengolahan air minum secara konvensional, Pb ≤ 0,1 mg/ L

Mangan mg/L 0,1 (-) (-) (-)

Air raksa mg/L 0,001 0,002 0,002 0,005

Seng mg/L 0,05 0,05 0,05 2 Bagi pengolahan air minum secara konvensional, Zn ≤ 5 mg/ L

Khlorida mg/L 600 (-) (-) (-)

Sianida mg/L 0,02 0,02 0,02 (-)

Fluorida mg/L 0,5 1,5 1,5 (-)

Nitrit sebagai N mg/L 0,06 0,06 0,06 (-) Bagi pengolahan air minum secara konvensional, NO2-N≤ 1 mg/ L

Sulfat mg/L 400 (-) (-) (-)

Khlorin bebas mg/L 0,03 0,03 0,03 (-) Bagi ABAM tidak dipersyaratkan Belerang sebagai

H2S mg/L 0,002 0,002 0,002 (-)

Bagi pengolahan air minum secara konvensional, S sebagai H2S ≤ 0,1 mg/ L


(3)

Parameter Satuan Kelas Keterangan

I II III IV

Fecal coliform Jml/100ml 100 1000 2000 2000 Bagi pengolahan air minum secara konvensional, fecal coliform ≤ 2000 jml/100ml dan total coliform ≤ 10000 jml/100 ml

Total coliform Jml/100ml 1000 5000 10000 10000 RADIOAKTIVITAS

Gross A Bg/L 0,1 0,1 0,1 0,1

Groos B Bg/L 1 1 1 1

KIMIA ORGANIK

Minyak dan Lemak µg/L 1000 1000 1000 (-) Deterjen sebagai

MBAS µg/L 200 200 200 (-)

Senyawa fenol

sebagai fenol µg/L 1 1 1 (-)

BHC µg/L 210 210 210 (-)

Aldrin/dieldrin µg/L 17 (-) (-) (-)

Chlordane µg/L 3 (-) (-) (-)

DDT µg/L 2 2 2 2

Heptachlor dan

heptachlor epoxida µg/L 18 (-) (-) (-)

Lindang µg/L 56 (-) (-) (-)

Methoxychlor µg/L 35 (-) (-) (-)

Endrin µg/L 1 4 4 (-)


(4)

Keterangan : mg = miligram µg = mikrogram ml = mililiter L = liter Bq = Bequerel

MBAS = Methylene Blue Active Substance ABAM = Air Baku untuk Air Minum Logam berat merupakan logam terlarut

Nilai di atas merupakan batas maksimum, kecuali untuk pH dan DO.

Bagi pH merupakan nilai rentang yang tidak boleh kurang atau lebih dari nilai yang tercantum. Nilai DO merupakan batas minimum.

Arti (-) di atas menyatakan bahwa untuk kelas termaksud, parameter tersebut tidak dipersyaratkan Tanda ≤ adalah nilai lebih kecil atau sama dengan


(5)

LAMPIRAN III

ALAT SPEKTROFOTOMETER DR/2400

PEREAKSI TEMBAGA (TAMPAK DEPAN)


(6)

LAMPIRAN III

PROSES PENGOLAHAN AIR MINUM DI PDAM TIRTANADI IPA HAMPARAN PERAK

1 . Sumber air sungai 2.Intake 3. Bak Pengendap I 4. Bak koagulasi

5. Bak Flokulasi 6. Bak Sedimentasi (BPII)

7. Bak Kumpulan 8. Bak Filter